INTERNASIONAL

Dokter Australia Peringatkan Sistem Kesehatan Bisa "Tumbang"

Sydney, FNN - Dokter Australia pada Kamis memperingatkan bahwa rumah sakit di negara itu tidak siap untuk menghadapi pembukaan kembali yang direncanakan pemerintah bahkan dengan tingkat vaksinasi Australia yang lebih tinggi. Sejumlah negara bagian di Australia siap beralih dari strategi penekanan virus menjadi hidup berdampingan dengan COVID-19. Asosiasi Medis Australia (AMA) menyebutkan sistem kesehatan terancam terjebak dalam "siklus krisis permanen" dan menyerukan permodelan baru untuk menguji apakah staf rumah sakit mampu menahan jumlah kasus yang diprediksi akan melonjak saat aturan penguncian dilonggarkan. "Jika Anda telah membuka diri dan tidak melihat sistem keselamatan atau rakit penolong yang kita miliki, maka kemungkinan akhirnya kita berusaha mendorong lebih banyak orang ke rakit penolong dan membalikkan mereka," kata Wakil Presiden AMA Chris Moy kepada penyiar ABC. Australia pada Juli mengungkap rencana tahap empat untuk kembali menuju kehidupan yang lebih bebas ketika negara itu mencapai 70-80 persen tingkat vaksinasi dan mendesak negara bagian untuk fokus membatasi jumlah kematian dan rawat inap dari strategi nol COVID-19 saat ini. Australia Barat dan Queensland yang bebas virus mengatakan mereka mungkin tidak berpegang pada rencana pembukaan kembali pemerintah sebab kesepakatan itu dibuat ketika kasus di New South Wales (NSW) jauh lebih rendah. Infeksi baru mendekati angka rekor lebih dari 1.000 kasus sehari selama lima hari terakhir. Pada Rabu, lonjakan kasus memaksa Victoria bergabung dengan NSW untuk meninggalkan target nol kasus COVID-19. Kedua negara bagian kini melihat vaksinasi sebagai jalan menuju kebebasan setelah gagal mengatasi wabah varian Delta, bahkan setelah penguncian digelar sepekan. Kasus baru di Victoria pada Kamis naik menjadi 176 dari 120 kasus pada hari sebelumnya. Australia, yang sempat bebas virus corona selama pandemi, hanya mencatat total 1.012 kematian dan 55.000 lebih kasus. Namun pelaksanaan vaksinasi yang lambat membuat negara itu rentan terhadap lebih banyak kasus infeksi dan rawat inap. Sejauh ini baru sekitar 36 persen orang di atas usia 16 tahun di Australi yang telah menerima vaksin lengkap, jauh di bawah negara-negara maju lainnya. (sws) Sumber: Reuters

Pakistan Resah Atas Ancaman Keamanan dari Afghanistan

Islamabad, FNN - Kekhawatiran berkembang di antara para pejabat Pakistan tentang ancaman keamanan dari negara tetangga, Afghanistan, saat Taliban mencoba membentuk pemerintahan dan menstabilkan negara itu setelah kepergian pasukan Amerika Serikat dan negara-negara asing lainnya. Islamabad sangat khawatir tentang kemungkinan para milisi kelompok terpisah, Taliban Pakistan, menyeberang dari Afghanistan dan meluncurkan serangan mematikan di wilayahnya. Sudah ribuan orang Pakistan tewas dalam dua dekade terakhir akibat kekerasan yang dilancarkan kelompok garis keras. Dalam beberapa hari terakhir, sebuah serangan bom bunuh diri di luar bandara Kabul --yang diklaim dilakukan oleh cabang ISIS di Afghanistan-- di luar bandara Kabul menewaskan lebih dari 100 orang, termasuk 13 tentara Amerika Serikat. Mngutip Antara, kejadian itu menyoroti kecenderungan bahwa Afghanistan sedang menghadapi ancaman keamanan. Sebuah serangan roket terjadi di bandara Kabul, dan pada Minggu (29/8), tembakan oleh para anggota militan Taliban dari seberang perbatasan di Afghanistan menewaskan dua tentara Pakistan. "(Kondisi pada) dua hingga tiga bulan ke depan sangat penting," kata seorang pejabat tinggi Pakistan. Pejabat itu menambahkan bahwa Islamabad mengkhawatirkan peningkatan serangan militan di sepanjang perbatasan Afghanistan-Pakistan ketika Taliban mencoba mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh runtuhnya pemerintahan dan pasukan Afghanistan yang didukung negara-negara Barat. "Kita (masyarakat internasional) harus membantu Taliban dalam mengatur kembali tentaranya agar dapat mengendalikan wilayahnya," kata pejabat itu. Ia merujuk merujuk pada ancaman yang ditimbulkan oleh kelompok-kelompok militan saingan yang bangkit kembali, termasuk ISIS. Para pejabat AS telah berulang kali menuduh Pakistan mendukung Taliban Afghanistan, yang mengangkat senjata dalam perang saudara pada pertengahan 1990-an sebelum merebut kekuasaan pada 1996. Islamabad, salah satu dari sedikit ibu kota yang mengakui pemerintah Taliban yang digulingkan pada 2001, membantah tuduhan itu. Pemerintah Pakistan telah mengatakan bahwa pengaruhnya terhadap gerakan itu telah berkurang, terutama sejak kepercayaan Taliban tumbuh setelah Washington mengumumkan tanggal penarikan penuh pasukan AS dan pasukan negara-negara lainnya. Pejabat Pakistan itu, yang mengetahui langsung keputusan yang diambil negara menyangkut keamanan, mengatakan Pakistan berencana mengirim pejabat keamanan dan intelijennya ke Kabul untuk membantu Taliban mengatur ulang militer Afghanistan. Bahkan, pejabat keamanan Pakistan yang akan dikirim mungkin adalah kepala Intelijen Antar-Layanan (ISI), badan sangat berpengaruh yang dimiliki Pakistan. Seorang juru bicara Taliban Afghanistan belum menanggapi permintaan Reuters untuk mengomentari tentang hubungan keamanan Afghanistan dengan Pakistan. Pakistan Harapkan Kerja Sama Taliban Meskipun pengakuan pemerintahan baru Taliban belum dibahas, pejabat Pakistan itu mengatakan dunia tidak boleh meninggalkan Afghanistan. "Apakah kita mengakui pemerintah Taliban atau tidak, memastikan stabilitas di Afghanistan sangat penting," ujarnya. Pejabat itu memperingatkan bahwa kelompok ISIS Khorasan (ISIS-K), sebuah cabang ISIS yang berafiliasi bebas dengan ISIS di Suriah dan Irak, secara aktif berupaya untuk meluncurkan serangan dan merekrut para pejuang baru. Amerika Serikat baru-baru ini meluncurkan dua serangan pesawat tak berawak yang menargetkan berbagai fasilitas kelompok militan ISIS-K, termasuk satu di Kabul dan satu di dekat perbatasan timur dengan Pakistan. Serangan itu dilakukan menyusul janji Presiden Joe Biden bahwa Amerika Serikat akan memburu orang-orang militan yang menjadi dalang di balik serangan bom bunuh diri baru-baru ini. Taliban mengkritik tindakan itu sebagai "serangan yang jelas dilakukan di wilayah Afghanistan". Pakistan, yang angkatan bersenjatanya juga memiliki pesawat tak berawak serta pesawat konvensional, akan menghindari intervensi langsung di Afghanistan jika memungkinkan, kata pejabat itu. Taliban Afghanistan telah meyakinkan negara tetangga bahwa mereka tidak akan membiarkan wilayahnya digunakan oleh siapa pun yang merencanakan serangan ke Pakistan atau negara lain. Namun, pejabat itu menambahkan bahwa Islamabad mengharapkan Taliban Afghanistan menyerahkan para milisi yang merencanakan serangan terhadap Pakistan, atau setidaknya memaksa mereka pergi dari perbatasan Afghanistan-Pakistan. Di daerah perbatasan itu, pasukan Pakistan dalam beberapa pekan terakhir selalu berada dalam keadaan siaga tinggi. (mth)

India Lakukan Pertemuan Resmi Pertama dengan Taliban

New Delhi, FNN - Duta besar India untuk Qatar menggelar pertemuan dengan pemimpin senior Taliban pada Selasa (31/8), menurut Kementerian Luar Negeri India. Pertemuan itu merupakan kontak resmi pertama sejak kelompok tersebut menguasai Afghanistan. Duta Besar India Deepak Mittal bertemu dengan Kepala Kantor Politik Taliban Sher Mohammad Abbas Stanekzai atas permintaan Taliban, kata kementerian. India telah lama khawatir soal Taliban lantaran hubungan dekatnya dengan negara musuhnya, Pakistan. Kementerian menyebutkan bahwa kedua pihak membahas keselamatan warga India yang masih berada di Afghanistan. Mittal juga mengungkapkan kekhawatiran pemerintahnya bahwa milisi anti-India bisa memanfaatkan wilayah Afghanistan untuk melancarkan serangan, menurut kementerian. "Utusan Taliban meyakinkan duta besar (India) bahwa masalah ini akan ditangani secara positif," kata Kementerian Luar Negeri. Pembicaraan itu terjadi beberapa hari setelah Stanekzai, yang dikutip media setempat, mengatakan Taliban menghendaki hubungan politik dan ekonomi dengan India. Tidak ada komentar langsung dari Taliban mengenai pembicaraan dengan India. India menginvestasikan lebih dari tiga miliar dolar AS (sekitar Rp42,8 triliun) dalam proyek pembangunan di Afghanistan dan telah menjalin hubungan dekat dengan pemerintah Kabul dukungan AS. Namun kemajuan Taliban yang pesat membuat pemerintah India menghadapi kritikan di dalam negeri karena tidak membuka akses komunikasi dengan Taliban. Pada Juni, kontak informal terjalin dengan para pemimpin politik Taliban di Doha, ungkap sumber pemerintah. Aspek yang menjadi ketakutan besar adalah bahwa kelompok garis keras yang memerangi pemerintah India di Kashmir, wilayah yang berpenduduk mayoritas Muslim, menjadi berani dengan kemenangan Taliban atas pasukan asing, menurut salah satu sumber. "Duta Besar Mittal menyampaikan kekhawatiran India bahwa wilayah Afghanistan tidak boleh dimanfaatkan untuk kegiatan anti-India dan terorisme melalui cara apa pun," kata Kementerian luar Negeri. Ketika Taliban terakhir berkuasa sejak 1996-2001, India bersama dengan Rusia dan Iran mendukung Aliansi Utara melakukan perlawanan bersenjata terhadap mereka. Stanekzai, yang disebut para pejabat India pernah mendapat pelatihan di akademi militer India sebagai pejabat Afghanistan pada 1980-an, secara informal menghubungi India pada Juli untuk meminta negara itu tidak menutup kedutaan besarnya, menurut sumber tersebut. (sws)

Qatar: Mengisolasi Taliban Dapat Menyebabkan Ketidakstabilan Lebih Lanjut

Qatar, FNN - Qatar pada Selasa (31/8) memperingatkan bahwa mengisolasi Taliban dapat menyebabkan ketidakstabilan lebih lanjut dan mendesak negara-negara untuk terlibat dengan gerakan Islam garis keras untuk mengatasi masalah keamanan dan sosial ekonomi di Afghanistan. “Kalau kita mulai menentukan syarat-syarat dan menghentikan kontak ini, kita berarti membiarkan ada kekosongan, dan pertanyaannya adalah, siapa yang akan mengisi kekosongan ini?,” kata Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani di Doha, bersama mitranya dari Jerman, Menlu Heiko Maas. Negara Teluk Arab yang bersekutu dengan AS itu telah muncul sebagai teman bicara utama bagi Taliban, setelah menjadi tuan rumah kantor politik bagi kelompok itu sejak 2013. Tidak ada negara yang mengakui Taliban sebagai pemerintah Afghanistan setelah kelompok itu merebut Kabul pada 14 Agustus. Banyak negara Barat telah mendesak kelompok itu untuk membentuk pemerintahan yang inklusif dan menghormati hak asasi manusia. "Kami percaya bahwa, tanpa keterlibatan, kita tidak dapat mencapai ... kemajuan nyata di bidang keamanan atau di bidang sosial ekonomi," kata Sheikh Mohammed. Ia menambahkan bahwa mengakui Taliban sebagai pemerintah bukanlah prioritas. Menteri Luar Negeri Jerman Maas mengatakan kepada wartawan bahwa pemerintahnya bersedia membantu Afghanistan, tetapi ada syarat-syarat tertentu untuk mendapatkan bantuan internasional. Taliban, yang telah mengadakan pembicaraan dengan anggota pemerintah Afghanistan sebelumnya dan masyarakat sipil lainnya, mengatakan mereka akan segera mengumumkan susunan lengkap kabinet. Sheikh Mohammed mengatakan kelompok itu telah menunjukkan keterbukaan terhadap gagasan soal pemerintah yang inklusif. Taliban dikenal dengan aturan yang keras dari 1996 hingga 2001. Pada masa itu, mereka memaksakan penerapan pemahaman garis keras soal hukum Islam. Mereka juga menindas perempuan, termasuk melarang perempuan belajar dan bekerja. Taliban telah berusaha untuk meredakan kekhawatiran dengan menyatakan komitmen bahwa pihaknya akan menghormati hak-hak individu. Taliban juga menegaskan bahwa, di bawah pemerintahan kelompoknya, perempuan akan dapat belajar serta bekerja. Sheikh Mohammed mengatakan mengisolasi Taliban selama pemerintahan terakhir mereka 20 tahun lalu menyebabkan situasi seperti saat ini muncul. Sejak Taliban merebut Kabul, telah terjadi "keterlibatan luar biasa" dalam evakuasi dan kontraterorisme, yang memberikan "hasil positif," katanya. Sheikh Mohammed menambahkan bahwa pembicaraan tentang bantuan Qatar untuk menjalankan bandara Kabul sedang berlangsung dan tidak ada keputusan soal itu. Sementara itu Maas mengatakan, "Tidak ada jalan untuk menghindar dari pembicaraan dengan Taliban." Ia menambahkan bahwa masyarakat internasional tidak boleh membiarkan ketidakstabilan berlangsung di Afghanistan. (Sumber : Reuters)

Pendukung Taliban Arak Peti Mati Berbendera Amerika

Kairo, FNN - Kepergian pasukan Amerika Serikat dan Pakta Tertahanan Atlantik Utara (NATO-North Atlantic Treaty Organization) dari Afghanistan disambut sukacita oleh massa pendukung Taliban. Mereka mengarak sejumlah peti mati yang dibungkus bendera negara Paman Sam dan bendera NATO. Aksi pendukung Taliban itu terlihat kota Khost. sebuah kota timur Afghanistan. Sejumlah peti mati yang diarak merupakan bagian dari perayaan kemenangan di seluruh negeri tersebut. Prosesi pemakaman olok-olokan itu menandai berakhirnya perang 20 tahun serta kepergian yang tergesa-gesa dan memalukan bagi Washington serta negara-negara sekutunya di NATO. Selama aksi pada Selasa (31/8), massa pendukung Taliban juga mengarak sejumlah peti mati yang ditutupi dengan bendera Prancis dan Inggris di sepanjang jalan melalui kerumunan banyak orang. Beberapa orang di antara kerumunan mengangkat senjata tinggi-tinggi. Sedangkan yang lainnya mengibar-ngibarkan bendera Taliban atau merekam prosesi itu dengan ponsel mereka. "31 Agustus adalah hari kebebasan resmi kita. Pada hari ini, pasukan pendudukan Amerika dan pasukan NATO meninggalkan Afghanistan," kata pejabat Taliban, Qari Saeed Khosti kepada stasiun televisi lokal Zhman TV. Cuplikan dari Khost dibagikan secara luas di media sosial pada Selasa bersama dengan video tembakan perayaan lainnya di Ibu Kota Kabul. Selain itu, ada video yang memperlihatkan seorang pria bergantung di helikopter Black Hawk buatan AS yang berputar-putar di atas Kota Khandahar. Reuters tidak dapat memverifikasi semua video itu. Tentara AS menaiki penerbangan terakhir dari Afghanistan satu menit sebelum tengah malam pada Senin (30/8). Keberangkatan mereka itu mengakhiri evakuasi yang kacau pada 123.000 warga sipil dari Afghanistan. Dalam serangan kilat, Taliban menggulingkan pemerintah yang didukung dan dipersenjatai AS. Senjata-senjata serta perangkat keras buatan AS ditinggalkan oleh pasukan Afghanistan yang melarikan diri. Berbagai gambar lain yang dibagikan secara daring pada Selasa memperlihatkan para anggota Taliban berjalan menuju bandara Kabul dengan mengenakan seragam yang dulu dipasok AS. Beberapa di antara mereka mengacungkan senapan berkilauan. Sedangkan yang lainnya mencoba teropong malam canggih (night vision googles) atau mengamati helikopter-helikopter AS. Juru bicara Pentagon, John Kirby mengatakan militer AS tidak khawatir dengan gambar tersebut karena helikopter tidak dapat diterbangkan. Sebelum berangkat meninggalkan Afghanistan, pasukan AS menghancurkan lebih dari 70 pesawat dan puluhan kendaraan lapis baja. Pasukan AS juga melumpuhkan pertahanan udara, yang sebelumnya menggagalkan upaya serangan roket ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) pada malam keberangkatan mereka. (MD).

Menkes Jepang: Kontaminasi Vaksin Moderna Mungkin dari Jarum Suntik

Tokyo, FNN - Menteri Kesehatan Jepang Norihisa Tamura pada Selasa mengatakan bahwa sangat mungkin benda asing yang ditemukan pada vaksin COVID-19 Moderna di prefektur Okinawa disebabkan ketika jarum terjebak ke dalam ampul. Sejumlah vaksin Moderna di Okinawa dihentikan penggunaannya untuk sementara pada Minggu setelah benda asing ditemukan di dalam ampul dan suntikan. Kementerian Kesehatan lantas mengatakan jarum suntik kemungkinan salah dimasukkan ke dalam ampul sehingga merobek sumbat karet. "Apapun alasannya (untuk benda asing) kami telah mendengar bahwa tidak ada masalah keamanan atau masalah lainnya," kata Tamura kepada awak media, menambahkan bahwa tidak jarang vaksin lain mengalami hal serupa. "Kami akan terus mengumpulkan informasi dan melaporkannya kembali," lanjutnya. Jepang sedang menghadapi gelombang terbesar infeksi COVID-19 selama pandemi, yang didorong oleh varian Delta yang sangat menular. Upaya percepatan vaksinasi terhambat oleh penundaan impor vaksin dan temuan kontaminan di sejumlah dosis Moderna yang memicu penangguhan tiga kelompok vaksin pekan lalu. Menteri yang menangani kampanye vaksinasi Taro Kono pada Selasa mengaku ingin mempercepat pengiriman vaksin ke kota-kota yang terpaksa menghentikan pemesanan akibat kelangkaan. Pemerintah sedang mempertimbangkan kapan dan bagaimana memberikan dosis penguat yang mungkin diperlukan untuk menjaga imunitas terhadap virus. Namun, otoritas kini sedang berfokus untuk menyelesaikan dua dosis pertama bagi masyarakat, kata Kono kepada wartawan. (sws) Sumber: Reuters

Semua Tentara Amerika Serikat Telah Ditarik Dari Afghaninstan

Kabul, FNN - Amerika Serikat menyelesaikan penarikan tentaranya dari Afghanistan, Senin (30/8). Hal itu mengakhiri perang selama 20 tahun yang berujung pada kembalinya Taliban ke puncak kekuasaan di negara tersebut. AS dan sekutunya di NATO (North Atlantic Treaty Organization/Pakta Pertahanan Atlantik Utara) dipaksa keluar dengan tergesa-gesa. Proses evakuasi berlangsung kacau. Mereka meninggalkan ribuan warga Afghanistan yang pernah membantu dan layak dievakuasi. Taliban merayakan kepergian tentara AS dengan tembakan di Kabul. "Tentara AS terakhir telah meninggalkan bandara Kabul dan negara kami memperoleh kemerdekaan penuh," kata juru bicara Taliban, Qari Yusuf kepada Al Jazeera TV. Presiden AS Joe Biden menyatakan dunia akan memegang janji Taliban menjamin keselamatan mereka yang ingin meninggalkan Afghanistan. “Sekarang, kehadiran militer kami selama 20 tahun di Afghanistan telah berakhir,” kata Biden. Biden berterima kasih kepada militer AS karena telah melakukan misi evakuasi yang berbahaya. Dia berencana menyampaikan pidato pada rakyat Amerika pada Selasa sore. Operasi itu selesai sebelum batas waktu Selasa yang ditetapkan oleh Biden. Keputusan menarik semua pasukan pada 31 Agustus 2021 telah menuai kritik tajam dari berbagai pihak atas penanganan Afghanistan sejak Taliban mengambil alih Kabul awal bulan ini. Jenderal Frank McKenzie, Kepala Komando Pusat AS, mengatakan kepada Pentagon, kepala diplomat AS di Afghanistan, Ross Wilson, berada dalam pesawat C-17 terakhir. “Setiap anggota tentara AS sekarang keluar dari Afghanistan. Saya dapat mengatakan itu dengan kepastian 100 persen,” katanya. Dua pejabat AS mengatakan staf diplomatik "inti" termasuk di antara 6.000 orang Amerika yang kembali. McKenzie menjelaskan, penerbangan terakhir tidak menyertakan 250 warga Amerika yang ingin pergi namun tidak bisa mencapai bandara. "Ada banyak kesedihan terkait dengan kepergian ini. Kami tidak membawa semua orang yang ingin kami keluarkan. Akan tetapi saya pikir jika kami bertahan 10 hari lagi pun, kami tidak akan bisa mengeluarkan semua orang," kata McKenzie kepada wartawan. Evakuasi berbahaya Lebih dari 122.000 orang telah diterbangkan keluar dari Kabul sejak 14 Agustus 2021. Sehari kemudian, Taliban merebut kembali kekuasaan sejak dua dekade lalu ketika digulingkan oleh invasi pasukan asing pimpinan AS. Batas waktu Selasa untuk penarikan tentara ditetapkan oleh Biden. Pendahulunya, Donald Trump ​​​​​, telah bersepakat dengan Taliban untuk mengakhiri keterlibatan AS di Afghanistan. Biden mengatakan AS telah lama mencapai target menggulingkan Taliban pada 2001 karena menyembunyikan gerilyawan Al Qaida yang mendalangi serangan 11 September 2001, New York, di AS. AS dan sekutunya bergegas menyelamatkan warga negara mereka. Juga menyelamatkan warga setempat yang menjadi penerjemah, staf kedutaan lokal, aktivis hak-hak sipil, jurnalis, dan warga lain yang berisiko mendapat pembalasan dari Taliban. Evakuasi menjadi lebih berbahaya ketika terjadi serangan bom bunuh diri yang diakui dilakukan oleh ISIS. Peristiwa tersebut menewaskan 60 orang, termasuk 13 tentara AS. Bom meledak ketika warga Afghanistan sedang menunggu di gerbang bandara Kabul, Kamis, 26 Agustus 2021. Setelah serangan berdarah di bandara Kabul itu, Biden berjanji memburu mereka yang bertanggung jawab. Penerbangan terakhir bisa dilakukan setelah sistem pertahanan anti-rudal AS mencegat lima roket yang ditembakkan ke bandara Kabul. Seorang pejabat AS mengatakan, laporan awal tidak menunjukkan adanya korban AS dari roket yang ditembakkan itu. (MD).

Bandara Kabul Dihujani Tembakan Roket

Washington, FNN - Lima roket ditembakkan ke arah bandara internasional Kabul, pada saat Amerika Serikat (AS) hampir menyelesaikan penarikan seluruh pasukannya Afghanistan. Akan tetapi, berhasil dicegat oleh sistem pertahanan misil. Seorang pejabat AS yang minta namanya dirahasiakan mengatakan, roket-roket tersebut diluncurkan Senin (30/8) dinihari waktu setempat. Belum jelas apakah sistem pertahanan berhasil melumpuhkan semua roket itu. "Laporan awal tidak mengindikasikan adanya korban dari pihak AS. namun informasi itu bisa berubah," kata pejabat tersebut. Sebelumnya, pada Ahad (29/), pasukan Amerika melancarkan serangan udara lewat pesawat nirawak (drone) di Kabul terhadap sebuah kendaraan yang ditumpangi pengebom bunuh diri yang berniat menyerang bandara. Kekhawatiran terhadap serangan lebih lanjut dari militan ISIS terus meningkat ketika tentara AS bergegas mengevakuasi warga AS dan sejumlah warga Afghanistan sebelum mereka ditarik mundur pada 31 Agustus. Para pejabat telah memperingatkan sebelumnya, militan ISIS-K berencana menyerang bandara dengan roket. Akan tetapi, AS telah berpengalaman menghadapi roket semacam itu, terutama di Irak, dan telah memasang sistem pertahanan dari serangan misil. "Kami tahu mereka (ISIS-K) akan mencoba melancarkan roket di sana, jika mereka bisa," kata Jenderal Frank McKenzie, kepala Komando Pusat AS, kepada wartawan di Washington, pekan lalu. "Sekarang kami memiliki perlindungan yang bagus menghadapi itu. Kami punya sistem anti roket dan mortar," kata McKenzie. Ada kekhawatiran yang makin besar terhadap aksi bom bunuh diri dan bom mobil di bandara. Kekhawaitran itu menyusul serangan bom bunuh diri pada Kamis (26/8) yang menewaskan 60 orang, termasuk 13 di antaranya tentara AS. Pada Sabtu (28/8), Presiden AS, Joe Biden mengatakan situasi di lapangan masih sangat berbahaya. Dia mengatakan, para komandan militer AS telah memberitahunya soal serangan militan lain yang sangat mungkin terjadi dalam 24-36 jam ke depan. (MD).

Evakuasi Amerika Hampir Berakhir, Taliban Bersiap Bentuk Kabinet

Kabul, FNN - Taliban sedang mempersiapkan kabinet ketika evakuasi Amerika Serikat mendekati akhir. Taliban memperkirakan, anjloknya mata uang dan gejolak ekonomi setelah pengambilalihan Kabul dua minggu lalu akan mereda. Hal itu disampaikan juru bicara utama Zabihullah Mujahid, di Kabul, Sabtu, 28 Agustus 2021. Pernyataan tersebut disampaikan Zabihullah Mujahid saat militer AS menghentikan misinya untuk mengevakuasi warga AS dan warga Afghanistan yang rentan serta menarik pasukan dari bandara Kabul menjelang tenggat 31 Agustus yang ditetapkan oleh Presiden Joe Biden. Mujahid mengutuk serangan pesawat tak berawak AS semalam terhadap militan ISIS setelah serangan bunuh diri Kamis di dekat bandara Kabul. Ia mengimbau AS dan negara-negara Barat lainnya agar mempertahankan hubungan diplomatik setelah penarikan mereka, yang dia harapkan akan selesai "segera". Waktu pasti pembentukan kabinet baru masih belum jelas. Reuters awalnya mengutip Mujahid yang mengatakan pengumuman itu akan dibuat dalam pekan mendatang. Akan tetapi, dalam pesan suara kemudian dia mengatakan susunan kabinet baru akan diselesaikan "dalam satu atau dua minggu". Menanggapi pertanyaan apakah ada perempuan yang akan dimasukkan dalam kabinet baru, Mujahid mengatakan itu akan menjadi masalah kepemimpinan untuk memutuskan. Ia tidak bisa mengantisipasi apa keputusan mereka (pimpinan Talibamn). Ada rasa frustrasi yang meningkat di Kabul atas kesulitan ekonomi parah yang disebabkan oleh anjloknya mata uang dan kenaikan harga pangan, di mana bank-bank masih tutup dua minggu setelah jatuhnya kota itu ke tangan Taliban. Pada Sabtu, sebuah pernyataan dari Taliban mengatakan bank diperintahkan dibuka kembali dengan batas penarikan mingguan sebesar 20.000 Afghani. Dikutip dari Antara, Mujahid mengatakan, para pejabat telah ditunjuk menjalankan lembaga-lembaga utama termasuk kementerian kesehatan dan pendidikan masyarakat dan bank sentral. Pejabat PBB telah memperingatkan Afghanistan menghadapi bencana kemanusiaan, dengan sebagian besar wilayah yang menderita kondisi kekeringan ekstrem. Ekonomi, yang hancur setelah empat dekade perang, juga menghadapi kerugian miliaran dolar dalam bantuan asing, menyusul penarikan kedutaan besar Barat dari negara itu. Mujahid mengatakan masalah ekonomi yang dialami akan berkurang begitu pemerintahan baru terbentuk. "Kejatuhan Afghani terhadap mata uang asing bersifat sementara dan itu karena situasi yang tiba-tiba berubah. Mata uang Afghani akan kembali normal begitu sistem pemerintahan mulai berfungsi," katanya. (MD).

Dua Warga Jepang Meninggal Setelah Divaksin Moderna

Tokyo, FNN - Dua orang meninggal usai menerima suntikan vaksin Covid-19 dari kelompok dosis Moderna yang ditemukan tercemar dan kemudian ditangguhkan, demikian diungkapkan Kementerian Kesehatan Jepang pada Sabtu, 28 Agustus 2021. Menurut rilis Kementerian Kesehatan Jepang, kedua orang itu sama-sama berusia 30-an tahun, meninggal pada Agustus ini, beberapa hari setelah menerima dosis kedua vaksin Moderna, Dikutip dari Antara, mereka masing-masing mendapat satu dosis di antara tiga kelompok dosis yang ditangguhkan pada Kamis (26/8). Penyebab kematian masih dalam penyelidikan. Jepang menghentikan penggunaan 1,63 juta dosis vaksin Moderna lebih dari sepekan setelah distributor lokal Takeda Pharmaceutical mendapat laporan bahwa sejumlah ampul tercemar. Pemerintah dan pihak Moderna mengeklaim bahwa tidak ada masalah keamanan atau efikasi yang teridentifikasi dan penangguhan tersebut hanyalah merupakan langkah antisipasi. Unsur pencemaran diyakini berupa partikel logam, menurut stasiun penyiaran Jepang NHK yang mengutip sumber kementerian terkait. (MD).