Kami Bersama Munarman
SAMPAI saat ini apa status mantan Sekretaris Umum .Front Pembela Islam .(Sekum FPI), Munarman belum jelas. Munarman ditangkap oleh pasukan Detasemen Khusus (Densus) Polri, Selasa (27/4).
Pengacara dan keluarga mengaku belum bisa bertemu. Mereka mengaku disodori surat penangkapan saat mencoba menemui Munarman di Polda Metro Jaya. Namun surat tersebut ditolak. Karena tidak sesuai prosedur.
Sejauh ini terdapat dua versi keterangan dari polisi, mengapa mantan Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) itu ditangkap.
Kapolres Jakarta Selatan Kombes Pol Hengki Haryadi mengatakan, penangkapan itu berkaitan dengan tindak pidana terorisme. Sebaliknya Kepala Dinas Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan mengatakan, Munarman belum ditetapkan sebagai tersangka.
Hal itu tentu saja sangat aneh. Seorang warga negara ditangkap tidak dengan status yang jelas.
Tangkap dulu urusan status menyusul kemudian. Sungguh mengkhawatirkan sekaligus menakutkan. Hal itu bisa terjadi di negara yang mengaku menjunjung tinggi hukum, dan menghormati hak konstitusional seorang warga negara.
Lepas dari berbagai kontroversi tadi, sesungguhnya tanda-tanda Munarman menjadi target, sudah terbaca dengan jelas. Sejak beberapa waktu lalu isu kehadiran Munarman dalam bai’at sejumlah anggota FPI di Makassar berhembus kembali cukup kencang.
Polanya juga sangat baku. Isu itu digoreng oleh para buzzer pro pemerintah.
Peristiwa itu terjadi pada tahun 2015. Sudah lama berselang. Kalau memang sudah ada bukti, mengapa Munarman tidak ditangkap sejak dulu.
Peristiwa itu dimunculkan kembali bersamaan dengan proses pengadilan terhadap mantan Imam Besar FPI, Habib Rizieq Shihab.
Di antara para mantan petinggi FPI, tinggal Munarman yang tidak ditangkap. Dia masih bebas di luar penjara. Ketua Umum FPI Ahmad Shobri Lubis dan para petinggi lainnya juga ditahan dalam peristiwa kerumunan di Petamburan.
Sebagai Pengacara Habib Rizieq, Munarman tampil garang di pengadilan. Dia bahkan sempat memimpin aksi walk out ketika hakim menolak permohonan agar persidangan dilakukan secara off line.
Tak lama kemudian muncul kembali pengakuan seorang mantan anggota FPI yang ditangkap oleh Densus 88, bahwa mereka telah berbai’at dengan ISIS. Dalam bai’at itu Munarman hadir. Video pengakuan ini disebar secara massif di media sosial.
Polisi kemudian melakukan penangkapan sejumlah mantan anggota FPI menyusul terjadinya ledakan bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar. Tidak lama kemudian publik dikejutkan dengan temuan sebuah bungkusan di kawasan Limo, Depok, Jabar.
Bungkusan yang ditemukan di belakang sebuah warung itu bertuliskan “Munarman FPI.” Tim gegana diturunkan, dan menurut kesaksian media, benda tersebut berupa sebuah magazin dengan beberapa butir peluru.
Tidak ada kelanjutan kasus temuan benda mencurigakan dengan nama Munarman itu. Namun dari berbagai peristiwa itu kita bisa membuat sebuah rangkaian, Munarman menjadi target.
Di tengah ketidakjelasan itu kini tiba-tiba beredar video CCTV Munarman sedang check in di sebuah hotel bersama wanita. Video itu disebar sebuah akun dengan narasi seolah Munarman, Sekum FPI, pembela HAM itu tak lebih seorang durjana yang senang berselingkuh.
Pola ini mengingatkan kita pada kasus skandal chat mesum yang seolah dilakukan oleh Habib Rizieq Shihab. Ada upaya pembunuhan karakter terhadap Munarman.
Belakangan terungkap, ternyata wanita yang bersama Munarman itu adalah istri yang dinikahinya secara sah. Akan tetapi, para buzzer dan para pendengki sudah menggoreng habis sampai gosong.
Mereka tak peduli bahwa saat ini tengah bulan Ramadhan. Umat Islam diminta mengendalikan diri, dan memperbanyak amal perbuatan baik. Mereka malah menyebar fitnah secara membabi buta.
Seluruh rangkaian peristiwa tadi menyadarkan kita, ada skenario besar menghabisi Munarman. Bahkan menghabisi FPI.
Bisa jadi Munarman hanya target antara. Target utamanya adalah Habib Rizieq Shihab.
Sebagaimana dikatakan pengamat terorisme Sidney Jones, penguasa saat ini terobsesi menjadikan FPI sebagai teroris. Apapun dan bagaimanapun caranya, harus terwujud.
Situasi ini sungguh sangat berbahaya. Negara dan aparat keamanan sudah berubah menjadi sebuah organized crime. Kejahatan terorganisir dengan sasaran para warga negaranya sendiri.
Kendati begitu, kita masih bersyukur di tengah situasi semacam ini masih banyak akal sehat yang bekerja. Seorang aktivis, pemimpin redaksi Law and justice.co Dr. Roy T Pakpahan secara berani memberi testimoni.
Dia tidak yakin figur seperti Munarman terlibat dalam aksi terorisme. Roy mengaku Munarman pernah membantunya mendukung pembangunan gereja HKBP di Cinere, Depok.
Roy Pakpahan bahkan secara tegas menyatakan akan berdiri bersama Munarman. "We Stand With Munarman!” tegasnya.
Sejumlah aktivis LBH di Makassar, termasuk 4 orang mantan Direktur LBH Makassar juga menyatakan sikap yang sama. Mereka membela Munarman dalam sebuah gerakan yang disebut sebagai “Korsa Munarman.”
Salah seorang di antara mereka adalah mantan Bupati Sinjai Andi Rudianto Asapa yang juga pernah menjadi Direktur LBH Makassar. Mereka akan membela Munarman dan menilai Densus 88 telah berlaku sewenang-wenang.
Melalui editorial ini FNN juga mengingatkan, agar pemerintah dalam hal ini Polri kembali ke jati dirinya sebagai pengayom dan pelindung.masyarakat.
Polri jangan menjadi alat penguasa. Menangkap seorang warga negara secara sewenang-wenang, tanpa mengindahkan kaidah hukum dan due process of law.
Sebuah proses hukum, peradilan pidana yang benar, dengan memenuhi prosedur yang ada, adil dan tidak memihak. Pemerintah juga harus menghentikan kebiasaan buruk menggunakan para buzzer, melakukan pembunuhan karakter terhadap mereka yang kritis terhadap pemerintah.
Sadarlah! Anda semua sedang berpesta merayakan perpecahan. Pada gilirannya menghancurkan NKRI, sebuah slogan kosong yang sering Anda ucapkan, tanpa tahu maknanya.
We Stand With Munarman!