Rakyat Miskin Bertambah Jokowi di Mana

INDONESIA kaya raya. Apa saja bisa dijumpai. Mau menanam apa saja, bisa tumbuh subur. Akan tetapi, negara yang kaya raya masih tetap saja masuk dalam kotak negara berkembang.

Jika.dilihat dari jumlah penduduknya, sangat banyak yang miskin dan berada di bawah garis kemiskinan. Apalagi, Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) yang membuat jumlah rakyat miskin bertambah.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin Indonesia pada September 2020 mencapai 27,55 juta orang.

Angka yang diumumkan pada 15 Februari 2021 itu menunjukkan jumlah penduduk miskin bertambah cukup besar jika dibandingkan bulan September 2019.

Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, jumlah tersebut meningkat 2,76 juta jiwa dibandingkan posisi September 2019 yang mencapai 24,97 juta orang.

"September 2020 jumlah penduduk miskin Indonesia adalah 27,55 juta orang, atau setara dengan 10,19 persen (dari jumlah penduduk)," kata Suhariyanto.

Angka penambahan 2,76 juta jiwa itu bukan kecil. Covid-19, salah satu biang keroknya. Hampir seluruh golongan masyarakat merasakan dampak pandemi corona yang berasal dari Wuhan, Republik Rakyat China. Akan tetapi, masyarakat yang berada pada lapisan bawah terdampak lebih dalam dibandingkan masyarakat lapis atas.

Faktor yang menyebabkan peningkatan jumlah kemiskinan yakni penurunan pendapatan yang dialami oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Banyak buruh atau pekerja yang kehilangan pekerjaan karena dirumahkan dan terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).

Jika buruh atau pekerja rata-rata di daerah perkotaan, maka kemiskinan di pedesaan justru dialami para petani, terutama buruh tani. Hal tersebut disebabkan harga komoditas pertanian, termasuk harga beras turun. Harga komoditas ekspor, misalnya karet dan minyak sawit juga turun. Fluktuasi harganya membuat sebagian petani tidak bergairah memanen.

Nah, empat bulan pertama 2021 (Januari sampai akhir April), Covid-19 masih menyebar. Tidak ada tanda-tanda berhenti, apalagi dengan ditemukannya varian baru. India, sudah kewalahan menghadapinya.

Jika Covid-19 tidak segera berakhir, maka tahun 2021 ini jumlah pendudik miskin diperkirakan bertambah. Kita bukan mengharap, apalagi mendoakannya. Tetapi, hal itu jika dilihat dari kenyataan yang terjadi tahun 2020 yang lalu.

Lalu di mana pemerintahan Joko Widodo-Ma'rif Amin? Apakah masih terus ngotot mengenjot pembangunan infrastruktur yang banyak mubazir? Mana usaha pemerintah dalam menyejahterakan rakyat, terutama kaum miskin itu.

Pembangunan insfrastruktur, termasuk membangun ibu kota negara baru, jika dilakukan ketika pertumbuhan ekonomi baik (rata-rata tujuh persen), tidak masalah. Dalam.membangun harus ada hitung-hitungannya (walaupun tidak selamanya hitungan untung dan rugi). Jangan memaksakan pembangunan jalan tol misalnya, di daerah yang kurang membutuhkan. Sebab, itu akan merugi, walaupun merupakan penugasan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Semestinya, Jokowi dan jajarannya lebih mementingkan pembangunan yang dapat mempercepat kesejahteraan rakyat. Pembangunan yang dapat mempercepat hasil-hasil petani di pedesaan bisa segera dibawa ke kota, dijual dengan harga menguntungkan.

Artinya, pembangunan wilayah pedesaan harus digenjot lebih dahsyat lagi. Ya, menggenjot pembangunan jalan antar-desa, pembangunan irigasi, mencetak sawah baru, penyediaan bibit tanaman yang bisa dibeli murah (syukur-syukur gratis) dan pembangunan lainnya yang pro rakyat miskin, pro petani dan pro pedesaan.

Jadi, bukan ngotot membangun ibu kota negara yang baru. Bukan ngotot membangun jalan tol yang menguntungkan kontraktor, tetapi membuat buntung (merugi) sebagian pengelola. Joko Widodo, ayo tinjau ulang pembangunan insfrastruktur yang tidak mendesak, dan tidak membawa dampak (dalam jangka pendek dan menengah) bagi kesejahteraan rakyat. Apalagi dana pembangunannya dari utang terus. **

771

Related Post