Surpres yang Bukan ‘Surprise’

Jakarta, FNN - Selamat Ginting, pengamat komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta menanggapi Surat Presiden (surpres) tentang usulan Jenderal Andika Perkasa menjadi Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Kepada FNN Ginting mengatakan bahwa sebagai pengamat, ia melihat tidak ada yang surprise (kejutan) mengenai surpres (surat presiden) tersebut, karena beberapa hal.

Pertama; setelah melewati dinamika politik Presiden Jokowi akhirnya mantap menetapkan Jenderal Andika Perkasa untuk menjadi calon panglima TNI menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto yang akan segera memasuki usia pensiun 58 tahun pada 8 November 2021 mendatang. Andika sesungguhnya sudah dipersiapkan lama bersamaan dengan penetapan Marsekal Hadi Tjahjanto menjadi Panglima TNI pada Desember 2017 lalu. Dipersiapkan menjadi KSAD untuk kemudian menjadi Panglima TNI menggantikan Hadi Tjahjanto.

Kedua; dalam satu bulan ini sudah banyak isyarat bahwa Andika Perkasa akan dipilih menjadi calon Panglima TNI. Yang paling akhir adalah pertemuan ‘rahasia’ Andika Perkasa dengan Presiden Jokowi beberapa hari jelang keberangkatan Jokowi keluar negeri, seperti dikemukakan sebuah sumber.

Jadi, pertemuan ini luput dari perhatian publik. Bukan saat Andika turut melepas Presiden Jokowi ke luar negeri, melainkan beberapa hari sebelumnya. Di situ sesungguhnya kepastian tersebut terjadi.

Pertemuan itu merupakan grand final dari pertemuan antara utusan Presiden, yakni Menteri Sekretaris Negara Pratikno pada 11 Oktober 2021 lalu di Markas Besar Angkatan Darat (Mabesad). Mensesneg diduga memberikan kabar dari Presiden mengenai penjajakan Jenderal Andika Perkasa akan menjadi calon Panglima TNI.

Ketiga; jika mengacu pada alasan pertama, sesungguhnya Presiden Jokowi telah memiliki kedekatan sosiologis dan psikologis dengan Jenderal Andika Perkasa. Hal inilah yang membuat Jokowi berat untuk pidah ke lain hati, walau pun usia Andika hanya sekitar satu tahun saja untuk bisa menjadi Panglima TNI dengan catatan tidak akan mengalami perpanjangan usia pensiun.

Keempat; jika Presiden Jokowi mau, maka bisa saja usia pensiun Andika diperpanjang menjadi 60 tahun, sehingga masih bisa menjabat sampai tiga tahun pada Desember 2024 atau masa peralihan kepemimpinan nasional pada Oktober 2024 mendatang. Preseden ini sudah beberapa kali terjadi. Misalnya ketika di era Presiden Soeharto tahun 1996. Jenderal Feisal Tanjung yang harusnya pensiun usia 55 tahun, pada 1996, namun mendapatkan perpanjangan hingga pensiun jelang usia 59 tahun. Saat itu usia pensin TNI masih 55 tahun. Begitu juga dengan Jenderal Endriartono Sutarto pada 2002. Seharusnya pada April 2002, dia pensiun 55 tahun, namun diperpanjang hingga 59 tahun pada 2006.

Kelima; dari segi senioritas KSAD Jenderal Andika Perkasa paling senior dibandingkan dengan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono maupun Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo. Baik dari sisi kepangkatan bintang empatnya lebih dahulu dan menjabat Kepala Staf Angkatan juga terlebih dahulu. Andika lulusan Akmil 1987, Yudo lulusan AAL 1988-A, dan fadjar lulusan AAU 1988-B.

Keenam; Andika punya pengalaman lengkap sebagai perwira, antara lain pernah memegang jabatan komandan lapangan, sejak menjadi Komandan Batalyon 32/Apta Sandhi Prayuda Utama, Grup 3/Sandhi Yudha. Juga komandan wilayah, seperti Komandan Resor Militer (Danrem) 023/Kawal Samudera, Kodam I/Bukit Barisan pada 2012. Setelah itu dalam kariernya sebagai perwira tinggi dimulai menjadi Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat, kemudian Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Danpaspampres) (2014), Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) XII/Tanjungpura (2016). Dari situ promosi menjadi Komandan Komando Pembina Doktrin, Pendidikan dan Latihan Angkatan Darat (Dankodiklatad) (2018), Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) (2018), hingga menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (2018) selama 2,5 tahun. Andika yang banyak berkarier di bidang intelijen antiterror ini sudah matang dan waktunya untuk memimpin TNI.

Ketujuh; dari hakikat ancaman negara saat ini yang ada di depan mata adalah masalah Papua. Papua ini wilayah daratan yang harus dipimpin panglima dari matra darat yang lebih mengenal wilayah gerilya lawan, yakni Organisasi papua Merdeka (OPM). Sementara masalah Laut China Selatan baru merupakan potensi ancaman, belum merupakan ancaman nyata seperti di Papua. Dibutuhkan panglima yang paham tentang operasi militer dalam menghadapi hakikat ancaman terhadap NKRI. (sws)

325

Related Post