HUKUM

Tersangka Air Keras Ditangkap, Tito Menyesal Keluar dari Polri

By Asyari Usman Jakarta, FNN - Sangat mungkin Tito Karnavian sekarang menyesal meninggalkan Polri. Meskipun dia diangkat menjadi Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Sebab, setelah dia pergi, Bareskrim akhirnya bisa menangkap dua tersangka perlaku penyiraman air keras penyidik KPK, Novel Baswedan. Mengapa Tito menyesal keluar dari Polri? Pertama, penangkapan yang dilakukan pada 26 Desember 2019 itu merupakan prestasi penting Jenderal Idham Aziz, Kapolri yang baru. Selama dua tahun ini Tito gagal mencari pelaku penyiraman. Tentunya penangkapan ini membuat Tito malu. Itu pun kalau dia masih punya. Kedua, Tito menyesal menjadi Mendagri karena boleh jadi Jokowi mengangkat dia sebagai cara halus untuk mempercepat penangkapan itu. Barangkali saja Jokowi melihat Tito selama ini “malas” mencari pelaku air keras itu. Diangkatlah sebagai Mendagri. Tito tentu merasa tersanjung. Padahal, Jokowi ingin membebaskan Polri dari “malas”-nya Tito mengejar pelaku. Ketiga, dan ini yang paling penting, Tito menyesal pergi dari Polri karena boleh jadi pengembangan dari penangkapan kedua tersangka itu bisa meluas ke mana-mana. Apalagi kedua tersangka itu adalah anggota Polri aktif. Tak tertutup kemungkinan mereka akan “buka mulut” lebar-lebar. Kalau nyanyian mereka komplit, bisa-bisa kasus dugaan korupsi oleh seorang pejabat tinggi dalam kaitan dengan “Buku Merah”, akan ikut juga terungkap. Itulah tiga dasar penyesalan Pak Tito melepaskan jabatan Kapolri. Tito kelihatannya dijebak dengan umpan jabatan Mendagri. Tito tak lagi punya “real power” di Polri meskipun masih banyak loyalisnya di sana. Kalau “ada apa-apa” dengan penyelidikan kasus Novel yang dikembangkan dari kedua tersangka anggota Polri itu, Pak Tito tidak lagi menjadi faktor. Setelah pensiun dari Kepolisian, Tito menjadi “lame duck”. Teoritis, tak berdaya. Jokowi tinggal mengatakan, “Siapa pun juga harus mengikuti proses hukum”. Setelah itu, penyidikan air keras bisa berkembang pesat. Bisa saja membuka tabir figur kuat di balik air keras Novel. Smart scenario! Salut kepada Pak Jokowi. Tepatnya, salut kepada “script-writer” beliau. Cerdas dalam cara menggiring Tito keluar dari Polri. Yang kemudian memuluskan langkah untuk menuntaskan kasus Novel. Tapi, akankah semua berjalan seperti yang diinginkan? Tunggu dulu. Belum tentu skenario yang disusun bisa ‘applicable’ (terjabarkan) semuanya! Sebab, drama air keras Novel itu mirip dengan pembuatan film kolosal. Banyak aktor besar yang ikut berlakon. Lain lagi aktor-aktor menengah dan kecil yang akan membuat bingung sutradara. Tidak bisa dipastikan apakah kedua tersangka itu akan membeberkan siapa-siapa yang merencanakan air keras Novel. Tidak ada jaminan akan terungkap nama-nama besar sebagaimana, mungkin, diharapkan oleh Jokowi dan Novel Baswedan. Novel sendiri mengatakan, dia melihat banyak keanehan dalam penangkapan kedua tersangka. Misalnya, tersangka mengarahkan tindakan penyiraman air keras itu sebagai pelampiasan dendam pribadi. Bukan karena bagian dari operasi yang ditujukan untuk mengganggu atau mencegah penyelidikan kasus korupsi yang ditangani oleh Novel. Jadi, akan banyak ‘ranjau’ di sepanjang jalan penyidikan. Anda bisa saja jumpa banyak tanda ‘no visitors’ di ruas-ruas tertentu. Yaitu, ruas-ruas yang tak boleh dimasuki oleh siapa pun. Di Indonesia, pemandangan seperti ini masih lumrah. Tidak semua pohon bisa ditebang dengan gergaji hukum. Masih banyak ‘the untouchable’ (tak bisa disentuh) yang mengendalikan proses hukum itu. Pak Jokowi boleh-boleh saja punya “script-writer” yang cemerlang. Tapi, penulisan naskah dan pengambilan gambar (shooting) adalah dua hal yang berbeda. Shooting bisa berlangsung tanpa sepenuhnya mengikuti naskah. Sering terjadi “ad-libbing” (spontanitas). Di sinilah nanti banyak celah untuk “membajak” proses hukum air keras. Sangat mungkin “ketua” tim penyiram air keras bermain di belakang layar. Sehingga, penyidikan kedua tersangka menjadi terarah sesuai keinginan “ketua”. Tampaknya, inilah yang akan terjadi. Karena itu, janganlah Anda senang dulu dengan langkah Jokowi membebaskan Polri dari “kemalasan” mereka memburu pelaku air keras Novel. Sebaliknya, jangan pula pesimis bahwa penangkapan kedua tersangka itu hanya basa-basi saja. Tapi, Anda layak percaya “ketua” tim penyiram besar kemungkinan akan lolos.[] 28 Desember 2019 Penulis wartawan senior.

Jenderal Listyo Sigit, Kini Orang Kuat Baru di Polisi

Dengan posisinya sebagai orang kuat baru di polisi, mau digunakan Sigit untuk apa? Publik pasti menunggu. Semoga saja Sigit akan memimpin penegakan hukum yang tegak lurus? Hukum yang tegak tanpa pandang bulu. Hukum yang berdiri tanpa tebang pilih, atau sebaliknya pilih dulu baru tebang? Penegakan hukum yang tajam kepada semua anak bangsa. By Kisman Latumakulita Jakarta, FNN – Tadi pagi, Senin 16 Desember 2019, sekitar pukul 09.00 WIB, Kapolri Jendral Polisi Idham Azis resmi melantik Irjen Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polisi yang baru. Peristiwa pelantikan perwira tinggi polisi yang bukan biasa-biasa. Sebab ini adalah pelantikan yang mengakhiri Power Struggle paling keras atas jabatan Kabareskrim yang lama kosong. Power Struggle atas jabatan Kabareskrim ini dapat disimpulkan sebagai yang terlama di Indonesia. Paling tidak, terlama selama sejak era reformasi. Power Struggle yang menyita waktu salama 46 hari, terhitung sejak Jenderal Idham Azis dilantik Presiden Joko Widodo sebagai Kapolri di Istana pada Jumat 1 November 2019. Dan akhirnya, Irjen Polisi Listyo Sigit yang keluar sebagai pemenang. Lamanya Power Struggle jabatan Kabareskrim ini mengalahkan rekor yang pernah terjadi sebelumnya. Power Struggle sebelumnya atas jabatan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD) di tahun 2014. Ketika itu Panglima KOSTRAD Letjen TNI Gatot Nurmantyo dilantik oleh Presiden SBY sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) pada 25 Juli 2014. Gatot menggantikan pendahulunya Jenderal TNI Budiman . Gatot sudah menjadi KSAD definif sejak 25 Juli 2014, namun masih merangkap sebagai Panglima KOSTRAD selama 40 hari. Gatot baru melepaskan jabatan Panglima KOSTRAD pada 5 September 2014. Ketika itu Gatot digantikan oleh Pangdam Jaya Mayor Jenderal TNI Mulyono. Satu tahun kemudian, pada 15 Juli 2015 Letjen TNI Mulyono yang menggantikan Gatot sebagai KSAD, karena Gatot naik menjadi Panglima TNI Informasi tentang Irjen Listyo Sigit bakal mengisi jabatan Kabareskrim sudah beredar lama. Terutama setelah Presiden Joko Widodo secara resmi mengajukan nama Komjen Polisi Idham Azis ke DPR sebagai calon tunggal Kapolri pada Rabu 23 Oktober 2019. Namun Sigit baru bisa dilantik sebagai Kabareskrim 46 hari setelah Jenderal Idham Azis menjabat Kapolri. Jenderal Idham membutuhkan waktu yang lama, karena kuatnya Power Struggle di posisi Kabareskrim ini. Sehari setelah nama Komjen Idham Azis resmi diajukan sebagai calon Kapolri, pada Kamis malam 24 Oktober 2019, beta diajak ngopi-ngopi oleh teman, yang perwira tinggi polisi. Kami sepakat memilih tempat ngopi-ngopi di restoran Merah Delima, di daerah Jakarta Selatan. Lokasinya hanya berselahan jalan dengan Baharkam Mabes Polri di Jalan Trunojoyo. Sebagai wartawan, begitu ketemu di restoran, tempat kami janjian untuk ngopi-ngopi, beta langsung saja bertanya kepada teman polisi tersebut, “eh bro, siapa calon kuat Kabareskrim pengganti Pak Idham nanti”? Dijawab oleh teman yang jendral polisi, “yang paling kuat kemungkinan saja Kadiv Propam Polri Irjen Listyo Sigit”. Biasanya dipanggil teman-temannya dengan Sigit saja. Mendengar jawaban teman bahwa Sigit adalah calon paling kuat Kabareskrim, beta percaya saja bulat-bulat. Sebab sangat wajar kalau Sigit yang bakal menjadi Kabareskrim. Alasannya, karena Irjen Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo bukanlah perwira tinggi polisi yang biasa-biasa saja. Sigit adalah Jenderal polisi yang masuk katagori luar biasa. Sigit mempunyai kedekatan hubungan dengan Presiden Joko Widodo. Kedekatan itu juga sangat wajar. karena penugasan membawa Sigit untuk dekat dengan Presiden Joko Widodo. Sebab Sigit adalah ajudan pertama Pak Joko Widodo saat pertama kali menjabat presiden tahun 2014 lalu. Dengan posisinya sebagai ajudan presiden, otomatis Sigit menjadi satu diantara sedikit orang Indonesia yang bisa berada ring satu presiden. Ring satu adalah sebutan atau sandi untuk mereka yang kapan saja bisa berkumunikasi atau di dekat dengan presiden. Melekat dengan tugas-tugas presiden. Mereka menjadi orang kepercayaan presiden. Mereka juga menjadi mata dan telinga presiden ke luar. Kedekatan Sigit dengan Joko Widodo sudah terjalin jauh sebelum Pak Joko Widodo menjabat presiden pada Oktober 2014. Kedekatan ini, paling kurang sudah terjalin ketika Sigit menjabat sebagai Kapolres Kota Surakarta pada tahun 2011. Waktu itu Pak Joko Widodo menjabat sebagai Walikota Solo periode pertama. Hubungan antara Sigit dengan Pak Jokowi yang sudah terjalin Solo dulu itu, kembali berlanjut saat Pak Joko Widodo menjadi presiden. Apalagi Pak Joko Widodo memutuskan untuk memilih Komisaris Besar Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo sebagai ajudannya dari unsur polisi. Paling Berkuasa Jabatan Kabareskrim adalah jabatan yang paling penting dan strategis di Polisi. Otosmatis juga penting untuk ukuran di Indonesia. Jabatan karier di polisi yang sangat dicita-citakan oleh setiap perwira polisi lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) dan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Kabareskrim adalah jabatan perwira tinggi bintang tiga yang sangat prestisius . Kabareskrim memilki kewenangan untuk bisa menahan orang tidak menahan orang. Jabatan ini bisa jadi lebih bergensi dari jabatan bintang tiga lain di polisi seperti Wakil Kepala Polri (Wakapolri) dan Inspektur Pengawan Umum (Irwasum) Polri. Setiap perwira polisi yang betugas di bidang reserse, wajar dan sangat wajar saja, kalau berharap kelak bisa dipercara presiden untuk menjadi Kabareskrim. Apalagi bagi perwira berpangkat Komisaris Besar (Kombes) Polisi yang sudah lulus Sekolah Staf dan Pimpinan Tingkat Tinggi (Sespimti) dan Lemhanas. Sebab Kabareskrim ini mempunyai power yang sangat besar dan luas. Saking bergensi dan prestisius jabatan Kabareskrim tetrsebut, pernah ada Kabareskrim yang menolak ketika ditawari oleh Kapolri untuk menjadi Wakapolri. Menurut pakar Hukum Tata Negara, Dr. Margarito Kamis menjadi polisi saja sudah sangat power full. Apalagi dipercaya menjadi Kabareskrim. Sebab di negeri ini, hanya instusi kepolisian yang mempunyai kekuasaan dan kewenangan sangat besar itu. Tidak ada institusi negara yang lain seperti polisi. Hanya lembaga kehakiman (peradilan) yang punya kewenangan dan kekuasaan mendekati institusi kepolisian. Itupun tidak power full seperti kepolisian. Kepolisian di Indonesia memiliki dua kekuasaan. Pertama, polisi punya kewenangan untuk menggunakan kekuasaan senjata api. Kedua, polisi juga punya kewenangan menggunakan kekuasaan hukum untuk menahan setiap orang yang dianggap melanggar hukum. Sedangkan lembaga peradilan, hanya memiliki kewenangan menggunakan kekuasaan hukum. Lembaga peradilan tidak mempunyai wewenang untuk menggunakan kekuasaan senjata api. Kabareskrim juga secara ex officio adalah kepala pembina dari reserse di seluruh Indonesia. Dengan segala kewenangan dan kekuasaan perundang-undangan yang melekat padahanya, Kabareskrim dapat saja membuat perintah untuk mengambil alih penyelidikan ddan penyididkan setiap perkara yang sedang ditangani oleh Polda. Begitu juga dengan alas an subjertif dan objektif, sebagai kepala penyidik, Kabareskrim dapat saja memberikan saran kepada penyidik untuk menahan seserang atau sebagaian orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Sebaliknya, Kabareskrim juga bisa memberikan saran kepada penyidik untuk tidak menahan seseorang atau sebagian orang. Terserah pada Kabareskrim saja. kewenangan dan kekuasaan Kabareskrim menjadi sangat, sangat dan sangat power full. Dari sinilah, suka atau tidak suka, senang dan tidak senang, yang pasti Komisaris Jendral Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo hari ini adalah orang kuat baru di jajaran kepolisian. Apalagi Sigit memiliki kedekatan hubungan dengan pusat kekuasaan, yaitu Istana Negara. Dengan posisinya sebagai orang kuat baru di polisi tersebut, mau digunakan Sigit untuk apa? Apakah Sigit akan memimpin penegakan hukum yang tegak lurus? Hukum yang tegak tanpa pandang bulu. Hukum yang berdiri tanpa tebang pilih, atau sebaliknya pilih dulu baru tebang? Penegakan hukum yang tajam kepada semua anak bangsa. Penegakan hukum yang tidak hanya bisa tajam ke bawah, namun tumpul ke atas. Semuanya akan dikenang dan dicatat sebagai lembaran sejarah apa? Bisa sejarah hitam, bisa sejarah putih. Bisa menjadi catatan sejarah yang mengagumkan dan membanggakan? Namun sebaliknya, bisa juga menjadi catatan hukum yang menyedihkan kita sebagai anak bangsa? Seksesnya Sigit sebagai Kabareskrim nanti, bisa saja mengantarkan dia naik selangkah lagi menjadi Kapolri. Sebagai perwira tinggi polisi bintang tiga, tentu saja Sigit juga berpeluang untuk menggantikan Jendral Idham Azis yang akan pangsiong nanti sebagai anggota polisi pada akhir Januari 2021. Pak Idham tinggal 13 bulan setengah lagi menjadi anggota polisi. Wallaahu alam bishawab. Selamat bekerja Pak Kabareskrim. Semoga saja anda sukses di jabatan yang sangat prestisius, bergensi dan berkelas tersebut. Penulis adalah Wartawan Senior.

Hari Antikorupsi Dirayakan dalam Suasana Prokorupsi

By Asyari Usman Jakarta, FNN - Dua hari yang lalu, 9 Desember 2019, seluruh dunia merayakan Hari Antikorupsi Internasional. International Anti-Corruption Day (IACD). Orang Indonesia juga ikut menggelar perayaan ini. Di bagian-bagian lain dunia, perayaan itu menunjukkan kecocokan antara tekad dan tindakan untuk membasmi korupsi. Artinya, keinginan mereka untuk melenyapkan korupsi sejalan dengan kebijakan pemerintah. Tekad keras, tindakan pun keras. Di Indonesia? Lain sama sekali. Narasi untuk melenyapkan korupsi tidak sejalan dengan langkah pemerintah. Lain ucapan, lain perbuatan. Para politisi berapi-api tentang korupsi. Tapi, pada saat yang sama, mereka membukakan lebar-lebar pintu korupsi itu. Kalau di banyak negara, instrumen-intrumen pencegahan dan pembasmian korupsi dari waktu ke waktu diperkuat terus. Tapi, tidak di Indonesia. Khususnya pada tahun 2019 ini. Tindakan antikorupsi diperlemah. Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) yang dipandang oleh publik sebagai satu-satunya lembaga terpercaya dalam memberangus korupsi, sekarang dimandulkan oleh Presiden Jokowi. Bekerja sama dengan DPR. Artinya, DPR dan Presiden sepakat mengebiri KPK. DPR menciptakan revisi UU KPK yang membuat lembaga ini menjadi ompong. Setelah itu, Presiden menurunkan tanda tangannya. Inilah suasana perayaan IACD di Indonesia. Hari antikorupsinya dirayakan, tapi pemberantasan korupsinya dilemahkan. Anda masih ingat, ketika rangkaian unjuk rasa menentang revisi UU KPK berlangsung akhir September, waktu itu Presiden Jokowi diyakini akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan revisi itu. Namun, yang terjadi hanyalah harapan kosong. Revisi UU KPK itu berlaku mulai 17 Oktober. Jokowi sepakat dengan DPR. Khususnya dengan PDIP sebagai partai yang paling getol merevisi UU KPK. PDIP-lah yang menjadi “drive” revisi itu. Yang menjadi penggalang utamanya. Mereka berhasil. KPK pun berantakan, tak berdaya. Revisi itu mewajibkan pembentukan Dewan Pengawas (DP). DP ini memiliki kekuasaan yang sangat besar. Boleh dikatakan kekuasaan mutlak. Sebagai contoh, bila para komisioner KPK ingin melakukan penyadapan telefon untuk menangkap para koruptor yang akan bertransaksi, maka harus ada dulu izin dari DP. Prosedur baru ini menyebabkan operasi tangkap tangan (OTT) tak bisa lagi semulus selama ini. Izin bisa saja ditolak. Atau bahkan para oknum di DP bisa membocorkan penyadapan kepada orang yang akan disadap oleh KPK. Hal lainnya termasuk penghapusan keistimewaan status pegawai KPK. Mereka dijadikan sebagai ANS biasa dengan penghasilan standar pegawai negeri. Tidak ada lagi insentif yang selama ini membuat kinerja para pegawai KPK sangat professional dan berani. Ke depan, setelah masa tugas pimpinannya selesai bulan ini, pemberantasan korupsi oleh KPK hampir bisa dipastikan tidak akan menjamah kelompok orang tertentu. Apalagi ketua KPK yang baru, Irjen Firli Bahuri, terpilih atau dipilih di tengah sikap skeptis publik. Sangat diragukan komitmen ketua KPK yang baru. Sebab, sangat kental kesan bahwa Irjen Firli dipaksakan menjadi ketua untuk “menijanakkan” KPK. Banyak yang menduga Pak Firli akan melenturkan tugas KPK dengan misi pihak-pihak yang menghendaki pengenduran pemberatasan korupsi. Tentu ini sangat memprihatinkan. Ada gejala para pemegang kekuasaan di lini eksekutif dan legislatif bersepakat menumbuhkan kondisi yang menguntungkan para pelaku korupsi. Barangkali, itulah sebabnya Hari Anti-Korupsi tahun ini di dirayakan di Indonesia dalam suasana Prokorupsi.[] 11 Desember 2019 Penulis wartawan senior.

Moeldoko Pasang Badan untuk Agnez, Kapan Agnez Pasang Badan untuk Pak Moel?

By Asyari Usman Jakarta, FNN - Agnez Monica boleh-boleh saja berstatus bintang. Tapi, hari-hari ini yang menjadi bintang malah Pak Moeldoko —Kepala Staf Kepresidenan. Pasalnya, pejabat penting Istana ini pasang badan untuk Agnez. Ketika bintang model dan tarik suara ini sedang dikeroyok gara-gara mengaku bahwa dia tidak berdarah Indonesia, Moeldoko tampil ke depan. Pak Moel mengimbau agar pengakuan Agnez tidak digoreng terus. Menurut Moeldoko, walau tak mengaku berdarah Indonesia, tak berarti Agnez tidak nasionalis. Mengapa Moeldoko tampil pasang badan untuk Angez? Tentu Pak Moel sendiri yang tahu. Yang jelas, beliau merasa terpanggil pasang badan untuk Agnez. Semata-mata dengan alasan yang mulia. Yaitu, untuk mencegah agar hujatan terhadap Agnez tidak berlanjut. Apa yang dilakukan Moeldoko itu sebetulnya sangat riskan. Besar taruhannya. Sebab, opini publik dalam kasus Agnez didominasi oleh hujatan dan kritik pedas. Artinya, Moeldoko siap berlawanan dengan suara publik. Kemudian, apakah salah Pak Moel pasang badan untuk Agnez? Tidak ada yang salah. Sah-sah saja. Itulah pilihan Kepala Staf Presiden. Walaupun membela Agnez belum tentu menjadi tugas Pak Moel, beliau merasa terpanggil untuk pasang badan. Terpanggil untuk membela kebenaran dan kejujuran. Dalam hal ini, Agnez benar dan jujur. Dia benar bukan berdarah Indonesia. Dan dia jujur mengakuinya. Ini sangat terpuji. Jadi, Pak Moel spontanitas saja pasang badan. Sejalan dengan jiwa patriotisme beliau sebagai tentara. Tidak ada yang berlebihan. Pasang badan Pak Moel ini tentu tidak ternilai harganya bagi Agnez. Dan kita yakin Pak Kepala Staf melakukan itu sebagai ekspresi rasa cinta dan sayangnya kepada sesama warga Indonesia. Yang sedang dilanda masalah. Pak Moeldoko pastilah tidak mengharap apa-apa dari pasang badan untuk Agnez. Tetapi, sebagai orang yang paham tatakrama Indonesia, Agnez pun tentu siap juga memasang badannya untuk Pak Moel.[] 27 November 2019 Penulis wartawan senior.

Tampaknya Sukmawati Belum Selesai dengan Islam

By Asyari Usman Jakarta, FNN - Sukmawati Soekarnoputri mungkin percaya bahwa ayah beliau, Soekarno, lebih hebat dari Nabi Muhammad. Hebat dalam kaitan dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Nah, salahkah Bu Sukma bertanya apakah Baginda Nabi yang berjuang dalam merebut kemerdekaan Indonesia atau Soekarno? Bisa tidak salah, bisa juga salah. Bisa tak salah, karena Bu Sukma mungkin hanya ingin menguraikan fakta tentang perjuangan kemerdekaan. Tentu saja tidak ada Nabi secara fisik dalam perjuangan Indonesia. Kalau Bu Sukma mengatakan mana ada peranan langsung Nabi Muhammad, pastilah tidak ada. Jadi, tak salah kalau pertanyaan di orasi Bu Sukma itu dia sampaikan di depan audiens. Tapi, bisa juga salah. Sebab, dengan memunculkan pertanyaan retoris itu, Buk Sukma tampak tendensius. Untuk apa beliau membawa-bawa Nabi untuk membandingkan kehebatan perjuangan Soekarno? Apa perlunya? Mengapa harus menanyakan peranan Nabi dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia? Tidak bisa dimengerti mengapa dia munculkan itu. Yang bisa dipahami adalah bahwa Sukmawati hanya ingin melecehkan Baginda Nabi untuk mengatakan Soekarno hebat. Ini yang membuat publik, khususnya umat Islam, menjadi terusik. Kalau Bu Sukma bermaksud memuji-muji kehebatan ayahnya, silakan saja. Tidak ada yang melarang. Sah-sah saja. Bukankah sangat banyak politisi dan pengamat yang juga memuji-muji kehebatan Soekarno? Tidak masalah Bu Sukma mempromosikan kehebatan perjuangan Soekarno. Tapi, mengapa dia perlu jawaban bahwa Nabi Muhammad memang tidak ikut berjuang langsung untuk merebut kemerdekaan Indonesia? Di sinilah kegaduhan itu bermula. Dia mengikutkan Nabi Muhammad dalam uraian umum yang sebenarnya tidak memerlukan penyebutan kualitas Baginda. Dia tidak punya alasan untuk melontarkan pertanyaan retoris tentang perjuangan Nabi di Indonesia. Pasti akan memunculkan kontroversi. Bu Sukma seolah-olah terus menunjukkan kegusarannya terhadap Islam dan umat Islam. Dia seperti belum selesai dengan Islam. Mungkin sekali masih sangat besar ganjalan di hatinya tentang Islam. Atau, bahkan, cukup besar dan keras kebenciannya terhadap agama Allah SWT itu. Belum lagi lama berlalu kasus sari konde yang dia puisikan lebih indah dari cadar, dan kidung ibu pertiwi yang dia katakan lebih merdu dari suara azan. Kini dia mencoba mengukur kehebatan Nabi Muhammad dengan cara membandingkannya dengan kehebatan Soekarno. Bu Sukma kebablasan. Crossing the red line. Dia terobos garis merah. Kehebatan Soerkarno –kalau dia memang betul-betul hebat— tidak memerlukan legitimasi dari siapa pun. Termasuk dari komparasi perjuangan Nabi dan perjuangan Soekarno. Kalau dicermati gaya pidato dan bahasa tubuhnya sesuai rekaman video ketika dia menyampaikan pertanyaan tentang kehebatan Nabi, memang terkesan sangat jelas bahwa Sukamawati tidak rela Islam dan umat Islam ada di Indonesia. Tidak berlebihan untuk menduga bahwa pelecehan terhadap Islam dari mulut Sukmawati kemungkinan tidak akan selesai sampai di sini. Tidak bisa diharap ini yang terakhir. Mungkin dia menyimpan dendam kesumat yang telah membatu di hati dan pikirannya. Wallahu a’lam.[] 19 November 2019 Penulis wartawan senior.

Apakah Ada Guna Membahas Korupsi Ahok?

By Asyari Usman Jakarta, FNN - Di tengah kabar santer bahwa Basuki Tjahja Purnama (BTP) alias Ahok akan diangkat menjadi pejabat tinggi BUMN penting, beredar pembahasan yang gencar tentang sekian banyak dugaan korupsi mantan gubernur DKI itu. Tak mungkin dibantah bahwa pemunculan kasus-kasus korupsi itu dimaksudkan untuk memperingatkan semua pihak agar berhati-hati memberikan jabatan kepada Ahok. Banyak sekali bahasan tentang dugaan korupsi Ahok. Di media massa maupun di media sosial (medsos). Bahasan itu beragam. Mulai dari artikel-artikel serius dengan segudang bukti sampai status singkat di semua platform medsos. Bahkan ada buku khusus tentang kasus-kasus korupsi Ahok. Yang ini ditulis oleh pengamat masalah korupsi, Marwan Batubara. Dalam bentuk buku, pastilah sangat serius. Judul buku Marwan sangat gamblang. Di sampulnya tertulis dengan huruf kapital: KORUPSI AHOK. Judul buku ini terasa ingin meyakinkan publik bahwa Ahok banyak melakukan korupsi. Tapi, apakah ini hanya penggiringan opini? Tergantung di mana Anda berdiri. Kalau Anda pendukung setia Ahok, tentu apa saja yang menguraikan keburukan Ahok pasti tidak pernah ada benarnya. Sebaliknya, kalau Anda orang netral atau bukan pendukung Ahok, hampir pasti tidak ada masalah. Kedua pihak tak akan pernah sepaham terhadap bahasan-bahasan tentang korupsi Ahok. Artinya, bagi Anda yang berseberangan dengan Ahok, dia adalah figur yang penuh noda korupsi. Sedangkan bagi para pendukungnya, Ahok adalah orang yang bersih dari korupsi. Bahkan Anda akan mengatakan bahwa Ahok adalah pahlawan yang menutup peluang korupsi. Terlepas dari kedua penilaian yang kontras dari musuh dan kawan Ahok, apakah ada gunanya membahas kasus-kasus dugaan korupsi mantan gubernur DKI itu? Apakah pembeberan berbagai kasus korupsi itu bisa menggagalkan jalan Ahok menuju BUMN? Sebelum menjawab pertanyaan ini, perlu disebutkan bahwa jabatan-jabatan tinggi di BUMN vital selalu dikonsultasikan kepada Presiden Jokowi. Kabarnya, ini merupakan prosedur operasional baku (SOP). Untuk pengangkatan direktur utama atau komisaris utama di sejumlah BUMN vital, Jokowi harus tahu. Dan dialah yang membuat keputusan. Nah, dari sini kita bisa menduga bahwa Ahok hampir pasti akan masuk ke BUMN. Jokowi tidak akan menggubris pembeberan kasus-kasus korupsi mantan wakilnya di Balaikota DKI dulu itu. Kalau Jokowi mau melakukan sesuatu, atau terpaksa melakukan sesuatu, kelihatannya tidak ada seorang pun yang bisa mencegahnya. Jika dia ingin mengangkat Ahok untuk jabatan apa saja, Jokowi tak perduli apa pun yang dikatakan orang tentang Ahok. Anda mungkin menduga Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) tak ikut lagi di kabinet baru ini. Ternyata dugaan itu keliru. Terus, Anda tentu ingat kasus Archandra Tahar di awal kabinet 2014. Dengan mudah dilakukan renaturalisasi kewarganegaraannya agar dia bisa menjadi wakil menteri. Semua orang menentang. Jokowi tak perduli. Jadi, saya yakin Ahok akan diberi jabatan di BUMN walaupun banyak sekali bahasan tentang dugaan kasus-kasus korupsi yang dikatakan melibatkan mantan napi penista agama itu. Semua ini tergantung Jokowi. Apalagi sekarang ini Jokowi berada di periode “nothing to lose”. Tidak ada yang harus ditakutkan. Dia tidak bisa lagi menjadi presiden setelah ini. Lihat saja kabinet baru ini. Banyak orang mengatakan, entah siapa-siapa saja yang diangkat Jokowi menjadi menteri. Pemilik angkutan online menjadi Mendikbud. Menteri Agama diberikan kepada mantan jenderal yang kerjanya menimbulkan kegaduhan, dll. Kembali ke Ahok, pembeberan rekam jejak kontroversial dia tidak ada salahnya. Sebab, publik ingin agar sedapat mungkin orang-orang bersihlah yang mengelola BUMN. Atau lembaga-lembaga lain. Publik berhak untuk itu. Cuma, Presiden Jokowi mau atau tidak mendengarkan imbauan dan peringatan publik? [] 16 November 2019 Penulis adalah wartawan senior.

Top, Polda Metro Jaya Bongkar Mafia Internasional Skimming ATM

Cara yang mereka gunakan adalah melakukan survei pada lokasi yang tepat. Setelah itu mereka memasang skimmer untuk mencuri dan mengambil data. Dari data tersebut, mereka menggunakannya untuk transaksi perbankan dengan kartu nasabah yang sudah dikloning. Oleh Ninoy Karundeng Jakarta, FNN - Waspada! Kejahatan mafia internasional skimming kartu lewat Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang marak di seluruh dunia. Polda Metro pun berhasil membongkar jaringan mafia skimming internasional, yang berasal dari Rumania, bernama Solomev. Pelaku warga negara Rumania ini ditembak mati oleh jajaran Polda Metro. Kejadian ini sebagai bukti bahwa kejahatan penggandaan kartu ATM sedang marak terjadi di sekitar. Pola digunakan pelaku adalah, dengan pencurian data lewat skimming atau cloning terhadap kartu ATM. Sekarang ini penggunaan kartu ATM memang rawan untuk terjadinya kejahatan perbankan. Misalnya, seperti kloning kartu atau skimming. “Selian itu, dilakukan juga penyadapan lewat SMS, dan penggunaan alat-alat penyadap lainnya, ”kata Direktur Reserse Krimum Polda Metro Jaya Kombes Suyudi Ario Seto. Dijelaskan Suyudi, sekarang ini kejahatan perbankan lewat pencurian data nasabah tengah menjadi fenomena global. Hampir terjadi seluruh dunia. Di Indonesia kejahatan ini sejak beberapa tahun lalu. Misalnya yang terjadi di Bali, Bandung, Medan, Surabaya, Jakarta. Untuk itu, nasabah bank harus hati-hati menjaga dan menggunakan PIN kartu. Jika berada di ATM, perhatikan apakah ada yang mencurigakan pada alat pembaca atau card reader di ATM. Selain itu, perhatikan adanya kamera kecil yang bisa disembunyikan di lampu. Merata di Dunia Belom lama ini Kepolisian Hyderabad di India, juga membongkar dan menangkap dua orang warga negara Rumania. Dua orang pelaku kejahatan skimming dan cloning di India itu adalah Virgil dan George. Mereka melakukan skimming seperti yang dilakukan oleh Solomev di Jakarta. Biasanya meraka memasang skimmer di dalam ATM. Tujuanya, untuk mendapatkan data yang tersimpan dalam strip magnetik pada kartu debit atau kartu kredit. Untuk mendapatkan nomor pin mereka memasang camera micro atau spy camera. Kejadian yang sama juga pernah terjadi Amerika Serikat pada bulan Oktober lalu. Aparat berwenang Amerika ditangkap 18 orang anggota, yang menjadi geng spesialis pembobol rekening via ATM. Mereka kebanyakan berasal dari Rumania. Klop jadinya. Sebelumnya pada tahun 2017 aparat berwenang Amerika menangkap Lonela Vaduva (29), Danusia Trifu (48), Marion Trifu (20), Petrica Maradona Velcu (26), dan Benone Lapadat (39). Kelima orang pelaku ini ditangkap karena melakukan kejahatan skimming di Pennsylvania. Khusus di Amerika saja, pencurian dengan pola skimming ini merugikan nasabah mencapai U$ 20 juta dollar. Salah satu korban terbesar adalah Ismail Sali. Nasabah Ismail ini mengalami kerugian sebesar U$ 300 ribu dollar. Tak tanggung-tanggung perbuatan kelompok yang telah meresahkan nasabah bank ini. Mereka pencurian ini memasang alat skimmer di seluruh penjuru Amerika. Mereka beroperasi di berbagai kota dan Negara bagian di Amerika. Cara yang mereka gunakan adalah melakukan survei pada lokasi yang tepat. Setelah itu mereka memasang skimmer untuk mencuri dan mengambil data. Dari data tersebut, mereka menggunakannya untuk transaksi perbankan dengan kartu nasabah yang sudah dikloning. Sudah ratusan ATM menjadi sasaran para penjahat ini di seluruh wilayah Amerika. Paling kurang sudah 17 negara bagian menjadi sasaran mereka. Terkait penangkapan tersebut, arapat berwenang Amerika sedang melakukan sampai ke Mexico dan Italia. Secara teknologi, ATM buatan NCR, Diebold Nixdorf, dan GRG Banking, bisa menyesuaikan dengan alat skimmer, dan hacking. Mereka penjahat hanya membutuhkan waktu 20 menit sejak dipasang untuk mencuri data di rekening. Itu hasil temuan ahli dari Positive Technologies. Kejahatan terkait kartu ATM ini juga marak terjadi di Eropa. Polisi di bebrapa Negara Eropa telah melakukan penangkapan, dan menyita lebih dari 1.000 kartu debit yang telah digandakan. Pencurian data melalui mesin ATM ini telah merugikan perbankan Eropa antara € 250 - 350 juta euro per tahun. Kejahatan seperti selain terjadi di India, terjadi pula di Thailand, Hongkong, Indonesia, Mexico, Italia, Amerika Serikat, Fiji, China, Pakistan, Jepang, Filipina, Malaysia, Brazil, Kolombia, dan beberapa Negara lain. Bahkan pada tahun 2016, pencurian lewat kartu ATM dengan data yang dicuri dari Bank Afrika Selatan berhasil menggasak duit sebesar U$ 12,7 juta dollar.

Bicara Radikalisme, Jangan Lupa Korupsi dan UU KPK

By Asyari Usman (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Tudingan dan labelisasi radikalisme terhadap umat Islam, dipastikan tidak akan berhenti. Para penguasa rakus, oligarki berbasis uang, golongan anti-Islam, kekuatan asing dan entah siapa lagi, akan berkolaborasi memusuhi Islam dan umat Islam. Ini akan terus berlangsung. Mereka itu dibantu oleh kelompok-kelompok liberal dan sekte sesat. Mereka akan senantiasa melakukan “concerted effort” (tindakan berjemaah) untuk melecehkan, meremehkan dan melemahkan umat Islam. Kalau melemahkan Islam, pasti tidak mungkin. Karena Islam itu urusan Allah SWT. Yang mereka lakukan adalah langkah-langkah untuk memojokkan umat Islam. Supaya umat tak berkutik. Agar umat ketakutan. Sekali lagi, proyek ini akan berlanjut dan berkepanjangan. Sebab, proyek ini adalah sumber uang dan sumber utang. Baik. Saat ini, kita sudah cukup bernarasi tentang rencana busuk mereka untuk menghancurkan umat Islam. Kita semua sudah paham apa tujuan mereka. Dan kita pun sudah hafal gerak-gerik mereka. Cukuplah itu. Sekarang, kita kembali ke isu korupsi. Kita harus kembali mempersoalkan langkah terkutuk pemerintah dan DPR dalam melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Presiden Jokowi belum juga menerbitkan Perppu yang membatalkan pemberlakuan UU KPK hasil revisi. Boleh jadi juga tak akan pernah diterbitkan. Jangan sampai kita lupa pada masalah yang sangat urgen ini. Korupsi dan KPK perlu kita pertanyakan terus. Radikalisme tak akan pernah selesai. Sangat mungkin isu radikalisme itu, hari ini, sengaja diapungkan (being afloated) agar publik lupa dengan penghancuran KPK. Supaya publik tidak ingat dengan pembunuhan terhadap KPK. Kalangan mahasiswa sudah menyampaikan tuntutan kepada pemerintah agar membatalkan UU KPK hasil revisi. Sebab, UU ini jelas diolah untuk menjadikan KPK sebagai “singa ompong” dan tak berkuku. KPK bakal dikendalikan oleh Dewan Pengawas (DP) yang akan dibentuk oleh pemerintah atau DPR, atau oleh keduanya secara bersama-sama. DP adalah borgol yang diikatkan ke tangan KPK. Badan antikorupsi ini tidak bisa lagi melakukan penyadapan telefon secara bebas. Harus diizinkan dulu oleh Dewan. Kalau penyadapan tidak dibolehkan, itu berarti selesailah kisah-kisah heroik KPK dalam melakukan OTT (Operasi Tangkap Tangan). Dengan kehadiran DP, tampilan KPK berubah total. Wajah lembaga antikorupsi itu menjadi kunyu, gembel, loyo. Matanya kabur. Kupingnya pekak. Ototnya lisut. Tak bertenaga. Begitulah gambaran tentang KPK di bawah UU hasil revisi. KPK dihajar habis oleh DPR. Dalam kondisi lungai, KPK dibawa oleh Presiden Jokowi ke klinik bedah plastik untuk ganti kelamin. Agar tidak lagi garang. Masih adakah peluang untuk menyelamatkan KPK dari bedah plastik? Kelihatannya masih bisa. Kalau kita semua berperan. Mari kita persoalkan terus pemberantasan korupsi yang kini dilemahkan oleh DPR. Terutama oleh PDIP. Kenapa PDIP? Karena merekalah yang paling keras bersuara di DPR agar KPK dihancurkan.[] 29 Oktober 2019

Menteri “Bernoda” Korupsi (1): Tito Karnavian dan Erick Thohir?

Oleh Mochamad Toha (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Ketika mengumumkan susunan Kabinet Indonesia Maju (KIM) periode 2019-2024, Presiden Joko Widodo perintahkan 7 hal untuk para menteri: 1. Jangan korupsi, ciptakan sistem yang menutup celah terjadinya korupsi; 2. Tidak ada visi misi Menteri, yang ada visi misi Presiden-Wakil Presiden; 3. Kerja keras, kerja cepat, kerja produktif; 4. Jangan terjebak rutinitas yang monoton; 5. Kerja berorientasi hasil nyata, tugas kita tidak hanya menjamin sent, tapi delivered. 6. Selalu cek masalah di lapangan dan temukan solusinya; 7. Serius dalam bekerja. Yang tak bersungguh-sungguh, dipastikan dicopot. Presiden Jokowi juga mengancam menteri korupsi langsung dicopot. Ini ancaman untuk menteri yang “bernoda” korupsi. Adakah di antara para menteri dan wakil menteri yang baru dilantik Presiden Jokowi tersebut “bernoda” korupsi? Berdasarkan jejak kasus dan digital news terdapat beberapa nama yang berpotensi akan berhadapan dengan penegak hukum. Siapa saja? Tito Karnavian Sehari setelah pelantikan menteri KIM, Jum’at (25 Oktober 2019 00:08 WIB), Tempo.co kembali mengungkit skandal “buku merah” yang di dalamnya tertulis nama Tito Karnavian yang buktinya sudah “diselamatkan” penyidik. Melansir Tempo.co, KPK menyatakan tidak ikut mengambil keputusan untuk menghentikan penyidikan kasus penyobekan barang bukti dalam kasus impor daging atau yang lebih dikenal sebagai skandal buku merah yang dilakukan Roland dan Harun. Kedua penyidik KPK asal Polri yang telah dikembalikan oleh KPK itu dilaporkan melakukan pengrusakan buku merah pada 12 Oktober 2018. Roland dan Harun, dua penyidik polri yang dipulangkan dari KPK setelah diduga merusak bukti tersebut. Menurut Jubir KPK Febri Diansyah, kewenangan untuk menghentikan penyidikan itu ada di kepolisian. “Kewenangan untuk melanjutkan atau menghentikan sebuah perkara itu berada pada penyidik, penyidik dalam hal ini tentu adalah yang berada di Polri,” katanya. Tim KPK yang datang dalam perkara itu cenderung hanya mendengarkan pemaparan dari kepolisian. KPK, tidak berwenang untuk menyepakati atau menolak penghentian penyidikan kasus tersebut. “Karena domain dari pokok perkara itu ada di kepolisian,” tegasnya. Sebelumnya, kepolisian telah menghentikan penyidikan kasus pengrusakan buku merah. Keputusan tersebut telah diambil dalam gelar perkara di Polda Metro Jaya pada 31 Oktober 2018. “Bahwa faktanya tidak ditemukan adanya perusakan catatan tersebut,” kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Muhammad Iqbal di kantornya, Jakarta Selatan, Kamis, 24 Oktober 2019, seperti dilansir Tempo.co. Menurut Iqbal, gelar perkara itu diikuti unsur kepolisian, KPK, dan Kejaksaan. Kata Iqbal, ketiga lembaga termasuk KPK sepakat tidak ditemukan adanya dugaan perbuatan melawan hukum berupa pengerusakan barang bukti kasus suap daging impor Basuki Hariman ini. Polri mulai menyidik kasus pengrusakan buku merah pada 12 Oktober 2018. Terlapor dalam kasus itu ialah Roland dan Harun, dua penyidik polri yang dipulangkan KPK setelah diduga merusak bukti tersebut. Keduanya diduga telah merobek 15 lembar catatan transaksi dan membubuhkan tip-ex untuk menghapus sejumlah nama penerima uang dari perusahaan Basuki yang diduga mengarah ke petinggi polri (baca: Tito Karnavian, kini Mendagri). Perobekan itu terekam dalam CCTV di ruang kolaborasi lantai 9 gedung KPK pada 7 April 2017. Indonesialeaks, kanal bagi para informan publik berbagi dokumen penting tentang skandal, baru-baru ini merilis video CCTV soal pengrusakan buku merah tersebut. Rekaman itu menunjukkan peristiwa saat Roland dan Harun diduga melakukan pengrusakan terhadap buku. KPK telah menyerahkan salinan rekaman itu ke Polda Metro Jaya pada Oktober 2018. Rekaman video itupun sudah viral di medsos. Media mainstream sekelas Tempo.co yang tergabung dalam Indonesialeaks tidak mungkin menyebar berita hoax terkait rekaman video CCTV soal pengrusakan buku merah tersebut. Keberanian KPK mengusut kasus ini sangat ditunggu rakyat. Dari 7 lembar yang disobek itu dan dinyatakan “hilang” tersebut, antara lain ada data: Tgl 21/3/2016, untuk Kapolda/Tito USD 75.872 x 13.180 = 999.992.960; Tgl 20/4/2016, untuk Bp Tito/Polda USD 75.988 x 13.160 = 1.000.000.000; Tgl 19/5 2016 untuk Bp Tito (Kapolda) USD 73.882 x 13.535 = 999.992.870; Tgl 14/7/2016 untuk Bp Tito USD 76.160 x 13.130 = 999.980.800. Bukti 316: 1 (satu buah buku Bank berwarna merah bertuliskan Ir. Serang Noor No. Rek 4281755174 BCA KCU Sunter Mall beserta 1 (satu) bundel rekenng Koran PT Cahaya Sakti Utama Periode 4 November 2019 s.d. 16 Januari 2017. Langkah Presiden Jokowi menarik Tito Karnavian menjadi Mendagri bisa disebut sebagai langkah cerdik, mencerabut pengaruh dan kekuasaan Jenderal Tito di institusi Polri. Dengan menjabat Mendagri, KPK lebih leluasa mengusut skandal buku merah. Erick Thohir Konon, ada dana Asian Games 2018 lalu yang miss mencapai sekitar Rp 1,2 triliun, dan itu nasibnya ada di BPK. Sinyal itu ditegaskan oleh Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. Memang mereka tidak menyebut nama dan perilaku secara spesifik yang mengarah ke sana, namun ungkapan itu memang ada peluang besar ke Imam Nahrowi dan Erick Thohir yang kini menjadi Menteri BUMN dalam KIM. Imam Nahrowi kini menghadapi proses hukum di Pengadilan Tipikor Jakarta terkait skandal dana hibah KONI. Sementara Erick Thohir ditunjuk Presiden sebagai Menteri BUMN karena dinilai sukses sebagai Ketua Inasgoc dalam perhelatan Asian Games 2018 lalu. Akankah Erick Thohir digiring oleh penyidik KPK ke arah tersangka, sebagaimana Menpora jadi tersangka? Agus Rahardjo sebelumnya mengatakan, pihaknya masih mendalami siapa saja yang terlibat dalam kasus kickback dana hibah Kemenpora ke KONI. Bahkan, KPK juga akan mengembangkan kasus dana hibah Kemenpora ke KONI itu hingga kemana-mana. Termasuk diantaranya menyelidiki hingga dana untuk Asian Games 2018 itu. “Kami masih dalami siapa saja yang akan terlibat kemudian rangkaiannya kemana,” ujarnya. “Kalau Kemenpora pasti tidak hanya dana hibah Kemenpora ke KONI, tapi ada juga yang ke International Olympic Committee (IOC). Ya kami bisa men-trace juga misalnya penggunaan dana Asian Games kemarin ya,” tegas Agus Rahardjo. Meski begitu, Agus enggan menyampaikannya secara detail mengingat hal itu saat ini sedang dalam penelusuran tim KPK. “Jadi, kami akan telusuri itu. Kami belum bisa melaporkannya secara komplit, secara jelas,” lanjut Agus Rahardjo. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang lebih tegas lagi. Institusinya telah menemukan indikasi-indikasi korupsi menjelang dan saat pergelaran Asian Games 2018 lalu. “Kami sudah melihat indikasi-indikasi (korupsi) waktu itu,” ujar Saut Situmorang. Semua data, semua percakapan, termasuk mutasi rekening dan bukti-bukti lain sudah ada di tangan. KPK tinggal menunggu waktu yang tepat untuk membongkar semuanya. Termasuk dugaan penyimpangan dana terkait Asian Games 2018. Sudah tiga bulan berlalu pesta akbar Asian Games 2018 yang terbilang sukses pelaksanaan dan sukses prestasi, menjadi sorotan banyak mata dunia. Namun dibalik kemeriahan itu KPK mencium aroma korupsi menjelang dan saat pergelaran Asian Games 2018. Pelan tapi pasti KPK mengusut indikasi korupsi atas even olahraga Internasional tersebut, sebab dana yang digunakan sekitar Rp 30 triliun, bukan tidak mungkin ada tangan nakal pejabat yang memanfaatkan uang tersebut untuk masuk kantong pribadi. Kabarnya, ada dana senilai Rp1,2 triliun yang tak bisa dipertanggungjawabkan. “Kami sudah melihat indikasi-indikasi (korupsi) waktu itu, tapi kami mau kelancaran acara (Asian Games 2018),” ujar Saut Situmorang kepada wartawan. Kini, Erick Thohir bakal menghadapi laporan mantan Wakapolri Komjen Purn. Oegroseno. “Hukum dibuat mainan oleh Erick Thohir dan beberapa oknum pengurus KOI,” ungkapnya kepada Pepnews.com, Senin (28/10/2019). Oegroseno melaporkan mantan petinggi Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Erick Thohir dan Helen Sarita de Lima, ke Polri karena ia merasa dirugikan setelah atlet tenis meja tidak dikirimkan ke SEA Games 2019 Filipina. Pengurus Pusat Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PP PTMSI) pimpinan Oegroseno, menyiapkan 4 atlet putra dan 4 atlet putri itu menuju SEA Games 2019 yang dilangsungkan mulai 31 November hingga 11 Desember 2019. Mereka dipatok target 1 medali emas, 2 perak, dan 4 perunggu. Tapi, KOI memutuskan untuk tidak menyertakan tenis meja ke SEA Games 2019. Sebab, PTMSI disebut sedang memiliki tiga kepengurusan. “Harapan atlet yang sudah menjalani latihan sejak Maret 2019 telah diluluhlantakkan oleh saudara Erick Thohir sebagai Ketum KOI masa bakti 2015 - 2019,” kata Oegroseno seperti dikutip dari Detiksport , Jumat (25/10/2019). Oegroseno bersikukuh dualisme kepengurusan PTMSI berakhir dengan munculnya Putusan PTUN pada pertengahan 2014 sampai dengan akhir 2015 dan sudah mendapatkan Putusan MA Nomor: 274K/TUN/2015 yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). Isinya, KONI segera mengukuhkan kepengurusan PP PTMSI dengan Ketua Umum Komjen Pol (Purn) Drs Oegroseno, SH. “Kami mengalami kerugian anggaran yang telah dikeluarkan oleh swadaya PP PTMSI mencapai Rp 15 miliar,” ungkapnya. “Karena atlet sudah bertanding melawan atlet-atlet dari delapan negara tingkat Asia yang juga Kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020 serta ke Kejuaraan Internasional bulan depan di Batam,” ujar Oegroseno. ***

Misteri Buku Merah KPK Kembali, Cicak vs Buaya Jilid Baru?

Oleh Mochamad Toha (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba kasus “Buku Merah KPK” kembali mencuat. Apakah ada agenda bersih-bersih di internal KPK? Dan, siapakah yang diuntungkan atau dirugikan? Benarkah KPK sarat dengan kepentingan? Sejumlah pertanyaan tersebut tentu saja mengemuka seiring dengan mencuatnya kembali kasus Buku Merah. Sebab, diduga “penghangusan” alat bukti yang menyeret orang “berpengaruh” terjadi di sana. Bukan main-main, dugaan keterlibatan orang berpengaruh itu menyeret orang nomor satu di institusi Kepolisian RI. Apalagi, bersamaan dengan mencuatnya ini, Presiden Joko Widodo menagih kasus Novel Baswedan yang belum “tuntas”. Siapa lagi yang dimaksud kalau bukan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian! Nama Tito Karnavian tertulis sebagai penerima dana dalam 7 lembar Buku Merah yang diduga disobek oleh penyidik KPK dari unsur Kepolisian tersebut. Rekaman CCTV di kantor KPK pada 7 April 2017 mengungkap dugaan perusakan buku laporan keuangan CV Sumber Laut Perkasa milik pengusaha Basuki Hariman, terpidana penyuap hakim konstitusi Patrialis Akbar. Video tersebut didapatkan dan ditayangkan sejumlah media massa yang tergabung dalam IndonesiaLeaks, sebuah platform jurnalisme investigasi kolaboratif. Temuan lain dalam investigasi itu adalah dugaan aliran dana ke Tito Karnavian. Dalam laporan investigasi tersebut, salah satunya yang ditayangkan Tirto.id, IndonesiaLeaks menduga perusakan buku catatan yang disebut sebagai “buku merah” itu dilakukan beberapa penyidik KPK dari unsur Kepolisian. Dalam laporan IndonesiaLeaks itu juga menduga, perusakan tersebut satu rangkaian dengan penyerangan terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan. Pada 11 April 2017, Novel disiram air keras oleh orang tak dikenal. Namun, hingga batas waktu 19 Oktober 2019 ini, belum ada satu pun tersangka penyerangan itu yang ditangkap, meski Polri telah membentuk tim gabungan pencari fakta dan tim teknis. Temuan lain dalam investigasi IndonesiaLeaks itu adalah dugaan aliran dana dari perusahaan milik Hariman Basuki kepada pejabat Polri. Direktur LBH Pers, Ade Wahyudin, menyebut laporan investigasi IndonesiaLeaks itu sebagai wujud nyata fungsi kontrol sosial yang diemban pers. Menurut Ade Wahyudin, setiap pihak dalam berita itu, yang keberatan dikaitkan dengan dugaan perbuatan hukum, dapat mengajukan komplain atau keberatan sesuai ketentuan UU 40/1999 tentang Pers. “Laporan ini sudah melalui proses jurnalistik. Kalau ada yang dianggap merugikan pihak tertentu, mekanismenya adalah hak jawab,” kata Ade Wahyudin kepada BBC Indonesia, Jumat (18/10/2019). LBH Pers merupakan salah satu mitra dalam kerja kolaboratif IndonesiaLeaks. Kelompok masyarakat sipil lain dalam platform ini antara lain ICW, Greenpeace, dan Auriga. Adapun beberapa media massa yang tercatat sebagai anggota IndonesiaLeaks adalah Tempo, Tirto.id, dan Kantor Berita Radio (KBR). Ade Wahyudin menilai kepolisian semestinya menindaklanjuti fakta-fakta yang ditemukan dalam laporan investigasi ini. Namun, sayangnya pihak Kepolisian tampaknya enggan bicara terkait dengan laporan IndonesiaLeaks tersebut. BBC sudah berusaha menghubungi Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Muhammad Iqbal, dan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, untuk mengkonfirmasi langkah Polri terkait temuan jurnalistik tersebut. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, juga tidak menjawab pertanyaan tentang tindak lanjut laporan investigasi IndonesiaLeaks. Ia mengatakan, KPK sudah lama menyerahkan salinan rekaman CCTV kepada penyidik Polri dengan alasan untuk kepentingan penanganan kasus. “Dan salinan CCTV itu tadi saya cek juga ke bagian pemeriksa internal, salinan CCTV itu juga sudah pernah disampaikan sebelumnya ke pihak Polri untuk kebutuhan pemeriksaan lebih lanjut,” ujar Febri kepada wartawan, Jumat (18/10/2019). KPK menyerahkan salinan rekaman CCTV ketika penyidik Polda Metro Jaya memeriksa sejumlah pegawai KPK pada Oktober 2018 untuk menyelidiki dugaan perusakan buku merah di Gedung KPK pada 7 April 2017. IndonesiaLeaks menyebut di salah satu buku merah itu ada catatan pengeluaran uang dari CV Sumber Laut Perkasa milik pengusaha Basuki Hariman ke sejumlah pejabat dari berbagai instansi negara, termasuk petinggi polisi. LBH Pers mendorong para pejabat publik yang berkaitan dengan isu perusakan buku merah untuk angkat bicara. Alasannya, ada kepentingan publik dalam persoalan itu. “Keputusannya ada di narasumber, mengklarifikasi atau diam saja,” kata Ade Wahyudin. Tapi, sebaiknya terbuka, kalau memang ada yang keliru atau proses hukum memang sedang berjalan, katakanlah kepada publik karena ada kepentingan publik dalam isu ini. Jika tentang persoalan pribadi, pejabat berhak diam. "Jadi sebaiknya pejabat publik bersuara dalam isu ini," tegasnya. Platform peraih penghargaan Udin Award Tahun 2018 dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ini merupakan wadah publik untuk menyampaikan informasi kepada media massa anggota IndonesiaLeaks. Salah satu tujuan dari pembentukan platform ini adalah memperkuat peran media massa guna mengawasi dan membongkar korupsi dan memberi tempat bagi kelompok yang terbungkam. Basis kerja pengiriman informasi publik ke IndonesiaLeaks adalah anonimitas atau kerahasiaan pemberi sumber awal. Karena situs yang terenkripsi, IndonesiaLeaks juga tidak dapat melacak pemberi informasi. Hingga saat ini, tidak ada satu pun keterangan dari mana mereka mendapatkan rekaman CCTV yang memperlihatkan dugaan perusakan alat bukti KPK. Dalam laporannya, Tempo menyebut rekaman yang mereka terima berdurasi 1 jam 48 menit. Rekaman itu mereka terima pertengahan 2019. Proses kerja jurnalistik IndonesiaLeaks sama dengan platform serupa di beberapa negara, seperti LeaksNG (Nigeria), Publeaks (Belanda), dan Mexicoleaks (Meksiko). Awal pendiriannya Desember 2017, IndonesiaLeaks mendapat asistensi Global Investigative Journalism Network, jejaring pers yang bergiat di laporan mendalam dan investigatif. Copy rekaman CCTV yang viral sekarang ini jelas menampar Jenderal Tito. Pasalnya, KPK sudah menyerahkan salinan rekaman CCTV ketika penyidik Polda Metro Jaya memeriksa sejumlah pegawai KPK pada Oktober 2018 untuk menyelidiki dugaan perusakan buku merah di Gedung KPK pada 7 April 2017. Ditagih Presiden Bersamaan dengan viralnya rekaman CCTV “perusakan” barang bukti Buku Merah oleh 2 oknum penyidik dari Kepolisian itu, Presiden Joko Widodo menagih Jenderal Tito terkait perkembangan kasus penyiraman air keras pada penyidik KPK Novel Baswedan. Hal itu disampaikan Kepala Staf Presiden Moeldoko. Sebelumnya, pada 19 Juli 2019, Jokowi memberi waktu tiga bulan kepada Jenderal Tito untuk mengusut kasus penyerangan terhadap Novel setelah Tim Pencari Fakta menyelesaikan tugasnya pada bulan yang sama. “Kebiasaan yang dijalankan oleh Pak Jokowi begitu. Selalu mengecek atas perkembangan pekerjaan yang telah beliau perintahkan,” kata Moeldoko, di Kantor KSP, Jakarta, Jumat (18/10/2019). Pada Juli 2019 lalu, Presiden Jokowi mengapresiasi kerja TPF bentukan Polri selama enam bulan ke belakang. Ia pun berharap hasil kerja TPF bisa ditindaklanjuti oleh tim teknis yang diketuai Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Idham Azis. Ketika itu Presiden Jokowi menyatakan penyiraman air keras ke Novel bukan kasus yang mudah. Menurutnya, jika kasus yang menimpa salah satu penyidik senior KPK itu mudah, maka dalam waktu satu sampai dua hari pelaku sudah bisa diungkap. Saat ditanya apakah akan membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) independen jika dalam waktu tiga bulan tim teknis belum berhasil mengungkap pelaku penyiraman air keras ke Novel Bawesdan, saat itu Jokowi mengaku akan melihat hasilnya terlebih dahulu. “Saya beri waktu tiga bulan, saya lihat nanti setelah tiga bulan hasilnya kayak apa. Jangan sedikit-sedikit larinya ke saya, tugas Kapolri apa nanti,” ujarnya. Hampir 3 bulan usai Jokowi menyampaikan hal itu, belum terdapat tanda-tanda Polri berhasil mengungkap siapa pelaku penyiraman air keras terhadap salah satu penyidik senior lembaga antirasuah itu. Polri seakan jalan di tempat menangani kasus tersebut. Adakah viralnya rekaman CCTV perobekan barang bukti Buku Merah oleh 2 penyidik dari Kepolisian tersebut untuk menekan Jenderal Tito? Apakah ini bisa disebut sebagai perang Cicak versus Buaya Jilid Baru? ***