Dulu BUMN Sapi Perahan Pejabat Kini Jadi Perasan Relawan Jokowi

PEMBERITAAN tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak ada henti-hentinya belakangan ini. Tidak hanya kabar tentang untung dan rugi, tetapi menyangkut pengangkatan direksi dan komisaris yang syarat nepotisme.

Tidak hanya pemberitaan karena banyak karyawannya dituding radikal, dan tidak Pancasilais, karena rajin beribadah, terutama karyawan Islam yang setiap solat wajib berusaha ke masjid dan berjamaah, tetapi juga pemberitaan miring lainnya. Harap maklum, masjid di sejumlah kantor BUMN sangat indah dan sejuk karena pendingin udara (AC) yang bagus. Hal itu bisa kita jumpai terutama di kantor-kantor BUMN yang ada di Jakarta, dan di beberapa daerah. Hampir dipastikan, jika solat Zuhur, solat Ashar dan solat Jum'at, masjid-masjid BUMN penuh jemaah, baik karyawan perusahaan plat merah itu, maupun dari luar.

Masalah BUMN tidak pernah sepi dari pemberitaan. Menjelang bulan Ramadhan 1422 Hijriyah yang baru lewat, ada direksi PT Pelni melarang kajian Ramadhan karena penceramahnya dituding radikal. Pihak Pelindo 2 sudah membantah larangan itu tidak ada kaitan dengan isu radikal. Yang jelas, salah seorang karyawan Pelni yang menjadi pengurus pengajian menjadi korban. Sedangkan yang mengeluarkan larangan aman, karena pendukung Joko Widodo atau Jokowi.

Nah, masih berita menarik lainnya. Komisaris Independen PT Waskita Karya (Persero) Tbk berisial M dituding telah menelantarkan anak dari hasil pernikahan siri. Belakangan, komisaris berinisial M itu adalah Profesor Muradi.

Namun, kasusnya hilang bak ditelan bumi. Pengacaranya membantah tuduhan yang dialamatkan kepada profesor yang juga guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (Fisip Unpad), Bandung.

Kasusnya tenggelam. Sang profesor tetap aman jadi konisaris independen karena pendukung Jokowi.

Belakangan, berita miring tentang BUMN ramai lagi. Hal itu tidak lain karena pengangkatan Abdi Negara Nurdin alias Abdee 'Slank' menjadi Komisaris PT Telkom (Persero) Tbk. Pengangkatannya disorot karena sebagai musisi tidak memiliki kelayakan dan kapabilitas menjadi komisaris emiten berkode TLKM itu.

Akan tetapi, dibalik kritik dan bahkan hujatan terhadap pengangkatannya itu, masyarakat maklum, ia diangkat karena pendukung Jokowi. Pokoknya, kalau mau menjadi direksi dan komisaris BUMN harus menjadi pendukung Jokowi.

Direksi dan komisaris BUMN yang benar-benar independen sudah tergerus oleh pendatang baru yang lebih layak di mata pemerintah, yaitu relawan dan pendukung Jokowi. Bahkan, beberapa orang BuzzerRp alias pembela atau pendengung Jokowi juga ada yang masuk menjadi komisaris dan direksi BUMN.

Tidak heran juga meme olok-olokan dialamatkan kepada BuzzerRp Deny Siregar, Abu Janda, Dewi Tanjung, dan lainnya tentang jatah menjadi komisaris atau direksi BUMN. Dalam foto yang beredar, para BuzzerRp itu digambarkan sebagai sosok yang sedang antre menunggu panggilan dan pengangkatan menjadi petinggi di sejumlah perusahaan negara yang masih lowong/kosong.

Sangat disayangkan, komisaris dan direksi BUMN diisi oleh orang yang hanya menjadi pendukung, relawan Jokowi, dan Buzzer Rp. Pengangkatan itu sangat jauh lebih buruk jika dibandingkan di masa Orde Baru. Sejatinya, reformasi yang digulirkan juga harus melepaskan BUMN dari tangan-tangan jahil para relawan, pendukung dan BuzzerRp.

Oleh karena itu, menarik dikutip pernyataan politikus PDI-P, Adian Napitupulu yang menyebutkan, 6.200 direksi dan komisaris di BUMN merupakan orang-orang titipan. Dia menyebutkan titipan karena melihat selama ini proses rekrutmen terkesan tertutup.

Artinya, angka 6.200 itu mencakup seluruh BUMN. Titipan yang dimaksud termasuk relawan.dan pendukung Jokowi. Termasuk BuzzerRp. Kita tidak tahu berapa persen dari 6.200 itu yang berasal dari pendukung Jokowi secara terang-terangan atau samar-samar. Sulit juga dihitung berapa yang berasal dari relawan Jokowi. Akan tetapi, sederet nama sudah muncul di media massa.

"Titipan-titipan itu konsekuensi dari tidak adanya sistem rekrutmen yang transparan?,” ujar Adian kepada Kompas.com, Sabtu (25/7/2020).

Proses rekrutmen yang transparan sangat penting dilakukan untuk jabatan direksi dan komisaris di perusahaan pelat merah itu.

Sebab, gaji yang dikeluarkan untuk dua jabatan tersebut berasal dari perusahaan milik negara.

“Lucu dan aneh bagi saya kalau Negara mengeluarkan Rp 3,7 triliun setiap tahun untuk 6.200 orang yang rakyat tidak tahu bagaimana cara rekrutmennya dan dari mana asal usulnya,” kata Adian.

Betul apa yang dikatakan Adian itu. Tidak hanya lucu dan aneh, tetapi juga.membingungkan rakyat. Apalagi, uang yang mereka terima Rp 3,7 triliun (angka 2020).

Bisa jadi sekarang angkanya mendekati Rp 4 triliun. Angka itu baru berupa gaji, tunjangan, dan tantiem. Nah, jika ditambah dengan biaya perjalanan dinas, tentu angkanya sulit diperoleh. Belum.lagi fasilitas lain, termasuk mobil mewah.

Nah, karena angka gaji dan tantiem serta fasilitas lain yang diperoleh sangat fantastis dan menggiurkan, maka para relawan, pendukung Jokowi berlomba-lomba mengajukan lamaran. Prosesnya pengangkatannya cepat, dan tidak transparan. Tiba-tiba saja si A, si B, si C dan seterusnya diumumkan menjadi anggota direksi dan komisaris PT. Nganu.

Ya, beginilah BUMN di negara Pancasila tercinta ini. Bagi yang ingin mendapatkan kursi, silahkan merapat. Dengan catatan, relawan dan pendukung Jokowi.

Aji mumpung saja. BUMN sekarang sudah berubah jargon. Jika sebelumnya, terutama di masa Orba BUMN itu menjadi sapi perahan pejabat, sekarang berubah menjadi tempat pemerasan relawan Jokowi. **

717

Related Post