Jangan Paksakan Puan Maharani (Calon) Presiden!

By Mochamad Toha

Surabaya, FNN - Puan Maharani, putri Megawati Soekarnoputri yang menjabat Ketua DPR RI itu, bakal bersaing dengan Ganjar Pranowo yang masih menjabat Gubernur Jawa Tengah, untuk mendapatkan tiket maju sebagai Calon Presiden 2024 mendatang.

Persaingan kedua kader PDIP itu tampak ketika Ganjar tak diundang untuk acara penting partai yang berlangsung di Semarang, 22 Mei 2021 lalu. Padahal, acara itu sangat penting. Yaitu, pengarahan soliditas kader internal PDIP.

Dihadiri oleh seluruh kepala daerah asal PDIP se-Jateng. Sangat tidak masuk akal jika Ganjar tidak diperlukan hadir. Ganjar malah pergi menemui Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri di Jakarta saat Puan mengarahkan elit PDIP di Semarang.

Apakah yang dilakukan Puan itu sebagai upaya membendung Ganjar yang namanya semakin populer kader PDIP yang layak maju Pilpres 2024? Mengapa Ketum PDIP itu menerima Ganjar di Jakarta hanya untuk menyerahkan lukisan?

Meski Ketua DPD PDIP Jateng Bambang Wuryanto mengatakan, Ganjar sudah kelewatan, terlalu maju, dan sok pintar, hal itu bukan berarti Ganjar benar-benar mau “disingkirkan”. Jika mau disingkirkan, Megawati tidak akan menemuinya.

Bambang mengatakan semua ini terkait pencapresan 2024. Dalam berbagai survei, Ganjar memang dipandang prospektif untuk ikut pilpres. Dia sangat agresif. Dia tunjukkan ambisi pilpres 2024 melalui medsos dan menjadi host di YouTube.

Sebaliknya, elektabilitas Puan nyaris tak tampak. Padahal, Megawati menginginkan dia maju bersama Prabowo Subianto sebagai pasangan capres atau cawapres. Popularitas Ganjar dirasakan mengancam Puan. Makanya, Megawati harus hentikan Ganjar!

Menghentikan langkah Ganjar justru bisa merugikan PDIP sendiri! Pasalnya, prestasi Puan nyaris tak ada sama sekali, meski pernah menjabat Menteri dan kini Ketua DPR RI. Tidak ada pengalaman politik dan prestasi yang sangat menonjol!

Tinggal kita lihat saja bagaimana perkembangan selanjutnya. Bagi Megawati dan PDIP sangatlah mudah sekali menyingkirkan Ganjar. Tinggal “perintahkan” KPK agar mengusut aliran dana proyek e-KTP senilai US$ 500 ribu ke kantong Ganjar..

Seperti dilansir Tempo.co, Kamis (8 Februari 2018 16:20 WIB), Setya Novanto dalam sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta menyebut mantan koleganya di DPR RI, Ganjar Pranowo, turut menerima aliran dana proyek e-KTP.

Menurutnya, informasi bahwa Ganjar menerima duit e-KTP US$ 500 ribu didapatnya dari mantan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Golkar, Mustokoweni Murdi; politikus Hanura Miryam S. Haryani; dan terpidana e-KTP, Andi Agustinus alias Andi Narogong.

“Yang pertama pernah Mustokoweni saat ketemu saya menyampaikan uang dari Andi untuk dibagikan ke DPR dan itu disebut namanya Pak Ganjar,” kata Setnov, saat menjadi terdakwa e-KTP, di Pengadilan Tipikor, Kamis, 8 Februari 2018.

Selain Mustokoweni, Miryam menyampaikan keterangan yang sama. Adanya pemberian duit itu semakin diperkuat dengan pengakuan Andi kepada Setnov. Ia mengaku telah memberikan uang untuk beberapa politikus di Komisi II DPR, termasuk Ganjar.

Untuk itu Setnov ketemu, dia penasaran apakah sudah selesai dari teman-teman. “Pak Ganjar bilang, itu yang tau Pak Chairuman Harahap (Ketua Komisi II DPR saat itu),” ujar Setnov.

Pengakuan Setnov ini menanggapi adanya pertemuan tidak disengaja antara dia dan Ganjar. Dalam kesaksiannya itu, Ganjar mengaku pernah bertemu Setnov di lounge keberangkatan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Denpasar, Bali, pada 2011 atau 2012.

Saat itu, Setnov mengatakan agar Ganjar tak galak-galak sehubungan dengan proyek e-KTP. Namun, Ganjar tak menjelaskan rinci apa maksud pernyataan Setnov. “Dia (Setnov) pernah bilang, 'Ganjar sudah selesai. Jangan galak-galak lah',” kata Ganjar menirukan ucapannya.

Jaksa Penuntut Umum KPK memiliki bukti arsip perjalanan Setnov dan Ganjar. Keduanya memang hendak meninggalkan Denpasar dengan tujuan keberangkatan yang berbeda pada 6 Februari 2011.

Ganjar membantah pernyataan Setnov. Menurutnya, Mustokoweni justru pernah menjanjikan uang, tapi ditolak. Begitu juga dengan Miryam Haryani. “Keterangan Pak Setya Novanto itu tidak benar,” kata Ganjar.

Menghentikan langkah Ganjar dikaitkan dengan kasus e-KTP yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun itu juga sangat beresiko. Pasalnya, Puan juga disebut-sebut kecipratan duit panas proyek e-KTP sebesar US$ 500 ribu.

Setnov mengetahui adanya aliran dana haram uang e-KTP ke Puan Maharani dan bahkan Pramono Anung dari pernyataan dua pengusaha, Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Masagung, saat keduanya berkunjung ke kediaman Setnov.

Hal itu diungkapkan Setnov ketika menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa perkara dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis, 22 Maret 2018. Jika Ganjar diganjal dengan kasus ini, pasti dia akan seret Puan juga.

Bahkan, Pramono Anung juga bakal terseret. Setnov ketika itu menjabat Ketua Fraksi Golkar saat‎ proyek e-KTP berlangsung. Sedangkan Puan, saat itu menjabat Ketua Fraksi PDIP dan Pramono Anung sebagai Wakil Ketua DPR.

Untuk mengganjal Ganjar yang tidak menyentuh Puan, kasus Apel Kebangsaan yang digagas oleh Ganjar Pranowo dan Pemprov Jateng yang pernah menjadi perhatian publik, menjelang Pilpres 2019, bisa dipakai Megawati dan PDIP.

Konon, puluhan pengacara yang tergabung dalam Advokat Bela Keadilan (Abeka) ketika itu akan melaporkan Ganjar ke KPK terkait penggunaan dana apel kebangsaan yang bersumber dari Pemprov Jateng sebesar Rp 18 miliar.

”Kita sudah kumpulkan data, tinggal laporan ke KPK. Tinggal koordinasi apa saja bahan yang sudah dikumpulin, yang jelas banyak,” kata Tim Advokat Bela Keadilan, Listyani, Senin (18/3/2019) ketika itu.

Ia menjelaskan bahwa bukti yang dimiliki berupa daftar pemenang tender acara, kemudian ada daftar undangan dari berbagai instansi di semua daerah.

Apel kebangsaan yang digelar Pemprov Jateng di Simpang Lima, Semarang, diisi dengan orasi kebangsaan dari sejumlah tokoh pejabat hingga ulama. Biaya penyelenggaraan Apel Kebangsaan mencapai Rp 18 miliar.

Menurut Ganjar, anggaran itu sebagian besar digunakan untuk konsumsi, transportasi, dan atribut para pengunjung. Sebab, Ganjar menargetkan Apel Kebangsaan dihadiri sekitar 100 ribu orang.

Apel Kebangsaan bertajuk “Kita Merah Putih” berlangsung pada Minggu, 17 Maret 2019. Namun, acara yang bakal berlangsung selama setengah hari dengan menutup jalan tersebut mendapat kritikan karena alokasi anggarannya dinilai terlalu fantastis.

Berdasarkan data Satuan Kerja (Satker) Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Jateng, nilai pagu anggaran kegiatan itu senilai Rp 18.764.420.000.

Menurut Koordinator Lembaga Advokasi Hukum dan Kebijakan, Omah Publik, Nanang Setyono, anggaran Rp 18,7 miliar terlalu fantastis jika hanya untuk kegiatan pengumpulan masyarakat.

Ia mempertanyakan sumber anggaran 18,7 miliar itu dari mana? Jika bersumber dari APBD murni 2019 yang sudah disahkan pada 2018, lalu bagaimana itu sesungguhnya. “Karena kami lihat, rencana Apel Kebangsaan ini dibuat setelah anggaran APBD disahkan,” ujarnya.

Nanang menyebut, anggaran belasan miliar itu akan lebih bermanfaat jika digunakan untuk program yang lebih real yang manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat luas. “Karena kami melihat dari rundown acara, duit Rp 18,7 miliar itu hanya digunakan untuk ‘anggaran makan, anggaran hiburan, anggaran doorprize’,” celetuk Nanang.

Jika Ganjar “dibidik” dengan kasus Apel Kebangsaan yang menelan biaya Rp 18,7 miliar itu diluncurkan, dapat dipastikan Ganjar bakal terjengkang dan Puan melenggang.

PDIP sadar betul rendahnya kapasitas Puan untuk dicapreskan. Jadi Menko PMK tidak bunyi. Menjadi Ketua DPR juga sunyi. Karena itu, perlu adanya skenario khusus untuk memuluskan rencana pencapresan Puan, Sang Putri Mahkota pada 2024.

DR. Arief Munandar menyebut caranya. Bangun koalisi besar partai-partai. Pastikan hanya ada 2 pasang calon. Satu Puan. Satu lagi calon boneka. Jika rakyat tidak waspada dan segera bergerak, lagi-lagi kedaulatannya akan dirampok!

***

Penulis wartawan senior FNN.co.id

360

Related Post