Semoga Prabowo Warisi Takdir Gadjah Mada
Oleh Agi Betha (Wartawan Senior)
Jakarta, FNN - Sulit menuliskan ini tanpa menyebutkan nama. Tapi jika disebut nama, nanti UU ITE yang bekerja. Jadi biarlah ditulis seperti ini, kadang ada disebut nama kadang tidak.
PRABOWO INGIN JADI MENHAN
Akhir tahun 2016, di sela hingar bingar Pilkada DKI, saya bertemu teman lama yang cukup dekat dengan Pak Prabowo. Dia bercerita bahwa posisi 2 kutub berseberangan antara Presiden Jokowi dengan PS tidak akan terjadi, jika saja Jokowi mau menjadikan Prabowo sebagai Menteri Pertahanan di kabinetnya.
Saya kaget. Mosok PS mau jadi menterinya Pak Jokowi? Bukannya dia ambisi jadi presiden? Ingin menjadi orang nomor 1 di republik ini demi mewujudkan cita-cita besarnya?
Teman ini lalu bertutur. Sesudah terpilih menjadi Presiden di 2014, Pak Jokowi pernah menawarkan jabatan menteri kepada Gerindra. Tapi PS tidak tertarik, karena departemen tersebut tidak strategis jika mau berkontribusi mengubah nasib Indonesia ke depan. Prabowo lalu membuat wacana negosiasi sendiri. Yakni jika Presiden Jokowi mau berikan jabatan Menteri Pertahanan kepadanya, maka ia mau bergabung dengan pemerintah.
PS ketika itu terus terang nyatakan ingin memegang posisi penting sebagai Menhan, karena peningkatkan mutu pertahanan dan keamanan negara sudah teramat genting dilakukan. Kondisi pertahanan Indonesia sudah sangat rapuh, baik jika harus menghadapi invasi fisik, maupun perang ideologi berupa Proxywar yang masuk dari segala lini. PS tidak mau jabatan menteri basa-basi yang secara politik merupakan cara untuk membungkamnya, karena telah mau masuk ke lingkar kekuasaan. Namun ketika itu Jokowi menolak permintaan Prabowo. Sehingga Gerindra tetap jadi oposisi di periode pertama pemerintahan Jokowi. Jadi soal PS mau jadi Menhan adalah kabar usang. Yang baru justru soal Jokowi yang kini menyetujui.
Menjelang Pilpres 2019, kembali santer beredar cerita incumbent kirim utusan ke Hambalang untuk menawarkan posisi lagi ke Prabowo. Kali ini jabatan cawapres yang diimingkan. Secara hitungan kasar, jika saat itu tawaran diterima, maka Jokowi-PS akan jadi paslon tak terkalahkan di Pilpres 2019. Undefeated. History maker.
Tapi Prabowo emoh. Dia mengatakan, jika memang mau berbagi kekuasaan demi membenahi negara, kenapa dulu Jokowi tidak mau memberikan porsi Menhan kepadanya. Tawaran sebagai Cawapres itu jelas hanya untuk mendudukkan PS sebagai vote getter dan memuluskan jalannya pilpres.
BANYAK YANG MENENTANG
Jika di periode ke-2 kekuasaannya kini Jokowi setujui posisi Menteri Pertahanan untuk Prabowo, dipastikan banyak pihak yang menentang. Yaitu kelompok pro-Tiongkok, pro-Amrik, Australia, dan sebagian negara Asean yg terlihat baik di depan kita tapi diam-diam merasa Indonesia sebagai ancaman besar mereka.
Di dalam negeri, usulan posisi Menhan kepada PS pasti ditentang oleh pimpinan partai (sudah gatel ingin sebut nama, tapi ingat UU ITE) yang menjadi boneka 9 Naga. Dirijek keras oleh si Fulan, pimpinan partai kesohor yang dikenal sebagai kepanjangan tangan Amrik dan pemilik portal online terkemuka. Juga ditolak oleh senioren jendral merah yang telah mengikat janji masa depan bersama RRC.
PS KANTONGI RESTU DARI SIAPA?
Kemarin sebuah media mainstream membocorkan bahwa rencana menjadikan PS Menhan, kabarnya belum didiskusikan dengan Surya Paloh, pemilik Nasdem sekaligus anggota koalisi pemerintah.
Sementara Bu Mega yang lewat Diplomasi Nasgor sempat memanfaatkan PS untuk menohok kawan koalisinya, ternyata belakangan kembali ke aslinya. Mega tidak dukung PS naik ke Menhan. Ia keukeuh menyodorkan nama kader PDIP TB Hasanuddin, mantan Cagub Jabar. Sebelumnya Menhan memang jatah orangnya Mega. Dalam sejarahnya, Ryamizard memang pernah jadi ajudan Presiden Megawati.
Jadi spekulasi umum bahwa Megalah yang mendukung PS jadi Menhan sebagai bagian dari diplomasi Nasgor, terbantahkan. Bahwa Mega nyaman bersekutu dengan PS, ternyata salah besar.
Macetnya komunikasi antara Teuku Umar dengan Gondangdia selama lebih dari 1 tahun terakhir, tidak membuat Mega gentar. Retaknya koalisi penguasa tidak membuat Mega membentuk sekutu betulan dengan Prabowo. Mungkin karena polemik soal PDIP yang dulu kerja keras menaikkan Jokowi di 2014, tapi hanya tempati posisi yang kering di kabinet, kini sudah berlalu. Kursi penting yang dulu diisi partai lain yang kadernya memburu rente dengan terus lakukan imprat-improt itu, kini jadi rebutan.
Sebentar saja Mega manfaatkan Prabowo untuk gertak sambal ke partai-partai kecil koalisinya, sesudah itu ia kembali labuhkan kesetiaan kepada kepentingannya sendiri.
Jika benar bahwa tidak ada partai koalisi penguasa yang restui PS, lalu kenapa Presiden tetap akan jadikan PS Menhan? Jawabannya mungkin hanya Presiden Jokowi sendiri yang tahu. Yang jelas kali ini strategi pak presiden terpilih cukup cerdik. Demi selekasnya menyelamatkan kursi Menhan untuk Prabowo, Jokowi menempatkan PS di salah satu deretan teratas tokoh yg ia temui. Agar posisi itu terkunci. Digembok: Cekrek! Berharap tidak ada tangan kuat yang utak-atik lagi.
Ini pertarungan urat syaraf. Maklum, Kemenhan adalah salah satu departemen dengan postur anggaran terbesar di APBN. Salah satu jabatan Triumvirat berdasarkan UUD bila presiden dan wakilnya jatuh di tengah jalan itu, memang terlalu menggiurkan.
Jika Menkopolhukam urusi keamanan dalam negri, maka Menhan bertanggungjawab menyelamatkan NKRI agar tetap utuh dari segala jenis gangguan dari luar. Posisi yang seksi secara jumlah anggaran dan sangat kuat dari segi kekuasaan politik.
MENGAPA PS INCAR POSISI MENHAN?
Soal PS incar posisi Menhan itu, siapa yang tidak kaget? Malah anomali kalau tidak terkejut. Awalnya sayapun begitu. Tiga tahun lalu saya bertanya, "Kok PS yang musuh politik Jokowi malah inginkan posisi sebagai Menteri Pertahanan presiden?"
Lalu pelahan jawabanpun datang. Selapis demi selapis membuka wawasan. Pertama saya beberapa kali bertemu Pak Sudrajat, mantan Cagub Jabar yang juga mantan atase pertahanan KBRI di AS dan mantan Dubes RI untuk RRC. Jenderal lulusan Harvard ini adalah narator yang baik, paham geopolitik, dan sangat cerdas. Ia paparkan soal OBOR dan Proxywar yang mengancam Indonesia, bahkan tanpa disadari sudah masuk di tengah kita. Ibarat rebutan kekasih, si pemuda Amerika dan jejaka China nafsu ingin sama-sama kuasai Indonesia, si perawan cantik bahenol nan kaya raya. Intinya Indonesia terancam jadi perawan yang mati di tengah.
Berikutnya ramai soal teori Indonesia akan 'dibagi' menjadi 5 negara lewat skenario Barat, China, dan Israel, yang dinarasikan oleh seorang tokoh ekonomi. Kemudian ada kejadian-kejadian pelemahan Ulama dan Islam sebagai agama mayoritas yang dibenturkan dengan pluralisme. Berikutnya adalah intervensi kepada media yang dilakukan secara masif dan pemandulan fungsi pers. Lalu puncaknya Prabowopun ungkapkan bahwa Indonesia terancam bubar pada 2030. PS nekat katakan itu, meski tahu bahwa resikonya ia akan dicemooh.
Sejak melihat rentetan peristiwa itulah saya paham kenapa PS ngebet banget ingin jadi Menhan. Dia ingin perjuangkan anggaran pertahanan dan keamanan agar tidak jadi bahan rayahan. Berkali-kali di berbagai diskusi, Prabowo terbuka menyatakan keheranannya. Kenapa anggaran yang sedemikian besar itu tidak mampu membeli alutsista yang diperlukan untuk pertahanan NKRI? Sebagai jenderal lapangan, sebetulnya PS tahu apa yang terjadi, paham jawabannya, dan mengerti apa yang harus dilakukan. Begitu banyak yang harus secepatnya dikerjakan oleh Menhan baru, jika ingin NKRI Harga Mati betul-betul diwujudkan.
Jika negara terancam bubar jalan pada tahun 2030, tentunya bukan ujug-ujug terjadi di tahun itu juga. Bagai suatu penyakit mematikan, prosesnya tentu sudah dimulai jauh sebelumnya. Dan saat ini Prabowo berpacu dengan usianya sendiri. Ia tidak muda lagi. Jika tidak lakukan kini, maka belum tentu ada peluang lagi.
Target besarnya adalah untuk mengeleminir 'Paradoks Indonesia', yakni negara kaya raya tapi rakyatnya masih banyak yang hidup miskin. Juga demi wujudkan 'Indonesia Menang', dengan cara mandiri pangan, mandiri energi dan mandiri air. Dua itu adalah judul buku PS yang selalu dia bawa dan bagikan ke mana-mana.
JANJI PS YANG HARUS DITEPATI
Jika benar nanti Indonesia miliki Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, maka keuntungannya adalah rakyat bisa menagih janji-janji kampanyenya. Setidaknya terhadap persoalan yang menjadi wewenang seorang Menhan.
Selama ini di Hambalang, di stadion, di lapangan, dimanapun berada, Prabowo selalu menyerukan soal bagaimana selekasnya mengeleminir 'Paradoks Indonesia', yakni negara kaya raya tapi rakyatnya sangat banyak yang hidup miskin. Juga demi wujudkan 'Indonesia Menang', dengan cara mandiri pangan, mandiri energi dan mandiri air. Dua itu adalah judul buku PS yang selalu dia bawa dan bagikan ke mana-mana.
Dalam narasi PS, soal Pertahanan Negara adalah pekerjaan menyeluruh. Ketahanan Pangan adalah bagian pokok dari kemampuan pertahanan Bangsa Indonesia. Revolusi Putih atau pembagian susu gratis untuk anak-anak sekolah adalah cita-citanya untuk menghapus stunting. Supaya tidak terjadi lost generation.
Di skema Prabowo, setiap keluarga miskin nantinya harus dibantu memiliki hewan unggas sendiri. Kecukupan protein adalah salah satu kunci kecerdasan generasi baru. Ayam atau itik harus dipelihara sendiri, untuk memenuhi kecukupan gizi kaum papa di pelosok.
Narasi itulah yang pada 2014 lalu membuat Pak Bondan 'Maknyus' Winarno nyatakan jatuh cinta kepada Prabowo. Katanya hanya Prabowo, capres yang peduli soal gizi rakyat dan miliki program detil soal itu. Kemudian Pak Maknyus menyurati PS, masuk jadi kader Partai Gerindra, bahkan sempat nyaleg. Atas keputusannya itu, Bondan yang juga dikenal sebagai wartawan investigasi senior, sempat melakukan perlawanan keras di twiter kepada para pembullynya. Jejak digitalnya masih tersimpan hingga sekarang.
Selain soal perut, Prabowo juga selalu serukan bahwa kebutuhan hakiki yang wajib dimiliki oleh seorang manusia merdeka adalah tanah. Apalagi bumi Indonesia sangat luas, setara dengan puluhan negara Eropa yang disatukan. Jadi sewajarnya tiap keluarga harus memiliki tanah. Meski hanya sepetak, yang penting tanah itu ada rumah untuk dihuni, ada sejengkal lahan bakal ditanami singkong, serumpun sayur, dan menaruh unggas. Menurut Prabowo, cuma sesederhana itulah cita-cita dan arti kemerdekaan bagi jutaan orang miskin tanpa tanah, di bumi Indonesia yang kaya raya gemah ripah loh jinawi ini. Menurut PS, itu semua bisa diwujudkan dengan memakai lahan milik negara yang nganggur, untuk diolah menjadi area produktif. Lahan itu dipinjamkan sementara, agar rakyat miskin mampu menabung sampai terbeli tanahnya sendiri.
Maka dalam teorinya, kelak tiap keluarga di Indonesia tidak perlu takut kelaparan meski terjadi invasi dan embargo makanan dari luar. Itulah ketahanan bangsa yang sesungguhnya. Pertahanan negara yang sebenarnya.
Apakah soal pangan dan papan itu masuk dalam target yang diurusi seorang Menhan?
Secara straight tidak. Tapi definisi secara makro, makna pertahanan adalah kesiapan menghadapi segala bentuk ancaman dari luar. Peperangan fisik maupun pertempuran ideologi. Jadi pemikiran dan eksekusinya tentu harus lintas departemen, tidak dapat dilakukan seorang Menhan.
Pertahanan negara baru akan dapat maksimal jika soal stok senjata, peluru, personil, energi, makanan, air, dan kebutuhan pokok dalam negri lainnya tercukupi. Karena upaya Pertahanan dalam arti keadaan darurat peperangan, adalah termasuk menyiapkan seluruh rakyat sipil agar siap menghadapi segala sesuatu dan dampaknya. Teori tentara rakyat, harus jalan pada keadaan seperti itu. Kita tidak mungkin mengajak perut yang lapar dan pikiran yang depresi karena tekanan ekonomi, untuk memikirkan pertahanan. Apalagi melakukan perlawanan.
Inilah makna People Power Bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Yang sangat ditakuti oleh negara-negara lain, baik di kawasan jiran maupun oleh negara adikuasa di seberang Lautan Pasifik. Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar, kondisi rakyat yang sehat, kemampuan memproduksi sendiri pangan dan energinya, alutsista yang modern, siapa yang akan berani menihilkan Indonesia sebagai kekuatan besar dunia?
Itulah kenapa Prabowo ingin jabatan Menhan sepaket dengan posisi Menteri Pertanian. Ia percaya Edhy Prabowo yang dididiknya soal pertanian selama ini dapat tek-tok mengerjakan PR besar ketahanan pangan dan pertahanan negara.
Tapi sejauh ini, tampaknya impian PS kembali terjegal. Posisi Mentan hampir dipastikan mental, karena si tangan kuat tidak mau posisi strategis itu lepas ke lawan. Edhy Prabowo boleh jadi terlempar ke posisi Menteri Perikanan dan Kelautan.
Prabowo jadi Blasteran
Jika PS benar jadi Menhan, maka di dunia medsos ia akan jadi kampret blasteran cebong. Entah namanya jadi Cepret atau apa. Sementara pendukungnya di Pilpres kemarin boleh tetap jadi Kampret mandiri, atau juga ikut jadi blasteran. Namanya saja negara demokrasi, pastilah HAM dihormati. Hak Azasi Manusia, Hak Azasi Membully, maupun Hak Azasi Masabodo, boleh pilih mana suka. Dan konsekuensinya, PS harus bisa menerima dengan ikhlas hati kemauan pendukungnya yang kini tercerai berai, sebagai bagian dari akibat pilihan politiknya.
Saya jadi apa..? Saya pilih membantu rakyat yang masih banyak memikirkan bagaimana cara mengisi perut laparnya, sehingga boro-boro mereka paham soal perebutan kursi kekuasan saat ini. Orang lapar harus pikirkan nasi, bukan mikir kursi.
Lalu bagaimana soal nasib Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ke depannya?
Ya kita doakan saja, semoga dia bisa seperti Patih Gadjah Mada, dimana jabatan Patih juga diartikan sebagai Mentri Utama. Meski bukan jadi raja, tapi Gadjah Mada lebih ngetop dari Hayam Wuruk. Gadjah Mada bekerja tak kenal menyerah. Ia berlayar ke seluruh penjuru negri, berperang menaklukkan musuh, bergerak menyatukan Nusantara, menepati sumpahnya untuk tidak 'menikmati kemewahan' sebelum berhasil menyatukan pulau-pulau dan suku-suku yang terbelah.
Gadjah Mada lalu jadi legenda. Patungnya dibuat dan dikoleksi di mana-mana ratusan tahun sesudah ia mangkatpun, setiap orang tahu muka Gadjah Mada, meski belum tentu paham mana wajah Hayam Wuruk yang mengangkat dan mempercayakan jabatan kepada dirinya.
Tulisan ini bukan pembelaan kepada PS. Hanya berusaha memahami jalan pikirannya, berdasarkan pengamatan atas apa yang dia ucapkan dan lakukan selama ini.
#PikiranYangMerdeka