Setelah Islam, Sekarang TNI, Masih Belum Percaya Ancaman Komunis?

TENTU banyak yang bertanya kenapa rezim hari ini begitu “tidak ramah” terhadap Islam. Meskipun ummat Islam sebagai mayoritas dan pemilik saham terbesar atas berdirinya negara ini, tapi diperlakukan seperti terasing di negerinya sendiri.

Penyakit Islamfobhia di negeri ini begitu parah dan menyakitkan. Atas nama fitnah radikalisme, intoleransi, dan politik identitas, rezim hari ini bersama buzzer dan jajarannya seakan mendapat privilege khusus untuk bisa berbuat apa saja terhadap Islam.

Mulai dari pelarangan cadar, stigma buruk celana cingkrang, bendera Laillahaillallah yang berupa kalimat suci ummat Islam sedunia distigmakan sepihak sebagai lambang teroris.

Pelajaran dan kurikulum agama dihapuskan (meski sempat direvisi), kearifan lokal berbau syariat Islam melalui Peraturan Daerah ratusan jumlahnya dicabut.

Dana haji nya tak jelas keberadaan dan laporannya, sudah dua tahun ummat Islam Indonesia tidak bisa naik haji dengan alasan Covid-19. Para ulama dan aktifisnya dipenjarakan. Organisasi atas nama Islam seperti FPI dan HTI dibubarkan dengan alasan yang dibuat-buat.

Hari ini, seolah ummat Islam menjadi beban buruk bagi bangsa ini. Ada yang ngaku ulama, pakai sorban, bergelar Kiyai, dan malah menjabat ormas Islam yang besar, tapi komentar dan celotehnya lebih banyak menyakitkan hati ummat Islam. Bahkan menjurus pada pelecehan, seperti bilang Allah itu tidak ada dalam Al Quran.

Kalau ada para Ulama, Habaib, Kiyai, aktifis yang melakukan pelurusan dan pencerahan terhadap pemahaman Islam dan stigmaisasi negatif terhadap Islam, malah dituduh Ustad radikal, ulama intoleransi, tidak cinta NKRI, dan anti keberagaman.

Begitu mudahnya kelompok rezim hari ini membolak-balikkan fakta menggunakan instrumen kekuasaan. Negara ini seolah menuju negara Fasisme. Siapa yang ikut dan tunduk pada negara, maka akan dapat jabatan, fasilitas, dan kekuasaan. Tapi siapa yang tidak mau ikut dan tunduk, maka bersiap siaplah dengan resikonya.

Ternyata tidak sampai disitu saja. Hari ini, aura kebencian dan permusuhan juga “mulai terjadi dan bergeser” terhadap keluarga besar TNI.

Dimulai dari ditangkapnya Mayjend Purn TNI Kivlan Zen, Mayjend Purn Sunarko, konstalasi politik mulai semakin tendensius.

Kenapa mulai tendensius? karena sudah mulai berani menyebutkan ada purnawirawan TNI dengan kata kata Radikal. Belum lagi survey dari Kemenag yang menyatakan ada 5 persen anggota TNI aktif yang terpapar radikalisme.

Setelah itu, terjadi lagi penangkapan terhadap Kapten Ruslan Buton yang menyuarakan suara rakyat melalui surat terbukanya kepada Presiden. Dimana sebelumnya Kapten Ruslan Buton membongkar bagaimana aktifitas TKA China di Maluku utara yang dalam kaca mata insting militernya sudah sangat mencurigakan dan jadi ancaman bagi kedaulatan negara.

Yang terbaru, viralnya surat terbuka Bigjen TNI Junior Tumilar, Irdam Kodam Merdeka, yang membuat surat terbuka kepada Kapolri, atas pemeriksaan anggota Babinsa oleh Polres dan penyerobotan lahan sepihak oleh perusahaan atas tanah adat masyarakat setempat.

Namun sayang, Jendral bintang satu ini juga bernasib naas. Beliau dicopot dari jabatannya atas alasan untuk memudahkan pemeriksaan. Yang sekarang sedang ditangani Puspomad TNI AD.

Terakhir (sampai tulisan ini ditulis), bagaikan petir di siang bolong, tiba-tiba Gubernur Lemhannas Letjen Purn TNI Agus Widjojo mengeluarkan statemen kontroversial di acara Mata Najwa.

Dimana dalam pernyataannya, Agus mengatakan bahwa ; seolah tak ada sebenarnya doktrin tentara manunggal rakyat. Atau istilah pertahanannya, konsep Binter (pembinaan teritorial) hanyalah akal-akalan era Soeharto biar tentara enak-enak sebagai penopang kekuasaannya.

Sontak pernyataan Agus yang sekarang menjabat sebagai Gubernur Lemhannas membuat para TNI aktif maupun purnawirawan meradang dan marah.

Karena, konsep Binter adalah bagian dari implementasi Sishankamrata (Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta) yang dijamin konstitusi serta sudah teruji handal, tangguh sebagai konsep pertahanan rakyat yang menghantarkan rakyat ini merdeka dan bisa memadamkan berbagai pemberontakan dalam negeri.

Konsep Binter di mata Agus seolah lahir dari tentara yang malas mikir. Padahal, konsep Binter ini adalah salah satu ide jenius dan brilian dari para senior TNI mulai dari Jendral Soedirman, Gatot Subroto, Dan AH Nasution.

Menyatunya rakyat dan TNI teruji menjadi instrumen daya tangkal yang ampuh dalam upaya cegah dini, tangkal dini dalam menghadapi ATHG (Ancaman, Tantangan, Hambatan, dan Gangguan)

Justru konsep Sishankamrata inilah yang menjadi ruh utama kekuatan TNI saat ini. Dimana konsep ini boleh dikatakan konsep yang paling ditakuti oleh pihak yang ingin menguasai Indonesia.

Jadi sangat aneh, seorang Gubernur Lemhannas yang informasinya tidak pernah sekolah Lemhannas ini mengeluarkan statemen seperti itu.

Agus Wijoyo seakan menyampaikan kegelisahan suatu kelompok selama ini yang merasa terganggu dengan keberadaan TNI di tengah masyarakat melalui fungsi teritorial ini. Karena fungsi teritorial TNI juga adalah mata dan telinga TNI di tengah masyarakat.

Kejadian yang menimpa Brigjen Junior Tumilar, Kapten Ruslan Buton, Mayjen Kivlan Zen, adalah salah satu bentuk bagaimana secara personal ketika prajurit TNI yang Saptamargais itu tahu akan sumpah dan delapan wajib TNI nya, tidak akan khianat, tidak akan diam, tidak akan takut atau tunduk kepada siapapun ketika bangsa dan negaranya dalam ancaman.

Tentara Indonesia itu lahir sebelum negara ini ada. Makanya disebut sebagai “ Tentara Rakyat “. Dengan jargon, Bersama Rakyat TNI Kuat. Karena TNI lahir dari rakyat untuk rakyat. TNI adalah anak kandung rakyat. Dan NKRI ini lahir oleh perjuangan rakyat dan tentara. Kok lupa jendral?

Makanya juga, politik TNI itu adalah politik negara. Dimana konstitusi adalah sebagai Panglima Tertinggi. Sesuai Sapta Marga prajurit TNI. Jadi wajar pernah terjadi insiden dimana Panglima Besar Jendral Soedirman menentang perintah Soekarno yang memilih menyerah pada Belanda. Jenderal Soedirman memilih melanjutkan perlawanan gerilya bersama rakyat demi tetap tegaknya NKRI secara hukum internasional.

Artinya, doktrin TNI sangat berbeda dengan doktrin negara lainnya di dunia. Kemanunggalan TNI bersama rakyat adalah kekuatan utama Sishankamrata. Kenapa ada yang takut dan risih dengan konsep ini?

Ummat Islam dan TNI hari ini, boleh di katakan bernasib sama, dalam berada posisi yang sungguh sangat miris dan tersudutkan secara ideologis dan doktrin (Tupoksi).

Kalau ada bahagian dari ummat Islam ataupun personil TNI yang mengatakan bangsa kita hari ini dalam keadaan baik-baik saja, berarti mereka itu adalah bahagian dari kerusakan hari ini.

Sekarang pertanyaannya ada kembali kepada ummat Islam dan TNI. Apakah akan tetap diam? Takut? Menutup mata? Atau berkhianat?

Jawaban ada pada diri masing-masing. Ancaman itu sudah nyata ada di depan mata. Ancaman bagi keutuhan NKRI yang kita cintai ini.

Sebuah ancaman yang menyusup masuk ke dalam sendi bernegara kita hari ini. Hanya bagi yang beriman dan punya jiwa sapta marga yang kuat (bagi TNI) yang bisa membaca semua ini.

Sebagaimana takdir lahirnya haq dan batil. Baik dan buruk. Dimana sebuah kata bijak selalu mengingatkan kita semua. “ Apabila suatu bangsa melupakan sejarah kelam bangsanya, maka akan dikutuk untuk mengulangi sejarah kelam itu kembali “.

Ingat, sejarah 1965 terjadi karena Soekarno melupakan sejarah 1948. Artinya kita semua hari ini jangan sampai melupakan sejarah 1965, agar sejarah kelam itu tidak terjadi kembali hari ini atau sebentar lagi. Wallahualam.

2637

Related Post