ALL CATEGORY

Catatan Penting Hasil Komite Khittah NU 26 di Situbondo

Oleh Mochamad Toha Surabaya, FNN - Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo, Situbondo kembali menjadi saksi penting dalam penegakan khittah Nahdlatul Ulama (NU). Sekitar 35 tahun lalu, tepatnya 1984, di pesantren ini pula, keputusan penting kembali ke Khittah 1926, ditetapkan. Pengasuh PP Salafiyah Syafi’iyah, KHR Achmad Azaim Ibrahimy, cucu pahlawan nasional Almaghfurlah KHR As’ad Syamsul Arifin, menjadi tuan rumah pertemuan dzurriyah muassis NU, masyayikh, habaib dan ulama Jatim dalam rangka menegaskan pengertian Khittah NU. Kegiatan diadakan, Kamis 21 November 2019, di auditorium putra. Menghadirkan banyak tokoh penting, seperti Prof. DR KH Ahmad Zahro, Prof. DR Rochmat Wahab, DR Marzuki Ali, Gus Hilmi Ash-Shiddiqi, KHR Achmad Azaim Ibrahimy, dan KH Afifuddin Muhajir. Tak ketinggalan pula pengurus harian pesantren, petinggi Universitas Ibrahimy dari Kabid, Kabag, Rektorat, dan Dekanat turut hadir dalam acara tersebut. Silaturrahim ini menghasilkan sembilan rumusan penting. Pertama. Sebagai prinsip pergerakan dan pengabdian, khittah secara substantif sejatinya sudah digariskan Hadratusysyaikh KH Hasyim Asya’ri, yakni kembali pada garis perjuangan para ulama salafussholihin, sebagaimana doa yang biasa kita panjatkan kepada Allah SWT. “Untuk itu, khittah sebagai garis perjuangan perlu diaktualisasikan kembali dalam rangka jam’iyah diniyah wa ijtima’iyah,” ungkap Ustadz Muhammad Ali yang didaulat sebagai juru bicara Komite Khittah NU 26 ini. Kedua. Melalui gerakan kultural ini, majelis silaturrahim mengajak kepada semua warga Nahdlatul Ulama untuk selalu melakukan muhasabah terhadap fenomena ke-NU-an yang terjadi selama ini. Menurut Ustadz Ali, tindakan koreksi diri ini menjadi penting dijalankan, karena tak ada kesempurnaan dalam hidup setiap manusia. Selain prinsip ini, kita semua juga memiliki kepedulian dan keberpihakan kepada jamiyah NU agar menjalankan organisasi sebagai sarana ibadah perjuangan dan pengabdian kepada Allah SWT. Ketiga. Jangan jadikan organisasi NU sebagai alat untuk memuluskan kepentingan pragmatis pribadi dengan menjauhkan prinsip perjuangan yang telah dibangun oleh para muassis NU. Keempat. Niat tulus dan ikhlas dalam memperjuangkan NU, hanya mengharap target keridhoan Allah SWT. Jika ada diantara kita, baik yang menjadi pengurus maupun tidak, melakukan tindakan yang tidak sejalan dengan garis perjuangan NU, maka, tegurlah dengan benar dan sabar, sebagaimana prinsip watawa shaubil haq watawa shaubish shabr. “Permusyawaratan dalam tubuh NU sebagai jam’iyah harus mendasarkan pada prinsip dan nilai-nilai yang dibangun para muassis NU,” tutur Ustadz Ali. Kelima. Untuk mengembalikan prinsip-prinsip permusyawaratan tersebut, maka dalam setiap penyelenggaraan permusyawaratan di berbagai tingkatan, agar tidak menggunakan cara-cara yang tidak terpuji, seperti mempengaruhi musyawirin dengan politik uang. Fenomena-fenomena politik uang setiap permusyawaratan tentu saja tidak berjalan secara tunggal, ada keterlibatan pihak lain yang ingin memanfaatkan NU secara pragmatis. “Jika ini masih terjadi dan terus dipertontonkan para pengurus, kami khawatir NU akan kehilangan wibawa dan kharismanya sebagai jam’iyah diniyah wa ijtima’iyah,” tegas Ustadz Ali. Keenam. Forum meminta kepada PBNU agar melakukan kerja koreksi dan seleksi terhadap penyimpangan-penyimpangan akidah, karena ada dugaan penyusupan atas penyimpangan akidah yang tidak sejalan dengan akidah dan prinsip-perinsip ahlussunannah waljamaah di tubuh jam’iyah NU. Ketujuh. Kepada seluruh warga NU yang berperan dalam politik dan penyelenggaran pemerintahan, tetap istiqomah memperjuangkan amanah NU, sehingga NU tidak hanya dijadikan alat perebutan kekuasaan, tetapi harus bermanfaat secara umum, maslahah amah. Kedelapan. Perlu memperkuat fungsi kelembagaan mustasyar di jam’iyah NU, sehingga apabila terdapat penyalahgunaan kewenangan dalam jabatan kepengurusan, bisa mendapat teguran dan sanksi oleh seluruh anggota mustasyar. “PBNU hendaknya mengelola NU menjadi jam’iyyah ashabul haq wal ‘adl jangan mengubah menjadi jam’iyah ashabul qoror,” tegas Ustadz Ali. Kesembilan. Menghimbau kepada seluruh warga nahdliyyin agar selalu istiqomah membaca wirid Ya jabbar ya qohhar. KitaSatu Hati Istilah Khittah NU memang telah populer saat muktamar NU ke-27 di Situbondo pada 1984. Namun, jauh sebelum itu, telah disebutkan oleh pendiri NU, Hadratusysyaikh KH Hasyim Asya’ri dalam Qonun Asasi NU yang ditulisnya. “Bahwa ketika NU sudah tidak lagi berada dalam garisnya, harus kembali ke khittati salaf, garis para sahabat, tabiin, tabiit tabiin dengan ihsan (kebaikan) hingga hari kiamat,” ungkap KHR Ahmad Azaim Ibrahimy. Hal itu disampaikan Pengasuh PP Salfiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo ini, dalam Silaturahmi Dzuriyah Masyayikh, Ulama, Kiai, dan Habib yang didakan oleh Komite Khittah 1926 NU (KK26NU) di PP tersebut pada Rabu (21/10/2019). Dalam kesempatan itu, cucu Kiai As’ad tersebut menyebut bahwa terselenggaranya acara ini, berangkat dari amanah mulia dari penggagas KK26NU, KH Salahuddin Wahid. “Bahwa apa yang kita cita-citakan kita satu hati, merindukan jam’iyah NU kembali kepada ajaran pokok semula yang dituturkan dan dipraktikkan oleh pendiri dan pendahulu yang kemudian disebut dengan Khittah,” ungkapnya. Ia juga menyebut bahwa perjuangan dalam mengembalikan NU pada khittahnya, sudah sejak KH Hasyim Asy’ari. Menurut Gus Abdurrahman Hasan Genggong bahwa dalam kitabnya Kiai Hasyim menjelaskan arah perjuangan jamiyah NU bahwa ketika NU sudah tidak sesuai dengan yang digariskan, maka harus kembali kepada Khittati Salaf. “Khittati Salaf ini ya para ulama salaf, yaitu sahabat, tabiin, tabiit tabiin, tapi ada biihsanin ila yaumiddin. Segala sesuatu itu harus biihsan. Untuk sekarang ini biihsan kita, mengembalikan NU kepada khittahnya,” tambahnya. Ia memaparkan pada Khittah NU juga sudah popular pada 1950-an oleh KH Ahyat Chalimi, pada 1962 di Solo, pada 1971 oleh KH Wahab Chasbullah, pada 1981 oleh KH Ahmad Shiddiq, KH As’ad Syamsul Arifin dan sejumlah pemuda NU di Asembagus Situbondo, dan akhirnya dapat diputuskan pada 1884, yaitu pada Muktamar NU ke-27 di Situbondo. “Menurut Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid), kelompok khittah pada saat pergolakan itu, terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu khittah murni, khittah plus, dan khittah minus. Lah kita ini yang mana? Semoga kita termasuk yang khittah NU murni,” jelasnya. Mengacu pada cerita pendirian NU, di mana Kiai As’ad mengemban amanah dari Syaikhona Kholil Bangkalan untuk memberikan tasbih beserta perangkat wirid “Ya Jabbar Ya Qohhar”, Kiai Azaim menyebut bahwa tasbih itu sekarang ini sudah berputar. “Seperti ada yang dibersihkan, tapi tasbihnya tidak sampai rusak. Terus tidak lepas (butir tasbihnya) tapi kotorannya yang lepas. Yang kami cita-citakan khidmah kepada pendiri NU. Itu yang membuatkan kami siap dengan penuh senang hati mengadakan acara ini,” ujarnya. Dengan satu harapan, lanjutnya, tersenyumnya Kiai Syamsul Arifin, senyumnya Kiai As’ad, Kiai Fawaid, terlebih senyumnya para muassis (pendiri) NU. Dan semoga Insyaallah Kanjeng Nabi Muhammad SAW juga rida,” pungkasnya. Seperti yang diketahui, demi tewujudnya NU yang kembali kepada jalurnya, yaitu Khittah 1926 yang digariskan oleh pendirinya, Komite Khittah 1926 NU mengumpulkan para ulama, kiai, dan habaib di PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Kamis (21/11/2019). Dalam silaturahmi itu, ratusan ulama, kiai, dan habaib dari berbagai daerah di Indonesia hadir untuk merembukkan format perjuangan dalam mengembalikan NU kepada relnya. Penulis wartawan senior.

Komjen Pol. Dharma, "Islam Itu Sangat Mencintai Kedamaian"

Komjen Polisi Dharma mengingatkan tentang masalah radikakalisme dan terorisme sebagai bagaian dari rekayasa global. Mereka merekayasa ketakutan pada manusia. Yang melakukan rekayasa tersebut adalah rezim globalisasi. Targetnya, menciptakan pola pikr manusia yang tidak akan bisa lepas dari rekayasa teknologi informasi dan komunikasi. By Kisman Latumakulita Jakarta, FNN – Rasulullaah SAW berkata “tidak berimannya kamu sampai kamu mencintai sesamamu seperti kamu mencintai dirimu sendiri”. Begitulah maknanya Muslim. Itulah kalimat paling indah, berkelas dan bermartabat dari ajaran Rusulullaah SAW yang dikutip oleh Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Komjen Polisi Drs. Dharma Pongrekun MM. MH. Komjen Polisi Dharma menyampaikan hadits Nabi Muhammad SAW tersebut, ketika menjadi pembicara pada “Indonesia Islamic Young Leaders Summit” yang diselenggarakan di Gedung Nusantara V Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Sabtu 23 November 2019 kemarin. Dalam pandangan Komjen Polisi Dharma, Islam adalah Agama yang sangat mencintai nilai-nilai kedamaian. Islam memang mengajarkan untuk saling mengasihi, dan menyayangi diantara sesama muslim. Namun Islam juga menyuruh untuk saling mengasihi dan menyayangi diantara sesama umat manusia. Bahkan, Islam sangat mencintai kedamaian pada lingkungan alam semesta. Sampai pada titik ini Dharma menyatakan tidak sependapat dengan pendapat yang mengait-ngaitkan Islam dengan terorisme. Dia juga menolak pendapat yang mengaitkan Islam dengan radikalisme dan intoleransi. Jendral bintang tiga termuda di polisi ini mengambil sikap yang berdeda dengan sementara pihak yang mencoba mengindentikan Islam dengan terorisme, radikalisme dan intoleransi. Menurut Dharma yang baragama Kristen Protestan itu, Islam telah mengajarkan kita untuk saling mencintai diantara kita. Islam juga mengajarkan kita untuk hidup saling mengasihi diantara sesama manusia. Artinya, Islam itu sangat mencintai kedamaian. Apalagi Islam yang di Indonesia. Kedamaian tentu saja menjadi segala-galanya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Sejarah masa lalu, posisi geografi dan pejalanan masa depan akan mengikat kita. Untuk itu, jangan sampai ada pihak yang bisa memisahkan kita. Sebab kita bisa bersama-sama dalam mencitapkan pilar-pilar yang saling menghormati, menyayangi dan mencintai diantara kita. Tujuannya, mendukung kebaikan bersama bagi generasi yang akan datang. Radikalisme Rekayasa Global Pada kesempatan tersebut, Komjen Dharma juga mengingatkan tentang masalah radikakalisme dan terorisme sebagai bagaian dari rekayasa global. Mereka merekayasa ketakutan pada manusia. Yang melakukan rekayasa itu adalah rezim globalisasi. Targetnya, menciptakan pola pikr manusia yang tidak akan bisa lepas dari rekayasa teknologi informasi dan komunikasi. Ciri yang menonjol dari rekayasa yang diciptakan oleh rezim globalisasi itu adalah menimbulkan rasa takut. Pola pikir manusia yang selalu dipernuhi dengan rasa takut, karena angka-angka. Misalnya, bakal kekurangan angka pada reziki atau pendapatan. Takut kalau selalu saja kurang dan kurang. Reziki yang diberikan dari Allaah, Tuhan Yang Maha Esa tidak pernah cukup atau lebih. Pada rasa ketakutan ini, manusia cenderung tidaklagi menyandarkan diri atau mendekatkan diri kepada kebesaran Allaah, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Manusia lebih cenderung manyandarkan diri pada kekuatan diantara sesama manusia. Mencari perlindungan kepada manusia, yang dianggap paling kuat atau lebih kuat. Orang-orang dari komunitas intelijen menyebut rekayasa globalisasi ini dengan sebutan “teori bullshit”. Dimana, merekalah yang menciptakan rasa ketakutan tersebut kepada manusia. Namun setelah ketakutan itu tercipta, mereka sendiri yang datang, dan menawarkan diri sebagai dewa penolong. Jadinya, mereka yang tampil sebagai pahlawannya (iNews.ci.id). Berdasarkan latar belakangnya, praktek dan dampak dari rekayasa globalisasi itu dikatagorikan dalam beberapa kelompok. Misalnya, ada kelompok yang menyiapkan program, yang meliputi uang, kekuatan, dan kontrol terhadap populasi. Sedangkan stretaginya itu dilakukan dengan cara-cara Terstuktur, Sistematis dan Masif (TSM). Visinya adalah merekayasa kehidupan (life engineering). Sedangkan misinya adalah menyatukan semua sistem kehidupan di dunia. Untuk menangkal pengaruh redikalisme dan terorisme tersebut, Komjen Polisi Dharma menghimbau, agar kita harus kembali kepada nilai-nilai moral dan keimanan yang diperintahkan Tuhan melalui para Nabi dan Rasul-Nya. Perlu untuk dibangun kembali rasa saling mencintai dan menyayangi diantara sesama manusia, seperti yang telah diajarkan oleh Rasulullaah SAW. Salain itu, juga dibangun semangat gotong-royong dan saling membantu satu sama lain diantara kita. Kembali kepada Allaah Sehari sebelumnya, Jum’at 22 November 2019, di depan sekitar 700 mahasiswa Universitas Univeritas Hamka, Dharma mengingatkan tentang pengaruh globalisasi, yang merupakan sistem dari supra sistem global. Mereka rezim global ingin merekayasa kehidupan manusia. Caranya, dengan mamanipulasi pola pikir manusia. Untuk mencapai maksud tersebut, diciptakanlah berbagai rekayasa dan ketakutan kepada manusia. Antara lain, melakukan rekayasa kecerdasan. Mereka juga membuat rekayasa-rekayasa konflik. Setelah rekayasa konflik tersebut berhasil, langkah berikutnya mereka sendiri yang melakukan penyerangan terhadap hasil rekayasa konflik yang mereka buat tersebut. Harus diakui bahwa pengaruh globalisasi tersebut, telah membawa kerusakan fatal bagi kehidupan manusia. Antara lain, runtuhnya nilai-nilai kesakralan dalam kehidupan manusia, terutama kehidupan keluarga. Selian itu, hilangnya keintiman hubungan dintara sesama umat manusia. Pudarnya integritas sosial yang murni. Terjadi juga perubahan pada gaya hidup yang menaggalkan aspek moralitas, nilai-nilai luhur dan agama. Benteng paling ampuh untuk mengahadapi serangan dan pengaruh rezim globalisasi tersebut adalah kembali lagi kepada nilai-nilai agama yang diajarkan para Nabi dan Rasul. Karena di dalam ajarannya para Nabi dan Rasul tersebut, terkandung nilai-nilai Pancasila yang kini menjadi dasar negara kita bangsa Indonesia. Dharma memberi contoh, para Nabi dan Rasul mengajarkan kita tentang berperilaku adil bagi seluruh umat manusia. Selain itu, menjunjung tinggi dan mengedepankan kemanusian diantara sesama kita. Setelah itu, kita duduk untuk bermusyawarah dan bermufakat tenteng setiap perosalan mungkin ada dantara kehidupan sosial kita. Setiap ada perbedaan yang timbul, bingkai penyelesaiannya adalah musyawarah dan mufakat. Semua persoalan bisa diselesaikan dengan musyawarah mufakat. Kalau kita mau untuk duduk berkumpul dan bermusyawarah dengan adil. Setelah itu diikuti dengan samangat untuk saling sayang-menyayangi (rasa kemanusian) diantara sesama anak bangsa, maka akan tercipta persatuan dan kesatuan. Itulah esensinya nilai-nilai dasar negara kita Pancasila. Penulis adalah Wartawan Senior

Rizieq vs Sukarno, Siapa Yang Lebih Hebat?

By Dr. Syahganda Nainggolan Jakarta, FNN - Suatu waktu, beberapa tahun lalu, supir rental dan sahabat politik saya, Harun Songge, memberitahu saya di subuh hari bahwa perjalanan ke gunung Kelimutu, Flores dibatalkan. Info dari pelayanan turis di Hotel, karena sudah mulai hujan gerimis dan kabut gelap. Kami menginap di Ende beberapa puluh kilometer dari gunung itu. Menginap di Ende karena saya memberi ceramah di Taman Renungan Sukarno, di kota Ende. Saya sampaikan ke Songge bahwa jika Sukarno bisa bertapa di puncak gunung Kelimutu itu. Puncak tugu Sukarno, maka saya dulu aktifis student center di ITB. Tempat Sukarno kuliah dan menjadi aktifis, insya Allah akan sampai juga ke puncak gunung itu. Di bawah kaki gunung Kelimutu. Yang tingginya setengah gunung Gede - Puncak, alias 1600-an meter, guide atau pemandu atau kuncen kalau di Jawa, mengatakan hujan kabut gelap ini akan berubah terang jika "arwah" Bung Karno dan roh-roh penjaga mengijinkan kita sampe ke puncak. Dulu, ada presiden Indonesia, coba-coba untuk naik ke puncak gunung. Namun gagal, karena kabutnya tidak mau pergi dari puncak gunung Kelimutu. Padahal aparat sudah mengerahkan pawang hujan. Singkat cerita, kami pelan-pelan mendaki ke atas. Hujan dan kabut pun pelan-pelan menghilang. Saya pun berjam-jam merenung di puncak Tugu Sukarno itu. Sebuah tempat mistis, dikelilingi tiga danau indah. Tempat Sukarno bertapa menggali Pancasila. Pancasila Bung Karno di Ende bukanlah sebagai anak umur millenial yang plesiran. Meskipun dia seorang engineer atau arsitek yang jumlahnya segelintir saat itu. Yang punya kesempatan dibayar mahal. Namun Sukarno ketika itu merupakan tawanan kolonial Belanda. Yang di usia mudanya radikal dan menghasut orang-orang Indonesia untuk melawan Belanda. Pengasingan di Ende, dari tahun 1934-1938. Dengan beban keluarga yang berat, Sukarno harus berpikir keras merumuskan sebuah ideologi bagi adanya suatu bangsa merdeka kelak. Merenung di kota atau desa kala itu. Bisa juga di taman renungan. Bertapa di puncak gunung, diantara orang-orang Katolik dan Islam di sana, serta melakukan surat menyurat dengan tokoh-tokoh bangsa, termasuk A. Hasan, tokoh agama di Jawa Barat, membuat Bung Karno mempunyai konsep holistik tentang Pancasila. Apa itu konsep holistik? Peratama, konsep holistik Pancasila harus bisa menjelaskan tentang masyarakat dan bangsa apa Indonesia itu? Kedua, bagaimana pendekatan dalam merumuskan konsep itu? Bung Karno adalah seorang insinyur maupun arsitek. Cara insinyur mendekati persoalan (approach) adalah "problem solver". Ini tentu sangat berbeda dengan cara filosop dan agamawan yang mengagungkan nilai. Begitu pula dengan ahli-ahli ilmu sosial yang mendekati persoalan dengan kesempurnaan konsepsi. Holistik di sini jadinya melihat realitas. Menemukan masalah dan memecahkannya. Realitas bangsa kita saat itu adalah bangsa dalam cengkraman kolonial. Masalahnya adalah keterpecahan. Lalu bagaimana cara untuk menemukan pemecahannya? Dengan pendekatan itu, maka Bung Karno sejak awal menyatakan bahwa Indonesia adalah bangsa yang integralistik. Dia melihat ada tiga komponen dasar bangsa kita. Pertama masyarakat Islam. Kedua, masyarakat adat. Ketiga, masyarakat progresif revolusiner. Ketiga ini dibahas Bung Karno, sebelum masa pengasingan di Ende itu, yakni dalam tulisannya "Islamisme, Nasionalisme dan Marxisme". Mungkin berbeda dengan Supomo, yang benar-benar intelektual. Dalam meyakini masyarakat integralistik, Bung Karno bisa jadi lebih pada "oedipus effect". Yang dia maksud rekayasa sosial untuk menyatukan tiga komponen utama bangsa tersebut. Pemikir pejuang seperti Muhammad Natsir maupun Tan Malaka berbeda dengan Bung Karno. Sebagai ahli ilmu sosial dan logika misalnya, menawarkan suatu masyarakat paripurna. Natsir menawarkan ummah. Sedangkan Tan Malaka menawarkan kaum proletar Murba. Hanya Sukarno yang menawarkan ketiga kelompok masyarakat. Kelompok-kelompok Islam (dan agama), Nasionalis dan Marxist. Ketika kelompok tersebut, terus bersama-sama mengklaim eksistensi sebagai bangsa Indonesia. Bangsa ini ketika dihadapkan pada kolonialisme, Bung Karno mencari spirit patriotisme dari ketiga elemen itu. Dalam Islam bung Karno mendorong munculnya modernisme agama (bukan Islam Sontoloyo). Sedangkan dari nasionalisme didorong munculnya spirit cinta tanah air, dan dari marxisme didorong munculnya gerakan kaum tertindas. Bagaimana Rizieq Temukan Pancasila? Rizieq bukanlah seperti Sukarno dalam mendekati masalah tadi. Sebagai cendikiawan, Rizieq memulai penggalian Pancasila dari konsepsi. Lalu setelah itu mencarinya di dunia nyata, di belantara kemiskinan Jakarta. Kemudian kembali merumuskannya di Universitas. Metoda ini sering dikenal dengan nama “aksi-refleksi-aksi atau refleksi-aksi-refleksi”. Penjelajahan Rizieq pada Pancasila membuat Rizieq menawarkan konsepsi masyarakat Islam sebagai superior pada skala bangsa. Pertama, Rizieq meneguhkan sila Ketuhanan sebagai sentral atau yang utama. Sebaliknya Soekarno menempatkan sila ini sebagai sila terkahir. Kedua, Rizieq membangun platform kebersamaan nasional pada isu kebangkitan kaum miskin. Dari sisi kebangkitan kaum miskin, Rizieq berbeda dengan Marxisme. Sebab Marxisme yang melakukan pembelahan sempurna kaum miskin versus kaum kapitalis. Kebangkitan kaum miskin dalam pandangan Rizieq, merujuk pada Islam. Dapat menerima dukungan dari kaum kapitalis yang tercerahkan atau mau berbagi kepada kaum dhuafa itu. Sukarno VS Rizieq Orang-orang besar adalah orang-orang yang muncul dari penjara ke penjara maupun dari pengasingan (exile) ke pengasingan. Sukarno dan Habib Rizieq adalah dua sosok bangsa yang mengalami penderitaan panjang dalam hidupnya. Dalam konteks penjara dan pengasingan. (Tentu saja bukan koruptor) Dari sisi ini, kita akan melihat Sukarno dan Habib Rizieq mewakili dua sosok tokoh bangsa yang sejajar. Ajaran Bung Karno yang utama adalah Kebangsaan. Ajaran Rizieq yang utama adalah Ketuhanan. Namun, keduanya kemudian masuk pada agenda yang sama, yakni pembebasan. Tema pembebasan Bung Karno adalah melawan penindasan kolonial. Sedangkan tema pembebasan Rizieq adalah pembebasan dari cengkraman oligarki kapital. Sesungguhnya ini sama, meski tidak sebangun. Lawan dalam definisi Bung Karno adalah penjajah dan penjajahan. Sedangkan dalam defini Rizieq, lawan adalah oligarki dan rezim anteknya. Saat Bung Karno memilih bersekutu dengan Jepang, tahun 1942-45, tujuan Bung Karno adalah melawan kolonial Belanda. Jadi, bukan pengkhianatan Bung Karno atas cita-citanya. Rizieq ketika membangun persekutuan dengan keluarga Cendana, dia tidak melihatnya sebagai pengkhianat cita-cita pula. Jadi, meskipun Bung Karno dan Rizieq berbeda dalam penekanan terhadap jawaban atas persoalan di awal, namun spirit berikutnya tentang pembebasan, sama dan sejalan. Ada kesamaan yang dipunyai oleh Bung Karno dan Habib Rizieq Penutup Membandingkan Sukarno versus Habib Rizieq adalah penting untuk melihat secara tulus kedua sosok pahlawan bangsa kita dalam melakukan pembebasan kaumnya. Pendekatan yang dilakukan Bung Karno mengalami pelecehan ataupun penolakan dari berbagai tokoh waktu itu, seperti Syahrir, Tan Malaka, Natsir dan lain-lain. Misalnya, Tan Malaka lebih suka melecehkan Bung Karno sebagai kolaburator. Rizieq saat ini juga banyak mendapat kecaman. Karena dianggap akan menihilkan agenda kebangsaan dengan superioritas Islam. Ketika Rizieq dan Rachmawati Sukarnoputri berjumpa pertama sekali, sebelum aksi 212 pada tahun 2015, keduanya berusaha mencari temuan jalan tengah antara Sukarnoisme dan Rizieqisme tersebut. Jalan bangsa ini masih panjang untuk membangun berdasarkan ajaran pembebasan ala Bung Karno dan ala Rizieq. Kaum tertindas menunggu perubahan sosial secepatnya untuk adanya kebahagian bersama. Kita harus mempercepatnya dengan mendorong adanya sintesa Soekarnoisme dan Rizieqisme dalam perjuangan bangsa. Bukan membandingkan siapa yang lebih hebat. Tidak perlu melihat lebih jauh lagi pada judul di atas. Karena mereka dua tokoh ini besar, dalam jamannya yang berbeda. Penulis adalah Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle

Sekulerisasi Arab dan Islam Indonesia

Hamzah Yusuf, bule Amerika yang sekarang jadi syeikh dan pakar keislaman, terpincut hatinya oleh Al-Qur’an Surat Yusuf. Mantan musisi Inggris Cart Steven yang telah mejadi Yusuf Islami setelah menjadi Islam, terhanyut oleh Al-Qur’an surat Maryam. Dia menjadi salah satu penda’wah terkemuka di Eropa dan Amerika sekarang. Oleh Kafil Yamin Jakarta, FNN - Tanggal 25 Oktober lalu, TV Prancis saluran berbahasa Arab, France 24, menayangkan acara Hiya Ahdats. Acara ini membahas buku penulis Tunisia, Hela Wardi, berjudul “Al-khulafa ar-rasyidin tahta dlilaala as-suyuf” (Khulafa ar-Rasyidin di bawah bayang-bayang pedang). Selang beberapa hari, di stasiun TV yang sama, berlangsung diskusi bertema ”Al-khulafa ar-rasyidin aslu al-khalaaf?” (Khulafa ar-Rasyidin biang perpecahan?) Acara tersebut, lagi-lagi membahas buku lain penulis Tunisia itu berjudul, “al-khulafa wa la’nat Fatimah” (Khilafah dan terkutuklah Fatimah), dan ciutan twitter seorang peneliti Mesir, Islam Phari, berbunyi “La’natullah ‘ala khilafah”. Dalam acara dialog itu, baik pembawa acara dan para nara sumber tampil sangat modis. Mereka yang perempuan tampil tanpa mamai kerudung atau jilbab. Tampilan kasual, layaknya perempuan di TV-TV Eropa atau Amerika pada umumnya. Dari acara talkshow itu, gambaran umum yang didapat adalah bahwa khulafa ar-rasyidin itu, asal sekaligus sumber perpecahan ummat Islam. Perpecahan itu terjadi sampai hari ini. Titik awal mulanya adalah dari menit-menit wafatnya Rasulullah Muhammad SAW. Tergambar di talkshouw itu bahwa Abu Bakar Assidiq, Umar Bin Khatab, Ubaidah ibnu Zubair, para pemuka Anshar, bukan lagi pribadi-pribadi saleh. Merek bukan lagi yang yang memiliki tingkat ketakwaan di atas rata-rata. Melainkan mereka iru hanya sekedar para pemain politik yang ambisius. Mereka melakukan berbagai manuver politik ketika jasad Nabi Muhammad SWA masih terbaring. Ketika jenazah Rasulullah SAW belum dimakamkan. “Lahum mala’ikah. Wa lahum as-syayaathiin,” kata Hela Wardi tentang para sahabat nabi yang sangat mulia dan dijamin masuk syurga tersebut. Pengajar ilmu kesusastraan dan peradaban itu bahkan berpendapat lebih aneh lagi. Menurut Hela Werdi, Nabi Muhammad SAW tidak meninggal di Madinah. Dia berpendapat Rasulullaah SAW meninggal dunia di Gaza. Dalam beberapa hal, pemikiran-pemikiran itu kelihatannya menguatkan anggapan-anggapan kaum Syi’ah. Sebaliknya, menyangkal dasar-dasar faham kaum Syunni yang selama ini tertanam kokoh di berbagai madrasah, perguruan tinggi, pesantren, buku-buku keislaman. Sekarang ini, pendapat-pendapat tersebut masih dipandang sebagai ide-ide sempalan. Namun dengan dukungan media secular, ide-ide tersebut, kini mulai mengarus utama. Di Indonesia prosesnya berlangsung lebih cepat lagi. Karena bukan sekedar didukung oleh media asing, tetapi juga media pendukung pemerintah. Kelompok Islam sekuler tersebut, semakin banyak populasinya. Indonesia kini harusnya sudah dilihat sebagai salah satu wilayah utama suburnya penyebaran faham sekularisasi. Indonesia menjadi wilayah paling subur bagi "kebangkitan kaum munafikun". Di Indonesia, thesis Milkul Yamin, dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Jogyakarta, menyatakan bahwa dalil-dalih keagamaan yang mengesahkan LGBT, dan labelisasi ‘radikal’ atas sistem khilafah memiliki benang merah dengan ‘kegelisahan akademis’ di Timur Tengah. Islam Eropa & Amerika Namun sebuah antitesa terhadap sekulerisasi Islam itu sedang berlangsung di Eropa dan Amerka. Makin banyak orang-orang Amerika dan Eropa yang masuk Islam. Mereka umumnya masuk Islam setelah merasa menemukan kebenaran dalam al-Qur’an dalam bentuk mushaf sekarang ini. Setelah bersyahadat, mereka tampil sangat Islami. Biasanya segera mengganti nama Baratnya dengan nama yang diambil dari al-Qur’an. Dan bagi perempuan yang baru masuk Islam, meraka segera menutup seluruh bagian tubuh yang dianggap aurat. Mereka berkerudung, berbusana lengan panjang dan longgar, sehingga tak menampilkan lekukan tubuh. Lauren Booth, Ingrid Mattson di Inggris, Nur Naseer, Nur Saadeh di Amerika Serikat, mengiringin pertambahan kaum perempuan di wilayah itu yang makin banyak memeluk Islam. Mereka mengubah penampilan yang semula kebarat-baratan menjadi muislimah yang berjilbab. Hamzah Yusuf, bule Amerika yang sekarang jadi syeikh dan pakar keislaman, terpincut hatinya oleh Al-Qur’an surat Yusuf. Mantan musisi Inggris Cart Steven yang telah mejadi Yusuf Islami, terhanyut oleh Ala-Qur’an surat Maryam. Dia menjadi salah datu penda’wah terkemuka di Eropa dan Amerika. Suhaib Webb, pemuda Amerika yang mantan DJ, kini telah menjadi pendakwah di Amerika. Dia lunglai dan tidak berdaya setelah membaca surat Al-Maidah. Begitu pula dengan Jeffrey Lang. Professor ahli matematika yang dulu seorang ateis tersebut, hanyut ke dalamal-Qur’an melalui susunannya sekarang yang disebut sebagai mushaf utsmani. Melihat perkembangan Islam di Eropa dan Amerika, tampaknya pusat Islam sedang berpindah dari Timur Tengah ke Eropa dan Amerika. Dan itu sesuai dengan sifat dasar Islam yang memang rahmatan lil ‘alamin. Dengan demikian, Islam moderat Indonesia semakin tidak lagi relevan. Penulis adalah Wartawan Senior

Kalau Ahok Kangen Bentak-bentak, Kerja di Swasta Saja

By Asyari Usman Jakarta, FNN - Nama Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok kembali menghebohkan publik. Kali ini penyulutnya adalah kemungkinan besar dia masuk ke salah satu BUMN. Bisa sebagai komisaris utama, bisa juga sebagai direktur utama (dirut). Bahkan sudah banyak yang menyebut Ahok akan menjadi dirut Pertamina atau PLN. Dia sudah dipanggil Menteri BUMN Erick Thohir. Pokoknya, hampir pasti Ahok menjadi petinggi BUMN. Apalagi, Presiden juga mendukung penuh. Jokowi malah salut dan yakin pada kemampuan Ahok. Tapi, publik bereaksi keras. Ada tiga hal yang menjadi sorotan. Pertama, soal kemampuan (profesionalisme) Ahok di bidang bisnis. Dan kedua, soal dugaan keterlibatan Ahok di sejumlah kasus korupsi. Ketiga, watak dan sifat-sifat Ahok. Mengingat ketiga hal inilah, publik berpendapat Ahok tidak layak bekerja di BUMN. Pertama, soal kemampuan bisnis. Menurut para pengamat ekonomi-bisnis, Ahok tidak punya rekam jejak dalam mengelola sebuah perusahaan. Apalagi perusahaan besar yang beraset besar pula –seperti Pertamina. Kalau Ahok dipaksakan masuk ke BUMN, diperkirakan akan menimbulkan kegaduhan. Misalnya, dia akan mengatakan begini, sementara para staf senior mengatakan harus begitu. Yang kedua, soal dugaan keterlibatan Ahok di sejumlah kasus korupsi. Ada kasus RS Sumber Waras. Di kasus ini, hasil audit BPK menunjukkan ada kerugian negara yang cukup besar. Ada kasus Taman BMW dan kasus lahan Cengkareng Barat. Ketiga kasus ini terkait soal lahan. Patut diduga negara mengalami kerugian ratusan miliar rupiah di dalam ketiga kasus ini. Kemudian, ada pula dugaan korupsi terkait penyaluran dana CSR (corporate social responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan) yang melibat Ahok Centre sekitar 2016. Patut juga diduga ada korupsi dalam proyek reklamasi yang melibatkan Ahok. Semua dugaan korupsi itu masih menggantung di atas langit Ahok. Dan juga akan terus membayangi langkah-langkah mantan wagub DKI era Jokowi itu. Inilah salah satu aspek yang akan memberatkan Ahok. Yang ketiga, soal watak Ahok yang terbiasa memaki-maki bawahannya. Suka membentak-bentak stafnya di depan umum. Penuh keangkuhan. Dia memang hebat di bidang bentak-membentak. Juga maki-memaki orang. Itulah yang dia tunjukkan semasa menjabat gubernur. Tidak diragukan kemampuannya untuk urusan teriak-teriak menggunakan kata-kata kasar dan kotor. Ahok tidak segan-segan mengucapkan kata t*ik, dll. Kekasaran dan keangkuhan Ahok bisa menyulut kegaduhan besar. Di Pertamina, serikat pekerja di situ awal-awal menyatakan penolakan terhadap Ahok. Di kalangan akar rumput pun, penolakan Ahok masuk BUMN sangat gencar. Banyak sekali artikel argumentatif di media sosial yang menjelaskan agar Ahok tidak diangkat menjadi petinggi BUMN. Bahkan berbagai diskusi berlangsung di banyak tempat. Dengan pembicara para pakar bisnis dan manajemen. Rata-rata pengamat berkesimpulan bahwa Ahok tidak pas memegang posisi di BUMN. Itulah yang menjadi fakta. Penolakan terhadap Ahok sangat keras dan meluas. Tapi, kelihatannya, para penguasa diperkirakan justru akan meremehkan penolakan itu. Jokowi dan Erick tak akan hirau dengan protes publik. Tinggal Ahok sendirilah yang berpikir. Bijak atau tidak masuk ke BUMN. Kita hanya bisa mengatakan, kalau Ahok kangen membantak-bentak orang atau memaki-maki seenaknya dengan teriakan keras, sebaiknya dia bekerja di perusahaan swasta saja. Bukankah banyak perusahaan yang cocok dengan gaya Ahok?[] 21 November 2019 Penulis wartawan senior.

Pajak Jeblok, Begini Tanggapan Komisi XI DPR RI

By M H Minanan Jakarta, FNN – Anggota Komisi XI DPR RI, M. Sarmuji membuka suara menanggapi perihal pendapatan penerimaan pajak oleh pemerintah Indonesia yang mengalami penurunan pada kuartal III 2019 di ruang kerjanya, Rabu (18/11). Menurutnya, dengan kondisi kondisi ekonomi saat ini Pemerintah harus berupaya untuk menggenjot penerimaan pajak Indonesia yang menurun atau mengalami kondisi kurang baik. “Penerimaan pajak Indonesia pada kuartal III 2019 mengalami kondisi yang tidak aman,” tuturnya pada pembukaan wawancara singkat diruang kerjanya. Kalau dibandingkan dengan januari – oktober 2018. Saat itu penerimaan perpajakan secara nominal memang lebih rendah yaitu Rp. 1.160,66 Triliun, namun secara presentasi terhadap target jauh lebih baik yaitu mencapai 71,73%. Mengutip riset CNBC Indonesia, Selasa (19/11/2019). Perolehan pajak yang meleset jauh dari target ini, memicu tafsir yang tak berkesudahan. Mengingat waktu yang ditempuh sangat sempit sehingga butuh kerja ekstra untuk dapat memenuhi target. “melakukan sesuatu untuk mencapai target setahun dalam satu setengah bulan itu tidaklah mudah, sudah sangat terbatas apa yang mau dilakukan”, pungkasnya pada pembukaan obrolan. Saat ini per Januari – Oktober 2019 tercatat Rp. 1.173,9 triliun. Angka ini hanya 65,7% dari target yang ditetapkan dalam APBN 2019 sebesar Rp. 1.786,4 triliun atau 82,5%. Artinya pemerintah bekerja ekstra keras mengumpulkan Rp. 612,5 triliun dalam tempo satu setengah bulan sebelum 2019 berakhir. Dia pun menambahkan, dengan fakta ini, suka tidak suka memang harus diakui, pertumbuhan penerimaan pajak mengalami penurunan 16.8% dari target APBN yang ditentukan oleh Pemerintah. “Setidak-tidaknya itu, ada beberapa yang mungkin masih bisa dipacu, misalkan dengan cara memanfaatkan automatic change of information pertukaran data dari Negara lain, tentang warga Negara Indonesia yang memiliki uang (kekayaan) diluar negeri. Kalau itu bisa memajukan potensi pajak, itu bisa dikejar”, ujar Sarmuji menyarankan, disampaikan saat diwawancarai diruang kerjanya Gedung Nusantara I DPR RI, Rabu (20/11/2019). Dewan dari Fraksi Golkar ini mengatakan, haru ada upaya dari pemerintah secara cerdas dalam memperhatikan sektor – sektor potensial, yang memberikan inkam kepada Negara. “Yang bisa dilakukan ialah menggali sektor – sektor potensial, misalkan sektor perdagangan, industry, konstruksi masih bisa di optimalkan penerimaannya serta mengggali wajib pajak potensial seperti profesi yang menghasilkan duit banyaklah,” tandasnya menyarankan. Dalam pemaparan dia juga menyinggung pola dan cara Negara – Negara maju membangun tumpuan pajak Negara. Optimalisasi pajak banyak dihasilkan dari wajib pajak perorangan dan bukan wajib pajak badan. Hal ini disebabkan, kesadaran membayar pajak dari masing – masing orang itu sudah cukup tinggi sehingga potensi pajak secara individual pun menjadi besar. Sehingga penyelesaian pajak di Indonesia saat ini yang dapat dilakukan adalah pengendalian sektor wajib pajak NPWP yang efektif dan keterbukaan pelaporan serta ketaatan membayar wajib pajak pribadi itu yang memungkinkan untuk dilakukan dalam waktu satu setengah bulan ini, untuk mengejar target penerimaan perpajakan tahun 2019 ini.

Rakyat Perlu Kerja Pranikah, Bukan Kursus Pranikah

By Asyari Usman Jakarta, FNN - Seperti orang linglung para penguasa kita ini. Pada saat anak-anak muda memerlukan lapangan kerja, yang mereka sediakan malah bimbingan untuk menjadi pengantin. Ketika anak-anak muda memikirkan situasi masa depan, para penguasa malah sibuk mengajarkan mereka tentang perkawinan. Sangat konyol, rasanya. Mau dibilang ini gagasan yang tak becus, nanti tersinggung. Padahal, memang mengada-ada. Bapak-ibu para penguasa yang terhormat! Khususnya kepada Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK). Yang menjadi masalah besar itu bukan persiapan anak-anak muda menuju rumah tangga. Melainkan mau buat apa mereka setelah berumah tangga. Di tengah ketidakpastian. Yang menjadi masalah itu adalah lapangan kerja. Bukan bagaimana cara berumah tangga. Kalau Anda prihatin terhadap angka perceraian, misalnya, itu bukan berpunca dari ketidaksiapan menuju rumah tangga. Melainkan karena pernikahan menjadi labil akibat kesulitan sehari-hari yang dialami banyak keluarga. Kalau Adan temukan begitu banyak persoalan di keluarga-keluarga muda, itu bukan karena mereka tak mengerti cara bersuami-istri. Melainkan karena mereka setiap hari diteror oleh penghasilan yang tidak menentu atau bahkan tidak ada. Bukan karena mereka tak mengerti berkasih sayang. Seorang pejabat supertinggi mengatakan bahwa melalui kelas bimbingan, masyarakat yang akan berencana menikah diberi bekal mengenai pengetahuan seputar kesehatan reproduksi, penyakit-penyakit yang mungkin terjadi pada pasangan suami-istri hingga masalah stunting pada anak. Reproduksi? Penyakit? Stunting anak? Mungkin juga menjadi masalah. Tapi, tidak urgen. Pastilah orang paham soal kekurangan gizi (stunting). Ini bersumber dari kekurangan bujet keluarga. Keuangan keluarga yang tidak menentu. Kerja serabutan. Harga-harga yang makin mencekik. Bukan karena tak tahu bagaimana cara makan yang bergizi. Begitu juga isu reproduksi dan penyakit-penyakit kesuamiistrian. Penyakit kelamin, dsb. Ini bukan persoalan urgen. Sebab, selama masa perkenalan antara pasangan calon suami-istri, tentu mereka juga memperhatikan berbagai potensi yang terkait dengan masalah kesehatan. Pria atau wanita yang berkenalan dan menjalin hubungan, tentulah akan saling mencari tahu dan saling mengamati. Apalagi, proses menuju pernikahan itu ditangani oleh orangtua calon suami dan istri. Lebih terjamin lagi. Sebab, orangtua dari pria dan wanita biasanya akan merintitis dulu. Mereka akan membentangkan apa adanya tentang anak mereka. Tentang segala kekuragan dan kelebihan. Inilah proses yang sesuai dengan syariat. Tidak ada yang disembunyikan tentang calon suami atau calon istri. Jadi, tak perlu ada negara untuk membantu para calon suami-istri dalam masalah-masalah yang ingin ditangani oleh Kemenko PMK itu. Kalau mengawasi agar jangan sampai terjadi perkawinan antara penganut agama yang berbeda, itulah yang diperlukan. Rakyat akan mendukung. Sebab, perkawinan beda agama besar kemungkinan akan melahirkan generasi bingung. Tak punya pegagangan. Generasi yang rusak akidah. Dan kerusakan akidah (iman) akan menyebabkan bangsa menjadi rusak juga. Karena itu, lebih baik Anda-anda yang sedang berkuasa ini memikirkan lapangan kerja untuk anak-anak muda. Lebih baik memikirkan cara memberantas korupsi agar uang yang bocor puluhan triliun setiap tahun itu bisa digunakan untuk program-progran yang lebih relevan untuk para calon suami-istri. Atau, lebih baik Anda tanya Presiden Jokowi kapan dia akan menerbitkan kartu prakerja. Ini pasti sangat membantu anak-anak muda calon pengantin.[] 21 November 2019 Penulis wartawan senior.

Tampaknya Sukmawati Belum Selesai dengan Islam

By Asyari Usman Jakarta, FNN - Sukmawati Soekarnoputri mungkin percaya bahwa ayah beliau, Soekarno, lebih hebat dari Nabi Muhammad. Hebat dalam kaitan dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Nah, salahkah Bu Sukma bertanya apakah Baginda Nabi yang berjuang dalam merebut kemerdekaan Indonesia atau Soekarno? Bisa tidak salah, bisa juga salah. Bisa tak salah, karena Bu Sukma mungkin hanya ingin menguraikan fakta tentang perjuangan kemerdekaan. Tentu saja tidak ada Nabi secara fisik dalam perjuangan Indonesia. Kalau Bu Sukma mengatakan mana ada peranan langsung Nabi Muhammad, pastilah tidak ada. Jadi, tak salah kalau pertanyaan di orasi Bu Sukma itu dia sampaikan di depan audiens. Tapi, bisa juga salah. Sebab, dengan memunculkan pertanyaan retoris itu, Buk Sukma tampak tendensius. Untuk apa beliau membawa-bawa Nabi untuk membandingkan kehebatan perjuangan Soekarno? Apa perlunya? Mengapa harus menanyakan peranan Nabi dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia? Tidak bisa dimengerti mengapa dia munculkan itu. Yang bisa dipahami adalah bahwa Sukmawati hanya ingin melecehkan Baginda Nabi untuk mengatakan Soekarno hebat. Ini yang membuat publik, khususnya umat Islam, menjadi terusik. Kalau Bu Sukma bermaksud memuji-muji kehebatan ayahnya, silakan saja. Tidak ada yang melarang. Sah-sah saja. Bukankah sangat banyak politisi dan pengamat yang juga memuji-muji kehebatan Soekarno? Tidak masalah Bu Sukma mempromosikan kehebatan perjuangan Soekarno. Tapi, mengapa dia perlu jawaban bahwa Nabi Muhammad memang tidak ikut berjuang langsung untuk merebut kemerdekaan Indonesia? Di sinilah kegaduhan itu bermula. Dia mengikutkan Nabi Muhammad dalam uraian umum yang sebenarnya tidak memerlukan penyebutan kualitas Baginda. Dia tidak punya alasan untuk melontarkan pertanyaan retoris tentang perjuangan Nabi di Indonesia. Pasti akan memunculkan kontroversi. Bu Sukma seolah-olah terus menunjukkan kegusarannya terhadap Islam dan umat Islam. Dia seperti belum selesai dengan Islam. Mungkin sekali masih sangat besar ganjalan di hatinya tentang Islam. Atau, bahkan, cukup besar dan keras kebenciannya terhadap agama Allah SWT itu. Belum lagi lama berlalu kasus sari konde yang dia puisikan lebih indah dari cadar, dan kidung ibu pertiwi yang dia katakan lebih merdu dari suara azan. Kini dia mencoba mengukur kehebatan Nabi Muhammad dengan cara membandingkannya dengan kehebatan Soekarno. Bu Sukma kebablasan. Crossing the red line. Dia terobos garis merah. Kehebatan Soerkarno –kalau dia memang betul-betul hebat— tidak memerlukan legitimasi dari siapa pun. Termasuk dari komparasi perjuangan Nabi dan perjuangan Soekarno. Kalau dicermati gaya pidato dan bahasa tubuhnya sesuai rekaman video ketika dia menyampaikan pertanyaan tentang kehebatan Nabi, memang terkesan sangat jelas bahwa Sukamawati tidak rela Islam dan umat Islam ada di Indonesia. Tidak berlebihan untuk menduga bahwa pelecehan terhadap Islam dari mulut Sukmawati kemungkinan tidak akan selesai sampai di sini. Tidak bisa diharap ini yang terakhir. Mungkin dia menyimpan dendam kesumat yang telah membatu di hati dan pikirannya. Wallahu a’lam.[] 19 November 2019 Penulis wartawan senior.

Misteri Ahok: Bakal Jadi Pejabat BUMN untuk Balas Dendam?

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Ahok Effect! Itulah yang terjadi sekarang ini. Terjadi reaksi penolakan atas rencana Menteri BUMN Erick Thohir yang akan menempatkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi Direktur Utama atau Komisaris Utama di BUMN. Kabar santer, mantan Gubernur DKI Jakarta itu akan ditempatkan di PT Pertamina (Persero). Reaksi keras langsung datang dari Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) yang terang-terangan menolak rencana Menteri Erick ini. Serikat Pekerja Tolak Ahok Pimpin Pertamina: PEMBERANG DATANG - KITA PERANG!! Begitu salah satu bunyi spanduk penolakan atas Ahok oleh FSPPB itu. “Benar (menolak),” tegas Presiden FSPPB Arie Gumilar, mengutip Liputan6.com,‎ Jumat (15/11/2019). Sebelumnya, Ahok telah bertemu dengan Erick Thohir dan berbicara mengenai kemungkinan Ahok masuk ke salah satu BUMN. FSPPB menolak rencana penunjukan Ahok masuk dalam jajaran pejabat Pertamina, baik untuk posisi direksi ataupun komisaris. Arie mengungkapkan‎, aksi penolakan yang dilakukan serikat pekerja yang tergabung dalam FSPPB didasari‎ karena Ahok yang memiliki cacat persyaratan materiil. Menurutnya, Ahok cacat persyaratan materiil.‎ “Kader internal Pertamina juga banyak yang cakap‎,” tuturnya. Hingga hari ini belum jelas betul posisi Ahok apakah Komisaris Utama atau Direktur Utama Pertamina. Ada yang berspekulasi di BUMN Inalum yang melakukan divestasi 51 % saham PT Freeport. Lalu Inalum menawarkan kepemilikan saham ke RRC. Pemerhati Politik M. Rizal Fadillah menyebut, jika kemudian Ahok menjabat di Pertamina, maka ia akan berminyak minyak. Semakin berminyak dan licin. Reaksi pun muncul. Yang menyorot “ketidakbersihan” Ahok meradang. Ahok diduga korupsi di banyak proyek mulai dari RS Sumber Waras, bus Transjakarta asal China, hingga reklamasi. Buku Marwan Batubara cukup mengurai hal dugaan korupsi Ahok. Kesimpulannya dengan track record buruk soal korupsi tak pantas Ahok memegang jabatan penting BUMN. Petinggi alumni 212 juga teriak atas “ketidaksucian” Ahok yang “alumni Lapas” untuk kasus penodaan agama. Tidak layak Ahok yang telah menyakiti umat Islam diberi jabatan strategis. Ahok akan jadi sasaran aksi baru umat. Reuni 212 yang selalu berulang akan menemukan isu “lama” soal Ahok ini. Gelindingan bisa saja membesar dan memfokus. Dan, ini akan mengarah ke Presiden Joko Widodo yang telah memberi kepercayaan pada Ahok. Tentu dengan dua isu besar yang disandang Ahok, yaitu korupsi dan penista agama. Untuk jangka pendek, Ahok akan tetap sebagai “masalah”. Kita teringat ucapan KH Ma’ruf Amin dalam video tentang Ahok yang kini viral. Bahwa Ahok adalah sumber konflik. Nah, Ahok belum steril saat ini, masih sensitif jika dipromosikan pada jabatan jabatan penting. Haruskah Presiden Jokowi memaksakan Ahok untuk memegang jabatan penting di BUMN? Memang sudah bisa dipastikan, masuknya Ahok sebagai calon bos salah satu BUMN adalah hasil rekomendasi dari Presiden Jokowi. Begitu ungkap Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, ditemui di kantor Kementerian BUMN, Rabu (13/11/2019). “Yang pasti setiap posisi yang vital untuk BUMN kita harus koordinasi dengan Pak Jokowi. Tidak mungkin enggak karena BUMN yang mempengaruhi banyak menyangkut kehidupan pasti kita konsultasi dengan Pak Jokowi,” ujar Arya. Diakuinya, banyak yang mengapresiasi langkah pemerintah menarik Ahok masuk menjadi bos BUMN. Karena Ahok dinilai sosok yang tegas, meski pernah tersandung kasus hukum dan dipenjara. “Harapan kita memang Pak Ahok bisa bergabung bersama kita di salah satu BUMN, jadi kita memang mengharapkan Pak Ahok bersedia juga untuk bergabung di salah satu BUMN kita,” tambah Arya. Namun Arya belum bisa memastikan BUMN mana yang akan ditempati oleh Ahok. Yang pasti BUMN tersebut adalah BUMN yang sifatnya strategis, dalam arti berperan penting dalam perekonomian dan kenegaraan. Penunjukan Ahok sebagai bos BUMN ini, ujar Arya, pastinya akan melalui proses di Tim Penilai Akhir (TPA). Sehingga, ini belum berakhir. Artinya, Ahok bisa masuk atau gagal, masih tergantung dari TPA, kecuali dia “sakti”. Apalagi, kalau sudah ada “rekom” dari Presiden Jokowi, itu jelas “harga mati”, sulit ditolak! Pertanyaannya, “mengapa harus Ahok?” Sudah tidak adakah di seluruh Indonesia ini sosok pejabat yang lebih bersih dan lebih cerdas dari Ahok? Balas Dendam Ahok? Semangatnya Ahok untuk menerima “tawaran” jabatan dari Menteri Erick Thohir menduduki posisi Direksi atau Komisaris di sebuah BUMN tersebut justru akan memicu kontroversi di kalangan umat Islam yang pernah “disakiti” Ahok. Bahkan, saat Ahok berhasil “lolos” dari sejumlah kasus korupsi yang diduga melibatkan dia ketika menjabat Wakil Gubernur maupun Gubernur DKI Jakarta pun nyaris tidak tersentuh hukum sama sekali, kecuali terkait penistaan agama (Islam). Hingga membuat Ketua MUI KH Ma’ruf Amin geram dan mengeluarkan fatwa MUI terkait penistaan agama yang ditujukan kepada Ahok. Setelah dilakukan demo besar-besaran melalui Gerakan Nasional Penyelamat Fatwa MUI, Ahok akhirnya diadili. Ahok divonis 2 tahun penjara oleh majelis hakim PN Jakarta Utara karena terbukti bersalah melakukan penodaan agama atas pernyataan soal Surat Al-Maidah 51 saat berkunjung ke Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta. Ahok mulai menjalani hukuman penjara pada 9 Mei 2017 setelah putusan majelis hakim di PN Jakarta Utara. Ahok bebas pada Kamis, 24 Januari 2019. Ahok keluar dari Rutan Mako Brimob setelah menjalani masa pidana penjara selama 1 tahun 8 bulan 15 hari. Mengenai hal ini, mantan Ketua DPR RI Marzuki Alie mengatakan bahwa sebaiknya kasus hukum dugaan korupsi yang menyeret nama Ahok diselesaikan terlebih dulu. Karena track record dalam menentukan pemimpin BUMN harus menjadi pertimbangan utama. “Jangan menjadi preseden buruk, karena kondisi BUMN yang sudah banyak terpuruk karena fraud. PT Jiwasraya yang diam-diam, sudah defisit puluhan T (triliun),” kata Marzuki lewat Twitternya, dikutip Rabu, 13 November 2019. Dilansir VIVA, Kamis (14/11/2019 | 06:00 WIB), menurut Marzuki, hal tersebut berdasarkan temuan BPK RI. Tapi, kasus ini masih menggantung dan belum diselesaikan. Selama belum diselesaikan, maka kasus itu tidak selesai. “Ini enggak baik, seolah ada diskriminasi. Dulu di PTSB hanya Rp 94 juta antar BUMN, kasusnya dijadikan kasus pidana. Itu temuan BPK yang bisa diselesaikan karena sama-sama BUMN,” ujarnya. Ia mengatakan, temuan BPK itu persoalan legal, maka apa pun wajib diselesaikan temuan itu. Menurut Marzuki, harusnya tidak perlu takut apabila tidak bersalah. Sebab, ini temuan BPK dan kerugian negaranya jelas. “Selama belum diselesaikan, maka kasus itu tidak selesai. BPK itu lembaga, temuannya masih nyangkut di Pemprov DKI, itu harus diselesaikan. Apapun wajib diselesaikan, kalau tidak bersalah gak usah takut dan gak usah baper,” ungkap Marzuki. “BTP itu teman saya, satu daerah, maju gubernur juga karena motivasi dari cerita saya,” lanjutnya. Jika Menteri Erick Thohir tetap ngotot ingin menempatkan Ahok menjadi pimpinan di salah satu BUMN, sebaiknya Ahok ditugaskan untuk benahi BUMN dengan masalah utang yang hingga Desember 2918 terbilang cukup tinggi. Seperti diungkap Dewan Pembina Gapasda dan Iperindo, Bambang Haryo Soekartono, saat berbincang dengan awak media, Rabu (23/10/2019) mengungkapkan, sebelum mewujudkan permintaan Presiden Jokowi soal rencana ekspansi ke luar negeri. Salah satu masalah yang membuat BUMN Indonesia sulit untuk melakukan ekspansi karena terbebani oleh utang. Hingga Desember 2018 lalu, setidaknya ada 10 BUMN dengan utang terbesar, antara lain BRI menanggung utang Rp 1.008 triliun; Bank Mandiri utang Rp 997 triliun, BNI utang Rp 660 triliun, PLN utang Rp 543 triliun, Pertamina utang Rp 522 triliun, BTN utang Rp 249 triliun, Taspen utang Rp 222 triliun, Waskita Karya utang Rp 102 triliun; Telekomunikasi Indonesia utang Rp 99 triliun, dan Pupuk Indonesia utang Rp 76 triliun. Rasio utang perusahaan rata-rata sudah di atas separuh aset yang dimiliki masing-masing perusahaan pelat merah tersebut. Bahkan ada yang rasionya sudah mendekati aset yang dimiliki, seperti BRI dengan aset Rp 1.179 triliun. Artinya, dengan utang yang ditanggung berbanding aset dimiliki, perusahaan bisa dipailitkan. “Bisa dikatakan 10 BUMN ini terancam bangkut. Sebab kalau asetnya dijual semua habis untuk membayar utang,” ujarnya. *** Penulis wartawan senior.

Wow, Umat Islam Dikepung Habis

By Asyari Usman Jakarta, FNN - Tidak ada keraguan bahwa terminologi “radikalisme” itu 99.99% ditujukan kepada umat Islam. Sulit untuk berkilah atau memoles penjelasan bahwa label negatif itu bukan untuk orang Islam saja. Hanya ada ruang 0.1% untuk mengatakan bahwa sebutan itu ditujukan ke semua orang. Kenapa? Karena kejadian empirisnya seperti itu. Sosialisasi istilah radikalisme, sejak awal, diasosiasikan dengan umat Islam. Ini fakta historis. Sama dengan Orde Baru, Golkar, Repelita, dlsb. Semua ini secara otomatis tersambung ke Presiden Suharto. Anda sebut Orde Baru, maka asosiasi yang muncul adalah Suharto. Begitu juga Golkar. Kata “radikalisme” mengalami proses yang sama. Para petinggi keamanan, politisi, pengamat, media massa, dan komponen-komponen lainnya menyematkan kata itu ke setiap peristiwa buruk yang melibatkan orang Islam. Setelah berulang-ulang dikaitkan dengan umat Islam, labelisasi itu menjadi solid. Sehingga, akan terasa aneh kalau “radikalisme” Anda katakan tidak terkait dengan umat Islam. Sama anehnya dengan argumentasi bahwa Orde Baru atau Golkar tidak terkait dengan Suharto. Mudah-mudahan cukup jelas mengapa “radikalisme” menjadi identik dengan umat Islam. Hari ini, umat Islam sedang dikepung habis. Atas nama pencegahan radikalisme. Sekarang, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sudah meluncurkan situs (website) khusus untuk melaporkan ASN yang dianggap terpapar radikalisme. Tak tanggung-tanggung. Instansi yang dipimpin oleh Menteri Johnny G Plate itu bekerja sama dengan 10 kementerian lain. Tujuannya jelas. Untuk menjaring para pegawai negeri yang menunjukkan ciri-ciri dan perilaku radikal. Siapakah yang akan disasar lewat situs pelaporan itu? Ya, itu tadi. ASN yang dianggap terpapar radikalisme. Seperti dijelaskan di atas, radikalisme itu identik dengan orang Islam. Artinya, yang hendak dikejar situs pelaporan itu hampir pasti ASN muslim. Barangkali Anda akan bertanya: mengapa diyakini situs pelaporan radikalisme itu ditujukan kepada ASN muslim? Jawabannya, apakah Anda yakin situs pelaporan radikalisme itu ditujukan juga kepada para ASN yang bukan muslim? Atau, lebih spesifik lagi: apakah cadar, celana cingkrang, jilbab, janggut, dll, adalah isu-isu yang terkait dengan orang non-muslim? Jadi, sangat repot menolak kesimpulan bahwa semua kebijakan dan tindakan antiradikalisme pasti diarahkan kepada kaum muslimin. Memang, pihak yang berkuasa akan berusaha sekuat tenaga menjelaskan bahwa penangkalan atau pembasmian radikalisme bukan bersubjekkan orang Islam saja. Tetapi, nalar sehat tak bisa dikelabui. Semua pengalaman menunjukkan bahwa apa saja tentang radikalisme, pasti dikaitkan dengan orang Islam.. Kita lanjutkan. Tidak hanya situs pelaporan ASN radikal yang diciptakan oleh para penguasa. Proses rekrutmen CPNS (calon pegawai negeri sipil) akan dibuat esktra-ketat. Para calon akan ditelusuri secara digital. Untuk mencari akun-akun media sosial milik mereka. Tujuannya ialah untuk mengetahui apakah mereka pernah mengunggah bahan-bahan yang mereka anggap radikalisme atau tidak. Apakah pelaporan ASN radikal dan pemantauan akun-akun medsos CPNS saja yang dilakukan penguasa? Tidak. Ada sejumlah tindakan lain yang diarahkan ke umat Islam. Misalnya, Kementerian Agama akan menghapus materi tentang perang jihad dari buku sejarah Islam. Kemudian, masjid-masjid yang ada di lingkungan berbagai kantor pemerintahan dan BUMN diawasi oleh lembaga-lembaga keamanan. Seperti diketahui, Badan Intelijen Negara (BIN) menyimpulkan ada 41 dari 100 masjid di Jakarta yang terpapar radikalisme. Sebanyak 11 masjid di kantor pemerintahan, 11 di komplek lembaga, dan 21 di kantor-kantor BUMN. Seterusnya, ketika Nadiem Makarim diangkat menjadi Mendikbud, seorang netizen meminta kepada menteri milenial ini agar masjid yang ada di sekolah-sekolah segera dibongkar. Ada pula rencana penguasa untuk merombak konten ratusan buku. Kementerian Agama akan mengubah isi 155 buku pelajaran agama. Yaitu, yang dipakai mulai dari kelas 1 SD sampai kelas 12 SMA. Materi tentang khilafah akan ditinjau. Bisa dibaca sasarannya: yaitu memutus semua hubungan umat Islam dengan terminologi “khilafah”. Boleh jadi penelitian akademis dan tinjauan ilmiah pun akan dilarang. Nah, bagaimana Anda menafsirkan langkah-langkah yang tertata rapi (coordinated) dan serentak (concerted) ini? Bagi saya, semua itu menunjukkan betapa banyaknya orang yang ingin melihat umat Islam dikepung. Didemonisasikan. Dilabel dengan aneka sebutan negatif. Dan ini dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Tentu tak perlu bersedih. Apalagi marah-marah. Umat sudah terbiasa ditindas dan dipojokkan. Sudah sangat lumrah menjadi tertuduh. Dari presiden ke presiden, umat Islam sudah lumrah dengan posisi “under-sieged”. Dikepung habis. Cuma, mereka salah kalkulasi. Dengan segala upaya pengepungan itu, umat tidak akan menjadi “besieged mentality”. Tidak akan pernah bermental terkepung. Sebaliknya, umat semakin bergairah dan lincah. Dalam dakwah dan perjuangan politik.[] 18 November 2019 Penulis adalah wartawan senior.