Kasihan Kodok

Oleh Ady Amar *)

KODOK seperti juga anjing dan babi menjadi binatang (dianggap) menjijikkan. Padahal semuanya itu ciptaan Tuhan. Tapi Tuhan juga menetapkan mana binatang ciptaannya yang boleh dikonsumsi, mana yang terlarang.

Jika lalu pertanyaan "nakal" diteruskan, mengapa Tuhan menciptakan makhluk itu tapi terlarang untuk dikonsumsi. Maka jawabnya bisa jadi, mungkin di balik itu, sebenarnya Tuhan ingin menguji mana manusia yang taat dengan tidak melanggar perintahnya, dan mana yang bandel dengan memilih tetap melanggar mengkonsumsinya.

Tapi perbincangan kali ini terkhusus pada kodok, tentu tidak sebagai binatang yang kehadirannya berproses dari larva, lalu jadi cebong dan berakhir pada kodok. Tidak pada makhluk ciptaan Tuhan itu. Kodok hanya disebut atau dipakai inisialnya, dan itu untuk menandai sebuah rezim. Wow!

Adalah Muhammad Said Didu, mantan Sekretaris BUMN, yang menginisialkan "kodok" untuk memotret rezim saat ini, yang menurutnya lebih buruk dari rezim Orba, yang rontok setelah memerintah 32 tahun. Rontok oleh Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Adakah yang lebih buruk dari KKN, menurutnya kodok, tentu dalam inisial, lebih buruk dari itu.

Menurutnya, cebong itu fase menuju kodok. Dan setelah kodok tidak akan ditemui fase lain kecuali kematian. Makna mati di sini lebih pada runtuh. Rezim akan runtuh setelah benar-benar menjadi kodok. Seperti juga rezim sebelumnya yang runtuh setelah memasuki fase KKN.

Said Didu tampak cerdas, saat membuat istilah yang tidak dipaksa-paksakan, tapi jika dilihat secara obyektif rasanya _sih_ benar juga apa yang diistilahkannya itu. Maka, makna kodok itu diinisialkan dengan korupsi, oligarki, dinasti, otoritarian dan koncoisme.

Inisial kodok yang dibuat itu sungguh menyentak obyektivitas kesadaran yang sebenarnya, bahwa kita memang sedang memasuki fase terakhir menuju keruntuhan. Bagaimana tidak runtuh jika negeri ini dikelola dengan model kodok style, yang itu cuma menguntungkan sekelompok kecil dari kelompoknya.

Untuk meyakinkan bahwa sebutan kodok itu adalah istilah yang tepat, ia pun perlu menggambarkan gerakan binatang kodok yang "gayanya menendang ke bawah, menyingkirkan (menyepak) ke samping dan menjilat ke atas". Said Didu tampak seolah memaksa-maksakan gaya binatang kodok, itu yang Subhanallah_memang pas dengan inisial yang disampaikannya.

Kasihan memang, jika kodok sebagai binatang harus diinisialkan pada perangai buruk manusia, dan itu pada sifat tamak yang lebih buruk dari sikap binatang. Pastilah kodok tidak mampu protes menolak namanya diinisialkan dengan sikap tamak makhluk paling sempurna, tapi yang justru merendahkan kesempurnaan ciptaan-Nya.

Tapi setidaknya nama kodok akan lebih sering disebut, bahkan disebut sebagai istilah untuk menamakan sebuah rezim. Kodok, meski binatang kecil, lebih akan sering disebut ketimbang anjing atau babi, yang belum ditemukan inisialnya untuk menandakan tidak saja sebuah rezim, tapi apapun yang bisa menggambarkan sebuah peristiwa menjijikkan/menjengkelkan, yang jika disebut satu persatu akan panjang bererotan. (*)

*) Kolumnis

592

Related Post