ALL CATEGORY

Mendikbud, Kelola Pendidikan dan Gojek Tidaklah Sama!

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Apakah Nadiem Makarim dengan perusahaan GoJek miliknya sudah berhasil mengangkat derajat (baca: pendapatan) para driver GoJek dengan beragam jenis aplikasinya? Saya yakin belum, dan tidak akan pernah bisa, kecuali perusahaannya. Memang, Nadiem telah mampu membawa perusahaannya sebagai satu-satunya wakil dari Indonesia yang masuk menjadi satu diantara 19 perusahaan decacorn dunia, dengan valuasi luar biasa, mencapai USD 10 miliar atau sekitar Rp 140 triliun. Awalnya ketika GoJek muncul banyak driver yang memperoleh pendapatan yang luar biasa. Sehari ada yang bisa mencapai lebih dari Rp 300 ribu. Tapi, dengan banyaknya masyarakat yang bergabung, pendapatan mereka semakin berkurang. “Dulu, 5 tahun lalu, saya sampai berani ambil mobil karena persaingan masih sedikit. Tapi, sekarang satu orang penumpang bisa direbutin 5 orang driver. Sekarang mobilnya ditarik leasing karena sudah gak bisa bayar,” ujar seorang driver. Dulu, untuk satu mobil daring bisa direbutin oleh lima calon penumpang. Tapi, sekarang ini, karena banyaknya persaingan, satu orang penumpang bisa diperebutkan oleh lima pengemudi mobil daring. Begitu pula untuk penumpang ojol sepeda motor. Faktanya, yang kaya itu justru pemilik aplikasi seperti GoJek (baca: Nadiem Makarim). Para pengemudi itu sebenarnya telah membantu memperkaya GoJek. Mereka belum dan tak akan pernah bisa menjadi kaya seperti Nadiem atau karyawan GoJek. Sampai kapan pun para pengemudi GoJek akan tetap menjadi driver yang harus berebutan dengan sesama driver GoJek ditambah aplikasi daring lainnya seperti Grab, Bistar dan lain sebagainya yang mulai marak di bisnis layanan mobil/motor daring. Maka, persaingan semakin ketat. Bisa dipastikan, dengan maraknya bisnis aplikasi semacam ini, akan mengurangi periuk pendapatan para pengemudi juga akhirnya. Apakah valuasi USD 10 miliar (sekitar Rp 140 triliun) itu sudah memakmurkan driver? Untuk ukuran anak muda sekelas Nadiem Makarim, yang mampu membawa GoJek sebagai satu-satunya wakil dari Indonesia yang masuk menjadi satu dari 19 perusahaan decacorn di dunia, dengan valuasi Rp 140 triliun, jelas bukan anak sembarangan. Penunjukkannya sebagai Mendikbud, boleh jadi salah satunya merupakan buah kekesalan Presiden Joko Widodo yang selama 5 tahun memerintah ini, berulang kali meminta agar PT lebih adaptif terhadap disrupsi yang terjadi akibat adanya Revolusi Industri 4.0. “Termasuk membuka prodi atau fakultas yang sesuai dengan perkembangan terkini, misalnya Fakultas Kopi,” begitu komentar Prof. Joni Hermana, mantan Rektor ITS Surabaya, di dalam tulisannya yang beredar di berbagai grup WA belum lama ini. Nadiem Makarim selama ini memang dikenal dekat dengan Presiden Jokowi. Beberapa kali ia mengundang Presiden ke acara GoJek. Saat peluncuran GoViet, nama layanan GoJek di Vietnam, Presiden bahkan hadir langsung bersama dengan sejumlah menteri. Ia juga pernah mendampingi Presiden ke Silicon Valley, AS, Oktober 2015. Tapi, Nadiem tak sendiri, ia menemani Jokowi bersama pentolan startup lokal lain, pendiri Tokopedia Wiliam Tanudjaya, pendiri Traveloka Ferry Unardi, dan pendiri Kaskus Andrew Darwis. Kala itu, Nadiem beralasan bahwa keikutsertaannya adalah ingin mempromosikan Indonesia kepada investor global. “Kami ingin beri tahu bahwa Indonesia adalah pasar potensial untuk investasi startup, bukan cuma India dan China,” kata Nadiem kala itu. Melansir Kompas.com, Rabu (23/10/2019) kini Nadiem tak hanya jadi “juragan” GoJek. Ia menjabat sebagai Mendikbud di Kabinet Indonesia Maju. Dengan jabatan eksekutif tersebut, Nadiem bertanggung jawab untuk membantu meningkatkan SDM. “Kita akan membuat terobosan yang signifikan dalam pengembangan SDM yang menyiapkan SDM siap kerja, siap usaha yang link and match antara pendidikan dan industri ada di wilayah Mas Nadiem,” ucap Jokowi saat memperkenalkan Nadiem sebagai Mendikbud. Pria kelahiran Singapura, 4 April 1984, ini merupakan anak ketiga pasangan Nono Anwar Makarim dan Atika Algadri. Ayah Nadiem adalah mantan wartawan TEMPO yang menjadi pengacara ternama di tanah air. Nadiem tidak lain adalah kemenakan dari Jenderal Purn Zacky Anwar Makarim, orang BAIS. Ibunya, dari marga Algadrie, 'Alawiyyiin, Ba 'Alwi. Walaupun keturunan Arab, mereka di kalangan Arab (Yamani) Indonesia sendiri, dikenal sebagai keluarga Liberal. Istrinya, seorang penganut Katholik bernama Franka Franklin yang dikawininya pada 2014 yang lalu. Dari pernikahannya, mereka mempunyai anak bernama Solara Franklin Makarim yang sudah dibaptis. Konon, mereka menikah campur agama. Ibunya Nadiem, Atika Algadrie itu, adiknya Maher Algadrie. Anak dr. Hamid Algadrie, salah seorang pejuang Indonesia. Tapi, kedua kakak adik itu beda ideologi. Beda mahzab. Makanya mereka tidak akur. Keluarga Atika-Nono Makarim liberalis tulen. Selama ini mereka dikenal sebagai pembela Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Jokowi. Sedangkan Maher Islamis. Dia membela Anies Baswedan dan Prabowo Subianto. Maher itu adalah konglomerat yang jadi salah satu pemimpin Grup Kodel, Kongsi Delapan. Yaitu, konglomerasi perusahaan yang didirikan oleh Fahmi Idris, Aburizal Bakrie, Soegeng Sarjadi, Abdul Latief, dan Pontjo Sutowo. Bisnis yang dikelola Kodel Group seperti agrobisnis, perdagangan, perbankan, perminyakan, investasi, plus perhotelan. Hotel The Regent (sekarang Four Seasons Jakarta) adalah milik Kodel. Juga Regent Beverly Whilshire yang di AS itu. Maher ini adalah teman bermain Prabowo sejak kecil. Rumah keluarga mereka bersebelahan. Dan, ayahnya Maher, Hamid Algadrie, adalah teman dekat Soemitro Djojohadikoesoemo, ayahnya Prabowo. Sampai sekarang Maher tetap setia ke Prabowo. Saat pilpres, dia dampingi Prabowo kemana-mana. Lain lagi dengan keluarga ayahnya Nadiem, pasangan Nono Makarim-Atika Algadrie. Di Indonesia, Atika yang penulis itu semazhab dengan Widarti Gunawan, istri Goenawan Muhammad, pemilik Femina Grup. Ditambah dia bersuamikan Nono Makarim yang lawyer papan atas dan pergaulannya internasional. Nadiem besar di keluarga semacam ini. Jadi, keluarga kakak-beradik tersebut sama-sama kaya- raya, tapi terkenal bertolak belakang, seperti halnya antara Megawati Soekarnoputri dengan Rachmawati Soekarnoputri, keduanya putri Bung Karno yang selalu “berseberangan”. Menyimak latar belakang keluarga Nadiem Makarim yang kapitalis liberal itu yang membuat sebagian umat Islam khawatir kalau Mendikbud Nadiem Makarim membawa budaya liberal ke dunia pendidikan Indonesia. Disrupsi Edukasi Mungkin salah satu pertimbangan Presiden Joko Widodo memilih Nadiem Makarim sebagai Mendikbud karena perusahaan decacorn GoJek berhasil dengan valuasi mencapai sekitar Rp 140 triliun. Artinya, ukuran sukses seseorang dihitung secara kapital. Melansir Yuswohady, pencipta teori disrupsi Prof. Clayton Christensen (2014) memberikan prediksi yang membuat dunia tercengang: “50% dari seluruh universitas di AS akan bangkrut dalam 10-15 tahun ke depan.,” tulisnya. Penyebabnya, karena universitas-universitas itu terdisrupsi oleh beragam terobosan inovasi seperti online learning dan MOOCs (Massive Online Open Courses). Prof. Christensen bukan satu-satunya yang bicara betapa mencemaskannya gonjang-ganjing disrupsi yang menerpa dunia pendidikan kita: - Sebanyak 65% anak-anak kita kini memulai sekolah nantinya bakal mendapatkan pekerjaan-pekerjaan yang saat ini belum ada. - Sebanyak 75 juta (42%) pekerjaan manusia akan digantikan robot dan artificial intelligence (AI) pada 2022 (World Economic Forum, 2018). - Sebanyak 60% universitas di seluruh dunia akan menggunakan teknologi virtual reality (VR) pada 2021 untuk menghasilkan lingkungan pembelajaran yang imersif (Gartner, 2018). Peringatan pakar dan lembaga think tank global itu menjadi wake-up call bagi stakeholders pendidikan kita. Bahwa kalau dunia pendidikan dikelola dengan cara-cara yang business as usual (BAU) pada akhirnya akan menjadi obsolet, tak relevan, dan akhirnya melapuk. Celakanya, pendidikan adalah salah-satu institusi yang dikenal paling sulit berubah menghadapi terpaan disrupsi. Tak heran, jika kondisi dan metode pembelajaran hari ini tak jauh berbeda dengan kondisi seabad yang lampau. Menjadi sangat mencemaskan ketika kita menghadapi kenyataan bahwa dunia pendidikan kita diterpa tiga gelombang disrupsi yang membuat sistem yang bertahun-tahun dibangun menjadi usang dan tidak relevan lagi. Dari sisi anak didik, disrupsi datang dari kaum milenial (dan neo-milenial atau generasi Z) yang perilaku belajarnya berbeda sama sekali dengan generasi sebelumnya. Perubahan perilaku ini menuntut perubahan radikal dalam pendekatan pendidikan kita. Anak didik milenial adalah generasi yang highly-mobile, apps-dependent, dan selalu terhubung secara online (“always connected”). Mereka begitu cepat menerima dan berbagi informasi melalui jejaring sosial. Mereka adalah self-learner yang selalu mencari sendiri pengetahuan yang mereka butuhkan melalui YouTube atau Khan Academy. Mereka menolak digurui. Mereka adalah generasi yang sangat melek visual (visually-literate). Oleh karena itu mereka lebih menyukai belajar secara visual (melalui video di YouTube, online games, bahkan menggunakan augmented reality) ketimbang melalui teks (membaca buku) atau mendengar ceramah guru di kelas. Mereka juga sangat melek data (data-literate) sehingga piawai berselancar di Google mengulik, memproses, mengurasi, dan menganalisis informasi ketimbang pasif berkubang di perpustakaan. Itu dilakukan dengan super-cepat melalui 3M: multi-media, multi-platform, dan multi-tasking. Dan mereka lebih nyaman belajar secara kolaboratif dalam proyek riil atau pendekatan peer-to-peer melalui komunitas atau jejaring sosial (menggunakan social learning platform). Bagi mereka peers lebih kredibel ketimbang guru. Dan ingat, mereka lebih suka menggunakan interactive gaming (gamifikasi) untuk belajar, ketimbang suntuk mengerjakan PR. Teknologi pendidikan juga telah berkembang secara eksponensial sehingga berpotensi mendisrupsi sekolah tradisional. Jika disrupsi di sektor pendidikan seperti itu yang dikehendak Nadiem Makarim, pendidikan kita akan mengarah ke kapitalis-liberal. Menciptakan “pemeras” keringat baru masyarakat yang abai pada rasa keadilan! *** Penulis adalah wartawan senior.

Biar Bagaimana Anies Lebih Jago Soal Anggaran

Oleh Hudzaifah Jakarta, FNN - Dua pekan terakhir Partai Solidaritas Indonesia (PSI) getol menyoroti anggaran aneh dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta untuk tahun 2020. Saking getolnya, sampai-sampai jatuh pada asumsi bahwa Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terperangkap korupsi atau setidaknya akan melakukan korupsi. Sinyalemen demi sinyalemen, pernyataan di televisi dan media cetak, sampai kiriman bunga pujian kepada PSI. Tampak adanya onani dan serangan politik yang tak bermutu, dengan substansi yang kosong dan modus yang amatiran. Celakanya media mainstream seperti kerbau dicucuk hidung, membebek dan membeo atas arus broken image atas prestasi Anies Baswedan di DKI Jakarta. Tengok saja kritik PSI, mereka sudah mengirim surat kepada Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI untuk meminta dokumen Kebijakan Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran (KUA-PPAS) diunggah di website resmi apbd.jakarta.go.id. Bahkan pihaknya menawarkan untuk membuka dokumen anggaran sampai level komponen. Agar ada transparansi. Penemuan PSI terkait anggaran lem aibon sebesar Rp82,8 miliar dan ballpoint sebesar Rp124 miliar dianggap PSI menjadi hal yang mengkhawatirkan. Soal proses penganggaran DKI, menurut PSI, bukanlah yang pertama kali bagi Anies. Seharusnya ada pemeriksaan yang berjenjang yang dilakukan jajaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). "Itu sebenarnya agak gawat ya kondisi penganggaran DKI Jakarta saat ini. Polemik lem aibom hanya pemantik saja. Lalu Pak Anies bilang masalah ini karena sistemnya enggak smart. Ini Saya pikir ada proses mengalihkan tanggung jawab. Harusnya ada pemeriksaan berjenjang," tutur Juru Bicara PSI Rian Ernest Tanudjaja. Ia juga menyinggung temuan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran soal usulan anggaran DKI 2020 yang tidak wajar. Misalnya seperti penganggaran buku folio untuk program wajib belajar sebesar Rp78,8 miliar. Sampai di sini teriakan PSI sepertinya meyakinkan, tapi sesungguhnya seperti pahlawan kesiangan. Paling tidak ada beberapa hal yang perlu disoroti dari laku politik partai ingusan ini memainkan isu. Pertama, beberapa hari sebelum PSI berteriak lantang di ruang publik, Anies di internal sudah memarahi dan meminta menghapus anggaran aneh dimaksud. Bahkan dalam beberapa video penjelasan Anies, bahwa anggaran itu pada gilirannya akan hilang kalau tidak bisa disuguhkan secara wajar dan rasional. Bahkan kejadian ini sudah terjadi hampir setiap tahun dan kritik Anies sangat keras pada SKPD-SKPD. Artinya, teriakan PSI itu bukan sebuah temuan baru, justru Gubernur Anies yang lebih dahulu mengetahui. Tapi membeo atas temuan Anies tapi dalam narasinya seolah-olah Anies yang berniat melakukan korupsi anggaran. Sampai di sini ruang publik sangat paham, sampai-sampai mantan Gubernur Sutiyoso mengeluh atas laku politik karbitan PSI yang sok lantang tapi kopong. Kedua, periodesasi anggaran yang diributkan masih dalam periode dummy APBD. Artinya baik angka maupun nama anggaran masih bisa berubah, bahkan bisa hilang sama sekali. Itu sebabnya periode ini tidak elok untuk dilepas ke ruang publik, karena belum memasuki pembahasan anggaran dan masih menjadi dokumen internal. Setelah memasuki pembahasan anggaran, disitulah PSI dan fraksi lain dipersilakan menyoal, mengkritisi, bahkan memblow-up seluas-luasnya kalau memang ada keanehan. Selah itu dilakukan MoU antara eksekutif dan legislatif atas nama dan besaran anggaran yang akhirnya disepakati. Sampai di sini pun masih ada peluang adanya revisi anggaran yang dinamakan APBD-Perubahan. Dan siklus anggaran seperti ini hal biasa di kalangan politisi DPRD setiap tahunnya. Tapi PSI seolah ingin jadi pahlawan kesiangan dia teriak untuk sesuatu yang sifatnya internal dan dummy di ruang publik. Tentu saja publik kaget, campur bertanya-tanya, apa karena partai ingusan sehingga belum tahu sequences anggaran. Itu sebabnya William Aditya Sarana sebagai peniup peluit pertama bocoran dummy anggaran dilaporkan ke Badan Kehormatan DPRD DKI Jakarta atas keluguan dan kebingungannya soal sequences anggaran. Ketiga, sistem penganggaran elektronik (e-budgeting) yang didesain dimasa Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak smart. Sistem digital e-budgeting didesain secara smart ini ternyata tidak smart, yakni tidak mampu mendeteksi kesalahan input. "Ini ada problem, sistemnya digital tetapi tidak smart. Kalau smart system, dia bisa melakukan pengecekan dan verifikasi. Dia [sistem] bisa menguji," ujar Anies. Dia menuturkan sistem e-budgeting saat ini memang sudah menerapkan digitalisasi, tetapi masih mengandalkan verifikasi manual. Imbasnya, SKPD harus menurunkan bentuk kegiatan ketika menyusun Rancangan Kegiatan Pemerintah Daerah (RKPD). Seperti diketahui, e-budgeting direncanakan sejak zaman Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta pada 2013, lewat Peraturan Gubernur (Pergub) No 145 tahun 2013. Sistem dijalankan ketika Ahok menjadi Gubernur DKI dan melakukan pembahasan APBD DKI 2015. Pergub tersebut mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005. Kala itu, Ahok sempat berseteru dengan anggota DPRD DKI terkait adanya anggaran tidak jelas atau "siluman". Pasalnya, dua versi APBD-P DKI 2014 sehingga memunculkan kasus korupsi pengadaan uninterruptible power supply (UPS) senilai Rp120 miliar. Keempat, kesalahan input anggaran bukan pertama terjadi, bahkan dimasa Gubernur DKI Joko Widodo dan Wagub Ahok, kesalahan input anggaran mencapai Rp1,8 triliun. Badan Pengelola Keuangan (BPK) Daerah DKI Jakarta pada 2014 menemukan 18.000 mata anggaran ganda. Sebagian anggaran ini dialihkan ke alokasi anggaran lain. Potensi kebocoran APBD DKI Jakarta saat itu mencapai Rp1,8 triliun jika saat itu tidak dibenahi. Khusus di Dinas Pendidikan DKI, jumlah anggaran yang dicoret Jokowi mencapai Rp1 triliun. Jadi temuan PSI ini selain tak ada seujung kuku dibandingkan temuan dimasa Jokowi-Ahok, juga bukan semacam temuan baru. Kelima, tampaknya para politisi ingusan dari PSI perlu lebih banyak belajar soal anggaran, terutama etika mengkritisi anggaran. Agar jangan sampai berniat bak pahlawan, tapi keluarannya justru menunjukkan mereka adalah pahlawan kesiangan. Anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) bidang Pencegahan Korupsi Ibu Kota Nursyahbani Katjasungkana yang dikenal orang vokal sejak zaman Soeharto hingga hari ini, menyarankan politikus PSI belajar lagi mengenai proses penganggaran Kritik PSI terhadap rancangan anggaran Pemprov DKI Jakarta dikatakan tidak tepat karena baru berupa draf pagu anggaran yang masih harus melewati tahapan panjang dan bisa diubah. "PSI mesti belajar proses penganggaran, yang dibahas ke publik [mestinya] bukan draf pagu anggaran," kata Nursyahbani. Draf pagu anggaran atau dummy anggaran itu masih tahap awal sekali, artinya kalau di Bappeda, stafnya memberikan istilah itu komponen dummy. Dan itu bukan hanya praktik di era Anies. Masa Ahok itu kan membeli penghapus sekian miliar. Nursyahbani menekankan bahwa data yang dikritik PSI dan diributkan publik masih berupa pengajuan KUA-PPAS 2020 DKI Jakarta. Komponen yang dimasukkan bukan yang sebenarnya dan hanya patokan awal saja. Sebab, kata dia, setelah itu masih ada penentuan detail komponen anggaran yang sesungguhnya, proses review, hingga perbaikan-perbaikan. Mungkin satu lagi yang belum pernah didengar politisi ingusan dari PSI, bahwa sepanjang Jokowi-Ahok memimpin Jakarta, APBD DKI selalu mendapat opini audit wajar dengan pengecualian (WDP) sejak 2014-2017 oleh BPK DKI. APBD dibawah Jokowi-Ahok dianggap wajar, tapi ada beberapa perkecualian yang harus diperbaiki. Begitu setahun Anies memimpin DKI, opini audit DKI Jakarta langsung naik kelas ke wajar tanpa pengecualian (WTP). Pengelolaan APBD DKI dianggap BPK DKI selain wajar, tak ada lagi yang dikecualikan. Artinya pengelolaan APBD di tangan Anies lebih advance dibandingkan Jokowi-Ahok yang menjadi junjungan para politisi PSI. Pendek kata, hei PSI, sekadar tahu saja ya, Anies lebih jagolah dibandingkan junjungan kalian kalau soal menyusun dan merealisasikan anggaran...! Penulis adalah wartawan senior.

Lem Aibon: Kenapa Kalian Makin Sinting?

By Asyari Usman Jakarta, FNN - Sulit dimengerti. Tiba-tiba William Aditya Sarana dijadikan pahlawan. Karangan bunga simpati dikirimkan kepada anggota DPRD DKI dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu. Cukup banyak papan bunga yang terpampang di dekat gedung Dewan. Isinya memuji-muji William. Dia dianggap berjasa “membongkar” kejanggalan isian e-budgeting anggaran belanja pemprov DKI. Ada lem Aibon 82 miliar dan pena ballpoint 124 miliar. Kedua-duanya tak masuk akal. Janggal. William seolah menemukan korupsi yang akan dilakukan Gubernur Anies Baswedan. Padahal, semua orang tahu bahwa yang justru menyisir keanehan itu adalah Anies sendiri. Anies yang lebih dulu mempersoalkan itu. Bukan William. Cuma dia tidak berkoar-koar. Tidak seperti Ahok ketika menemukan anak-buahnya bersalah. Tapi, temuan William yang sifatnya “kesiangan” itu dijadikan simbol heroik oleh sejumlah orang. Sangat sukar dipahami. Tak bisa dipahami kenapa temuan William yang tak bermakna sedikit pun itu dielu-elukan dengan karangan bunga pujian? Kenapa kesalahan staf Anies itu dipelintir menjadi kesalahan Gubernur? Seolah Gubernur sedang menyiapkan korupsi? Heran sekali. Heran, mengapa kalian semakin sinting? Luar biasa Anda. Tak masuk akal rasanya kalau kalian tak punya akal. Sungguh reaksi kalian lewat karangan bunga untuk William itu akan memberikan pendidikan politik aliran sesat. Padahal, kalian mengaku partai milenial. Partai yang kalian bentuk dengan tujuan untuk menampung pikiran sehat generasi muda. Sekarang, bagaimana mungkin publik akan mengakui keakalsehatan kalian? Yang kalian lakukan justru kebalikannya. Kalian menunjukkan diri kakian semakin kacau. Sangat disayangkan mengapa dari hari ke hari kalian makin sinting. Seharusnya karangan bunga itu mewakili akal sehat. Tapi, kalian jadikan itu pertanda kesintingan.[] Penulis adalah wartawan senior.

Pertumbuhan Stagnasi Pemerintahan Jokowi

Oleh Hudzaifah Jakarta, FNN - Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2019 hanya 5,02%. Angka ini semakin mempertebal keyakinan publik bahwa Presiden Jokowi gagal merealisasikan janji politiknya untuk menjaga pertumbuhan ekonomi minimal 7%. Realisasi pertumbuhan 5,02% itu di bawah target pertumbuhan 2019 sebesar 5,3%, juga lebih rendah dari pencapaian kuartal III 2018 yakni sebesar 5,17%. Bahkan juga lebih rendah dari pencapaian kuartal II 2019 di level 5,05%. Dari capaian pertumbuhan ekonomi tersebut, sebenarnya 55,03% disumbang oleh konsumsi rumah tangga. Pertanyaanya, mengapa realisasi pertumbuhan ekonomi Pemerintahan Jokowi seperti stagnasi di kisaran 5%? Apa yang salah dan solusi apa yang harus ditempuh Pemerintah Jokowi ke depan. Kepala BPS Kecuk Suhariyanto mengungkapkan, "Saya ulangi lagi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2019 sebesar 5,02%." Dari sumber pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2019, ada sembilan sumber pertumbuhan yang mengalami kontraksi. Jika dibandingkan dengan kuartal III 2019, pertumbuhan tertinggi dari industri pengolahan ini bersumber dari lapangan industri pengolahan sebesar 0,86% (yoy). Pertumbuhan ini diikuti perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 0,63% (yoy), sektor konstruksi sebesar 0,56% (yoy), dan informasi komunikasi sebesar 0,47 persen (yoy). Sisanya, pertumbuhan ekonomi kuartal III/2019 bersumber dari lapangan usaha lain sebesar 2,50% (yoy). Suhariyanto mengatakan industri makanan dan minuman, tumbuh sebesar 8,33% (yoy), didukung peningkatan crude palm oil (CPO) yang meningkat sejalan dengan konsumsi domestik CPO. Industri furnitur juga tercatat tumbuh 6,93% (yoy) didorong oleh meningkatnya permintaan dari luar negeri. Dia menambahkan, kontraksi terjadi pada industri karet, barang dari karet dan plastik karena menurunnya permintaan ekspor akibat perang dagang. BPS menyebut sektor ini mengalami kontraksi minus 3,42% (yoy). Sektor lain yang juga mengalami kontraksi adalah industri alat angkutan, sebesar minus 1,23% (yoy), dan industri pengolahan secara khusus untuk industri batu bara dan pengilangan migas pada kuartal III 2019 juga tercatat kontraksi sebesar minus 0,74% akibat menurunnya produksi LNG, LPG, dan BBM. “Selama kuartal III 2019 ini harga komoditas migas dan non migas di pasar internasional juga mengalami penurunan secara year-on-year, maupun quarter-to-quarter,” demikian Suhariyanto. Sebenarnya trend penurunan pertumbuhan ekonomi menurun ini tak hanya menjadi monopoli Indonesia. China yang pada kuartal III tahun lalu masih mampu tumbuh 6,5%, pada kuartal tahun ini tinggal 6%. Sementara pertumbuhan Amerika Serikat pada periode yang sama turun dari 3,1% menjadi 2%. Begitu pula pertumbuhan ekonomi Singapura pada periode yang sama turun dari 2,6% menjadi 0,1%. Sedangkan Korea Selatan turun tipis 2,1% menjadi 2%. Jika dibandingkan Asean, pertumbuhan Indonesia lebih rendah dibandingkan Laos (6,8%), Kaboja (6,5%), Filipina (5,7%), dan Vietnam (7,3%). Tapi memang pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih tinggi dibandingkan Thailand (3,5%), Malaysia (4,5%), dan Brunei (0,5%). Jika melihat lebih makro, setidaknya ada beberapa penyebab pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III 2019 melemah. Pertama, dampak perang dagang antara China dan Amerika yang meluas ke Eropa, India, Jepang dan Korea Selatan. Hal ini tentu saja berdampak pada Indonesai sebagai partner dagang negara-negara sahabat tersebut. Defisit Indonesia Kedua, terjadi penurunan harga minyak dalam beberapa bulan terakhir, berdasarkan harga ICP dari US$71,64 menjadi 59,81 per barel. Hal ini menyebabkan penerimaan dari sektor migas ikut menurun. Ketiga, realisasi belanja APBN pada kuartal III 2019 hanya 22,75% dari pagu anggaran. Sehingga tidak mampu memompa pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Keempat, realisasi investasi dalam tiga bulan paruh ketiga tahun ini hanya 14% hingga 15%. Sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami stagnasi. Kelima, tingkat pencapaian penerimaan pajak yang rendah, terutama dari sektor pertambangan. Sampai akhir September 2019 penerimaan sektor ini baru mencapai Rp 43,2 triliun. Angka ini, tumbuh negatif 20,6% dan lebih rendah dibandingkan periode yang sama 2018 yang mampu tumbuh 69,9%. Total penerimaan pajak sampai Agustus 2019 baru Rp801,16 triliun atau 50,78% dari target penerimaan pajak sepanjang 2019 sebesar Rp1.577,65 triliun. Diperkirakan penerimaan pajak hingga Desember 2019 antara 85% hingga 88%, lebih rendah dibandingkan tahun 2018 sebesar 92%. “Kondisinya memang berat,” kata Dirjen Pajak Robert Pakpahan. Dengan melihat track record pertumbuhan ekonomi Pemerintahan Jokowi pada 2014 hingga 2019 rerata plus minus 5%, bahkan pada 2015 sempat 4,78%, menunjukkan bahwa terjadi stagnasi pertumbuhan ekonomi. Padahal Pemerintahan Jokowo sudah bekerja keras membangun infrastruktur, menggelontorkan ratusan triliun dana desa, membagikan berbagai dana sosial untuk rakyat. Melihat kondisi 2020 ke depan kondisi krisis akan datang lebih nyata, tampaknya target pertumbuhan 5,4% tahun depan, dapat dipastikan semakin sulit dicapai. Itu sebabnya Pemerintah Jokowi dengan kabinet barunya harus melakukan terobosan yang keras namun bersahabat dengan pasar dan tidak menyusahkan rakyat, agar pertumbuhan ekonomi bisa dijaga di level 5,4%. Meskipun berat. Tampaknya gambaran Presiden Jokowi kepada wartawan di istana negara bahwa ekonomi akan meroket, sambil memperagakan tangannya ke atas, tampaknya hanya tinggal mimpi. Saatnya wake up, sadarlah! Penulis adalah wartawan senior.

Jika Anies Yang Lempar Botol Air Itu ke Lapangan

Kejadian pelemparan itu sayangnya dilakukan oleh Gubernur Kalteng. Coba bayangkan, kalau saja kejadian tersebut dilakukan oleh goodberneeer Indonesia Anies Baswedan. Wah pasti ngga bisa tidur deh para politisi ingusan yang dungu bin togog dari Partai Syaiton dan Iblis (silahkan disingkat saja sendirilah) sudah bereaksi berjamaah. Dipastikan mereka beramai-ramai akan membully Bang Anies selama tujuh siang tujuh malam, dikali tujuh lagi. Oleh M. Naufal Dunggio Jakarta, FNN - Lagi ramai di media sosial Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran melempar botol dari arah tribun VVIP ke tengah lapangan. Saat itu sedang terjadi pertandingan sepakbola antara Kalteng Putra melawan Persib Bandung. Posisi score ketika itu dimenangkan oleh Persib Bandung. Akibatnya Pak Gubernur Sugianto Sabran pun kuciwa berat, karena keseblasan kesayangan masyarakat Kalimantan Tengah kalah. Entah karena emosi atau tidak. Sadar atau tidak sadar, namun terlihat dengan jelas di video yang beredar di media social, Pak Gubernur Kalimantan Tengah sedang melemparkan sebotol air ke arah tengah lapangan. Lemparan tersebut, spontasn diikuti oleh penonton. Kajadian tersebut mangkibatkan pihak keamanan harus bekerja ekstra keras. Sehingga Pak Kapolresta Palangkaraya harus turun langsung ke tengah-tengah lapangan. Pak Kapolres meminta agar penonton menghentikan pelemparan tersebut. Aksi Pak Kapolres dengan aparat kemanan ini, rupa-rupanya tidak bisa diterima oleh Pak Gubernur Sabran. Pak Gubernur marah kepada Pak Kapolres. Pak Gubernur Sugianto tidak suka ditegur sama Kapolres, sehingga dia turun dari tribun memarahi Kapolres. Sayang sekali ya. Kenapa Pak Kapolres tidak gelandang dia Gubernur Sugianto Sabran ke kantor polisi yaa? Dan Pak Kapolres perlu tahan Gubernur Sabran barang satu atau dua hari saja dulu. Bagaimana rasanya seorang Gubernur tidur di kantor polisi. Kayak polisi yang suka menangkap para mahasiswa kalau melakukan pelemparan jika sedang demonstrasi. Kejadian pelemparan itu sayangnya dilakukan oleh Gubernur Kalteng. Coba bayangkan, kalau saja kejadian tersebut dilakukan oleh goodberneeer Indonesia Anies Baswedan. Wah pasti ngga bisa tidur deh para politisi ingusan yang dungu bin togog dari Partai Syaiton dan Iblis (silahkan disingkat saja sendirilah) sudah bereaksi berjamaah. Penulias pastikan mereka beramai-ramai akan membully Bang Anies selama tujuh siang tujuh malam, dikali tujuh lagi. Mereka, para pembenci Bang Anies tidak bisa tidur-tidur. Kalaupun mereka tidur pun, tidak bakalan bisa nyanyak. Mereka, sepanjang siang dan malam 1 x 24 jam secara bergantian menjaga dan memantau terus kinerja Bang Anies. Kapan saja selalu dicari-cari, damana saja salahnya Bang Anies? Tampaknya uang yang digelontorkan oleh sang Opung cukup besar untuk menghajar Bang Anies. Targetnya, supaya Bang Anies keok dan modar sebelum Pilpres tahun 2024 nanti. Contohnya uang biaya aibon dan pulpes yang ramai di media sosial itu. Mereka jadinya melototin terus kinerja Bang Anies. Melototin kesalahan Bang Anies itu ada duitnye. Itu kan kagak gratis. Bayangkan saja. Masak anggota DPRD DKI bisa langsung meributkan anggaran yang baru direncanakan. Anggarannya saja belum dibahas oleh DPRD. Sampai-sampai politisi muda dari PDIP yang bekas penyanyi cilik Tina Toon dengan lagu bolo-bolanya berkomentar pedes. “Boleh jadi bodoh, tapi jangan sampai jadi dungu permanen dong. Bikin malu lembaganya sendiri yang terhormat”. Kebencian kepada seseorang dikarenakan dendam kesumat, plus dibayar agar dendam itu tetap terpelihara sama sekali tidak mengenakkan. Bayangkan, orang yang dibenci tersebut tetap saja tersenyum dan tidak membalas. Dia juga tidak pernah marah. Sebaliknnya, dia menunjukkan kinerja yang sangat positif untuk kemashlahatan warga dan kotanya. Mending dinilai buruk, tetapi hasil kerjanya baik, dari pada dinilai baik tapi hasil kerjanya hancur-hancuran. Itulah motto dari Bang Anies. Dan motto ini membikin para politisi ingusan ini menderita batin, sampai pantat jadi ireng. Masih ada tiga tahun lagi penderitaan ini akan mereka alami. Kelihatannya, duit dari Opung susah bisa mereka nikmati, walau duitnya tak berseri. Duit itu akan membiayai otak dan hati mereka di rumah sakit, karena kraaam nggak bisa menemukan kesalahan Bang Anies dalam menakhodai Jakarta. Menuju pulau yang indah, yang menjadikan maju kotanya dan bahagia warganya. Kacuali warga di partai syaitan dan iblis. Saking banyak itu duit dikeluarin oleh si Opung, ada dosen Universitas Indonesia yang menjadi togog permanen. Baru kali ini di UI ada dosen jadi bloon setengah mampus. Menghina Bang Anies dengan membuat gambar Joker, dengan wajah goodberneer Indonesia. Dan dia bangga bikin seperti itu karena dia merasa kebal hukum walau sudah banyak laporan yang masuk ke polisi. Ah belum aja kau kena apes Ade Armando. Ini istidraj buat kamu. Ada suatu waktu sebelum kau mati, kau akan merasakan bagaimana perih dan pedihnya hukuman penghinaanmu pada agamamu. Pada manusia seperti pak Prabowo dan Bang Anies. Termasuk kepada yang lain. Semoga kita semua umur panjang, dan bisa menyaksikan itu. Tidak ada daun kering yang jatuh ke bumi lepas dari perhatian Ilahi Rabbi. Kita tinggal tunggu tanggal mainnya. Lambat atau cepat itu pasti terjadi. Semoga kita bisa menyaksikannya sebagai bahan i'tibar dan pembelajaran bagi hidup kita dan anak cucu kita. Hanya kepada Allah jualah kita berserah diri.

Sofyan Basir Bebas, Jabatan Dirut Pun Lepas

Oleh Hudzaifah Jakarta, FNN - Bak petir di siang bolong, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memvonis bebas mantan Dirut PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir atas tuduhan memfasilitas pemberian suap atas proyek PLTU Riau-1. Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Sofyan telah memfasilitasi pemberian suap terhadap pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo dan mantan anggota DPR Eni Maulani Saragih serta mantan Menteri Sosial Idrus Marham. "Majelis menyatakan terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dakwaan pertama dan kedua," kata hakim ketua Hariono saat membacakan amar putusan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, kemarin. Sofyan dinyatakan tidak terbukti melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 15 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 56 Ke-2 KUHP dan Pasal 11 juncto Pasal 15 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 56 ke-2 KUHP. Sofyan disebut hakim tidak terlibat dalam kasus dugaan suap berkaitan dengan proses kesepakatan proyek Independent Power Producer Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (IPP PLTU MT) Riau-1 antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) dan Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd dan China Huadian Engineering Company Limited (CHEC) Ltd. Sofyan disebut tidak berperan membantu Eni dalam menerima suap, bahkan dia juga diyakini tidak mengetahui pemberian suap Kotjo kepada Eni. Dan oleh karenanya segala haknya harus dikembalikan, yakni jabatan Dirut PLN. Jika dirunut ke belakang, sebenarnya ini adalah kekalahan keempat KPK di Pengadilan Tipikor. Pertama, kasus dugaan korupsi Wali Kota Bekasi Mochtar Mohammad dalam perkara penyuapan anggota DPRD sebesar Rp1,6 miliar, menyuap pegawai BPK Rp400 juta, menyalahgunakan anggaran makan-minum Rp639 juta, dan memberikan suap untuk mendapatkan Piala Adipura 2010. Oleh Pengadilan Tipikor Bandung di Pengadilan Negeri Bandung pada 11 Oktober 2011, Mochtar Mohamad dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi, membebaskan Mochtar Mohamad dari seluruh dakwaan dan memulihkan Harkat dan martabat serta kedudukan Mochtar Mohamad. Kedua, KPK kalau dalam perkara Bupati Kabupaten Rokan Hulu Suparman dalam kasus tindak pidana korupsi pembahasan APBD Perubahan provinsi Riau 2014 dan APBD 2015. Pada 23 Februari 2017, Pengadilan Tipikor Pekanbaru yang bertempat di Pengadilan Negeri Pekanbaru memvonis bebas Suparman. Ketiga, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi Sjafruddin Arsyad Temenggung dalam kasus pemberian Surat Keterangan Lunas atas BLBI Sjamsul Nursalim senilai Rp4,58 triliun di Bang Dagang Nasional Indonesia. Keempat, Sofyan Basir divonis bebas oleh majelis pengadilan Tipikor Jakarta pada 4 November 2019 dalam perkara pembantuan kesepakatan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1). Pembebasan itu sendiri karena Majelis Hakim memandang alat bukti atas tuntutan JPU KPK sangat lemah. Terkait kasus Sofyan, majelis hakim telah meminta agar haknya menduduki kembali jabatan Dirut PLN dikembalikan. Tetapi permintaan majelis hakim yang secara yuridis formil adalah sah, dalam kenyataannya tak semudah membalik telapak tangan. Sofyan Basir sebelumnya dinonaktifkan dari jabatan Dirut PLN oleh Kementerian BUMN sebagai tindak lanjut atas langkah KPK dalam menetapkannya sebagai tersangka kasus suap pembangunan Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. Dengan vonis Pengadilan Tipikor itu apakah Sofyan Basir akan kembali menjadi Dirut PLN dengan mudah? Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan dirinya tidak bisa memastikan apakah vonis bebas tersebut nantinya akan membuat Sofyan bisa mendapatkan jabatan direktur utama PLN yang pernah dicopot dari 'pundaknya' kembali. Menurutnya, pengisian jabatan direktur utama PLN tidak bisa dilakukan dengan sembarangan. Pengisian jabatan dilakukan melalui Tim Penilai Akhir (TPA) yang diketuai oleh Presiden Jokowi. "Pertanyaan mengenai apakah Pak Sofyan akan kembali memimpin PLN, ini bergantung pada keputusan Tim Penilai Akhir. Karena penentuan direksi PLN harus melalui TPA," demikian penjelasan Erick. Tentu saja pernyataan Erick bertolak belakang dengan putusan Pengadilan Tipikor Jakarta. Penjelasannya, perkara ini masih diajukan banding oleh KPK yang hasilnya masih fifty-fifty. Kalau jabatan Dirut PLN itu dikembalikan ke Sofyan Basir, sementara di pengadilan banding nanti Sofyan belum tentu menang. Alasan lain, mungkin saja Presiden Jokowi selaku Ketua TPA memiliki pandangan lain, seperti citra Sofyan Basir yang telah jatuh meskipun dinyatakan bebas, sehingga dikhawatirkan dapat mengganggu jalanannya kepemimpinan dia di PLN nati. Dan yang paling penting, ketika posisi Dirut PLN dinonaktifkan, tentu saja jabtan itu sudah diisi, walaupun oleh pejabat pelaksana tugas (Plt) Dirut PLN. Perlu diketahui, sejak dinonaktifkannya Sofyan Basir dari posisi Dirut PLN, sudah terjadi pergantian Plt Dirut PLN dua kali. Pada 29 Mei 2019, Djoko Rahardjo Abumanan ditunjuk dalam sebuah RUPS. Lalu posisi Djoko pun digantikan oleh Sripeni Inten Cahyani dalam RUPS pada 2 Agustus 2019. Dengan demikian, makin jauh harapan bagi Sofyan Basir untuk kembali ke kursi empuknya sebagai Dirut PLN. Boleh dia akan memanfaatkannya di Kementerian BUMN sebagai Deputi, Konsultan atau apa pun. Atau boleh jadi Sofyan sudah lelah menjabat dan memilih pensiun setelah lelah menjalani proses sidang. Yang jelas agak sulit bagi Sofyan untuk kembali sebagai Dirut PLN. Wallahu a’lam! Penulis adalah Wartawan Senior.

Wacana Ngawur Larangan Cadar dan Celana Cingkrang

Oleh Dimas Huda Jakarta, FNN - Islam mengajarkan serahkanlah urusan pada ahlinya. Dalam hadis riwayat Bukhari disebutkan bahwa Nabi bersabda: “Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi.” Seorang sahabat bertanya; “bagaimana maksud amanat disia-siakan?“ Nabi menjawab; “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.” Di era kini, dikenal dengan istilah the right man in the right place. Secara sederhana kalimat itu dimaknai menempatkan orang sesuai keahliannya. Suatu tim akan mampu bergerak lebih cepat kalau orang di dalamnya mengurusi hal-hal sesuai keahliannya. Nyatanya, konsep ini mudah dikatakan tapi tidak selalu mudah diterapkan. Tengok saja susunan Kabinet Indonesia Maju atau KIM. Apakah Presiden Joko Widodo sudah menjalankan prinsip the right man in the right place? Untuk menilai hal itu tentu kita patut bersabar. Beri kesempatan dulu mereka, para menteri itu, bekerja. Okelah kalau begitu! Hanya saja, terhadap Fachrul Razi yang diamanahi sebagai Menteri Agama rasa-rasanya sulit bagi publik Muslim, untuk bersabar. Fachrul Razi sudah sangat berisik, cerewet dan menguras emosi umat. Publik membaca Menteri Agama yang mengaku hanya bisa menghafal juz ke-30 atau juz amma dari kitab suci Alquran, itu tak membaca secara benar tentang sejarah lahirnya kementerian agama. Bukti bahwa Fachrul Razi tidak memahami sejarah kementerian agama cukup jelas ditunjukkan ketika ia mengatakan bahwa dirinya bukan menteri agama Islam dan dia ditugaskan untuk melawan radikalisme. “Mengatakan bukan menteri agama Islam adalah pernyataan ahistoris. Sebab sejarah mencatat, bahwa aspirasi umat Islam diakomodir dengan terbentuknya kementerian itu,” tulis Dr. Ahmad Yani, Dosen FISIP dan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta. Apa yang ditulis Yani dan viral di media sosial itu sangat berdasar. Kementerian Agama dibentuk pada 1946 sebagai kompromi politik atas hilangnya tujuh kata dalam Piagam Jakarta, 22 Juni 1945. Sebagai pengingat, setelah proklamasi 17 Agustus 1945, umat Islam melalui tokoh-tokoh politiknya merelakan tujuh kata demi keutuhan bangsa. Pengorbanan umat Islam ini menjadi perhatian utama bagi pendiri bangsa. M. Yamin, berkata, "Tidak cukuplah jaminan kepada agama Islam dengan Mahkamah Tinggi saja, melainkan harus kita wujudkan menurut kepentingan agama Islam sendiri. Pendek kata menurut kehendak rakyat, bahwa urusan agama Islam yang berhubungan dengan pendirian Islam, wakaf dan masjid, dan penyiaran harus diurus oleh kementerian yang istimewa, yaitu yang kita namai Kementerian Agama." Pernyataan M. Yamin itu menjadi bukti sejarah bahwa Kementerian Agama adalah dibuat khusus untuk umat Islam dalam mengakomodir segala kepentingan umat Islam. Selain itu, Kementerian Agama juga yang menjadi titik temu antara nasionalis sekuler dan nasionalis agama. "Model Kementerian Agama ini pada hakikatnya adalah jalan tengah antara teori memisahkan agama dari negara dan teori persatuan agama dan negara," ucap Kiai Wahid Hasyim suatu ketika. Pemerintah mengumumkan berdirinya Kementerian Agama setelah disepakati secara aklamasi di Komite Nasional Indonesia Pusat atau KNIP. Haji Mohammad Rasjidi diangkat oleh Presiden Sukarno sebagai Menteri Agama Pertama. H.M. Rasjidi adalah seorang ulama berlatar belakang pendidikan Islam modern dan di kemudian hari dikenal sebagai pemimpin Islam terkemuka dan tokoh Muhammadiyah. Setelah itu, Kementerian Agama selalu diisi tokoh-tokoh Islam dari Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan ormas Islam lainnya. Di era Orde Baru Menag memang pernah dijabat pensiunan tentara. Mereka adalah Alamsyah Ratu Perwiranegara dan Tarmizi Thahir. Nama kedua tentara tapi memiliki latarbelakang pengetahuan agama yang memadai. Lagi pula, tidak ada dokumen yang mencatat Alamsyah dan Tarmizi pernah bilang bahwa dirinya bukan menteri agama Islam. Hanya pada era kinilah, Jenderal (Purn) Fachrul Razi, yang begitu. Inilah pentingnya Fachrul belajar lebih banyak lagi. Lagi pula, kewajiban belajar itu tidak mengenal usia. Belajar dari ayunan sampai ke liang lahat, begitu agama mengajarkan. Cara dan Celana Cingkrang Neta S. Pane dalam akun Facebooknya memosting foto dirinya dan aktor film Keanu Reeves yang mengenakan celana cingkrang. Neta menulis: Nyantai aje ye.....kata teman teman aye....aye ude terpapar.....Terpapar ape ye. Terpapar kek Keanu Reeves kali ye. Sama sama penggemar celana cingkrang. Toh kagak masalah....baik aye maupun Keanu....bukan PNS ato ASN. Jadi kami asyik asyik aje terpapar bercingkrang ria.....btw kurasa lebih gaunteng aye ketimbang Keanu.....Kurasa lho...xixixixixixj ngeri ngeri sedaplah pokoknye... Status satir Ketua Presidium IPW (Indonesia Police Watch) itu jelas ditujukan kepada Menteri Agama, Fachrul Razi. Meme yang lebih menohok lagi bertebaran di media sosial belakangan ini. Fachrul boleh jadi adalah menteri yang banyak mendapat reaksi negatif dari publik sejak ia dilantik menjadi Menag. Parahnya, Fachrul cenderung over acting yang boleh jadi untuk menutup kelemahannya. Sepertinya, Menag, Fachrul Razi, gagap. Ia terjebak pada kata “memerangi radikalisme” sebagai prioritas kerjanya sehingga dia tak tahu mesti memulai dari mana. Tiba-tiba ia melempar wacara larangan cadar dan celana cingkrang bagi PNS. Wacana yang kebablasan. Ngawur dan bikin gaduh. Dibilang ngawur, karena apa yang diwacanakan Fachrul memberi kesan bahwa cadar dan celana cingkrang adalah bagian dari radikalisme. Melarang cadar dan celana cingkrang bermakna memerangi kaum radikal. Ia lupa bahwa persoalan pelarangan cadar bukan cuma soal agama, tapi juga sudah soal hak asasi manusia (HAM). Pemerintah seharusnya tidak mencampuri ranah privat setiap warga negara. Sebab, privasi warga itu hal yang paling prinsip. "Sebaiknya Menteri Agama lebih hati-hati dalam melontarkan wacana,” ucap Wakil Ketua Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily, belum lama ini. Wajar saja, jika politisi PAN, Hanafi Rais, curiga jangan-jangan wacana pelarangan cadar dan celana cingkrang di instansi pemerintah itu dimunculkan untuk menutupi masalah kapasitas Fachrul. Di sisi lain, banyak masalah yang belum beres di Kementerian Agama. Itu yang mestinya menjadi prioritas. Misalnya persoalan haji, pendidikan agama, dan isu-isu yang lain. Menag lebih baik bicara yang lebih konkret dan lebih nyata di masyarakat, ketimbang bicara masalah remeh temeh soal celana cingkrang. “Itu jangan-jangan malah menutupi kapasitasnya sendiri yang mungkin tidak bisa atau tidak mampu," sindir Hanafi. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Suhardi Alius, juga meminta kepada seluruh pihak untuk tidak mengaitkan tampilan celana cingkrang dan berjenggot dengan radikalisme. Radikalisme merupakan pandangan ideologi bukan tampilan berpakaian. "Tidak bisa kita lihat dengan cara tata busana, kemudian berjenggot, celana cingkrang, tapi itu masalah ideologi," kata Suhardi, Jumat (1/11). Bukan melindungi tiap warga negara untuk memeluk agama berdasar keyakinannya, Fachrul justru sukses menyedot emosi umat. Maka pantas saja Presiden Joko Widodo merasa perlu turun tangan. "Kalau saya ya, yang namanya cara-cara berpakaian, cara berpakaian kan sebetulnya pilihan pribadi, pilihan personal, atau kebebasan pribadi setiap orang," ujarnya. Persoalan bangsa ini sudah sangat menumpuk. Kita berada pada pintu multi krisis: krisis ekonomi, krisis moral, dan krisis kepercayaan. Ironis, masih ada pejabat tinggi yang kuper, kurang pergaulan: sibuk mempermasalahkan celana cingkrang. Pantas saja jika ada menyindir: celana cingkrang dan cadar yang diyakini sebagai perintah agama dimasalahkan, celana mini suit... suit … Penulis adalah wartawan senior.

Cadar, Cingkrang dan Kebangkitan Peradaban Islam

Melihat gejala atau fenomena ini, sebenarnya apa dan siapa yang dirugikan dari kebangkitan peradaban Islam di Indonesia sih? Peradaban Islam, selain menentang dominasi kapitalisme, juga menentang sisi negatif liberalisme kehidupan. Seperti free sex, homosexual, pornografi, dan sejenisnya. Oleh Dr. Syahganda Nainggolan Jakarta, FNN - Presiden Jokowi bereaksi menanggapi pandangan dan pernyataan Din Syamsudin, Rizal Ramli, dan lain lain tentang radikalisme. Terkahir adalah Said Aqil Siraj beberapa hari kemarin. Reaksi Presiden Jokowi ini telah meruntuhkan agenda aksi Jokowi terkait pemusnahan radikalisme. Jokowi langsung meralat istilah radikalisme yang terlanjur menjadi perbincangan hangat umat Islam. Radikalisme diganti Jokowi dengan "manipulator agama". Masih di bulan yang sama, akhir Oktober lalu, perintah Jokowi kepada Menteri Agama tentang radikalisme. Namun kemudian dia mencoba untuk menganulirnya sendiri. Pemimpin, seperti Jokowi, cenderung tanpa pengetahuan yang cukup tentang narasi besar bangsa ini ke depan. Merasa gampang memainkan kata-kata, yang konsepnya, hanya bisa dipahami melalui kajian yang dalam atas konsep dan definisi tersebut. Akibatnya, kata radikalisme itu, harus ditarik kembali. Sayangnya, Menteri Agama Fahrul Rozi asal ngerocos. Merasa mendapatkan tugas, sudah bergerak lebih cepat. Sebelum adanya penganuliran sendiri. Dia sudah menterjemahakan sendiri radikalisme itu kepada simbol. Seperti cingkrang (celana yang dipake sampe batas bawah lutut, dan di atas tumit) dan cadar (berjiblab dengan ikut menutup wajah kecuali mata). Menteri Agama mengatakan, pegawainya yang pake cingkrang dilarang masuk kantor, alias keluar dari pegawai negeri. Meskipun Menteri menganulir lagi, bahwa itu bukan pelarangan. Hanya sebagai rekomendasi. Namun giliran Wakil Menteri Agama yang harus menunjukkan loyalitasnya. Lebih bersikp estrim. Wakil Menteri melarang penggunaan cadar dan cingkrang di lingkungan Kementerian Agama. Pekerjaan Menteri Agama yang “membreak down" radikalisme kepada simbol berpakaian merupakan kemajuan besar. Ini juga sangat luar biasa. Meskipun sikap itu dilakukan dengan terburu-terburu. Sebab akibatnya adalah salah. Setelah itu menganulisnya sendiri. Clifford Geertz dalam "Religion as a cultural system", 1993, mengetengahkan pentingnya memperhatikan simbol dalam sebuah konsep budaya. Simbol menurutnya, merupakan alat atau metoda manusia berkomunikasi, mengembangkan pengetahuan dan sikap dalam kehidupan. Agama menurut Geertz adalah "a system of symbols". Menurutnya, simbol agama, merupakan kode atau "bahasa isyarat" keterhubungan antara manusia. "a symbolism relating man's sphere of existence to a wider sphere within which it is conceived to rest, that both the affirmation and denial are made". Cadar dan Cingkrang merupakan dua simbol pakaian muslim yang berkembang di Indonesia saat ini. Cadar merupakan varian hijab seperti berselendang di masa lalu dan jilbab saat ini. Cingkrang sendiri merupakan ajaran agama Islam yang menutup aurat lelaki. Variasi penafsiran penutupan ini sampai di bawah lutut, dan di atas mata kaki. Namun sebagiannya tidak mengharuskan batas bawah tersebut. Disamping cingkrang, trend ummat Islam di Indonesia saat ini adalah gamis, serta sebagiannya menggunakan (lagi) sarung. Lalu apakah cadar dan cingkrang dua buah simbol kejahatan? Simbol iblis? Ataukah keduanya simbol kesalehan? Geerzt yang menekankan simbol dalam kajian budaya tentu terkait dengan "symbol" dan "meaning" dalam pendekatan "symbolic-interactional", gang dikembangkan para sosologi, khususnya Max Weber. "Meaning" atau makna dari simbol penting untuk melihat sejauh apa interaksi sosial akan berjalan baik. Jadi pertanyaan di atas harus mampu membongkar makna dari simbol cadar dan cingkrang tersebut. Beberapa tahun lalu penggunaan cadar di eropa dilarang. Denda diberlakukan terhadap wanita muslim yang menggunakan cadar di beberapa area tertentu atau kantor publik. Ketidaksukaan masyarakat barat terhadap symbol-simbil yang berasosiasi dengan Islam dapat ditarik jauh dalam sejarah permusuhan Kristen dan Islam di masa lalu. Pembantaian 50 orang jemaah Masjid beberapa waktu lalu di Christchurch, New Zealand, misalnya sebagai bagian dari ketiksukaan orang-orang barat. Karena terdapat jejak digital. Pembunuhnya terinspirasi kelanjutan perang Salib terhadap ummat Islam. Disamping konflik Kristen vs. Islam di era pertengahan lalu, membuat kapitalisme barat, yang non agama juga mempunyai permusuhan kepada Islam. Ketidaksesuaian konsep mereka dengan pandangan Islam soal peradaban. Sebab, kolonialisme barat terhadap negara-negara Islam menghadapi perlawanan konsisten dari organ perjuangan Islam. Islam di barat, sebagai agama migran disana. Islam harus beradaptasi dengan peradaban barat tersebut. Beberap pengusaha keturunan arab di Prancis dan Belgia, misalnya, meski membayar berapapun denda yang dikenakan kepada perempuan muslim terkena denda. Itu sebagai bentuk empati. Namun, akan sampai kapan pelarangan cadar ini? Belum diketahui. Indonesia, kesadaran baru ataupun "invention atau redefinition” atas penutupan aurat wanita dalam Islam sangat gencar dilakukan sejak era tahun 1980-an. Mun'im Sirry, orientalis liberal dari Notre Damme University of USA, yang membiayai 7 riset terkait agama di Indonesia saat ini, menyatakan bahwa kesadaran berhijab ini merupakan "silent revolution" selama puluhan tahun. Kesadaran yang didukung juga oleh fashion industry. Silent revolution karena hal itu ketika disadari, ternyata telah berlangsung dengan dominan. Bercadar sendiri adalah konsep berhijab yang bukan hanya menutup seluruh tubuh, kecuali tangan dan wajah. Namun bercadar hanya membiarkan mata saja yang boleh terbuka buat wanita di ruang publik. Varian penafsiran soal hijab di kalangan ulama, meskipun mayoritas menganggap berhijab dengan jilbab adalah sesuai perintah agama. Sedangkan cadar sebagai bentuk ekstrim, atau berlebihan. Namun kesalehan orang-orang yang bercadar tidak dapat dikecilkan. Konsep berhijab atau menutup aurat bagi wanita bukanlah kepentingan wanita itu sendiri, namun merupakan bagian konsep keluarga. Konsep keluarga bagi wanita, yang selama ini mengambil peran (agency) membesarkan anak-anaknya, ketika suaminya fokus di luar rumah mencari nafkah. Dengan berhijab, wanita dapat melindungi dirinya dari pergaulan terbuka. Juga memberi pesan nyaman kepada suaminya yang terpisah sepanjang hari. Penutupan wajah kecuali mata dan tangan, atau bercadar, merupakan tindakan wanita yang dapat difahami dalam perluasan atau ekstensi kenyamanan wanita dan keluarganya tersebut. Jika penafsiran agama yang mereka yakini hal ini pula sebagai hijab yang sempurna, tentu kita harus mengapresiasi hal tersebut. Sebagai bentuk kesalehan wanita Indonesia, sesuai sila pertama Pancasila. Islam di Indonesia, adalah ajaran utama yang menaungi 80% penduduknya. Jika di barat Islam adalah pendatang, maka di Indonesia Islam adalah tuan rumah. Sehingga menjadi ganjil rasanya orang-orang bercadar dan bercelana cingkrang dianggap "outsider". Bukannya dilindungi dan dimanjakan oleh kekuasaan yang ada. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Kebangkitan Peradaban Islam Vedi Hadiz, professor sosiologi dari Melbourne University dalam wawancaranya dengan Balairung Press, selain mengkhawatirkan populisme Islam ditunggangi oligarki pemilik modal. Profesor Vedi juga menunjukkan vacumnya narasi kelompok sosialis kiri dalam menjawab ketidak adilan sosial yang menganga saat ini. Sebelumnya, dalam riset yang komprehensip tentang “Populisme Islam di Indonesia dan Timur Tengah", Hadiz yang melakukan pendekatan Socio-history dan political-economy, memperlihatkan kebangkitan Islam di Indonesia menjadi suatu fakta. Tingginya semangat masyarakat untuk kembali dan mengamalkan Islam itu adalah nyata. Kenyataan ini berbeda dengan di bawah Turki dan Mesir. Yang ukurannya adalah pencapaian penguasaan kapital oleh orang-orang Islam. Namun, riset Hadiz tentang populisme Islam dan Mun'im Sirry tentang "contending modernity" untuk "peaceful co-existence" menunjukkan bahwa kebangkitan Islam di Indonesia sudah tidak dapat dihancurkan lagi. Kebangkitan Islam di Indonesia mempunyai rentang, dari upaya mendominasi kultur, melawan neoliberalisme barat dan ketidakadilan social. Selain itu, mendorong demokrasi tetap berkembang sebagai sistem politik. Cadar dan cingkrang merupakan simbol kultural dari kesalehan warganegara. Sedangkan demokrasi, partisipasi politik ummat Islam dalam pemilu bersifat total. Melihat gejala atau fenomena ini, sebenarnya apa dan siapa yang dirugikan dari kebangkitan peradaban Islam di Indonesia sih? Peradaban Islam, selain menentang dominasi kapitalisme, juga menentang sisi negatif liberalisme kehidupan. Seperti free sex, homosexual, pornografi, dan sejenisnya. Kontestasi symbol-simbol dan narasi Islam versus sisi negatif liberalisme terus berlangsung. Jadi kebencian terhadap kebangkitan peradaban Islam berpusat pada kapitalisme dan ajaran negatif liberalisme itu. Namun, negara sebagai wakil dari sebuah "kontrak sosial", harus pertimbangkan keinginan dominan dalam masyarakat, khususnya jika tidak bertentangan dengan Pancasila. Penutup Cadar dan cingkrang merupakan simbol yang merepresentasikan budaya kesalehan dalam Islam. Kesalehan sendiri merupakan hak-hak dasar manusia yang diyakini sebagai "system of belief" yang sakral. Negara harus mengapresiasi kesalehan seseorang jika tidak mengganggu sistem kepercayaan terhadap arus utama masyarakat. Radikalisme yang diartikan negatif, lalu diterjemahkan dalam simbol cadar dan cingkrang sudah melampaui batas negara mencampuri kehidupan masyarakatnya. Negara, sebagai bagian dari konsensus kontrak sosial bukan mempunyai hak tak terbatas mengatur rakyatnya. Pemerintah harus membuang isu cadar dan isu cingkrang dari keinginan negatif. Negara tidak perlu terlalu jauh mencoba “mengexercise" kekuasaannya. Tidak lagi pada tempatnya, Sebaiknya narasi ke depan disesuaikan dengan agenda "peaceful co-existence" antara ummat Islam dan kekuatan sosial lainnya. Dalam setting agenda persatuan nasional dan tentunya "shared prosperity". Jika tidak, situasi kebangsaan kita akan terus kacau. Kita hanya menjadi mangsa ekploitasi imperium asing. Penulis adalah Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle

Menteri “Bernoda” Korupsi (3): Zainudin Amali dan Wisnu Trenggono?

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Dua nama lainnya yang “bernoda” korupsi adalah Menpora Zainudin Amali dan Wamenhan Wisnu Sakti Trenggono. Zainudin Amali, politisi Partai Golkar, termasuk salah seorang yang dipanggil Presiden Joko Widodo sebelum ditetapkan sebagai menteri. Setelah itu, Rabu (23/10/2019), Zainudin Amali ditunjuk sebagai Menpora menggantikan Imam Nahrawi yang tersangkut skandal korupsi di Kemenpora dan kini diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta. Ia punya pengalaman di organisasi kepemudaan. Menurut Presiden Jokowi, sebagai Menpora, Zainudin Amali juga bertugas di kewirausahaan pemuda, sport industry dan sport tourism, “RUU Sistem Keolahragaan Nasional dan perbaiki peringkat SEA Games,” pesan Presiden Jokowi saat pengumuman. Sebelum menjabat Menpora, Zainudin Amali tercatat sebagai Ketua Komisi II DPR RI dari Golkar. Bagaimana dengan Wamenhan Wisnu Sakti Trenggono? Berikut jejak digital news yang menulis tentang keduanya di media selama ini. Zainudin Amali Melansir Tempo.co, Selasa (22 Oktober 2019 15:46 WIB), nama politisi Golkar ini pernah muncul dalam dua kasus korupsi di KPK. Juru Bicara KPK Febri Diansyah membenarkan bahwa Zainudin pernah diperiksa KPK. “Memang ada beberapa nama yang kita tahu terkait dengan beberapa kasus korupsi yang pernah ditangani KPK, bahkan ada yang pernah masuk di komunikasi tersangka yang diperdengarkan di persidangan,” kata Febri, Selasa (22/10/ 2019). Kasus pertama yang menyeret nama Zainudin Amali ialah kasus suap sengketa Pilkada yang membuat mantan Ketua MK Akil Mochtar dihukum penjara seumur hidup oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Melalui percakapan BBM, keduanya diduga melakukan negosiasi soal pengurusan sengketa Pilkada Jatim pada 2014. Ketika itu, ada permintaan uang Rp 10 miliar dari Akil Mochtar. Ia mengakui adanya percakapan dengan Akil Mochtar seusai diperiksa KPK, 20 Januari 2014. Ia tidak membantah kabar bahwa Akil Mochtar meminta Rp10 miliar untuk memenangkan pasangan calon Soekarwo-Saifullah Yusuf. Namun, Zainudin Amali mengaku percakapan itu hanya gurauan. “Tidak ada negosiasi, (arahan itu) kayak kita lagi bercanda-bercanda gitu,” ujar Zainudin Amali setelah diperiksa di KPK, kala itu. Perlu dicatat, dalam sengketa Pilkada Jatim 2013 tersebut, akhirnya dimenangkan oleh Soekarto-Saifullah Yusuf. Zainudin Amali, juga pernah terseret kasus korupsi di Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Tersangka dalam kasus itu ialah Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Waryono Karno. Penyidik KPK pernah menggeledah ruang kerja dan rumah anggota Komisi Energi DPR itu di Jakarta pada Januari 2014. KPK menengarai ada jejak-jejak tersangka di kedua tempat tersebut. “Saya kira itu juga sudah terbuka ya informasinya,” kata Febri. Saat itu Zainudin Amali menjabat Wakil Ketua Komisi VII DPR. Kasus ini merupakan pengembangan penyidikan atas perkara dugaan suap di lingkungan SKK Migas yang menjerat mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini. Zainudin Amali saat itu diperiksa untuk tersangka mantan Sekjen ESDM Waryono Karno. begitu keterangan Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha, Senin (20/1/2014). Ketua DPD Partai Golkar Jatim itu ditanya oleh penyidik KPK mengenai praktik korupsi dan suap di kementerian ESDM yang saat itu dipimpin Menteri Jero Wacik. KPK menggeledah kediaman serta kantor Zainuddin Amali dan menginterogasi seorang stafnya. Liputan6.com, Selasa (22 Okt 2019, 15:09 WIB) menulis, penyidik KPK juga menggeledah ruangan Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana dan rumahnya di Bogor, ruangan anggota Komisi VII Tri Yulianto, ruang rapat Komisi VII, serta ruangan Fraksi Partai Demokrat. Wahyu Trenggono Sebuah tulisan menarik berjudul Korupsi Telkom – TBIG & Kriminalisasi Raden Nuh – Edi Syahputra di Kompasiana.com, Minggu (22 Okt 2019, 15:09 WIB), yang ditulis oleh Ridha Taqaballah menyingkap tabir gelap “permainan” Wahyu Sakti Trenggono. Akun yang menyebut diri sebagai “Tukang Bongkar Korupsi” itu mengungkap banyak hal terkait sepak terjang Wahyu Trenggono yang kini diangkat Presiden Jokowi menjadi Wakil Menteri Pertahanan, wakilnya Menhan Prabowo Subianto. Penunjukan mantan Bendahara TKN Joko Widodo – Ma’ruf Amin ini, untuk ngurusi terkait industri pertahanan, melenceng dari bisnis yang ditekuni Wisnu Trenggono selama ini. Entah mengapa pada akhirnya Presiden Jokowi memilihnya. Bagaimana ceritanya Wisnu Trenggono dan Abdul Satar (PT Tower Bersama Infrastruktur Tbk/TBIG – PT Solusindo Kreasi Pratama) bersama Arief Yahya (PT Telkom) sampai akhirnya bisa “menyingkirkan” Direksi PT Telkom. Berawal dari Keputusan RUPS PT Telkom pada 11 April 2012 yang menetapkan bahwa PT Telkom43e selaku Holding Company PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) akan berusaha mewujudkan Mitratel sebagai Perusahaan Terbesar di Asia Tenggara di sektor infrastruktur telekomunikasi/BTS Provider pada 2014. Dengan rencana itu akan diwujudkan melalui aksi korporasi strategis berikut: Merealisasi rencana Mitratel Go Public (IPO) pada akhir 2012; Telkom selaku holding company akan menambah Ekuitas Rp 2 triliun untuk Mitratel sebagai tambahan modal investasi; Menambah portofolio kredit perbankan untuk modal kerja dan investasi Mitratel hingga Rp 10 triliun; Mengalihkan pengelolaan menara BTS Telkom Group (Telkom, Telkomsel, Flexy dan lain-lain) yang berjumlah > 50.000 unit secara bertahap ke Mitratel hingga menjadikan Mitratel sebagai perusahaan pengelola menara BTS terbesar di Asia Tenggara; Terakhir, dengan mengakuisisi perusahaan sejenis seperti PT Tower Bersama, Protelindo, dan lain-lain. Keputusan RUPS Telkom terkait pengembangan bisnis Mitratel tersebut sudah disetujui dewan komisaris dan pemegang saham/pemerintah. Direksi Telkom sendiri menargetkan kapitalisasi market Mitratel melalui IPO dan seterusnya sebagaimana diputuskan RUPS Telkom 11 April 2012 akan mencapai Rp 100 triliun pada 2013, Rp 250 triliun pada akhir 2014; Dan, Rp 400 triliun pada Rp 2016 dengan penguasaan pangsa pasar di atas 80 persen dengan realisasi seluruh rencana aksi koporasi Telkom terkait Mitratel termasuk rencana mengakuisi TBIG, Protelindo, dan lain-lain. ‎​​Jelas, rencana itu merupakan ancaman terbesar terhadap kelangsungan hidup/eksistensi/bisnis kompetitornya /perusahaan sejenis: PT Tower Bersama Infrastruktur Tbk dan PT Solusindo Kreasi Pratama (milik Wahyu Trenggono/Abdul Satar Cs), Protelindo, dan seterusnya. ‎​​Rencana mewujudkan Mitratel sebagai perusahaan infrastruktur telekomunikasi terbesar di Asia Tenggara terbukti telah digagalkan melalui perubahan mendadak di jajaran manajemen puncak/Direksi PT Telkom Indonesia Tbk. Rinaldi Firmansyah, Dirut Telkom dan 5 direksi Telkom lainnya diberhentikan mendadak, digantikan oleh Arief Yahya yang sebelumnya Direktur Enterprise Whole Sales PT Telkom, melalui RUPSLB 9 Mei 2012 (kurang sebulan setelah RUPS Telkom 11 April 2012). ‎​Alasan resmi penggantian tersebut tidak pernah diketahui secara pasti, padahal Rinaldi Firmansyah Cs baru diperpanjang masa jabatannya sebagai Direksi Telkom untuk periode kedua karena kinerjanya yang sangat memuaskan. ‎​Berdasarkan pengakuan langsung Wahyu Trenggono dan Abdul Satar, pihaknyalah yang jadi aktor intelektual pemecatan Rinaldi Cs secara mendadak tersebut. Wahyu Trenggono melobi intensif Menteri Perekonomian dan Menteri BUMN. Posisi Wahyu Trenggono sebagai Bendahara PAN saat itu, sumbangan Rp 15 miliar ke PAN dan komitmen Wahyu Trenggono akan membantu likuiditas logistik PAN, sumbangan Rp 15 miliar untuk kegiatan Menteri BUMN yang disalurkannya melalui Staf Menteri BUMN Budi Rahman Hakim, menjadi faktor utama keberhasilannya menggusur Rinaldi dari jabatan Dirut Telkom. Wahyu Trenggono berhasil memperdaya Menko Perekonomian Hatta Rajasa guna mengganti Rinaldi Firmansyah Cs dengan Arief Yahya Cs. Melalui uang suap Rp 30 miliar (untuk PAN dan Menteri BUMN) dalam rangka memuluskan pemecatan Rinaldi Firmansyah Cs dan menjadikan Arief Yahya 'boneka' Wahyu Trenggono/ Abdul Satar sebagai Dirut Telkom. Uang itu berasal dari uang hasil korupsi Proyek Mobil Penyedia Layanan Internet (MPLIK) BP3TI Kementerian Kominfo yang paketnya dimenangkan PT Telkom, yaitu Rp 520 miliar dari total proyek Rp 1,4 triliun TA 2011. ‎​​Uang suap Rp 30 miliar untuk PAN (Menko Perekonomian) dan Menteri BUMN itu, Rp 28,5 miliar berasal dari uang muka proyek MPLIK Telkom yang dibayar PT Telkom kepada rekanan PT Telkom dalam pengerjaan proyek MPLIK, yakni PT Geosys Alexindo. Sisanya, ditalangi oleh Wahyu Trenggono dan Abdul Satar. PT Geosys sendiri diduga adalah milik Wahyu Trenggono dan Alex J Sinaga (eks Dirut PT Pramindo Ikat Nusantara/sekarang Dirut Telkomsel).​ Berdasarkan temuan internal audit dan LHP BPK diketahui PT Geosys Alexindo ternyata perusahaan fiktif/abal-abal, ditunjuk sebagai rekanan dalam pengerjaan proyek MPLIK oleh Arief Yahya, Direktur EWS Telkom dan Abdus Somad, VP EWS Telkom secara melanggar hukum dan prosedur di PT Telkom serta tanpa sepengetahuan dewan direksi Telkom. ‎​​Temuan audit internal Telkom dan LHP BPK, diketahui penunjukan dan penandatangan kontrak PT Telkom - PT Geosys Alexindo dilakukan Arief Yahya - Abdussomad tanpa melibatkan dan/atau tanpa persetujuan rapat Dewan Direksi Telkom. Demikian juga pembayaran uang muka proyek MPLIK Rp 28,5 miliar dari Telkom kepada PT Geosys dilakukan atas perintah Arief Yahya yang bukan merupakan kewenangannya selaku Direktur EWS Telkom. Belakangan diketahui PT Geosys Alexindo memang direncanakan sebagai SPV (special purpose vehicle) untuk mendapat cash money dalam rangka menyuap Menko Perekonomian/PAN dan Menteri BUMN agar Rinaldi Firmansyah Cs dipecat dan Arief Yahya Cs ditunjuk sebagai pengganti Dirut/Direksi Telkom. Temuan audit internal Telkom dan LHP PK terkait pelanggaran hukum dan korupsi Arief Yahya, Abdus Somad, Wahyu Sakti Trenggono dan Abdul Satar pada proyek MPLIK BP3TI Kementerian Kominfo di PT Telkom Indonesia Tbk ini sudah disidik oleh Kejaksaan Agung. Penyidik Kejagung sudah memanggil Arief Yahya pada 27 Desember 2013 dan 27 Januari 2014, namun Arief Yahya mangkir atau menolak hadir diperiksa di Kejagung. Janji Jaksa Agung, Jampidsus, dan Dirdik Jampidsus untuk memanggil paksa Arief Yahya pada awal 2014 dan penetapan sebagai tersangka tidak pernah ditepati. Anehnya, penyidik Kejagung tiba-tiba menghentikan penyidikan atas Arief Yahya, Abdus Somad, Wahyu Trenggono, dan Alex J Sinaga. Benarkah yang ditulis Ridha Taqaballah di Kompasiana.com tersebut? Jika Kejagung sudah menghentikan penyidikan skandal ini, KPK wajib turun tangan! Ingat, pesan Presiden Jokowi, jangan korupsi! (SELESAI). Penulis adalah wartawan senior. ***

E-Budgeting DKI Memang Payah

Bekerjalah dengan sungguh dan selalu riang Mas Anies. Senangkanlah orang-orang kecil itu dengan rasa keadilan. Dengan keberpihakan yang nyata dan terukur. Datangkanlah senyuman kepada mereka di sepanjang hari. Sepanjang mereka berada di lorong-lorong, dan di gang-gang. Oleh Dr. Margarito Kamis Jakarta, FNN - Anies Rasyid Baswedan, terkenal sebagai pria yang santun dengan tutur kata. Anies juga lembut, sangat terukur dan ternalar dalam ucapannya. Sanking terukur itu, sampai menurut Pak Zufkifli Hasan, mantan Ketua MPR, Anies adalah gubernur rasa presiden. Entah karena, rasa itu atau bukan. Namun yang terlihat belakangan ini, Anies cukup sering menjadi sasaran kritik hanya untuk hal yang sebenarnya lucu-lucu. Misalnya, kritik atas rencana anggaran lem aibon dan pulpen, yang lucu selucu-lucunya. Tetapi menjadi menarik. Karena laki-laki penyandang gelar PhD ini menyongsong, menerima dan merespon sejauh yang bisa menjadi cirinya. Selalu saja dengan perspektif yang khas. Kalimatnya, yang tertata penuh nalar dan emosinya yang terjaga. Dalam isu “lem aibon” yang tak masuk akal itu, Anies pria yang berperhitungan jauh. Dia begitu detail dalam meresponsnya. Begitulah cara dia. Salah Memahami Aanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta untuk tahun anggaran 2020, belum ditetapkan oleh DPRD dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Perda DKI tentang APBD untuk tahun 2020, sampai hari ini, juga belum ada. Itu jelas, dan bukan mengada-ada. Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS), bukanlah anggaran. Bila KUA-PPAS mau dilihat dari sudut pandang hukum. Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) dan Dokumen Pelaksanaan Anggara (DPA) SKPD juga pasti belum ada. Tidak ada satupun ketentuan dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011, yang mengategorikan KUA-PPAS sebagai anggaran. Itu sebabnya, dilihat dari sudut pandang hukum keuangan negara, kebijakan rencana anggaran yang dituangkan dalam KUA-PPAS, sekali lagi, tidak memiliki sifat dan kapasitas hukum sebagai anggaran. Itu sangat jelas dan pasti. Tidak butuh penafsiran yang macam-macam. KUA-PPAS yang telah dibahas dan disepakati bersama Pemrov dengan DPRD, dituangkan dalam Nota kesepakatan berasama Pemrov dan DPRD. Nota ini harus ditandatangani pada waktu yang bersamaan. Nota inilah yang menjadi dasar bagi Pemprov dalam penyusunan RKA-SKPD. Setelah KUA-PPAS ditandatangani, Sekertaris Daerah sebagai Ketua TIM Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) menyiapkan rancangan Surat Edaran tentang Pedoman penyusunan RKA-SKPD. Isinya mencakup prioritas pembangunan daerah dan program atau kegiatan. Misalnya, RKA-SKPD mengenai alokasi plafon anggaran sementara untuk setiap program atau kegiatan. Selain itu, analisis mengenai standar belanja dan standar satuan harga barang yang akan dipergunakan. Berbekal itulah kepala SKPD menyusun RKA-SKPD. Sudah jadikah APBD tersebut? Tidak juga. RKA-SKPD itu harus disampaikan lagi ke Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) untuk diteliti. Setelah diteliti, barulah disetujui oleh TAPD. Bila RKA itu telah sesuai dengan KUA-PPAS, prakiraan maju pada RKA-SKPD tahun berjalan. Disiapkan juga dokumen perencanaan lainnya, termasuk rencana anggaran dengan standar analisis biaya, standar satuan harga. Juga kelengkapan kinerja, proyeksi prakiraan dan sinkronisasi program dan kegiatan antar RKA-SKPD. Semua itu dijadikan lampiran rancangan Peraturan Daerah mengenai APBD dan dibahas bersama-sama dengan DPRD. Setelah semuanya beres, barulah Rancangan Peraturan APBD disampaikan kepada DPRD. Untuk selanjutnya dibahas bersama. Kemudian disetujui bersama, dan ditetapkan bersama menjadi Peraturan Daerah DKI Jakarta tentang APBD tahun 2020. Apakah dengan selesainya Peraturan Daerah tentang APBD DKI tahun 2020, dari aspek hukum, SKPD telah dapat melaksanakan APBD tersebut? Ternyata belum bisa juga. Sebab masih harus diserahkan dulu kepada Kementerian Dalam Negeri untuk diteliti. Taruhlah Kementerian Dalam Negeri menyetujui APBD yang telah diperdakan itu. Apakah demi hukum APBD serta-merta dapat dilaksanakan? Lagi-lagi belom bisa juga. Sebab Kepala SKPD masih harus menyiapkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD. DPA SKPD tersebut harus diteliti lagi oleh PPKD, dengan persetujuan Sekretaris Daerah. Setelah dievalusi oleh TAPD, barulah diterbitkan peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD. Setelah selesai tahapan ini, barulah APBD bisa dilaksanakan. Pada tahap ini barulah bicara mengenai anggaran. Misalnya, berapa besar anggaran untuk “lem aibon dan pulpen.” Pada tahap inilah baru angka angggaran menjadi fix. Angka ini mempunyai nilai, kapsitas dan resiko hukum, sehingga sudah dapat dibelanjakan. Sepanjang belum ada dokumen pelaksanaan anggarannya dari SKPD, maka APBD yang telah disahkan itu tidak bisa digunakan sebagai dasar untuk belanja. Begitulah seharusnya membaca, memperlajari dan memahami tata urusan perundang-undangan mengenai penggunaan APBD DKI Jakarta tahun 2020 Perbaiki Sesuai Hukum Begitulah panduan singkat nilai, norma dan standar teknis penyusunan RAPBD. Soalnya apakah “puluhan bahkan, ratusan milyar rupiah untuk belanja lem aibon dan pulpen yang lucu, aneh dan ajaib itu” telah disusun sesuai nilai, norma dan standar di atas? Pasti tidak, atau belum sesuai. Angka-angka besaran nilai anggaran yang tertuang dalam sistem elektronik budgeting itu, pasti bukan angka otoritatif. Pasti juga bukanlah angka yang telah disetujui bersama-sama antara Pemerintah Daerah dengan DPRD DKI Jakarta. Bagaimana mungkin sistem e-budgeting Pemprov DKI bisa menerima angka-angka konyol itu? Apakah sistem ini dirancang untuk hanya menampung materi-materi KUA – PPAS dari Pemprov saja? Apakah sistem ini tidak dirancang untuk memasukan KUA-PPAS yang telah dibahas dan disetujui bersama-sama antara Pemerintah Provinsi dengan DPRD DKI? Apakah e-budgeting juga tidak memasukan RKA-SKPD yang telah dibahas dan disetujui bersama Pemprov DKI dengan DPRD? Apakah e-budgeting juga tidak menampung DPA-SKPD? Bagaimana mungkin sistem itu tidak dapat menunjukan perbedaan angka yang dirancang dan angka yang telah ada pada DPA? Bila begini nyatanya, maka sistem ini betul-betul tak layak. Malapetaka yang sangat fatal. Menariknya, ruang rancangan APBD dengan segala lapisan teknisnya berhimpit, dan bercampur dengan politik. Campurannya, terlepas dari deteilnya, menjadi ruang yang sudut-sudutnya beragam dan menggairahkan. Seperti tabiat bawaannya, gairah akan membawa siapapun kemanapun yang dikehendaki. Acapkali membawanya tergulung dalam gelombang mematikan. Memuluskan jalan kawan menuju puncak politik di satu sisi, dan mematikan lawan disisi lain bisa muncul dalam ruang tarung politik RAPBD, dimanapun. Anies, pernah ramai dirumorkan di detik-detik akhir pendaftaran capres-cawapres kemarin, sebagai cawapres Prabowo. Mungkin Anies masih teridentifikasi sebagai sosok yang berpeluang luas di 2024. Terlalu mahal, tentu saja, untuk disepelekan. Politik memang tidak melulu bertalian dengan citra. Tetapi merusak citra lawan adalah tabiat klasik dalam politik. Menutup semua kesempatan yang memungkinkan pesaing memperoleh, memupuk dan memperbesar citra manis, harus dikerjakan dengan sesistimatis dan seawal mungkin. Itu cukup sering terlihat sebagai hal biasa. Sudahlah Mas Anies. Terimalah semua itu sebagai bagian problematis yang terwariskan dari sistem e-budgeting ini. Perbaikilah semua itu. Adaptasikan, dan sesuaikan dengan prosedur hukum tahapan pembentukan RAPBD sampai menjadi APBD. Pastikan perbaikannya, sehingga sistem ini dapat menunjukan dengan terang-benderan semua informasi, sejak perencanaan anggaran hingga anggaran dalam DPA-SKPD. Bekerjalah dengan sungguh dan selalu riang Mas Anies. Senangkanlah orang-orang kecil itu dengan rasa keadilan. Dengan keberpihakan yang nyata dan terukur. Datangkanlah senyuman kepada mereka di sepanjang hari. Sepanjang mereka berada di lorong-lorong, dan di gang-gang. Mas Anies, datanglah kesana untuk menemui mereka. Sapalah mereka dengan senyumanmu yang khas itu. Bikinlah mereka agar selalu tersenyum, meskipun kehidupan mereka masih pas-pasan, bahkan serba kekurangan. Matahari dan rembulan ada dalam doa mereka. Gapailah doa itu bersama mereka. Mengalirlah terus dengan tatapan yang menyejukan, dan wajah bersih itu. Wajah yang selalu dibasah dan dibasuh dengan air wudhu. Jaga silaturrahimlah yang terus-menerus dengan semua orang. Termasuk dengan lawan sekalipun “bila ada”. Jangan pernah minta simpati. Jangan juga minta dimengerti dan dipahami. Jadilah pemasar kebaikan dan keadilan yang tanpa batas. Biarkan roda kebaikan dan kedashatan doa orang kecil itu berputar memimpin dirimu. Doa yang membawa dan mengemudikan takdirmu. Penulis adalah Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternate