Ketika Negara Kalah Sama Teroris Ekonomi

Minyak goreng yang ditimbun dan disita Polda Kalimantan Selatan.

BEBERAPA bulan terakhir, kenaikan harga minyak goreng (migor) sungguh di luar akal sehat. Sebab, di negara yang memiliki kebun sawit sekitar 16 juta hektar, kok terjadi kenaikan harga yang diikuti barangnya langka.

Pertanyaannya, sejauh mana pengawasan dan antisipasi yang dilakukan pemerintah selama ini? Negara abai melakukan antisipasi, karena begitu mudahnya pengusaha migor menaikkan harga dengan alasan harga buah tandan segar (BTS) sawit naik.

Akibatnya, harga minyak mentah sawit atau crude palm oil (CPO) pun naik tak terbendung. Pengusaha CPO yang umumnya adalah oligarki tidak peduli dengan permintaan dalam negeri. Karena permintaan internasional meningkat tajam, mereka pun mengguyurnya ke luar negeri. Akibatnya, pasok ke pabrik migor dalam negeri tersendat.

Nah, karena terjadi ekspor yang besar pemerintah akhirnya menaikkan volume domestic market obligation (DMO) bahan baku minyak goreng menjadi 30 persen. 

Akan tetapi, angka tersebut tidak mampu membendung kenaikan harga migor yang membuat emak-emak meradang.

Meradang, karena selain harganya yang sempat Rp 70.000 per dua liter (di daerah tertentu), juga barangnya langka. Antrean panjang guna mendapatkan migor terjadi di kota-kota besar seantero nusantara. Bahkan, antrean migor pun sempat membawa korban meninggal dunia.

Pemerintah sempat melakukan upaya subsidi terhadap migor, termasuk kemasan. Pemerintah menggelontorkan dana triliunan rupiah guna menekan harga. Harapannya, supaya harga terjangkau masyarakat dan pasok tidak menghilang.

Upaya keras yang dilakukan pemerintah itu tidak membuahkan hasil. Malah yang terjadi migor hilang di pasar, termasuk di pasar modern dan swalayan. Akan tetapi, di balik hilangnya migor itu, ada saja pihak tertentu yang mencoba menimbunnya.

Pengusaha migor telah membaca kemampuan keuangan pemerintah. Mereka melakukan tekanan supaya harga migor sesuai selera pasar. Ketika pemerintah menggelontorkan uang mensubsidi harga migor, pengusahanya pun melakukan petak umpat. Mereka sengaja menyembunyikan produknya.

Pengusaha migor menekan pemerintah, sehingga akhirnya kalah dan membiarkan harga migor kemasan sesuai selera pengusaha. Pemerintah hanya fokus mengamankan harga migor curah yang ditetapkan Rp 14.000 per liter. Sedangkan harga migor kemasan bervariasi dengan harga rata-rata Rp 48.000 per dua liter atau Rp 24.000 per liter.

Akan tetapi, pengusa migor betul-betul lihai dan licin seperti produksinya. Begitu pemerintah fokus pada migor curah, yang kemasan dengan harga Rp 24.000 per liter sangat mudah diperoleh, terutama di pasar swalayan atau modern. Padahal, ketika pemerintah mensubsidi, barangnya langka, membuat kaum ibu teriak di mana-mana.

Negara tidak mampu menurunkan harga minyak goreng. Kenapa, karena pengusaha tahu kemampuan kantong pemerintah, yang tidak akan mampu lama memberikan subsidi

Dalam kasus migor ini, ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, pengusaha migor yang umumnya dikuasai oligarki, melakukan test case terhadap perekonomian nasional. Mereka melakukan uji-coba, yang kira-kira kalimatnya berbunyi, "Mempermainkan migor saja bisa kami lakukan dan membuat pemerintah kalang kabut. Bagaimana jika secara serentak kami mainkan juga harga kebutuhan pokok lainnya."

Kedua, oligarki yang sering juga disebut pengusaha keturunan Cina ternyata mampu menundukkan pemerintah. Mereka seenaknya mengeruk keuntungan di tengah penderitaan rakyat yang secara ekonomi sangat terpuruk akibat Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). 

Cara-cara yang dilakukan oligarki tersebut merupakan ciri sabotase ekonomi. Bahkan, bisa disebutkan permainan migor oleh pengusaha yang memproduksinya merupakan bentuk terorisme ekonomi.

Padahal, selama ini pemerintah selalu mengatakan, "Negara tidak boleh kalah kepada teroris."

Tetapi, kok negara kalah pada terorisme ekonomi, dalam hal minyak goreng. 

Apakah negara akan terus membiarkan terorisme ekonomi? Apakah negara akan terus membiarkabmn teror ekonomi yang diperkirakan terus dilakukan ologarki? Kita tunggu sikap dan tindakan tegas dari negara terhadap pelaku teroris ekonomi nasional itu. (*)

638

Related Post