Kepincut Mulut Luhut
LUHUT adalah rezim. Luhut yang dimaksud siapa lagi kalau bukan Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi yang kekuasaannya nyaris tanpa batas. Tak ada menteri yang berani debat dengan dia. Bisa jadi presiden juga dalam kendali dia. Pemegang puluhan jabatan itu sangat powerfull dalam kabinet Jokowi dua periode. Kaki tangannya merayap sampai di mana-mana, di kementerian lain, di gubernur juga di bupati. Konon para gubernur, bupati, dan walikota yang menjadi penjabat sementara - yang jumlahnya mencapai 272 kepala daerah itu - harus seizin dan restu Luhut. Kekuasaannya mendekati absolut, bisa jadi melebihi kekuasaan Presiden Soeharto. Jika Soeharto masih butuh Dewan Pertimbangan Agung dan Penasihat Spiritual, Luhut tidak. Ia merasa bisa semuanya. Sikapnya yang tegas, lugas, dan ceplas ceplos membuat orang takut padanya.
Perangai seperti Luhut nyatanya mujarab untuk mempengaruhi menteri dan presiden serta DPR. Jika Luhut sudah bicara, semua kepincut, manggut-manggut dan manut.
Berita kegagalan Luhut menghamba pemerintah Cina agar mengurangi beban bunga proyek kereta cepat Jakarta - Bandung menghentak banyak orang. Sebuah kenyataan yang sulit diterima nalar waras. Bagaimana tidak, sejak pertama kali proyek ambisius itu direncanakan sudah banyak yang menolak, namun Luhut dengan pongah mengatakan bisa apa kita melawan Cina, mereka punya uang. Ketika ada masalah ketenagakerjaan Luhut juga membela Cina. Ketika masyarakat miris melihat dominasi tenaga kerja Cina di Indonesia, Luhut meminta masyarakat tidak banyak omong.
Soal utang Cina Luhut mengaku bahwa Cina tetap mematok suku bunga pinjaman sebesar 3,4%. Luhut minta pihak Cina agar mau menurunkan menjadi 2%, namun gagal setelah sebelumnya Luhut menyepakati pembengkakan proyek kontroversial itu mencapai Rp17,89 T.
Namun dasar Luhut, meski gagal, ia selalu bisa berkilah bahwa bunga pinjaman Cina sebesar 3,4% jauh lebih rendah dibandingkan dengan kebanyakan negara lain yang rata-rata 6%.
Luhut juga mengatakan dengan bunga pinjaman yang dipatok Cina sebesar 3,4% sama sekali tidak masalah. Kata Luhut Indonesia masih memiliki kemampuan bayar yang cukup kuat untuk melunasi pinjaman proyek kereta cepat Jakarta Bandung tersebut. "Jangan under estimate negara kita ini semakin baik lho."
Kalau tidak masalah, lalu untuk apa minta keringanan bunga utang, Lord?
Publik menilai Luhut telah menempatkan diri sebagai juru bicara Cina. Luhut telah memposisikan diri seloyal mungkin di hadapan Cina, tentu dengan harapan Cina bersikap yang sama, loyal dan baik hati.
Kekhawatiran rakyat Indonesia akan sikap Cina yang tak bakal kompromi saat ada masalah kini terbukti. Padahal, dulu apapun kekhawatiran rakyat selalu ditepis Luhut dengan skeptis, sinis juga apatis. Luhut seakan menganggap semua kritikan dan masukan rakyat sebagai hoaks. Hanya informasi dari istana saja yang paling benar. Karenanya Luhut selalu membuang setiap informasi yang berasal bukan dari kelompoknya. Pernah rakyat menyatakan kekhawatiran soal tabiat Cina yang akan mencaplok negara lain lantaran tak mampu bayar utang, namun Luhut gak menggubrisnya.
Ciri-ciri orang gagal biasanya banyak omong kosong, pandai berkelit, arogan, menyepelekan, sensitif, pemarah dan dendam. Ada saja kalimat yang diucapkan untuk menutupi kekurangannya.
Kegagalan melobi Cina hanya satu dari puluhan kegagalan Luhut. Sebelumnya Luhut gagal mengajak Arab berinvestasi kilang minyak, Luhut gagal meyakinkan UEA investasi di Aceh, Luhut gagal tangani Covid19, Luhut juga gagal ajak Tesla investasi mobil listrik, dan banyak sekali kegagalan lainnya.
Luhut adalah rezim, sebab hampir semua kebijakan penguasa selalu melibatkan tangan besi Luhut. Sayang, Luhut tak mampu memahami falsafah Jawa dengan baik, bahwa sebagai orang atau pimpinan mustinya biso rumongso bukan rumongso biso. (*)