Tumbal Ambisi, Bandara Kertajati Beralih Fungsi

PLINTAT -plintut tak hanya menyerang makhluk bernyawa. Benda mati pun bisa terpapar pandemi "esuk dhele sore tempe", sebuah perumpamaan Jawa yang mendeskripsikan sikap tak konsisten dan semaunya.

Wabah itu kini menimpa Bandara Kertajati di Majalengka, Jawa Barat. Bandara yang dibangga-banggakan sebagai Airport Kelas Wahid setelah Bandara Soetta itu kini berubah fungsi sebagai tempat penampungan pesawat rusak alias bengkel.

Di tempat ini kelak berbagai aktivitas seperti mencopot baut, mengelas besi, menambal ban, dan mengecat body akan menggeliat. Tak ada lagi lalu lalang turis lokal maupun internasional seperti yang diimpikan sebelumnya. Yang ada hanya para pekerja berlumuran oli yang sigap memperbaiki pesawat bekas. Tumpukan besi tua berkarat juga akan tampak di sudut-sudut yang lain Bandara terluas di Indonesia itu.

Alih fungsi Bandara yang digadang-gadang sebagai bandara termegah di Asia itu diputuskan menjadi bengkel oleh Presiden Jokowi dalam Rapat Terbatas di Istana Negara Senin (29/03/2021) yang dihadiri Menhub Budi Karya Sumadi dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Pemerintah menyatakan Bandara Kertajati akan menjadi tempat Maintenance, Repair, Overhaul (MRO) alias bengkel pesawat.

Presiden meminta agar PTDI dan PT Pindad dipindahkan juga ke kawasan Aero City Kertajati. Selanjutnya kawasan PTDI dan PT Pindad di Bandung bisa diubah menjadi daerah pariwisata.

Keputusan ini diambil lantaran sejak diresmikan, lapangan terbang ini cenderung sepi peminat, khususnya untuk penerbangan komersil. Maskapai terakhir yang bertahan beroperasi di Kertajati, adalah Citilink.

Secara kumulatif antara Januari-September 2020 jumlah penumpang Bandara Kertajati hanya 42.400 orang atau 26,41 persen dari total penumpang domestik Jawa Barat. Bahkan pada bulan Agustus – September 2020, taka da satu pun peunmang di Bandara Kertajati.

Ada sedikit keramaian yang menarik perhatian publik yakni banyaknya calon-calon pengantin baru yang memanfaatkan sepinya bandara. Mereka mengambil foto prewedding di lokasi yang luasnya mencapai 1.800 Ha tersebut.

Ibarat bunga, Bandara Kertajati layu sebelum berkembang. Padahal, ide dan gagasannya sudah ditelorkan sejak 15 tahun lalu era Presiden Megawati, dimatangkan era SBY, dan diresmikan pada era Jokowi.

Peresmiannya cukup meriah dan heroik. Wajah-wajah penuh optimistis menghiasai tamu undangan yang memenuhi upacara seremonial di pelataran Kertajati. Disambut tradisi water salute, pesawat Kepresidenan yang ditumpangi Presiden Joko Widodo mendarat di Bandara Internasional Jawa Barat Kertajati, Kamis (24/05/2018). Pendaratan perdana pesawat Kepresidenan ini sekaligus menandai beroperasinya Bandara kebanggaan masyarakat Jawa Barat tersebut.

Saking girangnya Jokowi datang lebih awal 1 jam, yakni pukul 09.27 yang seharusnya pukul 10.30 WIB. Kedatangan Jokowi disambut dengan meriah sekaligus ditunjukkannya historical landing oleh Maskapai Garuda Indonesia dan Batik Air dengan penumpang VVIP sebagai pertanda operasional Bandara Internasional Kertajati dimulai. Momen itu juga menunjukkan Bandara ini telah mengantongi izin penerbangan internasional.

Proses kelahiran Bandara ini cukup menyita waktu. Sejak 15 tahun sebelumnya sudah diwacanakan. Lalu dimulai pembangunan pada 2014 dengan pembangunan runway (landas pacu) sepanjang 2.500 meter x 60 meter dan paralel taxiway sepanjang 2.750 meter x 25 meter yang sudah selesai dibangun pada akhir 2017.

Landas pacu kemudian dipanjangkan hingga 3.200 meter x 60 meter agar bisa melayani operasional pesawat sipil terbesar di dunia seperti Airbus A380, Boeing B 747, maupun B 777.

Bandara ini memiliki kapasitas 5 juta penumpang per tahun serta bisa dikembangkan menjadi sekitar 29,3 juta penumpang per tahun. Namun semua itu sirna lantaran sepinya penumpang.

Selain itu, Bandara Kertajati mempunyai apron seluas 397.890 meter persegi yang dapat menampung 10 parking stand pesawat jet narrow body. Nama Bandara Kertajati sendiri sempat mau diubah menjadi Bandara BJ Habibie, namun batal.

Bandara Kertajati adalah korban kebijakan ambisius tanpa memikirkan dampak dan kelanjutannya. Yang terjadi adalah tambal sulam kebijakan untuk menutupi kegagalan pembangunan yang nyata.

Alih fungsi Bandara menjadi tempat service pesawat bobrok merupakan bukti minimnya perencanaan proyek infrastruktur pemerintah. Ia menjadi korban ambisius program pencitraan sang presiden. Hasrat untuk meraih predikat Bapak Infrastruktur, tak semulus yang dibayangkan.

Dana pembangunan yang mencapai Rp 2,6 triliun bukan jumlah yang sedikit. Uang sebanyak itu jika disalurkan untuk membantu UMKM jelas sangat bermanfaat. Pedagang mangga Indramayu akan terbantu, penjual jeruk nipis Kuningan akan senang, dan perajin Jalakotek Majalengka akan bahagia.

Keraguan akan suksesnya Bandara ini sebetulnya pernah disentil oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. Saat itu, Jonan sempat menolak untuk melanjutkan pembangunannya. Tapi kemudian dipaksakan oleh Menhub yang baru, Budi Karya Sumadi.

Tak hanya Jonan, pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo juga pernah mengingatkan agar pemerintah berpikir ulang tentang pembangunan bandara ini. Kata Agus, Kertajati jauh dari mana-mana, nggak cocok dijadikan bandara. Jarak Bandung-Kertajati sekitar 100 kilometer atau kurang lebih 2 jam perjalanan, mereka lebih memilih ke Bandara Soetta di Cengkareng.

Agus menyatakan Bandara Kertajati adalah contoh infrastruktur yang dibangun dengan unsur politis yang lebih kental dibanding unsur studi kelayakannya.

Adapun keinginan pemerintah untuk tetap melayani penumpang, kargo, dan jamaah umrah serta haji di samping bengkel, menurut Agus, semua rencana itu tidak ada yang berprospek bagus.

“Membuat MRO harus ada lisence pabrikan, memangnya bikin pabrik bajaj. Lalu yang kedua, siapa yang mau modalin jadi MRO? Jadi pabrik (kue) klepon saja mahal saat ini. Lalu pesawat mana yang mau ke MRO di Kertajati? Boeing, Airbus, dan lain-lain pasti menolak secara ekonomis," ujar Agus. (SWS)

1793

Related Post