Babi Ngepet Tidak Lebih Berbahaya Daripada Bank Ngepet
BEBERAPA bulan lalu masyarakat di Bedahan, Depok, Jawa Barat dihebohkan oleh penangkapan Babi Ngepet oleh warga setempat. Penangkapan ini membuat masyarakat sedikit lega karena akhir-akhir ini banyak uang yang hilang di rumahnya. Masyarakat meyakini Babi Ngepet pelakunya.
Dalam kepercayaan sebagian masyarakat kita, Babi Ngepet adalah babi jadi- jadian yang merupakan penjelmaan dari manusia. Tugasnya menyedot duit masyarakat yang disimpan di rumah. Tandanya, jika ada babi hutan berkeliaran di got depan rumah, masyarakat meyakini itu babi ngepet yang sedang menyedot duit penghuni rumah tersebut. Pemilik rumah baru tahu duitnya tersedot setelah babi siluman itu menghilang.
Belakangan cerita Babi Ngepet di Depok ternyata prank belaka setelah seorang warga mengaku sebagai perekayasa. Polisi pun ikut menjadi korban prank babi ngepet dengan membuat press realease peristiwa yang menghebohkan tersebut. Pelaku prank bernama Adam Ibrahim.
Babi ia beli dari toko online seharga 900 ribu untuk kemudian dibuat cerita seakan-akan benar adanya. Skenario ia susun, aksi dimulai dan publik percaya, bahkan polisi. Masyarakat pun berduyun-duyun. Perekayasa mengaku menangkap babi tersebut dengan ritual tertentu. Setelah ditangkap babi dibunuh lalu dikubur layaknya manusia dengan dibungkus kain kafan.
Kuburan babi menjadi perhatian masyarakat luas dan membludak. Ada nilai bisnis di sini, yakni lahan parkir dan tiket masuk kuburan babi. Ini salah satu motif Adam Ibrahim membuat episode Babi Ngepet. Belakangan setelah Adam Ibrahim ditangkap polisi, cerita tentang Babi Ngepet di Depok menghilang.
Meski cerita Babi Ngepet mereda, namun mitos tentang binatang haram itu tidak pernah sirna. Apalagi mitos ini pernah dibikin film layar lebar tahun 1980-an. Babi Ngepet merupakan varian lain dari cara memupuk harta dengan bantuan setan, seperti pelihara tuyul dan bulus putih.
Babi Ngepet di era digital lebih parah lagi, namanya Bank Ngepet. Bank bisa menyedot duit nasabah, bahkan sampai tiris habis. Jika Babi Ngepet melakukan aksinya secara sporadis dan acak, sedangkan Bank Ngepet menyedot duit rakyat secara sistematis, rutin, dan berkala.
Bank Ngepet dilakukan oleh bank pelat merah yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) antara lain Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BRI, dan Bank BTN. Mereka pada 1 Juni 2021 berencana menerapkan biaya baru bagi para nasabahnya. Cek saldo dikenakan 2500, sedangkan tarik tunai dikenakan 5000. Bayangkan jika dalam sebulan melakukan cek saldo 10 kali maka duit akan tersedot 25.000. Demikian juga jika dalam sebulan nasabah melakukan tarik tunai 20 kali, maka dalam sebulan 100.000. Ini jelas telah menciptakan beban baru bagi semua nasabah di tengah pandemi Covid-19.
Di samping biaya cek saldo dan tarik tunai masih ada pungutan lain atas nama biaya admin saat melakukan transaksi seperti, bayar listrik 3500, bayar air 3500, bayar gas 3500, bayar telefon/internet 3500, cicilan rumah 3500, cicilan motor 3500, dan cicilan lainnya. Biaya ini tidak termasuk biaya admin bulanan sebesar 12.000.
Jika nasabah melakuan transaksi di mall sebanyak 4 kali sebulan maka biaya bank mencapai 14.000. Jika nasabah berbelanja di Alfamart atau Indomaret sebanyak 10 kali sebulan, maka duit yang tersedot mencapai 35.000.
Belum lagi besarnya biaya transfer lintas bank pelat merah ke bank swasta atau sebaliknya. Jadi, bisa dihitung berapa uang masyarakat yang disedot bank tiap bulan.
Praktek Bank Ngepet oleh bank milik negara mendapatkan penolakan dari berbagai pihak. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritik keras adanya rencana perubahan biaya layanan transaksi di ATM bank BUMN. Ketua YLKI Tulus Abadi meminta penerapan biaya administrasi ini harus segera ditolak.
Para konsumen dijadikan 'sapi perah' atau sumber pendapatan di tengah kondisi sulit pandemi Covid-19. Tidak elok dan tidak kreatif menjadikan biaya admin Bank termasuk cek saldo sebagai sumber pendapatan. Ini tidak pantas.
Penolakan juga datang dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef). Indef meminta agar Himbara lebih kreatif cari pendapatan berbasis fee, jangan hanya bermain di layanan ATM. Seharusnya tidak perlu memberikan beban tambahan ke nasabahnya dalam bertransaksi di ATM Link.
Ia menyebut, arah pengembangan sistem pembayaran ke depan, khususnya perbankan dituntut untuk memberikan efisiensi, sehingga biaya bisa ditekan dan ujungnya nasabah diuntungkan.
Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad menilai keputusan bank Himbara menarik biaya cek saldo, dan tarik tunai bagi nasabahnya akan memberikan dampak ekonomi biaya tinggi dan beban baru bagi nasabah.
Tampaknya petinggi bank milik negara tak mau kalah dengan Adam Ibrahim si perekayasa Babi Ngepet dan tukang parkir liar yang memungut parkiran di setiap gerai ATM. Aneh, duit-duit sendiri, saat diambil harus membayar kepada orang yang berodal sempritan.
Jika seseorang cuma punya sisa uang di 150 ribu, lalu dia cek saldo di ATM, maka ia akan terkena biaya cek saldo. Uangnya tidak bisa diambil lantaran berada di batas minimal syarat bank tersebut. Kelak, uang itu akan dilahap habis oleh bank setiap bulan dengan dalih biaya administrasi bulanan.
Ekonomi kreatif bukan memungut dan memeras uang rakyat. Ciptakan pekerjaan baru, beri rangsangan positif dan fasilitas lain yang mempermudah UMKM tumbuh berkembang.
Sangat ironis. Pengusaha besar banyak diberi kemudahan fasilitas seperti tax holiday. Pengemplang pajak juga diberi ampunan dengan tax amnesty. Sementara rakyat kecil terus dipantau kepemilikannya, diintip tabungannya dan disedot hartanya.
Ada saja ide untuk memeras duit rakyat mulai dari cek saldo, kotak amal musholla, hingga penarikan zakat. Belum lagi pajak penjualan, pajak penghasilan, dan pajak sabun mandi serta pajak pembelian alat-alat rumah tangga lainnya. Tak ada celah bagi masyarakat untuk menghindari auto-sedot ala Babi Ngepet.
Semoga kebijakan ini tak hanya ditunda tetapi dibatalkan selamanya. (sws)