Balada Rezim Penakut

SESUNGGUHNYA rakyat harus iba dan kasihan terhadap rezim dan gerombolannya. Mereka tak pernah sepi dari rasa takut. Entah bayangan apa yang menggelayut di matanya. Kelihatannya rasa takutnya sudah akut sehingga kadang mereka takut pada ulahnya sendiri.

Jejak ketakutan mereka terekam dengan jelas. Setelah mereka takut terhadap medsos (media sosial) dan ceramah agama, mereka kini takut pada gambar, coretan, dan tulisan alias mural.

Bukan mereka tidak berdaya melawan rasa takut. Sebenarnya mereka sangat perkasa dan kuasa. Bahkan kekuasaannya mendekati absolut.

Ketakutan terhadap medsos mereka tamengi dengan UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) . Tak puas dengan UU, mereka bendung dengan SE (Surat Edaran) Kapolri tentang Hate Speech. Siapa pun yang ngomong - meski lewat medsos - yang isinya tidak membuat penguasa senang, langsung dipolisikan dan dikandangi. Mereka peralat buzzer untuk memelototi rakyat yang kritis. Mereka eksploitasi buzzer untuk mengawasi setiap kata yang keluar dari mulut rakyat.

Kadang-kadang buzzer memancing mancing rakyat biar bisa emosi dan marah. Kalau sudah marah, mereka tinggal lapor polisi lalu diciduk dan dipenjara. Namun, jika buzzer yang melanggar, polisi menjadi buta dan tuli. Perangkap mereka canggih sekaligus kurang ajar. Jiancuk tenan, kata Arek Suroboyo.

Terhadap Islam mereka juga takut berlebihan. Mereka takut melihat jenggot, celana cingkrang dan ceramah agama. Mereka juga Parkinson melihat solidaritas dan soliditas umat Islam. Meski takut, mereka tak akan lari. Mereka intip dari bilik-bilik kekuasaan. Mereka melawan dengan segala kemampuan menggunakan tangan binaan.

Perangkat hukum mereka pakai untuk bemper rasa takut. HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) dibubarkan, FPI (Front Pembela Islam) diluluh-lantakkan. Ceramah agama dimata-matai dan kajiannya diintimidasi.

Padahal, sejak 14 abad yang lalu ceramah agama ya seperti itu. Ada yang teriak-teriak sambil mengacungkan jari, ada yang gebrak meja, dan banyak yang lembut bersahaja. Tetapi, mereka sebatas ceramah. Tidak ada yang berubah baik isi ceramah maupun cara penyampaiannya.

Mengapa tiba-tiba sang Rezim Petugas Partai alergi terhadap Islam. Bahkan semua yang berbau Islam seakan akan harus salah dan layak dibenci?

Dulu mereka juga takut pada kaos dan baliho.Takut pula pada gambar Habib Rizieq. Fotonya diinjak dan dibakar dengan penuh kebencian. Belum lama ini sang pembakar sudah game over.

Dia adalah Budi Djarot, yang kuburannya viral karena sempat amblas. Entah karena apa?

Kini ketakutan rezim makin parah, mendekati stadium 4. Mereka tidak kuasa menatap mural anak-anak muda yang sedang berkreasi dengan tulisan kritis dan kreatif.

Padahal, mural hanyalah saluran belaka, setelah tidak ada lagi tempat mengadu. Wakil rakyat tidak mungkin mendengarkan suara hati rakyat karena mereka sudah senyawa dengan rezim.

Apa yang tertulis di tembok- tembok jalanan itu sesungguhnya suasana batin rakyat. Lihat saja bagaimana mereka secara lugas menyampaikan perasaan batin mereka. "Yang bisa dipercaya dari TV Cuma Adzan", "Kami Lapar Tuhan", "Jangan takut tuan-tuan, ini cuma street art."

Begitu takutnya dengan grafiti itu, sehingga membuat rezim langsung perintahkan aparat menghapusnya. Sebelumnya, mural di sejumlah daerah dihapus oleh aparat.

Misalnya, mural yang menggambarkan wajah mirip Presiden Joko Widodo dengan tulisan "404: Not Found", di Batuceper, Kota Tangerang, Banten.

Ada juga mural bertuliskan 'WABAH SESUNGGUHNYA ADALAH KELAPARAN' yang terletak di Parung Serab, Ciledug, Kota Tangerang.

Rezim mestinya takut jika rakyatnya tidak bisa makan, bukan takut pada bayangannya sendiri. Mereka mestinya takut menumpuk utang dan menyelewengkan anggaran. Mereka seharusnya takut memfitnah dan mengadu-domba umat Islam. Tampaknya mereka tidak takut ditawur rakyatnya sendiri.

Mereka kini sedang takut kelakuannya sendiri, takut terbongkar kebobrokannya, dan keculasannya. Mereka tidak pernah memikirkan rakyat bagaimana setiap hari dihantui ketakutan masa depan yang suram, PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) setiap saat, dan tidak bisa makan. Yang dipikirkan hanya ketakutan mereka sendiri. Semoga ketakutan mereka menjadi kenyataan.

895

Related Post