HRS Dijadikan Tersangka: Polisi Panik dan “Kehabisan Bahan”

by Asyari Usman

Medan FNN - Kamis (10/12). Hari ini tadi (10/12/2020), Polda Metro Jaya menetapkan Habib Rizieq Syihab (HRS) dan sejumlah petinggi FPI lainnya sebagai tersangka pelanggaran protokol Covid-19. Yaitu, menciptakan kerumunan di Petamburan.

Penetapan status tersangka ini, kata Polisi, dilakukan setelah dilaksanakan gelar perkara pada 8 Desember 2020. Seperti diketahui, pada 7 Desember dinihari terjadi insiden penembakan mati 6 laskar FPI oleh polisi yang melakukan penguntitan terhadap HRS di jalan tol Cikampek.

Apa yang bisa terbaca dari tindakan Polisi menjadikan HRS sebagai tersangka? Ada beberapa hal yang dapat dicatat.

Pertama, Polisi dilanda kepanikan setelah mereka menembak mati 6 laskar FPI. Sekian banyak komponen sosial-politik menuntut agar dibentuk Tim Pencari Fakta (TPF) independen untuk mengusut penembakan yang sangat mungkin masuk kategori pelanggaran HAM berat itu. Para pelakunya akan diadili di pengadilan HAM. Bukan pengadilan biasa.

Kedua, ada kecenderungan publik tidak percaya pada penjelasan pihak kepolisian mengenai kronologi insiden penembakan mati keenam laskar itu. Masyarakat menilai banyak kejanggalan di dalam peristiwa penembakan itu. Polisi mengatakan ada tembak-menembak antara keenam laskar dan polisi. Tetapi, sejumlah saksi mata yang memberikan penjelasan kepada sejumlah wartawan yang melakukan investigas di TKP mengatakan mereka tidak mendengar tembak-menembak.

Ketiga, setelah tersudut oleh insiden penembakan itu, Polisi tidak punya pilihan lain. Mereka harus menurunkan kartu berikutnya. Kartu yang taruhannya lebih tinggi. HRS ditersangkakan. Dengan begitu, mereka akan memiliki dasar untuk melakukan penangkapan terhadap HRS. Dan, Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran sangat menekankan tindakan penangkapan itu.

Keempat, dengan menjadikan HRS sebagai tersangka, Polisi berharap mereka bisa kembali di atas angin. Dalam arti, publik akan heboh membahas status HRS sebagai tersanngka. Sehingga, tuntutan publik agar dibentuk TPF independen untuk mengusut tuntas penembakan mati 6 laskar FPI bisa kendor. Ibarat permainan catur, Polisi ingin lepas dari skak mat publik yang sangat memojokkan.

Kelima, dan ini yang perlu dicermati dengan saksama, ialah bahwa proses penangkapan HRS nanti –jika menjadi kenyataan— sangat mungkin bergulir menjadi kerusuhan besar. Situasi yang rusuh tentu bisa memunculkan banyak probabilitas. Kerusuhan bisa dijadikan alasan oleh Polisi untuk “bertindak tegas”. Tindakan tegas itu bisa macam-macam bentuknya. Termasuk menggunakan “last resort” alias “cara terakhir”. Kalau sampai pada “last resort”, ini pun bisa sangat bebas penjabarannya.

Karena itu, kartu tersangka yang diturunkan Kepolisian untuk HRS dan jajaran pimpinan FPI bisa menjadi sangat kontraproduktif. Publik yang menonton malah semakin yakin bahwa Polisi sedang “kehabisan bahan”. Orang seberang bilang, “losing the argument”.[]


(Penulis wartawan senior FNN.co.id)

1901

Related Post