KESEHATAN

Rumkital Jala Ammari Resmikan Terapi Oksigen Hiperbarik

Makassar, FNN - Pihak Manajemen Rumah Sakit TNI AL (Rumkital) meresmikan pengoperasian terapi oksigen hiperbarik (TOHB) di Rumkital Jala Ammari Lantamal VI Makassar.\"Layanan operasional TOHB ini di Kota Makassar dimulai dengan tasyakuran sekaligus pembukaan pelayanan TOHB,\" kata Komandan Lantamal VI Laksamana Pertama TNI Dr Benny Sukandari disela pembukaan layanan kesehatan tersebut di Makassar, Selasa.Pembukaan pelayanan TOHB tersebut ditandai dengan olahraga bersama, pemotongan tumpeng oleh Danlantamal VI dan pemberian potongan tumpeng kepada personel Rumkital Jala Ammari Lantamal VI Makassar serta peninjauan ruang hyperbaric Oxygen Chamber.Dalam sambutannya Danlantamal VI mengungkapkan, kegiatan bawah air penyelaman dan kapal selam dalam operasi dan latihan TNI Angkatan Laut merupakan kegiatan yang memiliki resiko tinggi terjadinya gangguan kesehatan atau penyakit akibat penyelaman.Awal diadakannya hyperbaric chamber ini adalah untuk pengobatan utama mengatasi gangguan kesehatan dan penyakit akibat penyelaman yaitu dengan cara TOHB, sehingga keberadaan hyperbaric chamber Rumkital Jala Ammari Lantamal VI sangat diperlukan.\"Semoga fasilitasi kesehatan ini bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya,” ujar Danlantamal VI.Sementara itu, Karumkital Jala Ammari Lantamal VI Letkol Laut (K) dr Amir Surya, SpM MTr Hanla mengatakan, terapi oksigen hiperbarik merupakan suatu metode pengobatan dimana pasien diberikan pernafasan menggunakan masker untuk menghirup oksigen murni 100 persen pada ruangan bertekanan tinggi .\"Terapi ini merupakan terapi yang dapat digunakan untuk menangani penyakit klinis dan penyelaman serta untuk kebugaran,\" ujarnya.Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Wadan Lantamal VI Kolonel Marinir Marsono, S.AP, Para Asisten Danlantamal VI, Kafasharkan Makassar, Kakuwil Lantamal VI Dansatrol Lantamal VI, Danyonmarhanlan VI serta para Kadis dan Kasatker Lantamal VI. (mth)     

Dinkes: Cakupan Vaksinasi di Kota Kupang Sudah Mencapai 94 Persen

Kupang, FNN - Dinas Kesehatan menyebutkan cakupan vaksinasi COVID-19 dosis pertama di Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur terus meningkat hingga menembus 94,44 persen dengan sasaran 315.066 orang.\"Pemerintah Kota Kupang tentu merasa bersyukur karena partisipasi masyarakat untuk melakukan vaksinasi sangat tinggi sehingga capaian vaksinasi COVID-19 terus meningkat,\" kata Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Setda Kota Kupang, Ernest Ludji di Kupang, Senin.Ia menjelaskan vaksinasi dosis pertama COVID-19 di Kota Kupang telah dilakukan terhadap 315.066 orang dari 333.628 orang sasaran wajib vaksinasi.Sementara itu menurut Ernest Ludji, capaian vaksinasi dosis kedua COVID-19 sudah mendekati 70 persen atau 68,37 persen dengan 228.103 orang sasaran yang telah divaksinasi.Menurut dia tingginya capaian vaksinasi di Kota Kupang karena dukungan berbagai pihak seperti TNI/Polri dan organisasi profesi maupun partai politik yang ikut membantu melakukan vaksinasi masal COVID-19 bagi masyarakat daerah ini.Menurut Ernest Ludji pemerintah terus mendorong warga Kota Kupang yang belum melakukan vaksinasi baik dosis pertama maupun dosis kedua untuk segera melakukan vaksin guna melindungi diri dari paparan virus Corona, karena saat ini ketersediaan vaksin sangat memadai.\"Vaksinasi COVID-19 sangat penting apalagi kasus varian baru COVID-19 Omicron terus meningkat di sejumlah daerah di luar NTT, sehingga perlu diantisipasi secara dini dengan melakukan vaksin,\" kata Ernest Ludji.Dia menambahkan, Dinas Kesehatan Kota Kupang juga sedang kebut untuk melakukan vaksinasi terhadap para lanjut usia yang masuk dalam kelompok rentan terpapar virus Corona. (sws)

Epidemiolog Minta Pemerintah Evaluasi Pemberlakuan PPKM

Jakarta, FNN - Epidemiolog dari Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono meminta pemerintah untuk mengevaluasi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di tengah meningkatnya kasus Omicron.   \"PPKM berlevel harus dievaluasi kembali, pembatasan sosialnya diubah atau dinaikan levelnya,\" ujar Tri Yunis Miko ketika dihubungi ANTARA di Jakarta, Minggu.   Menurutnya, adanya kasus kematian akibat varian Omicron itu menjadi alarm bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah mitigasi untuk mengurangi aktivitas masyarakat.   Di samping itu, lanjut dia, pemerintah juga diminta untuk memperketat pintu masuk negara dan menerapkan kembali aturan karantina selama 14 hari.   Ia menilai, aturan masa karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri selama 10 hari kurang tepat, mengingat varian Omicron bertahan selama 14 hari dalam tubuh individu.   Di samping itu, ia menambahkan, edukasi dan sosialisasi mengenai protokol kesehatan juga harus kembali digiatkan masyarakat agar tetap waspada.   \"Masyarakat sudah mulai tidak menerapkan protokol kesehatan, tampaknya harus digemborkan lagi,\" ucapnya.   Tri Yunis Miko juga meminta pemerintah untuk meningkatkan surveilans melalui pengujian dan pelacakan di setiap daerah.   Maka itu, lanjut dia, ketersediaan alat uji yang cepat dan efektif mendeteksi varian Omicron harus ada di setiap provinsi.   Dihubungi terpisah, epidemiolog dari Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, Defriman Djafri mengatakan penerapan PPKM saat ini memerlukan pengawasan dan evaluasi.   \"PPKM masih diberlakukan sampai saat ini, terlepas dari itu yang penting adalah apakah pengawasan dan evaluasi di lapangan saat ini masih efektif dan benar-benar diterapkan,\" tuturnya.   Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan dua pasien COVID-19 terkonfirmasi Omicron telah meninggal dunia.   Kedua kasus tersebut merupakan pelaporan fatalitas pertama di Indonesia akibat varian baru yang memiliki daya tular tinggi.   \"Satu kasus merupakan transmisi lokal, meninggal di RS Sari Asih Ciputat dan satu lagi merupakan pelaku perjalanan luar negeri, meninggal di RSPI Sulianti Saroso,\" kata juru bicara Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi.   Tercatat, sejak 15 Desember hingga saat ini secara kumulatif tercatat 1.161 kasus konfirmasi Omicron ditemukan di Indonesia. (mth)     

Epidemiolog: Waspadai Peningkatan Kasus DBD Saat Musim Hujan

Purwokerto, FNN - Ahli epidemiologi lapangan dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Yudhi Wibowo mengingatkan pemerintah daerah dan seluruh masyarakat untuk mewaspadai peningkatan kasus demam berdarah dengue (DBD) saat musim hujan.\"Pada saat musim hujan seperti sekarang ini kelangsungan hidup nyamuk Aedes Aegypti akan lebih lama jika tingkat kelembaban tinggi, sehingga masyarakat perlu lebih waspada,\" katanya di Purwokerto, Banyumas, Minggu.Dia mengatakan salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah mengintensifkan gerakan pemberantasan sarang nyamuk sebagai upaya antisipasi penyakit DBD.  Gerakan pemberantasan sarang nyamuk tersebut, kata dia, perlu melibatkan seluruh lapisan masyarakat agar ikut berperan serta menjaga kebersihan lingkungan guna mencegah agar nyamuk Aedes Aegypti tidak berkembang biak.\"Peran aktif masyarakat untuk bersama-sama melakukan upaya pencegahan perlu dilakukan, dengan harapan dapat mencegah nyamuk Aedes berkembang biak dan pada akhirnya menekan kasus penyakit demam berdarah,\" katanya.Untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya gerakan pemberantasan sarang nyamuk, pemerintah daerah perlu meningkatkan sosialisasi dan edukasi mengenai kepada seluruh warga.\"Selain sosialisasi mengenai pentingnya penerapan protokol kesehatan pencegahan COVID-19, pemerintah daerah juga perlu meningkatkan edukasi mengenai pencegahan DBD dan penyakit lain yang berpotensi mengalami peningkatan kasus saat musim hujan,\" katanya.Pengajar di Fakultas Kedokteran Unsoed itu menambahkan masyarakat perlu melakukan praktik \"3M Plus\" secara berkala sebagai salah satu upaya mencegah penyakit demam berdarah.  \"Praktik 3M adalah dengan cara menguras, menutup serta memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes,\" katanya.Sementara itu, \"Plus\" adalah segala bentuk kegiatan pencegahan, seperti menaburkan bubuk larvasida, menggunakan obat nyamuk dan antinyamuk serta mengatur pencahayaan dan ventilasi di dalam rumah.\"Semuanya perlu dilakukan secara rutin dan bersama-sama, warga perlu saling menjaga kebersihan di lingkungan masing-masing. Jika setiap warga melakukan praktik pencegahan seperti itu, diharapkan dapat menekan potensi peningkatan kasus DBD saat musim hujan,\" katanya. (mth)

HOGI: Kanker Ovarium pada Perempuan Masih Sulit Dideteksi

Jakarta, FNN - Ketua Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI) Dr. dr. Brahmana Askandar, SpOG (K)-Onk mengatakan hingga saat ini kanker ovarium (indung telur) masih sulit dideteksi pada perempuan di seluruh dunia.   “Bukan hanya di Indonesia saja, di negara maju juga sebagian besar kanker ovarium, terdeteksi pada saat stadiumnya bukan stadium dini lagi. Jadi, sebagian besar pada stadium tiga atau empat,” kata Brahmana dalam konferensi pers Kampanye 10 Jari yang diikuti di Jakarta, Kamis.   Brahmana menuturkan perubahan pada kanker ovarium berbeda dengan kanker serviks (leher rahim) yang terjadi secara bertahap. Hal itu terjadi karena sebagian besar penderita tidak merasakan gejala apapun, bahkan nampak seperti normal.Pada pemeriksaan misalnya, kanker serviks dapat dideteksi menggunakan metode pap smear yang sederhana, karena masih terhubung dengan organ luar. Berbeda dengan kanker ovarium yang memiliki tahapan tak jelas, karena tiap orang mengalami waktu perkembangan kanker yang berbeda.   Kalaupun seorang perempuan melakukan pemeriksaan secara genetik dan dinyatakan memiliki beberapa risiko seperti terdapat sebuah benjolan kecil, benjolan itu akan jarang terdeteksi, karena tidak adanya keluhan dan siklus menstruasi berjalan seperti biasa. Bahkan, indung telur masih terus melakukan produksi sel-sel telur.   Akibatnya, banyak pasien yang datang setelah perut nampak membesar, merasakan sesak nafas, karena adanya cairan di dalam paru-paru atau mengalami gangguan buang air besar, karena kanker yang telah menjalar ke seluruh tubuh.   “Yang jadi tantangan itu adalah deteksi. Jadi deteksi tidak ada keluhan. Bagaimana kita mau melakukan deteksi bila keluhan tidak ada?,” tegas dia.   Karena gejala yang sulit dideteksi tersebut, Brahmana menekankan bahwa penting bagi masyarakat untuk mengetahui gejala dari kanker ovarium yang sifatnya tidak khas. Setidaknya, dapat membantu mengingatkan setiap wanita bila mengalami keluhan-keluhan.Beberapa keluhan yang disebutkan, yakni sering merasa kembung atau nyeri perut, nyeri panggul atau bagian perut bawah, ada gangguan buang air kecil, dan nafsu makan berkurang.   Bila merasakan gejala itu, ia meminta kepada keluarga untuk segera bertindak membawa pasien ke rumah sakit. Meskipun setelah diperiksa oleh dokter kandungan, penyakit yang diderita bukanlah kanker ovarium, pencegahan lebih baik daripada tidak sama sekali.   “Seandainya ternyata arahnya bukan ke dokter kandungan, kita akan mengalihkan ke dokter yang ahli sesuai dengan diagnosisnya. Paling tidak, empat gejala ini harus kita edukasikan ke masyarakat. Segera kontrol ke dokter kandungan atau ke dokter umum dulu, karena mereka juga pasti bisa memilah,” ujar Brahmana. (mth)  

Rekomendasi Prof Tjandra Yoga soal Perawatan Pasien Varian Omicron

Jakarta, FNN - Guru Besar Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Tjandra Yoga Aditama memberikan rekomendasinya terkait penanganan pasien COVID-19 varian Omicron.\"Untuk mereka yang orang tanpa gejala (OTG atau asimptomatik) dan tidak ada faktor risiko (bukan lansia, tidak ada komorbid) dapat saja dirawat di rumah, kalau memang rumah sakit sudah mulai akan penuh,\" kata dia melalui pesan elektroniknya, Selasa.Prof Tjandra mengatakan, pasien tak bergejala dan dirawat di rumah ini harus memiliki ruang atau kamar yang sehat dan aman. Pihak keluarga pasien menguasai bagaimana menangani pasien yang ada di rumah seperti penyediaan makan, kebersihan dan lainnya, pihak keluarga perlu memberikan dukungan moral dan sikap positif.Pasien juga harus dalam pengawasan dokter, baik puskesmas, klinik setempat atau memanfaatkan layanan telemedisin, pasien perlu dimonitor keadaan kesehatan terkait ada tidaknya keluhan seperti demam, batuk, sesak nafas, sakit kepala, nyeri tubuh, diare, lalu perburukan dari keluhan.Monitor pada pasien juga mencakup alat, seperti termometer yang relatif mudah didapat, oximeter untuk mengetahui situasi oksigen di tubuh, alat tensimeter untuk mengukur tekanan darah.\"Monitor setidaknya dilakukan dua atau tiga kali sehari,\" ujar Prof. Tjandra yang pernah menjabat sebagai Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu.Kebutuhan sehari-hari pasien harus tetap terjaga baik misalnya makan dan minum yang baik, istirahat yang cukup, pakaian dan tempat tidur yang memadai.\"Juga harus dijamin keamanannya, misalnya jangan sampai ada arus pendek listrik di kamar karena pasien tertidur sambil alat elektronik menyala, atau tergelincir di kamar mandi karena penuh air tidak dibersihkan,\" kata Prof. Tjandra.  Selain itu, pasien perlu menjaga pola hidup sehat termasuk berolahraga, menjaga kebersihan dan mengelola kemungkinan stres dengan baikDi sisi lain, pasien dengan gejala ringan, OTG lansia dan komorbid, bila tak bisa dirawat di rumah sakit karena penuh, maka dapat dirawat fasilitas isolasi terpusat seperti wisma atau asrama.Prof. Tjandra menyebutkan, ada kriteria yang harus dipenuhi dalam hal ini yakni ruangan dan lingkungan harus sehat dan aman dari penularan berkelanjutan, dukungan psikologis agar pasien dapat tenang menghadapi proses pengobatan yang pisah dari keluarga dan adanya petugas kesehatan lengkap di wisma atau asrama tempat merawat pasien.Sementara itu, pihak rumah sakit merawat pasien dengan gejala sedang dan berat, serta mereka dengan faktor risiko yang walaupun masih ringan tapi ada kecenderungan menjadi sedang atau berat.Dalam hal ini, pihak rumah sakit mempersiapkan setidaknya lima hal meliputi ruang rawat dan tempat tidur, obat COVID-19 dan obat penunjang lain, alat kesehatan seperti oksigen, ventilator dan sebagainya, alat pelindung diri dan sistem kesehatan lingkungan yang menjamin pencegahan penularan serta jaminan ketersediaan sumber daya manusia yang cukup jumlahnya, terampil dan bekerja dengan jam kerja wajar.Prof. Tjandra yang kini menjabat sebagai Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI mengingatkan, ada dua prinsip dasar utama yang harus diseimbangkan seiring meningkatkan kasus COVID-19 varian Omicron beberapa waktu terakhir.Kedua prinsip ini yakni pelayanan pada pasien COVID-19 varian Omicron harus diberikan sebaik mungkin. Dia mengingatkan jangan sampai pasien tidak mendapat pelayanan memadai, dan terjadi penularan berkepanjangan di masyarakat.Selanjutnya, bila jumlah kasus nantinya meningkat tajam maka jangan sampai rumah sakit jadi kewalahan sehingga pasien yang memang memerlukan penanganan rumah sakit malah tidak mendapat pelayanan yang mereka perlukan.\"Untuk itu maka baik dibuat pentahapan kebijakan sesuai perkembangan jumlah pasien yang ada,\" kata dia.Dia menambahkan, pada hari-hari saat pasien COVID-19 di berbagai rumah sakit masih amat jarang maka dapat saja semua pasien COVID-19 termasuk yang akibat varian Omicron dirawat di rumah sakit. (mth) 

"Nose Sanitizer" Pencegah COVID-19 Segera Dirilis

Jakarta, FNN - Pencegahan penularan COVID-19 dapat dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan hingga menjaga asupan makanan yang bernutrisi demi meningkatkan imunitas tubuh.Tak hanya itu, mencegah kebersihan saluran pernapasan juga disebut bisa menjadi salah satu cara untuk membantu mencegah mudah terserang virus tersebut.Penggunaan nose sanitizer dianggap para pakar kesehatan di dunia menjadi penting karena bisa membasmi virus atau partikel lain terhirup masuk ke hidung kemudian akan menyebar ke seluruh tubuh bersamaan dengan penyaluran oksigen ke ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah.  Meski telah menggunakan masker, kita dapat menggunakan nose sanitizer berupa semprotan hidung. Nose sanitizer mampu meminimalisir risiko menangkal virus serta partikel lain yang menyebar melalui udara.Enovid, nose sanitizer yang dikembangkan oleh SaNotize yang merupakan perusahaan besar di Kanada dan diuji di Inggris, dikabarkan akan segera merilis produk di pasar Indonesia.Nose sanitizer adalah alat kesehatan yang digunakan untuk mensterilkan hidung dari berbagai virus atau partikel yang bercampur dengan udara yang kita hirup.Enovid diklaim bisa mensterilkan hidung dari virus COVID-19 sebesar 95 persen dalam waktu 24 jam dan 99 persen dalam waktu 72 jam.\"Nose sanitizer yang dikembangkan ini sudah terbukti tidak hanya sebagai pencegah virus penyebab COVID-19, tetapi juga membunuh virus COVID-19 ini dengan cepat,\" ucap Dr Gilly Regev, PhD , CEO dan pendiri SaNotize dalam siaran pers pada Sabtu.Membersihkan rongga hidung disebut mampu mematikan virus yang akan masuk ke saluran pernafasan. Mencuci rongga hidung harus dilakukan dengan benar banyak yg melakukan tidak sesuai ketentuan kesehatan. (mth)     

Kemenkes: Kasus Omicron Indonesia Bertambah 21 Pasien

Jakarta, FNN - Kementerian Kesehatan RI mengumumkan kasus Omicron di Tanah Air bertambah 21 pasien pada 29 Desember 2021, yang didominasi para pelaku perjalanan luar negeri.\"Adanya kasus Omicron Indonesia karena adanya perjalanan dari beberapa negara, seperti Arab Saudi dan Turki, sehingga masyarakat diimbau untuk mempertimbangkan (jika ingin) berlibur ke sana,\" kata Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmidzi, melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.Dengan adanya tambahan kasus tersebut, maka data kasus positif COVID-19 varian Omicron di Indonesia sampai saat ini berjumlah total 68 orang.Nadia mengatakan 21 kasus baru itu merupakan pelaku perjalanan luar negeri, yang terdiri atas 16 Warga Negara Indonesia (WNI) dan lima warga negara asing (WNA).Negara kedatangan paling banyak adalah Arab Saudi dan Turki. Sampai saat ini kasus Omicron di Indonesia kebanyakan dari pelaku perjalanan luar negeri.Saat dikonfirmasi terkait keterangan tersebut, Nadia mengimbau masyarakat untuk tidak panik menghadapi masuknya Omicron di Indonesia.Nadia mengatakan upaya pelacakan kasus sedang diintensifkan di berbagai daerah untuk mendeteksi dini penyebaran Omicron sehingga dapat dicegah.\"Memang sejak semalam ada beberapa peristiwa evakuasi pasien di beberapa fasilitas pelayanan kesehatan, tapi belum tentu juga Omicron, bisa saja COVID-19 saja,\" katanya.Nadia mengatakan pengetatan di pintu masuk negara terus dilakukan, terutama di perbatasan laut dan darat. \"Positivity rate di pintu masuk laut dan darat 10 kali lebih tinggi daripada di udara,\" katanya.Nadia mengimbau masyarakat untuk mengurangi mobilitas dan tetap disiplin melaksanakan protokol kesehatan. \"Kesadaran diri dan menahan keinginan berpergian harus dilakukan. Saya meminta masyarakat untuk bekerja sama mencegah penularan virus COVID-19 dengan menahan diri tidak bepergian,\" ujarnya. (mth)

UAE Terbitkan Izin Vaksin COVID Berbasis Protein Sinopharm

Dubai, FNN - Uni Emirat Arab (UAE) menerbitkan izin penggunaan darurat vaksin COVID-19 berbasis protein buatan Sinopharm dan akan tersedia sebagai booster bagi masyarakat umum mulai Januari 2022, kata Kementerian Kesehatan.Vaksin itu akan diproduksi dan disalurkan oleh perusahaan gabungan antara Grup 42 UAE dan China National Biotec Group (CNBG), yakni unit dari China National Pharmaceutical Group (Sinopharm), demikian pernyataan kementerian, Senin.Izin tersebut menyusul studi UAE yang melibatkan penerima dua dosis vaksin COVID-19 CNBG Sinopharm, katanya.UAE, satu dari tujuh emirat, pada Senin mencatat tambahan 1.732 kasus dan satu kematian COVID-19.Otoritas menyebutkan bahwa sekitar 91 persen dari kurang lebih 10 juta populasi di negara itu telah mendapatkan vaksin COVID-19 lengkap. (sws, reuters)

Riset di Afsel Sebut Omicron Bisa Picu Kekebalan terhadap Delta

Bengaluru, FNN - Sebuah riset di Afrika Selatan menunjukkan bahwa infeksi Omicron meningkatkan kekebalan yang menetralkan varian Delta.Penelitian yang belum ditinjau oleh peneliti lain itu menemukan bahwa mereka yang terinfeksi varian Omicron, terutama mereka yang telah divaksin, memiliki kekebalan yang lebih tinggi terhadap varian Delta.Analisis dilakukan terhadap 33 orang yang sudah dan belum divaksin dan mereka terinfeksi varian Omicron di Afrika Selatan. Meski para peneliti menemukan bahwa netralisasi terhadap Omicron meningkat 14 kali lipat selama 14 hari setelah studi dimulai, mereka juga menemukan kenaikan netralisasi terhadap varian Delta sebesar 4,4 kali.\"Peningkatan netralisasi Delta pada individu yang terinfeksi Omicron kemungkinan menurunkan kemampuan Delta untuk menginfeksi kembali individu tersebut,\" kata para ilmuwan.Menurut mereka, implikasi dari temuan itu akan bergantung pada apakah Omicron memang tidak seganas Delta.\"Jika demikian, maka kasus penyakit COVID-19 yang parah akan berkurang dan infeksi dapat menjadi tidak terlalu mengganggu bagi individu dan masyarakat,\" kata mereka.​​​​​​​Alex Sigal, profesor di Institut Penelitian Kesehatan Afrika di Afsel, mengatakan di Twitter pada Senin bahwa jika Omicron tidak seganas Delta sebagaimana yang terlihat dari pengalaman di Afsel, \"hal ini akan membantu menyingkirkan Delta\". Menurut sebuah penelitian di Afsel sebelumnya, ada pengurangan risiko rawat inap dan penyakit parah pada orang yang terinfeksi Omicron dibandingkan dengan mereka yang terjangkit Delta, meskipun para ilmuwan mengatakan sebagian di antaranya kemungkinan disebabkan oleh kekebalan populasi yang tinggi. Varian Omicron --pertama kali terdeteksi di Afrika selatan dan Hong Kong pada November-- telah menyebar ke seluruh dunia, mengancam sistem kesehatan dan mengganggu rencana perjalanan pada pekan liburan ini. (sws, reuters)