ALL CATEGORY
Tamparan "Wall Street Journal" untuk Ormas Islam Indonesia
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Sejarah mencatat, hanya 20 tahun setelah Nabi Muhammad SAW wafat, umat Islam tiba di Uighur, Xinjiang, perbatasan China, 3.000 km jauhnya dari Mekah. Itulah sejarah awalnya Islam masuk wilayah Kerajaan China. Kaisar Tang (China) menawarkan perdamaian. Ini ditandai dengan diterimanya utusan dari sahabat Nabi, Saad bin Abi Waqqash ra di pusat Kerajaan China. Saat itu belum ada yang namanya China Komunis. Uighur bergabung dalam Daulah Islam di masa Utsman bin Affan ra., dari Uighur inilah teknologi kertas pindah dari China ke negeri muslim, sehingga dimulailah penyusunan mushaf Qur’an Utsmani. Selama 1.400 tahun Uighur tetap menjadi negeri muslim, walaupun pernah dikuasai Mongol di abad 13 M, bahkan semasa era imperialis Eropa yang menjajah China, para jago kungfu Uighur, Xinjiang, ikut terlibat dalam perlawanan mengusir penjajah Eropa. “Salah satunya dalam tragedi the Boxer, dimana banyak jagoan kungfu Uighur menghabisi tentara gabungan Inggris-Eropa di kota-kota China tahun 1900-an,” ujar KH Fahmi Salim, Wakil Komisi Dakwah MUI Pusat. Menurut Wakil Sekjend MIUMI Pusat itu, ketika Mao Tse Tung komunis terusir dari kota-kota China pada 1940-an, ia lari ke Xinjiang, menumpang hidup di wilayah Uighur. Kini China komunis berbalik, menghabisi semua simbol Islam, dari negeri yang tersisa Islam-nya di China. Sebab semua sejarah Islam di China sudah banyak dihapus, yang membuat kita tidak paham Wong Fei Hung itu seorang muslim. Bahwa saat Kaisar Ming China berkuasa pada abad 15 M, pejabatnya didominasi gubernur dan jenderal muslim hingga melahirkan Laksamana Cheng Ho. Saat revolusi China oleh Sun Yat Sen pada 1910 masih ada jendral China yang muslim. Pada 1945 saat Mao komunis berkuasa, beberapa jendral China yang muslim menyelamatkan diri ke Taiwan. Mao yang pernah “berlindung” di wilayah Uighur itu tidak bisa berbalas budi. Sejak Mao berkuasa, China mulai menindas Uighur. Etnis atau suku Uighur adalah kelompok minoritas keturunan Turki yang berasal dari dan terhubung dengan kebudayaan Asia tengah. Orang Uighur tidak sama dengan orang China. Baik secara fisik maupun psikis. Perawakan mereka berbeda dari orang Han atau suku-suku lain di China. Ideologi dan tradisi Uighur juga berbeda. Sejarah mencatat, China mengimplementasikan kebijakan yang sangat kejam terhadap umat Islam Uighur. Sejak zaman Mao Tse Tung, China tak pernah berhenti menindas Uiguhr. Mao mengirimkan migran suku Han (mayoritas di China) dalam jumlah besar ke wilayah Turkestan Timur (yang kemudian diberi nama Xingjiang setelah dicaplok China). Program transmigrasi ini bertujuan untuk membuat suku Uighur menjadi minoritas. China berhasil. Uigur menjadi warga minoritas di negerinya sendiri. Penindasan berlangsung terus. Hampir satu juta warga Uighur dikurung di dalam camp konsentrasi. China komunis mengatakan mereka direedukasi (dididik ulang). Di camp konsentrasi yang sangat besar, warga Uigur dipaksa mengikuti ajaran komunis. Dipaksa meninggalkan ajaran Islam. Bahkan dipaksa memakan daging babi. Dipaksa tidak berpuasa di bulan Ramadan. Itulah yang dilakukan oleh rezim China komunis. Reaksi dunia Islam atas perlakuan China terhadap etnis Uighur sudah banyak dikecam masyarakat Muslim dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Sayangnya ini tidak dilakukan Ormas Islam-nya. Itulah yang kemudian membuat The Wall Street Journal (WSJ) menurunkan tulisan terkait bungkamnya ormas Islam di Indonesia seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan MUI. Sikap Pemerintah juga sami mawon: Bungkam! Bahkan, seperti diungkap Salim Said yang mengutip pernyataan tokoh Muhammadiyah Din Syamsudin, Presiden Joko Widodo sendiri tidak mau menerima utusan Uighur yang ingin bertemu di Istana Merdeka. Yang membuat heboh artikel itu adalah tudingan WSJ atas sikap diamnya Muhammadiyah, NU, dan MUI. Ormas Islam yang mewakili umat Islam di Indonesia itu, ternyata tak punya sikap tegas atas perlakuan pemerintah China pada etnis Uighur. WSJ dalam edisi Rabu (11/12/2019) berjudul “How China Persuaded One Muslim to Keep Silent on Xinjiang Camps” menyebut, Muhammadiyah, NU, dan MUI mendapat gelontoran dana dari pemerintah China sehingga bungkam dan sikapnya berubah terhadap muslim Uighur. Mengutip wartawan senior Hersubeno Arief dalam tulisannya, penulis artikel tersebut adalah Jonathan (Jon) Emont koresponden WSJ yang berbasis di Hongkong. Dia banyak menulis soal Uighur dan Rohingya. Sebelum bergabung dengan WSJ, wartawan yang fasih berbahasa Indonesia ini pernah tinggal di Jakarta. Dia menjadi koresponden freelance untuk sejumlah media yang sangat prestisius New York Times, Washington Post, dan Financial Times. WSJ adalah jaringan media sangat tua dan berpengaruh di AS. Didirikan pada 8 Juli 1889 di New York. Usia WSJ bahkan lebih tua dibanding Muhammadiyah yang didirikan pada 18 November 1912 di Jogjakarta. Pada masa jayanya, WSJ pernah menjadi koran terbesar di AS dengan oplah harian 2,6 juta eksemplar (2005). WSJ juga menerbitkan edisi Asia dan Eropa. WSJ dikenal dengan tradisi jurnalistik yang sangat kuat. Pilihan editorialnya cukup konservatif dan prudent. Pemerintah China melalui Duta Besarnya di Jakarta sudah membantah keras tudingan itu. Secara terbuka dia menuding berita tersebut sebagai operasi media oleh pemerintah AS, sebagai bagian dari Perang Dagang kedua negara. Artinya pemerintah China secara tidak langsung menuding WSJ digunakan oleh pemerintah AS, sebagai operasi intelijen terbuka dalam pembentukan opini dunia. Sejauh ini pemerintah AS masih bungkam. Hersubeno Arief menyebut, lepas dari perseteruan WSJ dengan ormas Islam di Indonesia, kisruh ini jelas merupakan imbas Perang Dagang dan perebutan supremasi global antara China dan AS. Dalam pembentukan opini dunia, China kalah jauh dibandingkan AS. China disebut babak belur di Hongkong. Mereka tampaknya benar-benar waspada dan mengantisipasi jangan sampai isu Muslim Uighur berkembang menjadi bola liar yang panas. Apalagi kemudian menjadi Hongkong berikutnya (the next Hongkong). Yang jelas, “medan perang” antara WSJ versus Ormas Islam itu kini beralih ke Indonesia. Jangan-jangan ini adalah bagian dari contra attack yang berhasil dilakukan China atas WSJ. China tidak perlu repot-repot lagi menghadapi WSJ. Cukup dihadapi ormas Islam. Undangan kepada sejumlah ormas Islam, akademisi, wartawan dari Indonesia, dan Malaysia yang dilaksanakan Februari 2019, tampaknya merupakan upaya China memperbaiki citranya dan memenangkan opini dunia soal muslim Uighur. Hersubeno Arief menilai, pemberitaan WSJ memberi pukulan telak dan menghancurkan upaya public relation dan pembentukan opini, yang susah payah dibangun China di negara-negara dengan mayoritas beragama Islam. Ormas Islam di Indonesia terkena dampak dari pertarungan dua negara adidaya itu. Apalagi isu Cihna di Indonesia sangat sensitif. Baik berkaitan dengan dominasi ekonomi minoritas China di dalam negeri, maupun serbuan investasi China daratan di Indonesia. Makanya, tidak heran jika Presiden Jokowi tampak sangat hati-hati menyikapi isu ini. Bila salah dalam mengambil posisi, bisa menjadi musuh salah satu negara adidaya. Sikap AMI Ustadz Azzam Mujahid Izzulhaq (AMI) ternyata sudah pernah berkunjung ke Uighur, sebelum "delagasi" Ormas Islam diundang oleh Pemerintah China. Bahkan, Ustadz Azzam telah pula bicara soal Uighur dalam forum internasional. Berikut catatannya. Silakan kalian yang di sana sibuk saling bantah mengenai 'uang tutup mulut' yang telah dibuka oleh The Wall Street Journal. Lagian, sudah hampir satu tahun pasca kunjungan undangan itu kenyataannya kalian memang diam kok. Beragam progam donasi dan beasiswa dari pemerintah China untuk kalian pun sudah kalian terima, bukan? Akui saja. Tenang, saya tidak akan iri. Saya pun juga sudah satu tahun setelah saya lebih dahulu dari kalian menginjakkan kaki menembus negeri misterius di Xinjiang, China, saya tidak tinggal diam. Bahkan, kalian diundang justru untuk meng-counter karena berbagai pernyataan saya di forum dan media internasional. Kenapa demikian? Karena satu hal saja: tidak ada satu pun yang bisa membeli saya. Saya sudah kaya. Uang banyak kebutuhan tidak ada. Oh ya, jawaban kalian tentang Muslim Uyghur kenapa SELALU satu suara ya? Bahkan satu nada dengan isu yang dikembangkan di tanah air kita: RADIKAL. Tidak adakah tangga nada lain? Atau memang itu adalah arahan 'komposer' dan 'produser' agar paduan suara terdengar kompak berirama? Tapi ya terserah! Tak penting pernyataan kalian. Bagi saya, mengembalikan hak-hak Muslim Uyghur untuk kembali bebas beribadah menjalankan agama dan keyakinannya (dan juga agama lainnya) adalah yang utama. Karena, itu yang mereka titipkan jeritannya kepada saya secara langsung. Mereka tidak menitipkan keinginan untuk berlepas diri dari China. Mereka tidak ingin menjadi pemberontak bagi China. Mereka cuma ingin sholat, ingin ke masjid, ingin menutup aurat, ingin membaca Al Quran. Oleh sebab itulah saya ada. Saya bersama mereka. Apa pun resikonya. Di tangan saya adalah Mushaf Al Quran dengan terjemahan Bahasa Uyghur yang akan dihadiahkan untuk saudara Muslim Uyghur untuk memenuhi hak dasar kebutuhan beragama mereka. Terkait dengan polemik dan tudingan SWJ, sekarang ini kembalikan ke masing-masing pribadi. Percaya SWJ, ormas Islam yang bungkam, atau Ustadz Azzam? Penulis Wartawan Senior
Dominasi 1986 dan Langkah Cegah Nepotisme Militer
Oleh Selamat Ginting Jakarta, FNN - Dominasi abituren Akademi TNI 1986 menjadi ciri pola kepemimpinan Marsekal Hadi Tjahjanto. Mengapa muncul kekhawatiran pola tersebut akan menjadi nepotisme dalam tubuh militer? Berawal dari Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/1055/IX/2019, tertanggal 24 September 2019. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto melakukan mutasi dan promosi jabatan Perwira Tinggi (Pati) TNI. Dalam keputusan tersebut, Panglima TNI menunjuk tiga Pati untuk memimpin Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan). Jabatan untuk Pati bintang tiga (letnan jenderal/letjen, laksamana madya/laksdya, marsekal madya/marsdya). Ketiga Pati tersebut adalah Laksda Yudo Margono, Marsda Fadjar Prasetyo, dan Mayjen Ganip Warsito. Masing-masing sebagai Panglima Kogabwilhan I, II, dan III. Ketiganya mendapatkan promosi bintang tiga. Yudo maupun Fadjar, sama-sama lulusan 1988. Yudo lulusan AAL 1988-A (pola pendidikan empat tahun: masuk 1984, keluar 1988). Sedangkan Fadjar lulusan AAU 1988-B (pola pendidikan tiga tahun: masuk 1985, keluar 1988). Mereka mendapatkan promosi bintang tiga pertama kali bagi Abituren (lulusan sekolah militer) Akademi TNI 1988. Di luar dugaan, untuk Pati dari Angkatan Darat. Ternyata bukan lulusan 1988 maupun 1987, melainkan 1966. Ya, Ganip lebih senior, lulusan Akmil 1986. Satu angkatan kelulusan dengan Panglima TNI Marsekal Hadi, AAU 1986. Ganip sebelumnya sebagai asisten operasi (asops) panglima TNI. Dengan promosi jabatan itu, ia harus menanggalkan jabatan Asops panglima TNI. Dalam keputusan dengan nomor yang sama. Jabatan Asops Panglima TNI diserahkakan kepada Mayjen Tiopan Aritonang. Tiopan juga sama-sama lulusan Akmil 1986. Ada pun jabatan Tiopan sebelumnya adalah Panglima Kodam Merdeka di Manado, Sulawesi Utara. Namun dalam surat keputusan panglima TNI tersebut, belum ada pengganti jabatan panglima Kodam Merdeka. Kini, hampir tiga bulan jabatan Asops Panglima TNI dan Pangdam Merdeka dibiarkan mengambang. Tiopan belum menyerahkan tongkat komando kepada Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa. Mengapa? Karena belum ada penggantinya. Apakah wilayah Kodam Merdeka, yang terdiri dari tiga provinsi: Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Tengah, tidak begitu penting untuk diisi oleh seorang Panglima Kodam? Padahal, Kodam Merdeka wilayahnya antara lain berbatasan dengan negara tetangga, Filipina. Jika tidak penting, untuk apa dibentuk Kodam Merdeka yang merupakan pemekaran dari Kodam Hasanuddin? Kodam Hasanuddin sebelumnya bernama Kodam Wirabuana. Apakah jabatan Asops Panglima TNI juga bisa dikosongkan untuk waktu yang cukup panjang? Bagaimana pengendalian operasi pasukan TNI? Saat Panglima TNI Hadi Tjahjanto mendampingi Presiden Jokowi mengunjungi Papua pada 28-29 Oktober 2019 lalu, Ganip Warsito masih dalam posisi sebagai Asops Panglima TNI. Kasus tersebut memperlihatkan bagaimana lemahnya perencanaan penempatan personel oleh pimpinan TNI. Sekaligus mengabaikan rantai komando organisasi pada level panglima komando utama strategis. Dari kasus ini patut diduga ada ketidak harmonisan antara pimpinan Mabes TNI dengan Mabesad. Ada deadlock dalam mutasi dan promosi perwira tinggi TNI. Patut diduga ada gesekan yang keras dalam siding dewan jabatan dan kepangkatan tinggi, antara pimpinan Mabes TNI dengan Mabesad. Sampai kapan mau dibiarkan seperti ini? Kasus ini bukan cuma merugikan organisasi TNI saja. Tetapi juga merugikan rakyat sebagai pemilik sah negeri ini. Rakyat yang membiayai TNI untuk mengawal kedaulatan negeri. Akademi 1986 Masih hangat mutasi sebelumnya, juga untuk abituren Akmil 1986. Antara lain, Sesmenko Polhukam diberikan kepada Tri Soewandono, melalui keputusan panglima TNI pada pertengahan September 2019 lalu. Artinya Tri Soewandono berhak mendapatkan kenaikan pangkat menjadi letjen. Ia menggantikan Letjen Agus Surya Bakti yang pensiun September 2019 lalu. Sebenarnya ada bintang tiga aktif yang belum mendapatkan jabatan. Dia adalah Letjen Dodik Wijanarko, Akmil 1985. Bekas Komandan Puspom TNI itu, kini diparkir untuk waktu yang cukup lama. Hanya sebagai staf khusus panglima TNI, sejak Maret 2018. Ini yang disebut jenderal bintang tiga, tetapi ‘mengganggur’, hampir dua tahun, lantaran tidak diberikan jabatan. Sebelumnya pula ketika dibentuk Komando Operasi Khusus (Koopssus) TNI pada Juni 2019. Lagi-lagi posisi itu diberikan kepada abituren Akmil 1986, Mayjen Rochadi. Rochadi resmi menjadi Komandan Koopssus TNI pada Juli 2019 lalu. Sebelumnya, lulusan terbaik Akmil 1986, Letjen (Purn) Hinsa Siburian, juga menduduki posisi strategis setingkat menteri, yakni Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Hinsa merupakan lulusan Akmil 1986 pertama yang meraih pangkat letjen. Kini ada enam letjen aktif lulusan Akmil 1986. Mereka adalah Letjen Tatang Sulaiman (Wakil KSAD), Letjen Joni Supriyanto (kasum TNI), Letjen Besar Harto Karyawan (pangkostrad), Letjen Ganip Warsito (pangkogabwilhan III TNI), dan Letjen Tri Soewandono (sesmenko polhukam). Total ada tujuh orang yang berhasil menjadi Letjen. Untuk jabatan strategis, seperti panglima Kodam, abituren Akmil 1986 dan 1987 sama-sama menduduki empat jabatan pangdam. Abituren 1985 masih menyisakan satu pangdam (Kodam Hasanuddin). Abituren Akmil 1989 diwakili satu orang (kodam Jayakarta). Sedangkan abituren 1988 tujuh orang, terdiri dari 1988-A tiga orang dan 1988-B dua orang. Sementara panglima divisi infanteri (Divif) Kostrad untuk abituren 1988 dan 1989. Panglima Divif 1 Kostrad, Mayjen Agus Rohman (Akmil 1988-A). Panglima Divif 2 Kostrad, Mayjen Tri Yunianto (Akmil 1989). Panglima Divif 3 Kostrad, Mayjen Ahmad Marzuki (Akmil 1989). Di luar 1986 Bagaimana dengan lulusan Akademi di luar 1986? Abituren Akmil 1985 hanya empat orang yang menjadi letjen. Mereka adalah; Letjen (Purn) Edy Rahmayadi (mantan Pangkostrad, kini Gubernur Sumatra Utara), Letjen Doni Monardo Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen Tri Legiono Suko (Rektor Unhan), dan Letjen Dodik Wiajanarko (nonjob/staf khusus panglima TNI). Kemudian Akmil 1987, ada Jenderal Andika Perkasa yang menjadi KSAD. Ada pula Letjen M. Herindra (Irjen TNI), dan Letjen AM Putranto (Komandan Kodiklatad). Terbaru, berdasarkan surat keputusan panglima TNI, Nomor Kep/1351/XI/2019, tertanggal 26 November 2019. Mayjen Ida Bagus Purwalaksana dipromosikan dari Dirjen Kekuatan Pertahanan Kemhan menjadi Irjen Kemhan. Dengan promosi itu, maka dalam waktu dekat IB Purwalaksana akan mendapatkan promosi kenaikan pangkat menjadi letjen. Purwalaksana merupakan anak dari mendiang Letjen (Purn) IB Sujana, mantan Kasum ABRI dan Sekjen Dephankam. Juga pernah menjadi menteri pertambangan dan energi era Presiden Soeharto. Dengan kenaikan pangkat IB Purwalaksana, maka ada empat orang Abituren Akmil 1987 yang berhasil menjadi bintang tiga ke atas. Sedangkan Abituren Akmil 1988-A maupun 1988-B, belum ada yang berhasil menjadi bintang tiga. TNI AL Seimbang Berbeda dengan Angkatan Laut, ada Laksdya lulusan AAL 1988-A, yakni Laksdya Yudo Margono (Pangkogabwilhan I TNI). Sedangkan Angkatan Udara, ada Marsdya lulusan AAU 1988-B, yakni Marsdya Fadjar Prasetyo (Pangkogabwilhan II TNI). Di Angkatan Laut, relatif seimbang pembagian jabatan bintang tiga. Abituren AAL 1984 Laksdya Achmad Djamaludin (Sekjen Wantannas). AAL 1985, Laksamana Siwi Sukma Adji (KSAL), Laksdya Agus Setiadji (Sekjen Kementerian Pertahanan). AAL 1986 Laksdya Mintoro Yulianto (wakil KSAL). AAL 1987, Laksdya Aan Kurnia (Danjen Akademi TNI). Serta 1988-A, Laksdya Yudo Margono (Pangkogabwilhan I TNI). AAL 1988-B, belum ada yang meraih bintang tiga. Untuk jabatan strategis seperti Panglima Armada diberikan kepada tiga Abituren berbeda. Panglima Armada 1, Laksda Muhammad Ali (AAL 1989). Panglima Armada II, Laksda Heru Kusmanto (AAL 1988-B). Panglima Armada III, Laksda I Nyoman Gede Ariawan (AAL 1986). TNI AU 1986 Dominasi lulusan 1986, begitu terlihat di Angkatan Udara. Ada empat Marsekal yang berhasil menempati posisi bintang tiga ke atas. Mereka adalah Marsekal Hadi Tjahjanto (Panglima TNI), Marsekal Yuyu Sutisna (KSAU), Marsdya Wieko Syofyan (Wagub Lemhannas), dan Marsdya Fahru Zaini Isnanto (Wakil KSAU). Abituren AAU 1984, masih tersisa Marsdya Bagus Puruhito (Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BNPP). Sebelumnya disebut Basarnas). AAU 1985 diwakili Marsdya Dedy Permadi (Komandan Sesko TNI). Namun, tidak ada satu pun dari lulusan AAU 1987 yang menempati jabatan bintang tiga. Setelah itu lulusan AAU 1988-B, yakni Marsdya Fadjar Prasetyo (Pangkogabwilhan II TNI). Sedangkan jabatan Pangkotama dibagi tuntuk tiga Abituren berbeda. Panglima Koopsau 1, Marsda M Khairil Lubis (AAU 1990). Panglima Koopsau 2, Marsda Donny Ermawan Taufanto (AAU 1988-A). Panglima Koopsau 3, Marsda Andyawan Martono (AAU 1989). Polisi malah jauh meninggalkan TNI. Kepala Polri Janderal Idham Aziz, lulusan Akpol 1988-A. Wakil Kepala BSSN Komjen Dharma Pongrekun, juga lulusan Akpol 1988-A. Bahkan Kabaharkam Polri yang akan menjadi Ketua KPK, Komjen Firli Bahuri, lulusan Akpol 1990. Cegah Nepotisme Kuatnya dominasi Marsekal Hadi dalam penempatan personel jabatan pati TNI diharapkan tidak menimbulkan nepotisme dalam tubuh militer. Kata nepotisme berasal dari bahasa Latin, nepos. Secara istilah berarti mendahulukan anggota keluarga atau kawan dalam memberikan pekerjaan maupun pemberian hak istimewa (Chambers Murray Latin-English Dictionary, 1983). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, nepotisme dapat berarti perilaku yang memperlihatkan kesukaan yang berlebihan kepada kerabat dekat. Terutama dalam jabatan, pangkat di lingkungan pemerintah. Dampaknya, tentu saja akan merugikan organisasi dan merusak sendi-sendi kebersamaan. Nepotisme hanya menguntungkan mereka yang memiliki akses seperti adanya hubungan kekerabatan, pertemanan dengan pengambil keputusan. Yang menjadi persoalan, jika tindakan nepotisme dikaitkan dengan pemberian posisi atau jabatan tertentu kepada orang yang mempunyai hubungan kekerabatan tanpa memperdulikan unsur-unsur seperti unsur keahlian atau kemampuan yang dimiliki. Semoga kekhawatiran itu tidak terjadi pada organisasi TNI yang kini dipimpin marsekal berkumis hitam dan tebal. Hitam dan tebal justru harus menjadi kunci bagi Hadi harus meninggalkan jejak professional. Bukan sebaliknya jejak nepoitisme bagi lulusan Akademi TNI 1986. Catatan. Tulisan ini telah dibaca di Harian Republika dan Republika Online edisi 16 Desember 2019. Namun belakangan linknya tidak lagi dapat diakses di Republika Online. Tulisan dimuat di Portal Berita Online FNN dengan lebih dulu mendapat persetujuan dari penulis. Penulis adalah Wartawan Senior
Muhammadiyah vs The Wall Street Journal. Siapa Yang Berbohong?
Lepas dari perseteruan WSJ dengan ormas Islam di Indonesia, kisruh ini jelas merupakan imbas Perang Dagang dan perebutan supremasi global antara Cina dan AS. Dalam pembentukan opini dunia, Cina kalah jauh dibandingkan AS. Cina babak belur di Hongkong. Mereka tampaknya benar-benar waspada dan mengantisipasi jangan sampai isu muslim Uighur berkembang menjadi bola liar yang panas. Apalagi kemudian menjadi Hongkong berikutnya ( the next Hongkong). Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Tuduhan laman The Wall Steet Journal (WSJ) bahwa sejumlah Ormas Islam Indonesia dan MUI disuap pemerintah Cina memasuki babak yang menarik. Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah menuntut WSJ untuk segera minta maaf. Tidak menutup kemungkinan mereka akan menempuh jalur hukum. Tak tanggung-tanggung Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir turun tangan langsung. Bersama sejumlah pimpinan teras Muhammadiyah Senin (16/12) dia menggelar jumpa pers. Termasuk Ketua Biro Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional PP Muhammadiyah Muhyidin Junaidi yang ikut berkunjung ke Xinjiang. Bagi Muhammadiyah tudingan bahwa mereka mendapat gelontoran dana agar diam dalam kasus penindasan muslim Uighur, memang cukup serius. Bila tidak disikapi, apalagi bila tudingan tersebut terbukti, implikasiya sangat serius. Ini menyangkut marwah, kredibilitas dan reputasi Muhammadiyah sebagai salah satu ormas terbesar, dan tertua di Indonesia. Waktu yang akan membuktikan apakah Muhammadiyah yang benar, atau WSJ. Sama-sama kredibel Dari sisi kredibilitas, kedua lembaga sama-sama mentereng dan tak kalah keren. Muhammadiyah adalah ormas Islam terkaya di Indonesia. Mereka memiliki lembaga pendidikan sejak TK sampai perguruan tinggi. Tahun 2015 tercatat mereka memiliki 7.651 sekolah dan madrasah, dan 174 universitas, sekolah tinggi, institut, dan akademi. Di bidang pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat terdapat rumah sakit 457, panti asuhan 318 buah, panti jompo 54 buah, dan rehabilitasi cacat 82 buah. Mereka juga memiliki sejumlah BMT, mini market dan koperasi. Dana likuid yang tersimpan di rekening mereka tercatat sebesar Rp 15 triliun (2014). Jadi tudingan mereka mendapat gelontoran dana dari pemerintah Cina, alias sogokan agar bungkam, sangat merendahkan. WSJ adalah jaringan media sangat tua dan berpengaruh di AS. Didirikan pada 8 Juli 1889 di New York. Usia WSJ bahkan lebih tua dibanding Muhammadiyah yang didirikan di Yogyakarta 18 November 1912. Pada masa jayanya, WSJ pernah menjadi koran terbesar di AS dengan oplah harian 2,6 juta eksemplar (2005). WSJ juga menerbitkan edisi Asia dan Eropa. WSJ dikenal dengan tradisi jurnalistik yang sangat kuat. Pilihan editorialnya cukup konservatif dan prudent. Bukan tipikal media yang bombastis seperti saingan utamanya, USA Today. Tudingan WSJ terhadap Muhammadiyah, NU dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) muncul pada laman WSJ edisi Rabu (11/12). Melalui artikel berjudul How China Persuaded One Muslim to Keep Silent on Xinjiang Camps, WSJ menyebut Muhammadiyah, NU, dan MUI mendapat gelontoran dana dari pemerintah Cina sehingga bungkam dan sikapnya berubah terhadap muslim Uighur. Penulis artikel ini adalah Jonathan (Jon) Emont koresponden WSJ yang berbasis di Hongkong. Dia banyak menulis soal Uighur dan Rohingya. Sebelum bergabung dengan WSJ, wartawan yang fasih berbahasa Indonesia ini pernah tinggal di Jakarta. Dia menjadi koresponden freelance untuk sejumlah media yang sangat prestisius New York Times, Washington Post dan Finacial Times. Pemerintah Cina melalui Duta Besar RI di Jakarta sudah membantah keras tudingan itu. Secara terbuka dia menuding berita tersebut sebagai operasi media oleh pemerintah AS, sebagai bagian dari Perang Dagang kedua negara. Artinya pemerintah Cina secara tidak langsung menuding WSJ digunakan oleh pemerintah AS, sebagai operasi intelijen terbuka dalam pembentukan publik opini dunia. Sejauh ini pemerintah AS masih bungkam. Namun seperti diakui oleh Muhyidin, Kedubes AS di Jakarta sudah mengundang mereka untuk bertemu. Undangan itu ditolak karena Muhammadiyah ingin pertemuan berlangsung di tempat netral. Bukan di Kedubes AS. Perang proxy Lepas dari perseteruan WSJ dengan ormas Islam di Indonesia, kisruh ini jelas merupakan imbas Perang Dagang dan perebutan supremasi global antara Cina dan AS. Dalam pembentukan opini dunia, Cina kalah jauh dibandingkan AS. Cina babak belur di Hongkong. Mereka tampaknya benar-benar waspada dan mengantisipasi jangan sampai isu muslim Uighur berkembang menjadi bola liar yang panas. Apalagi kemudian menjadi Hongkong berikutnya ( the next Hongkong). Undangan kepada sejumlah ormas Islam, akademisi, wartawan dari Indonesia dan Malaysia yang dilaksanakan Februari lalu, tampaknya merupakan upaya Cina memperbaiki citranya dan memenangkan opini dunia soal muslim Uighur. Pemberitaan WSJ memberi pukulan telak dan menghancurkan upaya public relation dan pembentukan opini, yang susah payah dibangun Cina di negara-negara dengan mayoritas beragama Islam. Ormas Islam Indonesia terkena dampak dari pertarungan dua negara adidaya itu. Apalagi isu Cina di Indonesia sangat sensitif. Baik berkaitan dengan dominasi ekonomi minoritas Cina di dalam negeri, maupun serbuan investasi Cina daratan di Indonesia. Pemerintah Indonesia tampaknya sangat berhati-hati menyikapi isu ini. Bila salah dalam mengambil posisi, bisa menjadi musuh salah satu negara adidaya. Bagaimana kelanjutan perseteruan Muhammadiyah dan WSJ? Kita masih harus menunggu perkembangan selanjutnya. Media Barat tak selamanya benar. Dalam kasus Asia Sentinel, media berbasis di Hongkong ini terpaksa mencabut beritanya dan meminta maaf secara terbuka kepada mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Partai Demokrat. Sebelumnya Asia Sentinel menurunkan artikel yang mengaitkan pemerintahan SBY dengan skandal Bank Century. Apakah WSJ akan bernasib sama dengan Asia Sentinel, atau mereka bisa membuktikan tuduhannya? Kredibilitas WSJ sebagai media besar dan berpengaruh dipertaruhkan. End Penulis adalah Wartawan Senior
Dijadikan Ketua Watimpres, Jokowi Istimewakan Wiranto?
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Pada 10 Oktober 2019 sekitar pukul 11.50 WIB, Menko Polhukam Wiranto ditusuk dengan senjata tajam oleh seorang pria di Alun-alun Menes, Pandeglang, Banten. Akibatnya, mantan Panglima ABRI era Orde Baru mengalami luka tusuk di tubuh bagian depan. Demikian hampir semua media arus utama memberitakan soal penusukan tersebut. Selain Wiranto, penyerangan itu membuat Kapolsek Menes Kompol Dariyanto yang ada di lokasi terluka. Anak buah Wiranto juga terluka akibat serangan itu. Tersangka atas nama Syahril Alamsyah alias Abu Rara, kelahiran Medan, 24 Agustus 1968, dan seorang wanita yang diduga bersama pelaku, atas nama Fitri Andriana, kelahiran Brebes, 5 Mei 1998 ini berhasil diamankan. Karo Penmas Mabes Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo saat itu mengatakan, kedua pelaku penyerangan itu, diduga terpapar paham radikal ISIS dan pascainsiden, Wiranto dilarikan ke rumah sakit terdekat untuk pertolongan pertama dan dirujuk ke RSPAD Gatot Soebroto. Sayangnya, hingga kini sudah tidak ada kabar soal proses hukum atas penusuk Wiranto itu. Tampaknya aparat penegak hukum menganggap tidak begitu penting lagi menindaklanjuti peristiwa yang “menghebohkan” tersebut. Apalagi, ternyata Presiden Joko Widodo masih membutuhkan “nasehat” dari mantan Menko Polhukam yang pernah membantu dalam periode pertama pemerintahannya bersama Wapres Jusuf Kalla (2014-2019) itu. Pengorbanan Wiranto yang nyawanya nyaris terenggut itu membuahkan hasil. Ia dihadiahi jabatan sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) oleh Presiden. Bersama 8 anggota Wantimpres lainnya, Wiranto siap memberi “nasehat” kepada Presiden. Presiden Jokowi telah melantik sembilan anggota Wantimpres di Istana Merdeka pada Jumat (13/12/2019). Mereka berasal dari kalangan politikus, pengusaha, hingga ulama. Berikut ini daftar nama Wantimpres: Sidharto Danusubroto (PDIP), Arifin Panigoro (pengusaha), Agung Laksono (Golkar), Putri Kuswisnu Wardani (pengusaha), Dato Sri Tahir (pengusaha), M Mardiono (PPP/pengusaha), Habib Luthfi bin Yahya (ulama), Soekarwo (mantan Gubernur Jatim), dan Wiranto. Wiranto adalah pensiunan jenderal yang sangat beruntung. Setelah menjabat Panglima ABRI terakhir. Di masanya, 1999, TNI dipisahkan dari Polri sehingga yang ada adalah nomenklatur Panglima TNI. Ketika Reformasi bergulir, Presiden BJ Habibie yang menggantikan Soeharto mendapuknya sekaligus sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan. Di masa-masa krusial inilah, ia mengaku memiliki mandat seperti Soeharto saat menerima Supersemar. “Saya selaku panglima ABRI, justru memiliki wewenang itu. Mengapa tidak mengkudeta? Karena saya tidak ingin mengkhianati negeri ini,” kata Wiranto. Setelah pensiun dari militer, Wiranto mencoba berkarier ke dunia politik. Sebelum terjun di dunia politik, Wiranto sempat pula dipercaya oleh Presiden Abdurrahman Wahid sebagai salah satu menterinya. Di awal-awal tahun Reformasi, pada 2004, Wiranto melaju sebagai kandidat presiden dari Golkar berpasangan dengan Salahudin Wahid. Wiranto maju capres setelah memenangkan konvensi capres yang digelar Golkar. Namun pasangan ini kalah dalam Pemilihan Presiden yang dimenangi pasangan Susilo Bambang Yudhoyono – Jusuf Kalla. Kegagalan dalam Pilpres 2004 tidak membuat patah semangat Wiranto, tetapi justru menjadi pemicu naluriWiranto untuk terjun ke dunia politik. Dia kemudian mendirikan partai politik bernama Hanura. Pada pilpres 2009, dia kembali ikut bertarung, tapi sebagai calon wakil presiden berpasangan dengan calon presiden Jusuf Kalla. Hasilnya, dia dikalahkan oleh pasangan SBY – Boediono. Meski demikian, Wiranto tidak gentar dan fokus membesarkan partai politiknya. Pada Pilpres 2014, dia kembali menjadi bakal calon presiden berpasangan dengan bos MNC Group Harry Tanoe. Sayang, kedua pasangan ini berpisah sebelum Pilpres 2014 digelar. Pada Pilpres 2014 ini, ia dan partainya hanya menjadi pengusung calon lain yakni Joko Widodo. Dukungannya membuahkan hasil. Wiranto pun diminta untuk menyodorkan kader-kadernya untuk dipilih Presiden Jokowi menjadi menteri di Kabinet Kerja periode 2014-2019. Ketika reshuffle kabinet dilakukan, Wiranto kembali diangkat menjadi Menko Polhukam. Wiranto memang jenderal gaek yang sangat beruntung. Bayangkan! Setidaknya Wiranto bisa bertahan berada di lingkar kekuasaan sejak akhir Orde Baru, Orde Reformasi, hingga Orde Revolusi Mental pimpinan Presiden Jokowi. Lebih dari 20 tahun Wiranto menjabat! Luar biasa bukan? Namanya juga Wiranto. Wiranto kini sudah menjadi pensiunan jenderal tajir dengan kekayaan mencapai Rp 542 miliar saat dilantik menjadi Ketua Wantimpres, Jum’at (13/12/2019). Wartawan senior Asyari Usman dalam tulisannya di fnn.co.id, Minggu (15/12/2019) berjudul Contohlah Pak Wiranto Dalam Melipatgandakan Kekayaan mencatat, dalam waktu 10 tahun (sejak 2009), kekayaan mantan Menko Polhukam itu bertambah Rp 461 miliar. Pada 2009, saat Wiranto maju sebagai cawapres, harta yang dilaporkan “hanya” Rp 81 miliar. Ketika beberapa hari lalu (13 Desember 2019) dilantik menjadi ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), total kekayaan yang dilaporkan Wiranto menjadi Rp 542 miliar. Jadi, dalam waktu 10 tahun, kekayaan mantan Menko Polhukam itu bertambah Rp 461 miliar. Tentu ini luar biasa! Perlu dicontoh cara Wiranto menggelembungkan jumlah kekayaannya. Terutama perlu dicontoh oleh para pejabat yang sedang memegang kekuasaan. “Pastilah banyak yang ingin belajar kiat-kiat beliau dalam mengelola kekayaan,” tulis Bang Asyari Usman. Pertambahan yang begitu besar menunjukkan bahwa Wiranto sangat kreatif mengembangkan kekayaan. Presiden, Menteri Keuangan, Menteri BUMN, dan lain-lain, perlu berkonsultasi ke Wiranto. Ia telah membuktikan kemampuan dalam meningkatkan kekayaan pribadinya. Bayangkan kalau cara Wiranto itu diadopsi ke dalam kebijakan ekonomi dan keuangan negara. “Indonesia tak perlu lagi berutang. Tidak akan pernah defisit. Sebaliknya, kita akan melihat kekayaan Indonesia akan bertambah fantastis,” tulis Bang Asyari Usman. Para ahli keuangan, para dirut BUMN, belum tentu bisa menambah kekayaan sebesar 570% dalam 10 tahun. Wiranto sudah membuktikannya. Bukankah itu artinya Wiranto diam-diam sangat piawai dalam mengelola kekayaan? Padahal, penggelembungan kekayaan Wiranto itu dilakukan di sela-sela kesibukan beliau sebagai pejabat negara. Artinya, beliau tidak serius mencari duit. Bayangkan kalau Wiranto fokus dan serius hari-hari memikirkan pengembangan kekayaan negara ini. Pasti tidak ada lagi rakyat miskin. Kita bisa seperti Swiss atau Finlandia. Semuanya gratis. Perawatan kesehatan gratis total. Tidak perlu bertengkar soal BPJS. Pendidikan gratis sampai selesai perguruan tinggi. “Pengangguran akan mendapat tunjangan, bukan tendangan. Cuti melahirkan menjadi satu atau dua tahun, tidak hanya tiga bulan,” jelasnya. Sangat mengherankan mengapa pemerintah, Presiden, tidak mau menyerahkan pengelolaan perekonomian dan keuangan kepada Wiranto. Beliau ini asli praktisi keduitan. Bukan sekadar berteori seperti Rizal Ramli, Kwik Kian Gie, Faisal Basri, dan sebagainya. Mereka ini cuma bisa memaparkan teori-teori saja. Wiranto tidak perlu teori. Wiranto praktik langsung dalam menumpuk kekayaan. Wiranto tak perlu teori mikro dan makro ekonomi. Wiranto tak perlu “prudence of investment analysis”. Juga tak perlu “new strategy in new business environment”. Pokoknya, tidak perlu analisis atau identifikasi lingkungan bisnis. “Jadi, tunggu apalagi? Pak Wiranto telah membuktikan kapabilitas dan kapasitasnya dalam mengelola kekayaan. Dari Rp 81 miliar menjadi Rp 542 miliar dalam 10 tahun,” tulis Bang Asyari Usman. Bang Asyari Usman yakin bahwa selama ini Presiden menempatkan orang yang bukan ahli di bidang ekonomi dan keuangan di posisi-posisi kunci. Sebagai Ketua Wantimpres 2019-2024, ini kesempatan Pak Jokowi dan para menteri Ekuin untuk menimba ilmu dari Wiranto. Lima tahun ke depan tentu cukup panjang waktu untuk belajar caranya menggelembungkan kekayaan versi Wiranto. Nanti bisa kita sebut “Wirantonomic” atau “Wirofulusology”. Penulis wartawan senior.
Sukses Edhy Prabowo Selamatkan Benih Lobster dan Nelayan
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Presiden Joko Widodo tidak salah saat memutuskan memilih Edhy Prabowo sebagai Menteri di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Belum genap dua bulan menjabat menteri, kementerian yang dipimpinnya sudah memberikan “surprise”. Bersama Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) dengan Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, KKP mencatat ada aliran dana dari hasil penyelundupan ekspor benur lobster yang mencapai Rp 900 miliar. Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengungkapkan, pihaknya bersama KKP dan Bareskrim bekerja sama guna mengungkap kasus penyelundupan dalam satu tahun ada aliran dana dari luar negeri yang digunakan mendanai pengepul. Kabarnya, dana untuk membeli benur tangkapan nelayan lokal itu mencapai Rp 300 miliar hingga Rp 900 miliar. Modus yang digunakan pelaku itu melibatkan sindikat internasional. Sumber dana berasal dari bandar di luar negeri yang dialirkan ke pengepul di Indonesia. “Jadi aliran dana dari kegiatan penyelundupan lobster ini bisa mencapai Rp 900 miliar, uangnya itu besar dan melibatkan antar negara,” ujar Kiagus dalam konferensi pers Refleksi Akhir Tahun di Kantor PPATK, Jakarta, Jumat (13/12/2019). Ia mengungkapkan, penyelundupan ekspor ini menggunakan tata cara pencucian uang dan melibatkan beberapa usaha. Sehingga, banyak pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut dengan melakukan penyamaran. Mereka ini menggunakan kegiatan usaha valuta asing (PVA) atau money changer sebagai perantara transaksi antara sindikat yang berada di luar negeri dengan pelaku di Indonesia. “Kemudian penggunaan rekening pihak ketiga,” ungkap Kiagus. “Antara lain, toko mainan perusahaan pemilik usaha garmen dan perusahaan ekspor ikan dalam menampung dana yang berasal dari luar negeri,” lanjutnya. Dampak dari eksploitasi sumber daya kelautan dan perikanan khususnya lobster yang tidak sesuai peraturan bisa berakibat semakin menurunnya ekspor lobster dari Indonesia ke luar negeri. Penyelundupan ini dapat menimbulkan kerugian negara yang signifikan atau mengurangi penerimaan negara dan mengancam kelestarian sumber daya lobster di Indonesia. Inilah dampak dari pelarangan ekskpor benih lobster. Makaya, Menteri Edhy Prabowo berencana kembali membuka keran ekspor benih lobster yang dilarang oleh menteri sebelumnya, Susi Pudjiastuti. Wacana Edhy itu menimbulkan banyak polemik. Dari pengusaha mendukung, namun pengamat mengecam. Lantas, apa alasan Edhy membuka kembali keran ekspor benih lobster? Pertama, Edhy mengatakan bahwa banyak masyarakat yang hidupnya bergantung pada ekspor benih lobster. Sehingga, ketika ekspor dilarang, masyarakat tersebut kehilangan nafkahnya. “Ribuan orang yang hidupnya tergantung dengan ini, maka harus dicari jalan ke luar,” tutur Edhy di kantor Lemhannas, Jakarta, Rabu (11/12/2019). Kedua, kata Edhy, ekspor benih lobster memiliki nilai yang sangat besar. “Ini potensi dunia karena harganya sangat besar. Ini kan potensi, apa terus kita diamkan?” ujarnya. Ketiga, Edhy menuturkan, ketika Indonesia menghentikan ekspor benih lobster, negara lain tak tinggal diam. Upaya pelarangan tersebut dinilainya hanya memicu upaya penyelundupan. “Jangan asal memutuskan dengan alasan lingkungan. Sementara negara lain bisa melakukan ini dengan budidaya. Apakah kita akan diam?” lanjut Edhy. “Semua sumber itu ada di kita. Kita biarkan tetap akan ada penyelundupan. Apa kita akan menghabiskan energi kita untuk penyelundupan itu?” tegas Edhy. Menjawab isu lingkungan yang menyebutkan bahwa ekspor benih lobster hanya merusak kelestarian laut, Edhy menegaskan bahwa pihaknya akan tetap memegang prinsip bela lingkungan. “Makanya ada politik jalan tengah yang harus kita tempuh. Nggak bisa semuanya ngotot atas dasar lingkungan. Mengenai lingkungan Anda harus yakin bahwa saya memimpin KKP tidak untuk merusak lingkungan. Saya akan terdepan untuk membela lingkungan,” tegasnya. Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga setuju dengan pencabutan larangan ekspor benih lobster. Menurut Luhut ekspor benih lobster justru bagus karena kebanyakan benih lobster tidak tumbuh baik. Bahkan tidak sampai satu persen yang bisa hidup dan berkembang. “Saya kira bagus. Kalau nggak diambil benih lobsternya juga, yang hidup atau tumbuh kurang dari satu persen,” ujar Luhut di kantornya, Kamis (12/12/2019). Selain itu, Luhut menilai benih lobster lebih baik di ekspor, ketimbang selama ini banyak yang diselundupkan. Dia menegaskan paling penting dari kebijakan ekspor benih lobster ini adalah pengawasan yang ketat. “Daripada ini diselundupin, makanya dikontrol. Kan ujung-ujungnya pengawasan,” ungkap Luhut. Ia menambahkan, meski keran ekspor dibuka, tidak semua benih lobster dijual ke luar negeri semua. Sebagiannya akan dilepas ke alam liar. “Sebagian tetap dilepaskan 5% dari habitatnya agar terjaga. Sudah ada hitung-hitungan ilmiahnya lah, studinya sudah ada,” ungkap Luhut, seperti dilansir dari Detik.com, Kamis (12/12/2019) Ekspor benih lobster rencananya akan dibuka lagi oleh Menteri Edhy Prabowo. Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan era periode pertama Presiden Joko Widodo, Susi Pudjiastuti, melarang ekspor benih lobster. Revisi Kebijakan Ada beberapa kebijakan mantan pendahulunya itu yang akan direvisi Menteri Edhy Prabowo. Pasalnya, ia mengaku menerima banyak keluhan terkait kebijakan yang ada selama ini. Untuk itu dirinya akan melakukan revisi peraturan menteri warisan Susi Pudjiastuti. “Akan saya sampaikan setelah pada waktunya nanti, yang jelas ada rencana untuk merevisi demi kepentingan masyarakat, pembudidaya ikan, nelayan, petambak garam dan pembudaya lainnya,” ujarnya di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (6/11/2019). Sepertinya akan ada lebih dari satu peraturan yang akan direvisi. Meski tak menyebutkan secara gamblang, Edhy mencontohkan peraturan yang selama ini dikeluhkan, misalnya terkait aturan penjualan kepiting yang harus memenuhi berat minimal 150 gram. Aturan itu tertuang dalam Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2015 tentang Penangkapan Lobster, Kepiting, dan Rajungan. Ada kepiting harus 150 gram yang boleh dibawa. “Tapi ada kepiting budi daya yang soft shell (kepiting soka) itu tidak perlu sampai 150 gram sudah bisa dijual. Ini juga perlu kami kaji, nggak perlu lama-lama,” ungkap Emnteri Edhy Prabowo. Menurut Edhy, pengaturan batasan berat kepiting untuk dijual itu seharusnya dibedakan antara yang tangkap dan budi daya. Menurutnya untuk kepiting budi daya tidak perlu diatur. “Kalau alam mungkin boleh dapat perlakuan, tapi kan budi daya tidak. Ada kekhawatiran memang takut jadi modus, tapi loh kita kan ada alat kontrol. Sebelum dia diterbangkan ada surat dari karantina ada pengawasan dari PSDKP," terangnya. Selain itu, Edhy juga menyinggung soal aturan penggunaan alat tangkap ikan. Menurutnya selama ini aturan pelarangan penggunaan alat tangkap tertentu justru juga turut mematikan nelayan kecil. Edhy juga menyinggung soal kebijakan larangan alih muatan ikan (transhipment) di laut. Menurutnya, kebijakan itu mematikan pebudidaya ikan kerapu, lantaran tidak ada kapal yang mau mengangkut hasil budi dayanya. Ia sedang mengkaji dua kebijakan yang pernah dibuat menteri sebelumnya. Dua kebijakan tersebut yaitu larangan penggunaan alat tangkap ikan cantrang dan larangan transhipment atau alih muatan di tengah laut. “Dulu tangkap pakai cantrang enggak boleh dan melanggar. Lalu pakai pancing, tapi pancing bukan jala,” kata Edhy saat ditemui dalam pertemuan dengan para nelayan di Pelabuhan Perikanan Muara Angke, Jakarta Utara, Senin, 28 Oktober 2019. Sementara untuk transhipment, ia mengatakan sudah ada teknologi GPS real-time yang bisa melihat posisi kapal secara jelas. “Lu lagi ngapain di pinggir pantai itu pun kelihatan, sampe 30 senti pun kelihatan, jadi kalau orang ngangkat ikan mindahin ikan kelihatan,” katanya. Semoga upaya Menteri Edhy Prabowo menyelamatkan sumber daya kelautan dan perikanan khususnya lobster membuahkan hasil. Penulis wartawan senior.
Selamat, Beragam Penghargaan Diraih Gubernur Khofifah
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - GubernurJ Khofifah Indar Parawansa meraih penghargaan sebagai Pemimpin Perubahan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Publik (KemenPAN RB). Ia menerima penghargaan tersebut bersama 13 pimpinan kementerian/ lembaga/pemda Penghargaan diserahkan langsung oleh Wapres RI Ma'ruf Amin didampingi MenPAN RB, Tjahjo Kumolo di Jakarta, Selasa (10/12/2019). Anugerah itu diperoleh, karena Khofifah dinilai memiliki komitmen besar dalam melakukan perubahan untuk menjaga tata kelola pemerintahan yang bersih, baik, transparan dan berhasil membangun zona integritas secara massif. Sehingga mendapatkan predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) untuk enam unit layanan yang sekaligus merupakan penerima penghargaan terbanyak dari seluruh pemerintah provinsi di Indonesia. WBK/WBBM merupakan predikat yang diberikan kepada unit-unit kerja pelayanan yang pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen kuat untuk memberantas korupsi serta peningkatan pelayanan melalui reformasi birokrasi. Pada 2019, Pemprov Jatim untuk pertama kalinya meraih penghargaan wilayah bebas korupsi (WBK) dari Kemenpan RB. Sedikitnya, enam unit kerja Pemprov Jatim berhak menyandang predikat WBK. Yakni: UPT Pengelolaan Pendapatan Daerah Jombang Badan Pendapatan Daerah Provinsi Jatim, UPT Pengujian Sertifikasi Mutu Barang dan Lembaga Tembakau Jember Disperindag Provinsi Jatim; UPT Pengawasan dan Sertifikasi Hasil Pertanian Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jatim. Selanjutnya, UPT Pelayanan dan Perlindungan Tenaga Kerja Disnakertrans Provinsi Jatim, RSU Haji Surabaya, dan RSU Jiwa Menur Surabaya. Penghargaan ini merupakan buah dari komitmen Pemprov Jatim menciptakan tata kelola pemerintahan yang Cepat-Efektif-Efisien-Tanggap-Transparan-Akuntable-Responsive (CETTAR). “Saya ucapkan terima kasih kepada unit kerja yang berhasil meraih predikat WBK, semoga ini bisa memotivasi dan diikuti oleh unit kerja lainnya. Semoga masyarakat Jawa Timur makin mudah mengakses berbagai layanan publik,” ungkap Khofifah di Jakarta. Menurutnya, penghargaan WBK ini merupakan pencapaian yang monumental setelah kurang lebih 21 tahun reformasi. Oktober lalu Laporan Keuangan Pemprov Jatim juga mendapatkan predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK. Khofifah mengatakan, “Raihan WBK ini berseiring dengan status WTP tersebut. Setelah ini Pemprov Jatim menargetkan predikat sebagai wilayah birokrasi bersih melayani (WBBM),” ujarnya. Nantinya enam unit kerja yang meraih WBK tersebut akan dijadikan contoh atau role model bagi instansi lainnya di lingkungan Pemprov Jatim. Khofifah juga berharap setelah ini seluruh unit kerja Pemprov Jatim menumbuhkan suasana kompetisi untuk bergerak menuju perubahan dan perbaikan menuju birokrasi yang lebih baik, lebih bersih, lebih cepat dan lebih berkualitas dari sisi pelayanan. Diakuinya, untuk meraih predikat penghargaan di bidang ini tidaklah mudah. Oleh karena itu, dibutuhkan manajemen dan kemauan untuk melakukan perubahan agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik dan pemerintah yang bersih dan bebas KKN. “Dalam implementasi WBK, dibutuhkan komitmen dari semua pihak mulai kepala daerah beserta seluruh jajarannya. Yang ditunjang dengan manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, dan penguatan akuntabilitas kinerja,” paparnya. Khofifah yakin melalui penanaman nilai dan budaya kerja yang positif kepada aparatur di lingkungan Pemprov Jatim, akan mampu menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance), sehingga kesejahteraan dapat dirasakan seluruh masyarakat Jatim. Sebelumnya, Gubernur Khofifah juga meraih dua penghargaan dalam acara Penganugerahaan Penghargaan Ormas Indonesia Maju atau Ormas Awards dari Kemendagri. Penghargaan itu langsung diserahkan oleh Mendagri Tito Karnavian. Dalam penganugerahan tersebut, Khofifah mewakili Pemprov Jatim dalam kategori Pemda Pembina Ormas Terbaik. Dia juga mewakili Muslimat Nahdlatul Ulama yang dianugerahi Penghargaan Khusus Bakti Sepanjang Masa untuk Indonesia. “Tepuk tangan dulu buat beliau karena sudah dapat penghargaan banyak sekali. Hari ini boyong dua, kemarin-kemarin sudah banyak,” ujar Tito usai menyerahkan penghargaan ke beberapa tokoh ormas di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Senin (25/11/2019). Tito berharap penghargaan tahunan bagi para ormas dapat memotivasi lembaga masyarakat sipil untuk berkarya dan memberi manfaat kepada masyarakat. “Satu peran penting dari civil society, ormas, salah satu wujud penyeimbang dominasi negara. Agar negara tidak semau-maunya, mulai dari planning, eksekusi, sampai dengan evaluasi,” ujarnya. Penghargaa juga diraih Gubernur Khofifah sebagai Gubernur/Kepala Pemerintahan Provinsi Terbaik, pada acara Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Award 2019 yang digelar di The Westin Resort Nusa Dua Kuta Selatan Bali, Jumat (29/11/2019). Kegiatan yang digelar bersamaan Rapimnas Kadin 2019 merupakan ajang pemberian apresiasi kepada kepala daerah yang membantu percepatan ekonomi Indonesia serta mendukung program Kadin Indonesia maupun daerah. Penghargaan itu diserahkan oleh Rosan P. Roeslani sebagai Ketua Umum Kadin Indonesia serta disaksikan langsung Wapres Ma’ruf Amin, kepada Gubernur Jatim yang diwakili oleh Asisten Ekonomi Pembangunan Setda Provinsi Jatim Wahid Wahyudi. Khofifah mengaku bangga dan menyampaikan terimakasih dan apresiasinya kepada Kadin Indonesia atas penilaian yang sudah diberikan. Selain itu, pihaknya akan terus berkolaborasi dengan Kadin Jatim dalam upaya meningkatkan sektor industri dan perdagangan, melalui berbagai program unggulan. “Kami akan terus meningkatkan kolaborasi dengan para pengusaha di Jatim. Termasuk menggerakkan UMKM di berbagai bidang salah satunya dengan menggagas program One Pesantren One Product (OPOP, red) yang juga kami launching per hari ini,” ujarnya. Khofifah menambahkan, hubungan dan sinergitas yang baik antara pihaknya dengan Kadin Jatim bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat Jatim. Dan penghargaan yang diterimanya merupakan salah satu bukti terciptanya relasi yang baik antara Pemprov Jatim dan Kadin. “Pada prinsipnya kami sangat ingin pengusaha lokal yang ada di Jatim bangkit, serta memiliki daya saing. Sehingga, pengusaha Jatim tidak akan menjadi penonton di daerahnya sendiri. Ini merupakan kewajiban kita bersama,” tegas Gubernur Khofifah. Ketua Tim Penilai Kadin Award 2019, Adri Istambul LG Sinulingga menyampaikan, bahwa aspek penilaian yang dilakukan bagi penerima Kadin Award 2019 mencakup beberapa hal. Salah satunya yaitu, keberpihakan kepala daerah kepada para pengusaha di daerahnya baik yang skala besar, menengah, kecil maupun mikro, termasuk koperasi. “Aspek penilaian yang kami lakukan pada Kadin Award 2019 ini yaitu dilihat dari integritas sebagai seorang kepala daerah. Tentunya juga dilihat dari keberpihakannya kepada para pengusaha di daerahnya,” terang Adri. Berdasarkan penilaian yang telah dilakukan tersebut, Gubernur Khofifah dinilai sangat layak mendapatkan anugerah Kadin Award. Apalagi, program-program terkait penguatan industri dan investasi yang dilakukan juga selalu melibatkan Kadin Jatim secara aktif. Baik di skala lokal, nasional maupun internasional. “Kami sudah melakukan penilaian pada 34 gubernur di Indonesia, dan Gubernur Khofifah sangat layak mendapatkan penghargaan Kadin Award 2019. Terlebih Kadin Jatim juga dilibatkan secara aktif pada setiap kerjasama industri dan investasi yang dilakukan oleh Provinsi Jatim,” urai Adri. Selain Gubernur Khofifah, penghargaan gubernur terbaik di wilayah tengah pada ajang Kadin Award 2019 ini juga diberikan pada 3 gubernur lainnya. Yaitu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, serta Gubernur DI Jogjakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X. Beragam perhargaan yang diterima Khofifah tersebut tentunya sebuah prestasi yang telah diukirnya, meski baru menjabat Gubernur Jatim. Selamat untuk warga Jatim! Penulis wartawan senior.
Jenderal Listyo Sigit, Kini Orang Kuat Baru di Polisi
Dengan posisinya sebagai orang kuat baru di polisi, mau digunakan Sigit untuk apa? Publik pasti menunggu. Semoga saja Sigit akan memimpin penegakan hukum yang tegak lurus? Hukum yang tegak tanpa pandang bulu. Hukum yang berdiri tanpa tebang pilih, atau sebaliknya pilih dulu baru tebang? Penegakan hukum yang tajam kepada semua anak bangsa. By Kisman Latumakulita Jakarta, FNN – Tadi pagi, Senin 16 Desember 2019, sekitar pukul 09.00 WIB, Kapolri Jendral Polisi Idham Azis resmi melantik Irjen Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polisi yang baru. Peristiwa pelantikan perwira tinggi polisi yang bukan biasa-biasa. Sebab ini adalah pelantikan yang mengakhiri Power Struggle paling keras atas jabatan Kabareskrim yang lama kosong. Power Struggle atas jabatan Kabareskrim ini dapat disimpulkan sebagai yang terlama di Indonesia. Paling tidak, terlama selama sejak era reformasi. Power Struggle yang menyita waktu salama 46 hari, terhitung sejak Jenderal Idham Azis dilantik Presiden Joko Widodo sebagai Kapolri di Istana pada Jumat 1 November 2019. Dan akhirnya, Irjen Polisi Listyo Sigit yang keluar sebagai pemenang. Lamanya Power Struggle jabatan Kabareskrim ini mengalahkan rekor yang pernah terjadi sebelumnya. Power Struggle sebelumnya atas jabatan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD) di tahun 2014. Ketika itu Panglima KOSTRAD Letjen TNI Gatot Nurmantyo dilantik oleh Presiden SBY sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) pada 25 Juli 2014. Gatot menggantikan pendahulunya Jenderal TNI Budiman . Gatot sudah menjadi KSAD definif sejak 25 Juli 2014, namun masih merangkap sebagai Panglima KOSTRAD selama 40 hari. Gatot baru melepaskan jabatan Panglima KOSTRAD pada 5 September 2014. Ketika itu Gatot digantikan oleh Pangdam Jaya Mayor Jenderal TNI Mulyono. Satu tahun kemudian, pada 15 Juli 2015 Letjen TNI Mulyono yang menggantikan Gatot sebagai KSAD, karena Gatot naik menjadi Panglima TNI Informasi tentang Irjen Listyo Sigit bakal mengisi jabatan Kabareskrim sudah beredar lama. Terutama setelah Presiden Joko Widodo secara resmi mengajukan nama Komjen Polisi Idham Azis ke DPR sebagai calon tunggal Kapolri pada Rabu 23 Oktober 2019. Namun Sigit baru bisa dilantik sebagai Kabareskrim 46 hari setelah Jenderal Idham Azis menjabat Kapolri. Jenderal Idham membutuhkan waktu yang lama, karena kuatnya Power Struggle di posisi Kabareskrim ini. Sehari setelah nama Komjen Idham Azis resmi diajukan sebagai calon Kapolri, pada Kamis malam 24 Oktober 2019, beta diajak ngopi-ngopi oleh teman, yang perwira tinggi polisi. Kami sepakat memilih tempat ngopi-ngopi di restoran Merah Delima, di daerah Jakarta Selatan. Lokasinya hanya berselahan jalan dengan Baharkam Mabes Polri di Jalan Trunojoyo. Sebagai wartawan, begitu ketemu di restoran, tempat kami janjian untuk ngopi-ngopi, beta langsung saja bertanya kepada teman polisi tersebut, “eh bro, siapa calon kuat Kabareskrim pengganti Pak Idham nanti”? Dijawab oleh teman yang jendral polisi, “yang paling kuat kemungkinan saja Kadiv Propam Polri Irjen Listyo Sigit”. Biasanya dipanggil teman-temannya dengan Sigit saja. Mendengar jawaban teman bahwa Sigit adalah calon paling kuat Kabareskrim, beta percaya saja bulat-bulat. Sebab sangat wajar kalau Sigit yang bakal menjadi Kabareskrim. Alasannya, karena Irjen Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo bukanlah perwira tinggi polisi yang biasa-biasa saja. Sigit adalah Jenderal polisi yang masuk katagori luar biasa. Sigit mempunyai kedekatan hubungan dengan Presiden Joko Widodo. Kedekatan itu juga sangat wajar. karena penugasan membawa Sigit untuk dekat dengan Presiden Joko Widodo. Sebab Sigit adalah ajudan pertama Pak Joko Widodo saat pertama kali menjabat presiden tahun 2014 lalu. Dengan posisinya sebagai ajudan presiden, otomatis Sigit menjadi satu diantara sedikit orang Indonesia yang bisa berada ring satu presiden. Ring satu adalah sebutan atau sandi untuk mereka yang kapan saja bisa berkumunikasi atau di dekat dengan presiden. Melekat dengan tugas-tugas presiden. Mereka menjadi orang kepercayaan presiden. Mereka juga menjadi mata dan telinga presiden ke luar. Kedekatan Sigit dengan Joko Widodo sudah terjalin jauh sebelum Pak Joko Widodo menjabat presiden pada Oktober 2014. Kedekatan ini, paling kurang sudah terjalin ketika Sigit menjabat sebagai Kapolres Kota Surakarta pada tahun 2011. Waktu itu Pak Joko Widodo menjabat sebagai Walikota Solo periode pertama. Hubungan antara Sigit dengan Pak Jokowi yang sudah terjalin Solo dulu itu, kembali berlanjut saat Pak Joko Widodo menjadi presiden. Apalagi Pak Joko Widodo memutuskan untuk memilih Komisaris Besar Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo sebagai ajudannya dari unsur polisi. Paling Berkuasa Jabatan Kabareskrim adalah jabatan yang paling penting dan strategis di Polisi. Otosmatis juga penting untuk ukuran di Indonesia. Jabatan karier di polisi yang sangat dicita-citakan oleh setiap perwira polisi lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) dan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Kabareskrim adalah jabatan perwira tinggi bintang tiga yang sangat prestisius . Kabareskrim memilki kewenangan untuk bisa menahan orang tidak menahan orang. Jabatan ini bisa jadi lebih bergensi dari jabatan bintang tiga lain di polisi seperti Wakil Kepala Polri (Wakapolri) dan Inspektur Pengawan Umum (Irwasum) Polri. Setiap perwira polisi yang betugas di bidang reserse, wajar dan sangat wajar saja, kalau berharap kelak bisa dipercara presiden untuk menjadi Kabareskrim. Apalagi bagi perwira berpangkat Komisaris Besar (Kombes) Polisi yang sudah lulus Sekolah Staf dan Pimpinan Tingkat Tinggi (Sespimti) dan Lemhanas. Sebab Kabareskrim ini mempunyai power yang sangat besar dan luas. Saking bergensi dan prestisius jabatan Kabareskrim tetrsebut, pernah ada Kabareskrim yang menolak ketika ditawari oleh Kapolri untuk menjadi Wakapolri. Menurut pakar Hukum Tata Negara, Dr. Margarito Kamis menjadi polisi saja sudah sangat power full. Apalagi dipercaya menjadi Kabareskrim. Sebab di negeri ini, hanya instusi kepolisian yang mempunyai kekuasaan dan kewenangan sangat besar itu. Tidak ada institusi negara yang lain seperti polisi. Hanya lembaga kehakiman (peradilan) yang punya kewenangan dan kekuasaan mendekati institusi kepolisian. Itupun tidak power full seperti kepolisian. Kepolisian di Indonesia memiliki dua kekuasaan. Pertama, polisi punya kewenangan untuk menggunakan kekuasaan senjata api. Kedua, polisi juga punya kewenangan menggunakan kekuasaan hukum untuk menahan setiap orang yang dianggap melanggar hukum. Sedangkan lembaga peradilan, hanya memiliki kewenangan menggunakan kekuasaan hukum. Lembaga peradilan tidak mempunyai wewenang untuk menggunakan kekuasaan senjata api. Kabareskrim juga secara ex officio adalah kepala pembina dari reserse di seluruh Indonesia. Dengan segala kewenangan dan kekuasaan perundang-undangan yang melekat padahanya, Kabareskrim dapat saja membuat perintah untuk mengambil alih penyelidikan ddan penyididkan setiap perkara yang sedang ditangani oleh Polda. Begitu juga dengan alas an subjertif dan objektif, sebagai kepala penyidik, Kabareskrim dapat saja memberikan saran kepada penyidik untuk menahan seserang atau sebagaian orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Sebaliknya, Kabareskrim juga bisa memberikan saran kepada penyidik untuk tidak menahan seseorang atau sebagian orang. Terserah pada Kabareskrim saja. kewenangan dan kekuasaan Kabareskrim menjadi sangat, sangat dan sangat power full. Dari sinilah, suka atau tidak suka, senang dan tidak senang, yang pasti Komisaris Jendral Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo hari ini adalah orang kuat baru di jajaran kepolisian. Apalagi Sigit memiliki kedekatan hubungan dengan pusat kekuasaan, yaitu Istana Negara. Dengan posisinya sebagai orang kuat baru di polisi tersebut, mau digunakan Sigit untuk apa? Apakah Sigit akan memimpin penegakan hukum yang tegak lurus? Hukum yang tegak tanpa pandang bulu. Hukum yang berdiri tanpa tebang pilih, atau sebaliknya pilih dulu baru tebang? Penegakan hukum yang tajam kepada semua anak bangsa. Penegakan hukum yang tidak hanya bisa tajam ke bawah, namun tumpul ke atas. Semuanya akan dikenang dan dicatat sebagai lembaran sejarah apa? Bisa sejarah hitam, bisa sejarah putih. Bisa menjadi catatan sejarah yang mengagumkan dan membanggakan? Namun sebaliknya, bisa juga menjadi catatan hukum yang menyedihkan kita sebagai anak bangsa? Seksesnya Sigit sebagai Kabareskrim nanti, bisa saja mengantarkan dia naik selangkah lagi menjadi Kapolri. Sebagai perwira tinggi polisi bintang tiga, tentu saja Sigit juga berpeluang untuk menggantikan Jendral Idham Azis yang akan pangsiong nanti sebagai anggota polisi pada akhir Januari 2021. Pak Idham tinggal 13 bulan setengah lagi menjadi anggota polisi. Wallaahu alam bishawab. Selamat bekerja Pak Kabareskrim. Semoga saja anda sukses di jabatan yang sangat prestisius, bergensi dan berkelas tersebut. Penulis adalah Wartawan Senior.
Cara Tiongkok Kuasai Nikel Indonesia (Sengkarut Nikel Bag-1)
By Luqman Ibrahim Soemay Jakarta, FNN – Sampai sekarang, ada tiga kapal pengangkut bijih nikel mentah (ore) ke luar negeri masih ditahan Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Pomala, Sulawesi Tenggara. Syahbandar Pomala menahan tiga kapal pengangkut nikel ore itu dengan alasan yang remeh-temeh, bahkan cendrung dibuat-buat. Apa saja kesalahan dari tiga kapal tersebut juga tidak dapat dijelaskan oleh Syahbandar Pomala. Pokoknya kapal tahan saja. Tidak boleh berlayar. Karakter umum para birokrasi Indonesia yang sudah punya stigma huebat. “Kalau bisa dipersulit, mengapa juga harus dipermudah?” Tiga kapal pengungkut bijih nikel mentah yang ditahan Syahbandar Pomala ini, bagian dari dua belas kapal yang dibolehkan mengangkut bijih nikel mentah sejak Agustus 2019 lalu. Kapal pengangkut pertama sampai kapal dengan ke sembilan tidak ada masalah. Kapal bisa berangkat aman-aman saja. Kapalnya sudah berangkat ke negara tujuan dengan selamat. Begitu sampai pada kapal ke sepuluh, sebela adan dua belas, mulai ada masalah. Hambatan datang dari Syahbandar Pomala sebagai penguasa pelabuhan. Ketiga kapal tersebut adalah MV Aqua Atlantic, MV Pan Begonia, dan KSL Deyang. Tiga kapal berbendera asing ini tidak mendapat izin berlayar dari Syahbandar Pomala sejak 30 Oktober 2019 lalu. Sampai sekarang tidak ada penjelasan, kapan Syahbandar Pomala mengeluarkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) untuk ketiga kapal itu. Setiap kapal rata-rata mengangkut bijih nikel mentah dengan kadar dibawah 1,7 sebanyak 50.000 ton. Jadi, tiga kapal yang ditahan tersebut diperkirakan mengangkut sekitar 150.000 ton bijih nikel mentah. Negara tujuan ekspor adalah Cina Tiongkok. Jika dihitung berdasarkan harga nikel di pasaran luar negeri sekarang, yaitu U$ 45 dollar per ton, maka nilai devisa setiap kapal adalah U$ 2.250.000 dollar. Dengan demikian, total nilai ekspor tiga kapal yang masih ditahan Syahbandar Pomala itu sebesar U$ 6.750.000 dollar. Bila dikalikan dengan kurs yang berlaku sekarang Rp 14.000 per dollar, maka nilai 150.000 ton nikel ore yang tidak bisa diangkut ke luar negeri itu sekitar Rp 94,5 miliar. Mungkin tak seberapa nilai ekspor tersebut. Cuma saja, bila ditelusuri lebih mendalam, banyak persoalan ada disana. Para mafia yang bekerja dibalik tertahannya tiga kapal pengangkut bijih nikel mentah ini. Akibat tertahannya tiga kapal itu, eksportir sebagai penyewa kapal harus membayar denda keterlambatan berangkat (demurrage) U$ 20.000 dollar setiap hari. Sampai dengan hari ini (Minggu 15/12) sudah 45 hari tiga itu kapal ditahan. Biaya yang dikeluarkan eksportir untuk membayar denda demurrage sebanyak U$ 90.000 dollar atau setara dengan Rp 12,6 miliar. Harga dan biaya kemahalan ini yang sebenarnya tidak perlu terjadi, jika mental birokrasi Indonesia sudah terbebas dari stigma huebat, “kalau bisa dipersulit, mengapa juga harus dipermudah?”. Apalagi kewajiban-kewajiban yang dibebankan negara kepada eksportir bijih nikel mentah sudah dilunasi semuanya. Kewajiban tersebut, antara lain royalty tambang nikel, dan PPH pasal 22. Selain itu, ada juga pembayaran bea keluar dan jasa kepelabuhanan. Ini juga sudah dilunasi. Apakah masalah selesai dengan semua pelunasan pengutan resmi itu? Tertnyata tidak juga. Monopoli Cina Tiongkok Pemerintah telah mengeluarkan izin untuk 30 lebih perusahaan pertambangan nikel. Mereka diwajibkan membangun pabrik pemurnian bijih nikel (smelter) di Indonesia . Namun dari jumlah itu, baru 9 perusahaan yang telah berproduksi di Indonesia.Tiga perusahaan itu, mayoritas sahamnya dimiliki perusahaan Cina Tiongkok. Tiga besar perusahaan Cina Tiongkok yang telah membangun smelter antara lain PT Sulawesi Mining Investment (SMI) di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Selain itu, PT Virtu Dragon Nickel Industry (VDNI) yang berlokasi di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Satu lagi PT Weda Bay Nickel (WBN) di Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara. Setelah tiga pabrik smelter milik Cina Tiongkok ini beroperasi 100%, pemerintah mendadak merubah kebijakan larangan ekspor baji nikel mentah. Dari yang sebelumnya, larangan ekspor nikel ore baru berlaku efektif nanti tanggal 11 Januari tahun 2022. Kebijakan ini tertuang di Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 25 Tahun 2018 Melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019, larangan ekspor bijih nikel mentah dipercepat masa berlakunya. Dimajukan pemerintah dua tahun lebih cepat. Kebijakan yang sangat mendadak dan mengagetkan. Sehingga patut diduga pemerintah mengikuti maunya salah satu pemilik pabrik smelter yang sudah beroperasi dan 100% milik Cina Tiongkok. Tidak berhenti sampai disitu. Perkembangan terakhir, kebijakan larangan ekspor nikel ore dimajukan atau dipercepat lagi, dari yang semula tanggal 1 Januari 2020. Pemerintah menyatakan, larangan ekpor nikel ore berlaku efektif tanggal 28 Oktober 2019 lalu. Artinya, dimajukan lebih cepat lagi dua bulan. Aneh tapi nyata. Dari sinilah bencana itu datang menimpa para penambang dan eksportir nikel ore. Padahal mereka yang hampir semuanya pengusaha nasional. Hampir 95% dari nereka adalah pengusaha yang ber KTP Indonesia. Mereka sejak lahir, besar, dan merintis usaha menjadi pengusaha di Indonesia. Sampai sekarang masih bangga dan cinta dengan Indonesia. Hanya sekitar 5% dari mereka penguasa nikel ini yang milik asing. Akibat kebijakan pemerintah mengenai larangan ekspor biji nikel mentah yang berubah-rubah dan dipercepat, membuat penambang dan eksportir nikel nasional meradang. Mereka sekarang hanya bisa maratapi nasib ke depan. Sebab mereka tidak bisa lagi mengekspor nikel ore. Dampak negatifnya dipastikan bakal bermacam-macam. Apalagi untuk para eksportir yang terlanjur membuat kontrak ekspor jangka panjang dengan pembeli (buyer) di luar negeri sampai 31 Desember 2019. Mereka pasti terkena denda oleh buyer. Masalah lainnya, kemungkinan tidak lancarnya pambayaran sewa dan cicilan peralatan atau leassing untuk exavator dan dump truck. Sampai disini belum selesai masalah yang ditimbulkan. Pembayaran cicilan ke bank juga bakal menemui kendala. Bisa jadi cicilan ke bank bakal macet, karena tidak ada pendapatan. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) juga tidak bisa dihindari. Jadinya, ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sebab, sama buyer di luar negeri didenda akibat pemerintah yang tidak lagi mengizinkan ekspor nikel ore. Sementara di dalam negeri juga didenda puluhan miliar rupiah oleh pemilik tongkang, karena terkena demurrage. Kasian amat nasibmu wahai penambang dan eksportir bijih nikel mentah. Rampok Pakai Hukum Akibat dari beban-beban biaya yang berat itu, membuat penambang dan pemilik Izin Usaha Pertambnangan Khusus (IUPK) nikel terkadang mengambil jalan pintas. Mereka terpaksa menjual izin tambangnya kepada pihak lain. Dijual dengan harga murah (harga meerreeng). Sementara yang sudah siap dan punya peluang membeli izin-izin tambng dengan harga murah itu perusahaan yang sudah membangun pabrik smelter 100%. Diantaranya PT SMI di Morowali, PT VDNI di Konawe dan PT WBN Halmahera. Semula pemerintah mengizinkan penambang mengekspor bijih nikel mentah. Tujuanya untuk mendorong dan mambantu mereka membangun pabrik smelter. Dengan keuntungan yang didapat dari ekspor nikel ore, bisa untuk membangun pabrik smelter. Namun dengan keluarnya kebijakan larangan ekspor yang dipercepat ini, keinginan melihat warga negara Indonesia mempunyai pabrik smelter, cuma hayalan saja. Jadi, jangankan ada orang Indonesia yang bakal mempunyai pabrik smelter. Mereka yang sudah punya izin tambang nikel saja, kemungkinan bakal lepas atau hilang. Lagi-lagi, karena izin tambangnya bakal dijual dengan harga murah. Tragis sekali nasibmu untuk menjadi pengusaha nikel di negeri Pancasila ini kawan. Kenyataan ini adalah model perampokan paling canggih di abad sekarang. Pola merampok model ini biasanya dilakukan para korporasi global. Setelah merampok, mereka menguasai sumberdaya alam di negara itu. Bagaimana caranya? Dengan menunggangi dan memperalat semua celah hukum positif yang berlaku di negara tersebut. Siapa saja pejabat Indonesia yang paling berjasa mendorong agar nikel Indonesia dirampok, dikuasai dan dimonopoli oleh perusahaan Cina Tiongkok? Meski sulit untuk dibuktikan, namun bisik-bisik di kalangan para pengusaha dan eksportir nikel ore menunjuk pada seorang menteri di anggota kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin. Menteri itu terkenal dengan sebutan “Menteri Segala Urusan”. Sebagian politisi dan aktivis demokrasi ’98 yang menyebutnya dengan “Menteri Urusan Percaloan”. Apalagi, pak Menteri tersebut diduga mempunyai kedekatan dengan satu dari tiga perusahaan pabrik smelter yang sudah bisa beroperasi 100% tersebut. Tampak ada conflict of interest antara Pak Menteri dengan kebijakan larangan ekspor nikel ore yang dipercepat. Saya sih antara percaya dan tidak percaya. Sebab bisa saja para penambang dan eksportir nikel ini hanya syirik, su’udzon kepada pak Menteri. Begitu juga dengan politisi dan aktivis demokrasi. Mereka hanya cembokur kepada pak Menteri yang huebat ini. Wallaahualam bishawab. (bersambung). Penulis adalah Wartawan Yunior
Contohlah Pak Wiranto Dalam Melipatgandakan Kekayaan
By Asyari Usman Jakarta, FNN - Maaf ya Pak Wiranto. Ini bukan usil. Cuma senang dan kagum. Bapak bisa memperbanyak harta kekayaan dalam jumlah yang fantastis dalam waktu 10 tahun. Pada tahun 2009, ketika Pak Wir maju sebagai cawapres, harta yang beliau laporkan “hanya” 81 miliar. Ketika beberapa hari lalu (13 Desember 2019) dilantik menjadi ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), total kekayaan yang dilaporkan Wiranto menjadi 542 miliar. Jadi, dalam waktu 10 tahun, kekayaan mantan Menkopolhukam itu bertambah 461 miliar. Tentu ini luar biasa! Perlu dicontoh cara Pak Wir menggelembungkan jumlah kekayaannya. Terutama perlu dicontoh oleh para pejabat yang sedang memegang kekuasaan. Pastilah banyak yang ingin belajar kiat-kiat beliau dalam mengelola kekayaan. Pertambahan yang begitu besar menunjukkan bahwa Wiranto sangat kreatif mengembangkan kekayaan. Presiden, Menteri Keuangan, Menteri BUMN, dll, perlu berkonsultasi kepada Pak Wiranto. Beliau ini membuktikan kemampuan dalam meningkatkan kekayaan pribadinya. Bayangkan kalau cara Pak Wir itu diadopsi ke dalam kebijakan ekonomi dan keuangan negara. Tak perlu lagi Indonesia berutang. Tidak akan pernah defisit. Sebaliknya, kita akan melihat kekayaan Indonesia akan bertambah fantastis. Para ahli keuangan, para dirut BUMN, belum tentu bisa menambah kekayaan sebesar 570% dalam 10 tahun. Pak Wiranto sudah membuktikannya. Bukankah itu artinya Pak Wir diam-diam sangat piawai dalam mengelola kekayaan? Padahal, penggelembungan kekayaan beliau itu dilakukan di sela-sela kesibukan beliau sebagai pejabat negara. Artinya, beliau tidak serius mencari duit. Bayangkan kalau Pak Wir fokus dan serius hari-hari memikirkan pengembangan kekayaan negara ini. Pasti tidak ada lagi rakyat miskin. Kita bisa seperti Swiss atau Finlandia. Semuanya gratis. Perawatan kesehatan gratis total. Tidak perlu bertengkar soal BPJS. Pendidikan gratis sampai selesai perguruan tinggi. Pengangguran akan mendapat tunjangan, bukan tendangan. Cuti melahirkan menjadi satu atau dua tahun, tidak hanya tiga bulan. Sangat mengherankan mengapa pemerintah, Presiden, tidak menyerahkan pengelolaan perekonomian dan keuangan kepada Pak Wiranto. Beliau ini asli praktisi keduitan. Bukan sekadar berteori. Pak Rizal Ramli, Pak Kwik Kian Gie, Faisal Basri, dlsb, cuma bisa memaparkan teori-teori saja. Pak Wiranto tidak perlu teori. Beliau praktik langsung dalam menumpuk kekayaan. Pak Wir tak perlu teori mikro dan makro ekonomi. Tak perlu “prudence of investment analysis”. Juga tak perlu “new strategy in new business environment”. Pokoknya, tidak perlu analisis atau identifikasi lingkungan bisnis. Jadi, tunggu apalagi? Pak Wiranto telah membuktikan kapabilitas dan kapasitasnya dalam mengelola kekayaan. Dari 81 miliar menjadi 542 miliar dalam 10 tahun. Saya yakin selama ini Presiden menempatkan orang yang bukan ahli di bidang ekonomi dan keuangan di posisi-posisi kunci. Tapi, insyaAllah belum terlambat. Sebagai ketua Wantimpres 2019-2024, ini kesempatan Pak Jokowi dan para menteri Ekuin untuk menimba ilmu dari Pak Wiranto. Lima tahun ke depan tentu cukup panjang waktu untuk belajar. Tentang cara menggelembungkan kekayaan versi Wiranto. Nanti bisa kita sebut “Wirantonomic” atau “Wirofulusology”. Sebagai ilustrasi saja, Pak Wiranto itu punya 56 aset berbentuk tanah dan bangunan. Saya kutipkan 10 aset yang nilainya di atas 10 miliar. Ada enam kapling di Jakarta Timur, yaitu (1)tanah dan bangunan 5,720 meter senilai 19.3 M; (2)tanah dan bangunan 3,135 meter seharga 10.6 M; (3)tanah dan bangunan 4,771 meter seharga 16.1 M; (4)tanah dan bangunan 3,280 meter senilai 11 M; (5)tanah dan bangunan 5,493 meter senilai 30.2 M; (6)tanah dan bangunan 470 meter seharga 11.7 M. Ada tiga kapling di Jakarta Pusat, yaitu (1)tanah dan bangunan 600 meter seharga 14.1 M; (2)tanah dan bangunan 850 meter seharga 20 M; (3)tanah dan bangunan 830 meter senilai 19.5 M. Kemudian ada satu kapling di Jakarta Selatan seluas 470 meter seharga 23.5 M. (Sumber: JawaPos edisi 13 Desember 2019 dan MoneySmart, 23 Mei 2019). Ada satu hal yang patut diacungi jempol. Pak Wiranto mengelola kekayaannya dengan cara menyebar berbagai bentuk investasi. Tanah dan bangunan adalah mayoritas kekayaan beliau. Nilai totalnya, termasuk 10 kapling yang diuraikan di atas, adalah 276.8 miliar. Tetapi, ada juga surat berharga 15.6 miliar. Beliau memiliki kas atau setara kas sebesar 114.3 miliar. Di tahun 2009, Pak Wir sempat punya dolar sebanyak USD378 ribu. Hebat sekali Pak Wir. Sangat piawai. Dan prudent. Jadi, contohlah Pak Wiranto dalam hal melipatgandakan kekayaan. Negara bakal kaya, penduduk bakal makmur.[] 15 Desember 2019 Penulis wartawan senior.
Soal Uigur, Zeng Wei Jian Termakan Propaganda China Komunis
By Asyari Usman Jakarta, FNN - Seorang penulis dengan ceroboh menyebut para pejuang Uigur, teroris. Dalam tulisan yang berjudul “In the Name of Uyghur”, Zeng Wei Jian (ZWJ) seenaknya menggolongkan para pejuang HAM Uigur dengan sebutan yang menyakitkan itu. Persis seperti penguasa kejam RRC mencap mereka. Zeng Wei mengatakan, “Aktifitas teroris Uyghur meningkat sejak tahun 2012.” Hampir pasti, labelisasi teroris terhadap para pejuang Uigur seperti kalimat di atas ini adalah propaganda RRC. Dengan ikut menyebut pejuang Uigur teroris, si penulis jelas menjadikan dirinya sebagai corong penguasa China komunis yang melakukan penindasan terhadap kaum muslimin Uigur. Zeng Wei termakan propaganda China. Labelisasi teroris itu tidak hanya menyakitkan orang Uigur, tetapi juga menusuk perasaan umat Islam Indonesia. ZWJ mungkin menganggap bahwa orang Indonesia tidak paham sejarah Uigur. Dia mencoba mengelabui publik. Dia katakan bahwa warga Uigur adalah orang Tionghoa campuran antara Turkestan dan Han. Ini pembohongan publik. Orang Uigur adalah kelompok minoritas keturunan Turki yang berasal dari dan terhubung dengan kebudayaan Asia tengah. Orang Uigur tidak sama dengan orang China. Baik secara fisik maupun psikis. Perawakan mereka berbeda dari orang Han atau suku-suku lain di China. Ideologi dan tradisi Uigur juga berbeda. Yang lebih memuakkan lagi adalah pembelaan Zeng untuk rezim brutal RRC. Dia mengatakan, “Mereka koar-koar Tiongkok anti-Islam.” Tidak lain, ini ditujukan Zeng Wei kepada orang-orang yang menyuarakan pembelaan untuk Uigur. Selain itu, kalimat ini menunjukkan bahwa ZWJ berpendapat RRC tidak anti-Islam. Padahal, sejarah mencatat rezim RRC mengimplementasikan kebijakan yang sangat kejam terhadap umat Islam Uigur. Zeng menutup mata bahwa sejak zaman Mao Tse Tung, RRC tak pernah berhenti menindas Uigur. Mao mengirimkan migran suku Han (mayoritas di RRC) dalam jumlah besar ke wilayah Turkestan Timur (yang kemudian diberi nama Xingjiang setelah dicaplok China). Program transmigrasi ini bertujuan untuk membuat suku Uigur menjadi minoritas. China berhasil. Uigur menjadi warga minoritas di negerinya sendiri. Penindasan berlansgung terus. Hampir satu juta warga Uigur dikurung di dalam kam konsentrasi. China komunis mengatakan mereka direedukasi (dididik ulang). Di kam yang sangat besar, warga Uigur dipaksa mengikuti ajaran komunis. Dipaksa meninggalkan ajaran Islam. Bahkan dipaksa memakan daging babi. Dipaksa tidak berpuasa di bulan Ramadan. Itulah yang dilakukan oleh rezim komunis RRC. Zeng Wei, entah karena apa, menyediakan dirinya menjadi propagandis komunis China itu. Dia mengatakan sesuatu yang sangat menusuk kaum Uigur. Di salah satu paragraf “In the Name of Uyghur”, Zeng mengerdilkan dan melecehkan orang Uigur. Kata Zeng Wei, “Separatis Uyghurs menghibur diri dengan “the Right of Ancestry” (Hak Leluhur). Ini dikatakan Zeng terkait dengan apa yang dia gambarkan sebagai “perlakuan baik rezim China terhadap umat Islam dari suku Hui”. Umat Islam Hui dikatakan ‘implicitly’ oleh Zeng Wei punya hubungan baik dengan rezim komunis. Mereka dibolehkan menjalankan ajaran Islam, mempunya banyak masjid, dll. Padahal, semua ini adalah propaganda RRC untuk mendiamkan umat Islam di negara-negara lain. RRC memang membuat “etalase Islam” yang dibuat bagus dan mempesona. Padahal, sebagai etalase, umat Islam Hui pun juga ditindas. Dikekang dan dikendalikan. Under the full control of the brutal communist authority. Rezim komunis China menyiapkan propaganda besar-besaran untuk menutupi kekejaman dan kesadisannya terhadap umat Islam Uigur. Di balik penghancuran banyak masjid dan situs-situs Islam di Xinjiang, RRC mencoba menampilkan wajah bersahabat. Semua ini hanya kamuflas. Investigasi BBC (British Broadcasting Corporation) di bulan Juni 2019 menunjukkan bahwa China melakukan penghancuran masjid besar-besaran di wilayah Xinjiang. Tapak-tapak masjid itu mereka jadikan pusat-pusat komersial. Dengan semena-mena. Khusus untuk Zeng Wei, Anda sepantasnya paham bahwa China komunis melancarkan tindakan yang sangat kejam di Xinjiang. Orang Uigur menjadi bangkit –dan mereka disebut teroris oleh Beijing— untuk melawan kebrutalan dan kesadisan rezim China itu. Sangatlah wajar jika kemudian muncul kelompok pejuang yang melakukan perlawanan. Mereka tidak punya pilihan lain. Sebab, RRC melakukan kebijakan dan tindakan yang jelas-jelas bertujuan untuk melenyapkan Islam di kalangan Uigur. Saya berharap agar Zeng Wei Jian tidak lagi ikut-ikutan melabel para pejuang Uigur sebagai teroris.[] 14 Desember 2019 Penulis wartawan senior.