Oei Tambah 1828-57 di Tiang Gantungan Pun Masih Menyuap

Oleh Ridwan Saidi *)

Nama lengkapnya Oei Tambahsia. Tauke Oei, ayahnya, datang dari daratan dengan modal besar. Tauke Oei memilih niaga di Pekalongan.

Tatkala Oei Tambahsia usia 17 tahun, Tauke meninggal, bodel (warisan) jatuh ke Oei Tambahsia semua. Ia anak tunggal.

Oei memutuskan pindah dari Pekalongan dan berdiam di Pasar Baru, Tangerang. Tak lama ia kawin dengan pesta besar tujuh hari tujuh malam.

Tampilnya orang kaya baru sampai ke telinga Gouverneur Generaal. Oei seperti nantang-nantang Tuan Gouverneur Generaal. Ebro (bendi) merk apa pun yang dikendarai Tuan Gouverneur Generaal, Oei langsung membeli ebro merk serupa.

Oei putar uangnya dengan membeli banyak toko di Toko Tiga, Kota. Oei membangun villa di Ancol. Lokasi pertigaan Jl Yos Sudarso dengan Gunung Sari, seberangi kali, lalu belok ke arah barat beberapa puluh meter, di situ pernah ada villa Oei yang bekend sebagai villa Bintang Mas. Bahkan nama kampung sekitar (sudah punah) dan yang di seberangnya (masih eksis) bernama kampung Bintang Mas.

Oei punya penyakit gila perempuan. Stafnya, Pi'un dan Sura, tukang cari kalau Oei lagi berkehendak. Suatu hari Pi'un dan Sura apes. Gadis yang dipaksa menggembirakan Oei adalah perawan jago silat dari Kampung Sawah Paseban. Terjadi pertarungan seru di Jembatan Ancol. Akhirnya, gadis yang kelak diketahui bernama Aria tewas kena bacokan.

Ketika polisi olah TKP kasus pembunuhan Aria, masuk pengaduan di kantor polisi dari pria asal Pekalongan. Ia mengaku istrinya disekap Oei di Bintang Mas. Polisi memburu dan mendapatkan wanita istri pelapor di lokasi dalam keadaan over fatigue akibat lembur mengolah Oei. Oei ditangkap, Pi'un dan Sura juga.

Tahun 1920-an terbit Syair Oei Tambahsia yang laku keras dan mencapai cetakan keempat pada tahun 1929. Dalam syair diceritakan putusan hakim:

Sesuda(h)nya menimbang lantas brenti

Pesakitan (TSK)

kedua ketiga dikasi ngarti

Terang sala(h)nya mendapat bukti

Terhukum gantunglah sampe mati.

Ekskusi di depan Stadhuis persisnya di halaman Mesium Seni Rupa. Penonton sudah penuh. Muncul Oei digandeng algojo. Kata Oei pada algojo, entar lu jangan kenceng-kenceng iket leher gua. Gua punya kepala juga jangan lu tekuk-tekuk. Kalu gua uda mati, lu rogo kantong gua, ada duit emas sebiji. Lumayan buat anak bini lu.

Ampun, masih sempat-sempatnya.

*) Budayawan

298

Related Post