MUI Diobok-Obok, Sekjen Ancam Mundur

by Tony Rosyid

Jakarta FNN – Senin (07/09). Muballigh akan disertifikasi. Wacana ini berasal dari Menteri Agama. Luar biasa dan sangat serius. Pro dan kontra muncul. Menteri Agama Farul Rozi nggak peduli. Rencana jalan terus. Kabarnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan dilibatkan dalam program sertifikasi muballigh versi Menteri Agama ini. Apakah MUI setuju?

MUI belum ambil keputusan. Apakah terima tawaran untuk terlibat, atau tidak? Sampai sekarang belum ada pernyataan resmi. Namun mendadak, Sekretaris Jenral (Sekjen) MUI, Anwar Abbas meradang. Sekjen membuat pernyataan yang mengejutkan.

Jika sertifikasi muballigh ini diberlakukan, Sekjen MUI, Anwar Abbas akan mengambil sikap yang tegas, yaitu mundur. Anwar Abbas membuat surat pernyataan yang diposting di salah satu group WA. Pernyataan Anwar Abbas pun viral. Dan sejumlah media membicarakannya.

Kenapa pernyataan Sekjen Anwar Abas mesti diposting keluar? Kenapa tidak dibicarakan saja dulu di internal MUI saja? Apakah bijak membuat pernyataan mundur dengan memviralkannya di luar MUI?

Pernyataan Anwar Abbas yang diposting keluar seolah memberi petunjuk bahwa MUI tak satu suara soal "project" sertifikasi muballigh. Ini juga seolah memberi informasi bahwa di MUI sedang menguat kelompok yang setuju dan menerima rencana sertifikasi muballigh ini.

Logikanya, jika penerimaan sertifikasi muballigh nggak menguat di MUI, untuk apa Anwar Abbas membuat ancaman seperti itu. Ancaman Anwar Abbas bisa dipahami sebagai pressure terhadap menguatnya penerimaan terhadap rencana sertifikasi muballigh tersebut.

Kedua, Anwar Abbas menganggap sertifikasi muballigh ini bagian dari upaya pemerintah mengontrol, mengawasi dan membatasi para muballigh. Otomatis itu sama saja mengontrol, mengawasi dan membatasi para ulama. Bagaimana negara bisa menjadi baik, jika peran "nahi munkar" ulama dibatasi?

Apalagi jika dikaitkan dengan keberhasilan pemerintah mengontrol partai, TNI, kepolisian, KPK, pers, kampus dan sejumlah ormas selama ini. Maka sertifikasi muballigh semakin meyakinkan adanya upaya pemerintah untuk mengontrol semua potensi kekuatan kontrol di luar pemerintah. Ulama ini benteng terakhir rakyat. Jika ulama juga dikontrol, kelarlah negara ini.

Ketika kontrol umat menguat, banyak ulama yang semakin kritis dan terlibat dengan urusan politik, pemerintah merasa nggak nyaman. Selalu takut dan was was. Dihantui kekhawatiran yang dibuatnya sendiri. Untuk menghadapi ini, isu radikalisme terus diproduksi. Menuduh "good looking" sebagai ciri radikalisme. Katrok... Katrok... Menggelikan!

Rupanya, upaya ini tidak cukup berhasil. Bahkan belakangan, MUI justru terdepan menolak sejumlah kebijakan penguasa, terutama Perppu dan RUU. Terutama RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP), Omnibus dan UU Minerba. Juga meminta pembubaran Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Hubungan MUI dengan pemerintah saat ini memang tidak begitu harmonis. Terutama sejak keluarnya Fatwa terkait kasus penistaan agama Ahok, dan maklumat MUI tentang RUU HIP. Sejak posisi ketum MUI ditinggal Kiai Ma'ruf Amin, MUI makin kritis, tegas dan berani.

Sertifikasi muballigh yang digagas Kementerian Agama dengan melibatkan MUI telah menimbulkan sejumlah kecurigaan. Pertama, MUI bisa dimanfaatkan untuk menghadapi dan mengontrol kekuatan ulama dan umat yang selama ini kritis dan beroposisi terhadap pemerintah.

Kedua, membatasi gerakan dakwah agar tidak masuk dalam wilayah politik. Intinya, dakwah nggak boleh kritik pemerintah. Nggak boleh bicara Khilafah, Trisila, dan Ekasila. Tidak boleh ngomongin kebijakan pemerintah dan menyinggung korupsi. Bicara iman taqwa yang hanya terkait surga neraka saja. Kalau begitu, buat apa agama ada di dunia?

Oleh banyak ulama dan kalangan umat, sertifikasi muballigh jika diberlakukan, maka potensinya sangat besar mampu membonsai dan mengkriminalisasi para muballigh. Karena itu, Sekjen MUI tegas. Buat apa tetap bertahan di MUI, kalau kemudian MUI dijadikan alat penguasa untuk membonsai dan mengkriminalisasi ulama. Munduuuuuuuur!

Penulis dalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.

841

Related Post