KESEHATAN

Tim Advokasi untuk Kemanusiaan Gelar Audiensi dengan Ombudsman RI

 Jakarta, FNN – Tim Advokasi untuk Kemanusiaan (TANDUK) bersama keluarga korban kasus gagal ginjal akut pada anak beraudiensi dengan Ombudsman Republik Indonesia di Gedung Ombudsman, Jakarta Selatan pada Jumat (23/12/2022). Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan tindakan korektif dengan melampirkan hasil investigasi kepada Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). “Ombudsman juga telah melakukan inisiatif terkait dengan masalah isu gagal ginjal ini dan kita sudah menyampaikan tindakan korektif, hasil pemeriksaan kami, hasil investigasi kepada Kementerian Kesehatan dan juga termasuk BPOM,” jelas Najih dalam audiensi yang juga dihadiri keluarga korban, pihak pengacara, serta rekan media. Najih menjelaskan, Ombudsman telah melakukan pemeriksaan inisiatif sejak merebaknya kasus gagal ginjal akut pada anak yang disebabkan oleh obat sirup beracun. Dalam audiensi tersebut, pihak tim advokasi beserta keluarga korban meminta tanggung jawab serta perhatian negara atas tragedi yang menimpa hampir 200 anak korban gagal ginjal akut. Beberapa keluarga korban yang selamat mengaku anak mereka mengalami efek samping, terutama kerusakan saraf hingga perlu mengunjungi 5-7 poli dalam seminggu sebagai upaya penyembuhan. Selain itu, keluarga korban juga mengharapkan keterbukaan dan transparansi mengenai penyebab penyakit gagal ginjal akut sebagai konsekuensi agar negara dapat bertanggung jawab mengenai kasus tersebut. Pihak Ombudsman menerima laporan korban dengan terbuka dan berjanji akan terus mengawasi ketimpangan regulasi yang di bidang kesehatan yang dianggap kurang cepat dan tanggap untuk diperbaiki. “Ini juga akan terus kita juga kerjakan dan kita juga akan sampaikan kepada pihak terkait agar penyelenggaraan pelayanan publik di bidang kesehatan yang dirasakan masyarakat bahwa ini responsnya kurang cepat dan kurang tanggap itu bisa diperbaiki,” jelas Najih. Najih juga mengungkapkan rasa terima kasihnya atas kehadiran Tim Advokasi untuk Kemanusiaan dalam audiensi tersebut sehingga menambah data dan investigasi sehingga Ombudsman dapat melakukan pengawasan yang lebih optimal. “Saya sangat berterima kasih sekali lagi kepada tim yang telah menambah paham kami untuk terus melakukan pengawasan yang lebih optimal,” ujar Najih saat menemui awak media seusai audiensi. (oct)

Sebanyak 68,2 Juta Orang Sudah Terima Dosis Ketiga Vaksin COVID-19

Jakarta, FNN – Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 mencatat sebanyak 68.201.141 orang sudah menerima dosis ketiga atau booster pertama dari vaksin COVID-19, setelah bertambah 19.402 orang hingga Jumat pukul 12.00 WIB.Dalam data Satgas yang ANTARA terima di Jakarta penambahan juga terjadi pada penerima dosis pertama yang sekarang mencapai 203.952.641 orang, bertambah 4.718 orang dari hari sebelumnya.174.666.157 orang juga sudah mendapatkan dosis kedua atau dosis lengkap. Mengalami peningkatan sebanyak 5.994 orang.Hanya saja, jumlah penerima dosis keempat atau booster kedua yang hingga hari ini masih diprioritaskan bagi tenaga kesehatan dan lansia baru mencapai 1.130.087 orang saja atau hanya mengalami penambahan 2.437 orang.Padahal, pemerintah telah menargetkan sebanyak 234.666.020 orang di Indonesia menerima vaksinasi COVID-19.Oleh karenanya, Juru Bicara Pemerintah untuk COVID-19 Reisa Broto Asmoro mengimbau semua keluarga untuk membantu lansia memeriksa secara rutin E-ticket untuk pemberian dosis keempat atau booster kedua yang diberikan pemerintah melalui Aplikasi Peduli Lindungi, guna mempercepat cakupan vaksinasi pada lansia.Reisa menjelaskan untuk mengetahui langkah memeriksa E-ticket pemberian booster kedua, keluarga dapat mengajarkan lansia mengakses PeduliLindungi dan segera membuka salah satu fitur bernama vaksin dan imunisasi.Setelah memilih fitur tersebut, lansia dapat menekan pilihan vaksin COVID-19 dan langsung di arahkan kepada pilihan tiket vaksin. Di sana, lansia dapat menekan kembali nama masing-masing untuk melihat status vaksinasinya.“Kalau sudah muncul, itulah yang disebut dengan tiket untuk vaksin booster kedua dan bisa segera datang ke fasilitas kesehatan terdekat karena ini banyak tersedianya lebih di rumah sakit-rumah sakit atau puskesmas yang menyediakan klinik-klinik Imunisasi,” katanya.Tiket otomatis akan keluar bagi lansia yang datanya telah terdaftar di PeduliLindungi dan berusia di atas 60 tahun. Sedangkan terkait dengan akses vaksin, jumlah sentra vaksinasi memang tidak akan sebanyak awal pandemi. Namun keluarga dapat segera mengajak lansia ke fasilitas terdekat begitu tiket didapatkan.“E-ticket biasanya keluar untuk booster kedua otomatis begitu sudah terdaftar usianya 60 tahun ke atas, lalu memang sudah jarak dari booster pertama yang didaftarkan di aplikasi tersebut itu enam bulan,” kata Reisa.Reisa juga meminta agar masyarakat tetap mengikuti dan memantau kanal-kanal resmi dari pemerintah, supaya terhindari hoaks dan tidak melewatkan satu pun informasi terkait pemberian dan distribusi vaksin COVID-19, terlebih sebentar lagi masyarakat akan menyambut libur natal dan tahun baru 2023.Diharapkan semua pihak dapat bekerja sama membangun lingkungan yang aman dari penularan infeksi COVID-19, sehingga semua kelompok dalam masyarakat dari yang rentan hingga sehat dapat terlindungi dan mencegah kenaikan kasus setelah masa libur panjang. (mth/Antara)

Kasus Gagal Ginjal Anak: Komnas HAM Kembali Panggil BPOM

Jakarta, FNN – Komisioner Pengaduan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Hari Kurniawan akan kembali memanggil Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait laporan kasus gagal ginjal yang telah dilayangkan keluarga korban beberapa waktu lalu. Pemanggilan BPOM dalam hal kasus gagal ginjal, sudah dilakukan, namun mereka mangkir. “Kami akan memanggil kembali BPOM pada, 23 Desember untuk meminta keterangan,” kata Hari Kurniawan dalam konferensi pers yang diadakan di gedung Komnas HAM, Jum\'at, 9 Desember 2022. “Kita telah melihat sistem yang salah kaprah bagaimana kemudian obat yang sudah puluhan tahun ini bisa lolos dan kemudian memakan korban jiwa,” lanjutnya. Hari Kurniawan juga menegaskan bahwa sistem yang dilaksanakan BPOM tidak mempunyai protokol kesehatan terhadap obat-obatan, sehingga kasus ini harus kita ungkap sampai ke akar-akarnya. “Kami akan bertindak lebih baik dan semaksimal mungkin untuk mengusut kasus ini. Karena bagi kami ini sudah menjadi kasus yang luar biasa sehingga mengakibatkan 200 korban,” ungkapnya. (Anw)

Kuasa Hukum Korban Gagal Ginjal: Jangan Jadikan Zero Case Alasan Kasus Ditutup

Jakarta, FNN – Tim Advokasi untuk Kemanusiaan kembali menggelar konferensi pers terkait perkembangan kasus Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA). Kuasa Hukum Tegar Putuhena menyampaikan temuan yang berbeda terkait pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang menganggap kasus telah selesai.  \"Justru ketika kami turun ke lapangan, kita menemukan fakta definisi sembuh yang disampaikan oleh Menteri Kesehatan itu berbeda dengan apa yang ada di lapangan,\" ucap Tegar dalam Konferensi Pers yang digelar di Sadjoe Resto dan Café, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (30/11).  \"Barangkali gagal ginjalnya sembuh, barangkali ginjalnya bisa berfungsi lagi. Tapi fungsi-fungsi organ yang lain, seperti hati, saraf, itu sama sekali tidak bisa disembuhkan,\" tambahnya.  Keracunan obat sirup yang mengakibatkan kerusakan organ dan saraf yang bersifat permanen, seperti yang dinyatakan dokter yang menangani para korban GGAPA. Mendengar hal ini, Kuasa Hukum Awan Puryadi menyampaikan tiga hal yang menjadi catatan.  Pertama, Kementerian Kesehatan untuk fokus dan mengawal RSCM dalam perawatan korban yang lebih intensif dan tidak dibebani biaya. Kemudian, para keluarga korban berharap agar tidak ada perbedaan perlakuan dengan penderita penyakit dampak Acute Kidney Injury (AKI).  \"Mereka berharap, menyampaikan pada kami, tidak ada pembedaan perlakuan antara penyakit gagal ginjalnya dengan penyakit setelahnya. Karena itu akibatnya dari Kidney Injury akut tadi,\" jelasnya.  Menurut Awan, semestinya Kemenkes tidak menganggap kasus GGAPA telah selesai hanya karena telah dilakukan upaya pencegahan. Kasus gagal ginjal belum dapat dinyatakan selesai dengan masih banyaknya pasien yang menjalani perawatan di RSCM.  \"Dengan kondisi di lapangan yang masih dirawat dan rawat jalan, itu mestinya jangan kemudian _zero case_ dijadikan alasan kasus ini ditutup,\" kata Awan.  Selain kuasa hukum dari Tim Advokasi untuk Kemanusiaan, dua orang tua korban AKI juga turut hadir memberikan kronologi perkembangan anak mereka masing-masing. Terdapat anak yang mengalami kerusakan saraf yang menyebabkannya tidak responsif dan kaku dan ada juga yang kehilangan ingatan.  Diketahui, persidangan perdana gugatan Class Action yang melibatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa, 13 Desember 2022. (oct)

Cerita Pilu Orang Tua Korban AKI: “Racun yang Ada di Obat Menjalar ke Organ Tubuh Lain”

Jakarta, FNN- Desi, ibunda dari Sheina, hancur berkeping-keping ketika dokter memvonis anaknya mengalami gangguan ginjal akut progresif atipikal (atypical progressive acute kidney injury/AKI). Dengan berat hati dan menangis, Desi membagikan kisah awal mula putrinya yang baru berusia 4 tahun 11 bulan didiagnosa mengalami gagal ginjal akut. Akibat penyakit tersebut, saat ini tubuh Sheina tidak dapat bergerak dan merespon. “Anak saya sampai saat ini masih dirawat di  Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan keadaannya sadar tetapi tubuhnya tidak bisa merespon,\" kata Desi saat bercerita dalam diskusi bertemakan \"Derita Korban Obat Beracun Dinyatakan Sembuh tapi Lumpuh” di Sadjoe Resto dan Café, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (30/11). Cerita bermula pada awal September 2022, ketika Sheina demam tinggi dan langsung dibawa ke rumah sakit terdekat. Pihak RS hanya memberi obat saja untuk Sheina, salah satunya obat sirup Paracetamol. Sejak saat itu, Sheina muntah dan sudah tidak bisa lagi untuk buang air kecil. Sehingga, Desi kembali membawa putrinya ke RS yang sama.  Namun, Sheina tetap tidak dapat buang air kecil, karena peralatan di RS tersebut terbatas untuk penanganan lebih lanjut, Sheina dirujuk ke RSCM. Pada 10 September 2022, Sheina masuk ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU) RSCM. Keesokan harinya Sheina harus melakukan metode cuci darah sebanyak dua kali. Awal masuk PICU RSCM, Sheina masih sadar berkomunikasi dan mulai menyusut normal kembali, sehingga ia dapat dipindahkan ke ruang perawatan. Namun, beberapa hari setelahnya Sheina kembali nge-drop dan kembali ke PICU. Saat itu, dokter memberi tahu kalau kondisi Sheina sangat berat. Sheina mengalami pendarahan hebat disertai kejang-kejang. “Saya melihat anak saya mengeluarkan banyak darah dari mulut, hidung dan kejang-kejang, gimana hancurnya hati saya melihat anak saya seperti itu,” ungkap Desi. Sheina mengeluarkan darah dari mulut, hidung dan lambungnya yang mengakibatkan berat badannya turun drastis. Tiga minggu setelahnya badan Sheina hanya tinggal kulit dan tulang. Dengan berjalannya waktu, hampir dua bulan lamanya di PICU, akhirnya Sheina kembali lagi ke ruang perawatan. Keadaan Sheina sadar, mata terbuka tetapi dia tidak bisa melihat, tidak hisa merespon, bahkan kaki dan tangan kaku. Sheina juga mengalami luka di belakang kepala dikarenakan kelamaan tidur. Kini, Desi dan sang suami, masih berjuang untuk kesembuhan sang buah hati. “Besar harapan saya Sheina masih bisa dirawat di RSCM karena Sheina memang masih membutuhkan perawatan, saya berharap anak-anak yang keracunan obat sirup mendapatkan pengobatan prioritas,” ujarnya. Kemudian, Desi menyampaikan pesannya untuk pihak-pihak yang terlibat agar dapat bertanggung jawab. “Anak saya diracun dengan kata obat, saya minta pihak terkait untuk bertanggung jawab karena sampai saat ini tidak ada yang peduli,” pungkasnya. (Lia)

Sudibyo Sebut Adanya Ketidakjelasan PP Produk Tembakau dengan Visi Indonesia Emas 2045

Jakarta, FNN – Sudibyo Markus, Adviser Indonesia Institute for Social Development, mengatakan ada ketidakjelasan Revisi PP no. 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan dengan Visi Indonesia Emas 2045.  Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau menyelenggarakan konferensi pers bertemakan \"Peredaran Produk Tembakau Tanpa Kendali: Rapor Merah 2022 Pemerintahan Jokowi-Amin\" secara hybrid pada Jumat, (25/11).  Sudibyo mengatakan bangsa Indonesia sedang dihadapkan pada suatu kekecewaan karena anti klimaks mengenai produk tembakau, yaitu rokok. Ia membahas tiga pokok yang menjadi dampak dari permasalahan tersebut.  Pertama, Sudibyo menjelaskan tentang instrumen teknis dalam PP no. 109 tahun 2012 yang mempunyai dasar legal tidak berfungsi secara optimal.  \"Kita sadar bahwa semua instrumen-instrumen itu tidak berfungsi dengan optimal. Alasannya adalah karena memang kebijakan-kebijakan yang mengatur di atasnya itu lemah,\" kata Sudibyo.  Kedua, tidak dilaksanakannya proses pengharmonisasi untuk perbaikan konsep dalam menyikapi instrumen tersebut sesuai dengan Peraturan Presiden no. 87 tahun 2014 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Sudibyo menjelaskan bahwa PP yang sempat diajukan oleh wakil Menteri Kesehatan tersebut mengalami gagal revisi. Ia menyebut adanya sisi politik di balik proses tersebut.  \"Bahwasanya memang ada sisi-sisi politik di balik instrumen-instrumen teknis ini,\" ujarnya.  Kemudian, cara menghubungkan instrumen teknis dengan cita-cita visi nasional Indonesia Emas 2045 dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan bangsa yang berdaya saing tinggi. Tidak terdapat kesinambungan antara instrumen teknis dengan visi tersebut.  \"Di sinilah kita melihat tidak nyambungnya. Bagaimana proses pengambilan keputusan yang ketiga ini, seolah-olah negeri ini, negeri tidak bertuan,\" ucap Sudibyo.  Aktivis sosial tersebut juga sempat mempertanyakan dan mengkritisi kedudukan Presiden Joko Widodo sebagai negarawan.  \"Kita bertanya, apakah negara kita ini dipimpin oleh seorang negarawan atau hanya oleh seorang petugas partai? Yang ikut pada maunya partai dan bisa tunduk pada perintah-perintah dari oligarki,\" ujarnya.  Dalam penutupnya, ia menyampaikan akan terus menyuarakan kegelisahan masyarakat untuk mengendalikan zat adiktif tersebut. Selain Sudibyo, ketiga pembicara lain yang hadir, yaitu Roosita Meilani Dewi (Kepala Pusat Studi Center of Human Development ITB AD), Asep Mulyana (Peneliti HAM), dan Rafendi Djamin (Senior Advisor Human Rights Working Group). (oct)

Cukai Naik Perokok Tetap, Roosita: Ada Celah Penghindaran Pajak

Jakarta, FNN - Konferensi Pers Koalisi Nasional Masyarakat Sipil Untuk Pengendalian Tembakau (NMSPT) memberikan rapor merah 2022 kepada pemerintahan Jokowi-Amin. Penilaian tersebut bukan tanpa alasan, bahwa Pemerintahan Jokowi-Amin belum juga melakukan gebrakan terhadap masalah rokok di Indonesia. Mulai dari iklan rokok menguasai ruang publik, harga rokok masih murah, rokok ketengan mudah dibeli anak-anak, sampai kebijakan konyol menjadikan rokok elektrik solusi kecanduan rokok.  “Tahun 2022 kembali menjadi tahun yang kelam bagi sektor kesehatan publik nasional. Tidak ada terobosan yang dilakukan Pemerintah RI untuk menyelesaikan masalah rokok. Khususnya agar target penurunan angka perokok anak yang tertuang di dalam RPJMN 2020-2024 dapat tercapai. Hal ini berpotensi menjadi warisan yang buruk bagi Presiden Jokowi, mengingat praktis masa jabatan beliau tersisa kurang dari 2 tahun lagi,” Ungkap Koordinator NMSPT, Ifdhal Kasim dalam konferensi pers yang dilakukan secara tatap maya, Jumat (25/11/2022). Roosita Meilani Dewi, Kepala Pusat Studi Center of Human and Economic Development-ITBAD Jakarta dalam konferensi pers yang berjudul \"Peredaran Produk Tembakau Tanpa Kendali: Rapor Merah 2022 Pemerintahan Jokowi-Amin\" mengatakan bahwa kenaikan Tarif Cukai Tembakau (CHT) tidak ambisius dan lambat. Padahal kenaikan CHT tersebut merupakan upaya pengendalian konsumsi dan prevalensi merokok di masyarakat terkhusus anak usia 10-18 tahun, juga terkait isu kesehatan masyarakat.  Roosita juga menjelaskan bahwa kenaikan CHT tersebut bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Peningkatan CHT 2023-2024 yang telah diumumkan sebesar 10 persen itu masih jauh di bawah standar yang direkomendasikan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Dan Roosita menilainya tidak ambisius dan tidak akan secara efektif mengurangi prevalensi yang dikarenakan penghindaran pajak dan substitusi produk. “Sesuai dengan masukan WHO, cukai rokok idealnya dinaikkan minimal 25 persen per tahun. Selain itu, kebijakan kenaikan cukai rokok jadi terasa kurang dampaknya, mengingat rokok ketengan masih mudah diakses masyarakat, khususnya anak-anak. Penjualan ketengan membuat rokok jadi semakin murah,\" tegas Roosita.  Adapun untuk celah penghindaran pajak perusahaan rokok dapat dilakukan karena adanya struktur CHT dan batasan produksi. Roosita menjelaskan bila tarif cukai naik, maka konsumen akan bergeser ke produk yang lebih murah. Dan jarak tarif cukai yang cukup signifikan di antara golongan I dan II pada Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) akan memicu perusahaan besar turun golongan,  dari golongan I ke golongan II. Untuk menghadapi masalah serius dari rokok yang membunuh sekitar 266 ribu orang Indonesia tiap tahun, Roosita memberikan dua rekomendasi. Pertama, menaikkan cukai rokok minimal 25 persen, yang dianggap sebagai kebijakan yang sangat efektif untuk mengurangi penggunaan tembakau dan menyelamatkan nyawa. Kedua, menyederhanakan struktur CHT dengab menggabungkan tingkatan dan kesenjangan harga untuk meningkatkan dampak cukai yang lebih tinggi terhadap harga rokok di pasaran dan penerimaan pajak. (*)

Rendahnya Cukai Tembakau Berkontradiksi dengan Deklarasi G20

Jakarta, FNN - Nasional Masyarakat Sipil Untuk Pengendalian Tembakau (NMSPT) mengkritik pemerintah terkait peredaran tembakau yang tidak terkendali. Dalam konferensi pers NMSPT secara virtual pada Jumat (25/11/2022) tersebut  menghadirkan empat pembicara, Sudibyo Markus (Adviser Indonesia Institute for Social Development), Roosita Meilani Dewi (Kepala Pusat Studi Center of Human Development ITB AD), Asep Mulyana (Peneliti HAM Nasional), dan Rafendi Djamin (Senior Advisor Human Rights Working Group). Dalam kesempatan tersebut, Rafendi menjelaskan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak agar negara-negara G20 menerapkan cukai sebesar 70 persen. Akan tetapi, rata-rata yang digunakan adalah 55 persen. Sedangkan Indonesia masih di bawah 20 persen. \"Jelas bahwa Indonesia sangat jauh ketinggalan di dalam persoalan persentase cukai harga rokok,\" ungkapnya. Rafendi berpendapat bahwa hal itu sangat bertentangan dengan keberhasilan Indonesia dalam perhelatan G20 yang salah satunya adalah tentang peningkatan kesehatan dan keamanan terkait dengan kesehatan.  \"Jelas sekali ini satu kondradiksi yang muncul pada saat deklarasi dibuat Indonesia adalah negara yang paling rendah dalam persoalan persentase cukainya,\" sambungnya.  Kemudian dia menjelaskan bila dilihat dari komitmen terhadap SDGs atau sustainable development goals, dapat diketahui bahwa ketatnya pengawasan terhadap penggunaan tembakau itu sangat terkait dengan beberapa tujuan yang telah dirumuskan oleh SDGs, yaitu tentang tujuan pembangunan, dan kehidupan yang sehat. \"Sudah jelas bahwa apa yang disampaikan dalam persoalan mencegah prevalensi perokok pemula pada lima tahun pertama sudah gagal. Tahun berikutnya, sekarang diancam dengan kegagalan. Itu adalah suatu kondradiksi yang kelihatan jelas dibandingkan dengan komitmen-komitmen Indonesia untuk pelaksanaan dari G20 deklarasi,\" tukas Rafendi. Dirinya mengatakan bahwa deklarasi G20 hanya akan menjadi omong kosong bila tidak dilaksanakan oleh negara anggotanya, terkhusus Indonesia yang telah mendorong adopsi komitmen. \"Dan saya kira, tantangan ini yang harusnya menjadi mengingatkan pemerintah Indonesia, pemerintah Jokowi pada saat ini. Kalau dua tahun mendatang harus ada langkah-langkah yang sifatnya urgen, yang sifatnya sangat afirmatif untuk penegakan hukum maupun perubahan-perubahan yang terkait dengan cukai tembakau,\" ucapnya menutup pernyataan. (rac)

Menkes: Bersiap Hadapi Peningkatan Kasus COVID-19 Dua Pekan ke Depan

Jakarta, FNN – Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin meminta seluruh pihak untuk bersiap-siap menghadapi prediksi peningkatan kasus COVID-19 yang akan segera terjadi dalam waktu satu atau dua pekan ke depan. “Kita sudah monitor secara daily (harian), harusnya kalau feeling saya kita akan mencapai puncaknya antara satu atau dua pekan ke depan. Kemungkinan puncaknya itu akan tercapai,” kata Menteri Budi dalam ISICAM 2022 yang diikuti di Jakarta, Jumat. Budi menekankan pemerintah terus melakukan pemantauan setiap harinya, untuk mengamati tren COVID-19 di Indonesia dari seluruh indikatornya. Sayangnya, terlihat bahwa sejak varian XBB dan BQ.1 masuk ke Indonesia, jumlah orang yang terinfeksi semakin banyak dan patut diwaspadai. Saat ini saja, kasus positif di Indonesia sudah berada dalam skala 8.000-an kasus per harinya. Dengan kehadiran dua varian tersebut, Budi memperkirakan jumlah kasus yang ditemukan akan mencapai 10.000-15.000 kasus per harinya, dengan keterisian tempat tidur di rumah sakit (BOR) jauh lebih rendah dibandingkan dampak dari varian-varian sebelumnya. Selain itu, pemerintah juga menggencarkan sero survey per enam bulan sekali untuk mengetahui titer antibodi milik masyarakat, yang dilakukan bersama FKM-UI. Melalui sero survey itu, pemerintah dapat mengetahui dalam jangka waktu berapa lama antibodi masyarakat mengalami penurunan dan daerah mana yang perlu segera di booster. Sero survey juga membuktikan bahwa Indonesia memiliki antibodi yang sangat tinggi, sehingga tidak terlalu terdampak gelombang COVID-19 seperti yang terjadi di negara lain. “Kita punya datanya by name by address sekarang untuk 205 juta dari populasi kita, kita bisa prediksi di daerah mana kita harus memberikan booster,” ujarnya. Budi mengingatkan meski antibodi sudah tinggi dan kasus masih di bawah prediksi monitoring pemerintah, semua pihak harus segera melengkapi dosis vaksinasinya dan tidak mengabaikan situasi saat ini. Jika Indonesia berhasil menjaga jumlah kasus seperti saat ini, sampai dengan dua pekan ke depan, maka masyarakat tidak perlu menghadapi gelombang COVID-19 yang dapat menghambat berjalannya segala aktivitas dan perekonomian negara. “Jika kita bisa mengendalikannya, maka Indonesia juga akan menjadi salah satu negara yang tidak mengalami gelombang besar dalam 12 bulan,” katanya. (mth/Antara)

Kenaikan Tarif Pembayaran BPJS ke RS Jangan Bikin Defisit

Jakarta, FNN - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko berharap rencana kenaikan tarif pembayaran BPJS ke rumah sakit tidak membuat sumber dana BPJS mengalami defisit.Menurut Moeldoko, hal itu perlu diantisipasi sebab keuangan BPJS pernah minus. \"Kita punya pengalaman BPJS pernah tekor, ya. Saat ini BPJS pertumbuhannya sangat baik. Jangan sampai nanti kenaikan itu nantinya membuat BPJS mengalami kesulitan keuangan lagi,\" kata Moeldoko saat menerima kedatangan Direktur Utama BPJS Ali Ghufron Mukti di Gedung Bina Graha Jakarta, sebagaimana siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu.Pada kesempatan itu, Moeldoko juga meminta BPJS untuk mendorong rumah sakit yang menjadi mitra membelanjakan anggarannya untuk membeli alat-alat kesehatan produksi dalam negeri, terutama bagi rumah sakit swasta.Dari hasil pemantauan dan verifikasi lapangan tim Kantor Staf Presiden, kata dia, sejauh ini serapan belanja rumah sakit swasta terhadap alat kesehatan produksi dalam negeri masih minim.\"Kalau serapan belanja alkes dalam negeri tinggi, industrinya juga akan tumbuh dan serapan pekerjanya juga besar. Ini sudah menjadi perintah Presiden. Jadi, sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Apalagi, mitra BPJS 66 persen adalah rumah sakit swasta. KSP juga akan berkoordinasi dengan Kemenkes terkait ini,\" kata dia.Sementara itu, Direktur Utama BPJS Ali Ghufron Mukti mengatakan bahwa pihaknya siap mendorong rumah sakit yang menjadi mitra untuk menyerap alat kesehatan produksi dalam negeri, salah satu caranya dengan menambahkannya ke dalam perjanjian kerja sama.\"Hanya untuk monitoringnya nanti apakah rumah sakit benar-benar menjalankan kesepakatan, ini yang kami butuh dukungan dari pihak lain, termasuk dari Kantor Staf Presiden,\" jelas Ali Ghufron.(Sof/ANTARA)