Rakyat Sudah Tak Percaya Kepada Jokowi

Presiden Joko Widodo (foto: Tempo.co)

RAKYAT sudah jengah dengan pemerintahan Joko Widodo – Ma'ruf Amin. Rakyat menilai, kinerja Jokowi semakin buruk. Harap maklum, mengurus harga minyak goreng (migor) saja tidak becus.

Padahal, Indonenesia penghasil minyak sawit minyak sawit nomor satu di dunia sejak 2006. Data menunjukkan, pada 2021, produksi minyak sawit Indonesia mencapai 44,5 juta ton dengan pertumbuhan rata-rata 3,61 persen per tahun.

Para pendukung Jokowi pasti tidak suka kalimat tersebut di atas. Apalagi BuzzerRp yang membela Jokowi bak banteng mabuk.

Mereka akan melakukan pembelaan mati-matian terhadap rezim Jokowi yang kian hari semakin sudah tidak dipercaya oleh rakyat lagi. Harap maklum, para penggonggong Jokowi, khususnya buzzerRp sangat berharap dapat hasil atau bayaran dari puja dan puji mereka terhadap petugas partai tersebut.

Terserah Anda pendukung Jokowi dan buzzer melakukan apa pun dalam usaha membelanya. Akan tetapi, survei membuktikan tingkat kepercayaan itu terus merosot. Meskipun survei hanya sebatas pengingat dan kadang sangat diragukan keakurasiannya, tetapi fakta di lapangan juga membuktikan hal yang hampir sama, “Rakyat sudah tidak percaya terhadap Jokowi”.

Obrolan di pasar tradisonal, pangkalan ojek, pangkalan taksi, terminal bus, dan fasilitas angkutan umum lainnya hampir selalu memperbincangkan buruknya kinerja Jokowi dalam menyejahterakan rakyat. Bahkan, obrolan di warung kopi hingga perkantoran elit pun hampir sama. Tidak terkecuali, bisik-bisik jeleknya kinerja tukang mebel itu pun sampai di perkantoran pemerintah dan BUMN (Badan Usaha Milik Negara).

Kembali ke tingkat kepercayaan rakyat terhadap kinerja Jokowi, lagi-lagi terserah Anda menilainya. Yang pasti dalam sebulan, tingkat kepercayaan itu anjlok 6%, baca: enam persen!

Hasil penelitian teranyar tersebut dipublikasikan Lembaga Survei Indikator (LSI) Politik. Tingkat kepercayaan terhadap kinerja Jokowi turun dari 64,1 persen (survei 20-25 April 2022) menjadi 58,1 persen pada survei 5-10 Mei 2022.

Artinya, 35,2 persen rakyat tidak puas terhadap kinerja Jokowi dan 6,7 persen tidak tahu. Margin of error survei 2,7 persen dengan tingkat kepercayaan 92 persen.

Apa artinya tingkat kepercayaan terhadap kinerja Jokowi yang tinggal 58,1 persen? Ibarat rapor, itu merah! Hanya saja, kalau rapor anak sekolah, itu  masih bisa digenapkan menjadi 60 persen, karena ada ujian prasemester, tingkat kehadiran dan juga ditambah pekerjaan rumah (PR) guru yang berhasil diselesaikan murid/siswa. Jika itu tidak ada, maka nilai sang anak didik pun akan menjadi merah.

Nah, penilaian ke tingkat kepuasan kinerja Jokowi hampir sama. Hanya saja, sulit memberikan indikator tambahan sehingga angkanya menjadi 60 persen. Malah jika semua jujur melihatnya, dan survei benar-benar mengarah ke semua lini rakyat, apalagi rakyat yang beroposisi ke pemerintahan Jokowi, dapat dipastikan angkanya buka 58,1 persen, tetapi di bawah 51,8 persen.

Berdasarkan hasil survei LSI Politik itu, turunnya tingkat kepercayaan rakyat terhadap kinerja Jokowi bersumber dari isu-isu kenaikan harga kebutuhan pokok, sebuah isu yang sudah lama dirasakan dan sangat memberatkan kehidupan rakyat.

Sejak awal tahun 2022, rakyat sudah merasakan betapa gilanya kenaikan harga minyak goreng (migor). Belum lagi kenaikan harga kacang kedelai dan tepung trigu/gandum. Juga harga kebutulah lainnya, kecuali beras yang relatif stabil. Secara berurutan, harga lainnya pun terus naik dan puncaknya terjadi menjelang dan saat bulan puasa, sera menjelang Idul Fitri 1443 Hijriyah maupun pasca Hari Raya.

Kenaikan harga itu tidak hanya memberatkan rakyat kecil, tapi juga kalangan menengah. Bahkan, sebagian kalangan atas pun merasakannya sehingga “terpaksa” melakukan penghematan alias mengencangkan ikat pinggang.

Bukti kalangan menengah dan sebagian kalangan atas merasakan beban ekonomi yang berat bisa dilihat dari migrasinya sebagian pemilik mobil mewah dari menggunakan Pertamax, misalnya ke Pertalite. Mereka melakukan itu karena harga Pertamax terus naik mengikuti harga pasar.

Nah, membaca hasil survei tersebut, juga menandakan rakyat tidak begitu senang dengan sebagian pembangunan insfrastruktur, apalagi pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Penajam, Kalimantan Timur. Sebab, pembangunan insfrastruktur itu masih jauh dari usaha menyejahterakan rakyat.

Yang perlu dan mendesak dibangun itu adalah ekonomi rakyat, terutama kalangan petani gurem, buruh, nelayan tenaga honorer. (*)

1152

Related Post