KESEHATAN

Cukai Naik Perokok Tetap, Roosita: Ada Celah Penghindaran Pajak

Jakarta, FNN - Konferensi Pers Koalisi Nasional Masyarakat Sipil Untuk Pengendalian Tembakau (NMSPT) memberikan rapor merah 2022 kepada pemerintahan Jokowi-Amin. Penilaian tersebut bukan tanpa alasan, bahwa Pemerintahan Jokowi-Amin belum juga melakukan gebrakan terhadap masalah rokok di Indonesia. Mulai dari iklan rokok menguasai ruang publik, harga rokok masih murah, rokok ketengan mudah dibeli anak-anak, sampai kebijakan konyol menjadikan rokok elektrik solusi kecanduan rokok.  “Tahun 2022 kembali menjadi tahun yang kelam bagi sektor kesehatan publik nasional. Tidak ada terobosan yang dilakukan Pemerintah RI untuk menyelesaikan masalah rokok. Khususnya agar target penurunan angka perokok anak yang tertuang di dalam RPJMN 2020-2024 dapat tercapai. Hal ini berpotensi menjadi warisan yang buruk bagi Presiden Jokowi, mengingat praktis masa jabatan beliau tersisa kurang dari 2 tahun lagi,” Ungkap Koordinator NMSPT, Ifdhal Kasim dalam konferensi pers yang dilakukan secara tatap maya, Jumat (25/11/2022). Roosita Meilani Dewi, Kepala Pusat Studi Center of Human and Economic Development-ITBAD Jakarta dalam konferensi pers yang berjudul \"Peredaran Produk Tembakau Tanpa Kendali: Rapor Merah 2022 Pemerintahan Jokowi-Amin\" mengatakan bahwa kenaikan Tarif Cukai Tembakau (CHT) tidak ambisius dan lambat. Padahal kenaikan CHT tersebut merupakan upaya pengendalian konsumsi dan prevalensi merokok di masyarakat terkhusus anak usia 10-18 tahun, juga terkait isu kesehatan masyarakat.  Roosita juga menjelaskan bahwa kenaikan CHT tersebut bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Peningkatan CHT 2023-2024 yang telah diumumkan sebesar 10 persen itu masih jauh di bawah standar yang direkomendasikan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Dan Roosita menilainya tidak ambisius dan tidak akan secara efektif mengurangi prevalensi yang dikarenakan penghindaran pajak dan substitusi produk. “Sesuai dengan masukan WHO, cukai rokok idealnya dinaikkan minimal 25 persen per tahun. Selain itu, kebijakan kenaikan cukai rokok jadi terasa kurang dampaknya, mengingat rokok ketengan masih mudah diakses masyarakat, khususnya anak-anak. Penjualan ketengan membuat rokok jadi semakin murah,\" tegas Roosita.  Adapun untuk celah penghindaran pajak perusahaan rokok dapat dilakukan karena adanya struktur CHT dan batasan produksi. Roosita menjelaskan bila tarif cukai naik, maka konsumen akan bergeser ke produk yang lebih murah. Dan jarak tarif cukai yang cukup signifikan di antara golongan I dan II pada Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) akan memicu perusahaan besar turun golongan,  dari golongan I ke golongan II. Untuk menghadapi masalah serius dari rokok yang membunuh sekitar 266 ribu orang Indonesia tiap tahun, Roosita memberikan dua rekomendasi. Pertama, menaikkan cukai rokok minimal 25 persen, yang dianggap sebagai kebijakan yang sangat efektif untuk mengurangi penggunaan tembakau dan menyelamatkan nyawa. Kedua, menyederhanakan struktur CHT dengab menggabungkan tingkatan dan kesenjangan harga untuk meningkatkan dampak cukai yang lebih tinggi terhadap harga rokok di pasaran dan penerimaan pajak. (*)

Rendahnya Cukai Tembakau Berkontradiksi dengan Deklarasi G20

Jakarta, FNN - Nasional Masyarakat Sipil Untuk Pengendalian Tembakau (NMSPT) mengkritik pemerintah terkait peredaran tembakau yang tidak terkendali. Dalam konferensi pers NMSPT secara virtual pada Jumat (25/11/2022) tersebut  menghadirkan empat pembicara, Sudibyo Markus (Adviser Indonesia Institute for Social Development), Roosita Meilani Dewi (Kepala Pusat Studi Center of Human Development ITB AD), Asep Mulyana (Peneliti HAM Nasional), dan Rafendi Djamin (Senior Advisor Human Rights Working Group). Dalam kesempatan tersebut, Rafendi menjelaskan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak agar negara-negara G20 menerapkan cukai sebesar 70 persen. Akan tetapi, rata-rata yang digunakan adalah 55 persen. Sedangkan Indonesia masih di bawah 20 persen. \"Jelas bahwa Indonesia sangat jauh ketinggalan di dalam persoalan persentase cukai harga rokok,\" ungkapnya. Rafendi berpendapat bahwa hal itu sangat bertentangan dengan keberhasilan Indonesia dalam perhelatan G20 yang salah satunya adalah tentang peningkatan kesehatan dan keamanan terkait dengan kesehatan.  \"Jelas sekali ini satu kondradiksi yang muncul pada saat deklarasi dibuat Indonesia adalah negara yang paling rendah dalam persoalan persentase cukainya,\" sambungnya.  Kemudian dia menjelaskan bila dilihat dari komitmen terhadap SDGs atau sustainable development goals, dapat diketahui bahwa ketatnya pengawasan terhadap penggunaan tembakau itu sangat terkait dengan beberapa tujuan yang telah dirumuskan oleh SDGs, yaitu tentang tujuan pembangunan, dan kehidupan yang sehat. \"Sudah jelas bahwa apa yang disampaikan dalam persoalan mencegah prevalensi perokok pemula pada lima tahun pertama sudah gagal. Tahun berikutnya, sekarang diancam dengan kegagalan. Itu adalah suatu kondradiksi yang kelihatan jelas dibandingkan dengan komitmen-komitmen Indonesia untuk pelaksanaan dari G20 deklarasi,\" tukas Rafendi. Dirinya mengatakan bahwa deklarasi G20 hanya akan menjadi omong kosong bila tidak dilaksanakan oleh negara anggotanya, terkhusus Indonesia yang telah mendorong adopsi komitmen. \"Dan saya kira, tantangan ini yang harusnya menjadi mengingatkan pemerintah Indonesia, pemerintah Jokowi pada saat ini. Kalau dua tahun mendatang harus ada langkah-langkah yang sifatnya urgen, yang sifatnya sangat afirmatif untuk penegakan hukum maupun perubahan-perubahan yang terkait dengan cukai tembakau,\" ucapnya menutup pernyataan. (rac)

Menkes: Bersiap Hadapi Peningkatan Kasus COVID-19 Dua Pekan ke Depan

Jakarta, FNN – Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin meminta seluruh pihak untuk bersiap-siap menghadapi prediksi peningkatan kasus COVID-19 yang akan segera terjadi dalam waktu satu atau dua pekan ke depan. “Kita sudah monitor secara daily (harian), harusnya kalau feeling saya kita akan mencapai puncaknya antara satu atau dua pekan ke depan. Kemungkinan puncaknya itu akan tercapai,” kata Menteri Budi dalam ISICAM 2022 yang diikuti di Jakarta, Jumat. Budi menekankan pemerintah terus melakukan pemantauan setiap harinya, untuk mengamati tren COVID-19 di Indonesia dari seluruh indikatornya. Sayangnya, terlihat bahwa sejak varian XBB dan BQ.1 masuk ke Indonesia, jumlah orang yang terinfeksi semakin banyak dan patut diwaspadai. Saat ini saja, kasus positif di Indonesia sudah berada dalam skala 8.000-an kasus per harinya. Dengan kehadiran dua varian tersebut, Budi memperkirakan jumlah kasus yang ditemukan akan mencapai 10.000-15.000 kasus per harinya, dengan keterisian tempat tidur di rumah sakit (BOR) jauh lebih rendah dibandingkan dampak dari varian-varian sebelumnya. Selain itu, pemerintah juga menggencarkan sero survey per enam bulan sekali untuk mengetahui titer antibodi milik masyarakat, yang dilakukan bersama FKM-UI. Melalui sero survey itu, pemerintah dapat mengetahui dalam jangka waktu berapa lama antibodi masyarakat mengalami penurunan dan daerah mana yang perlu segera di booster. Sero survey juga membuktikan bahwa Indonesia memiliki antibodi yang sangat tinggi, sehingga tidak terlalu terdampak gelombang COVID-19 seperti yang terjadi di negara lain. “Kita punya datanya by name by address sekarang untuk 205 juta dari populasi kita, kita bisa prediksi di daerah mana kita harus memberikan booster,” ujarnya. Budi mengingatkan meski antibodi sudah tinggi dan kasus masih di bawah prediksi monitoring pemerintah, semua pihak harus segera melengkapi dosis vaksinasinya dan tidak mengabaikan situasi saat ini. Jika Indonesia berhasil menjaga jumlah kasus seperti saat ini, sampai dengan dua pekan ke depan, maka masyarakat tidak perlu menghadapi gelombang COVID-19 yang dapat menghambat berjalannya segala aktivitas dan perekonomian negara. “Jika kita bisa mengendalikannya, maka Indonesia juga akan menjadi salah satu negara yang tidak mengalami gelombang besar dalam 12 bulan,” katanya. (mth/Antara)

Kenaikan Tarif Pembayaran BPJS ke RS Jangan Bikin Defisit

Jakarta, FNN - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko berharap rencana kenaikan tarif pembayaran BPJS ke rumah sakit tidak membuat sumber dana BPJS mengalami defisit.Menurut Moeldoko, hal itu perlu diantisipasi sebab keuangan BPJS pernah minus. \"Kita punya pengalaman BPJS pernah tekor, ya. Saat ini BPJS pertumbuhannya sangat baik. Jangan sampai nanti kenaikan itu nantinya membuat BPJS mengalami kesulitan keuangan lagi,\" kata Moeldoko saat menerima kedatangan Direktur Utama BPJS Ali Ghufron Mukti di Gedung Bina Graha Jakarta, sebagaimana siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu.Pada kesempatan itu, Moeldoko juga meminta BPJS untuk mendorong rumah sakit yang menjadi mitra membelanjakan anggarannya untuk membeli alat-alat kesehatan produksi dalam negeri, terutama bagi rumah sakit swasta.Dari hasil pemantauan dan verifikasi lapangan tim Kantor Staf Presiden, kata dia, sejauh ini serapan belanja rumah sakit swasta terhadap alat kesehatan produksi dalam negeri masih minim.\"Kalau serapan belanja alkes dalam negeri tinggi, industrinya juga akan tumbuh dan serapan pekerjanya juga besar. Ini sudah menjadi perintah Presiden. Jadi, sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Apalagi, mitra BPJS 66 persen adalah rumah sakit swasta. KSP juga akan berkoordinasi dengan Kemenkes terkait ini,\" kata dia.Sementara itu, Direktur Utama BPJS Ali Ghufron Mukti mengatakan bahwa pihaknya siap mendorong rumah sakit yang menjadi mitra untuk menyerap alat kesehatan produksi dalam negeri, salah satu caranya dengan menambahkannya ke dalam perjanjian kerja sama.\"Hanya untuk monitoringnya nanti apakah rumah sakit benar-benar menjalankan kesepakatan, ini yang kami butuh dukungan dari pihak lain, termasuk dari Kantor Staf Presiden,\" jelas Ali Ghufron.(Sof/ANTARA)

Tim Advokasi untuk Kemanusiaan Gugat BPOM dan Kemenkes terkait Kasus Gagal Ginjal Anak

Jakarta, FNN – Tim Advokasi untuk Kemanusiaan menyatakan bahwa mereka melayangkan gugatan class action kepada 9 pihak, termasuk BPOM dan Kementerian Kesehatan dalam diskusi bertemakan \"Korban Gagal Ginjal Akut Menggugat (Class Action)\" di Sadjoe Resto dan Café, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (18/11).  Acara ini juga menghadirkan keluarga korban dari Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA), yaitu ibu bernama Safitri yang menceritakan kronologi meninggalnya putra kesayangannya karena kasus GGAPA. Ia sangat menyayangkan pihak Kemenkes yang kurang meningkatkan kesadaran dan sosialisasi di kalangan masyarakat.  Awan Puryadi, salah satu kuasa hukum yang turut hadir dalam diskusi tersebut mengungkapkan bahwa Tim Advokasi telah melakukan penelusuran terkait gugatan tersebut. Menanggapi pernyataan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), mereka menemukan fakta bahwa keracunan Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) merupakan kasus yang pernah terjadi sebelumnya.  \"Seharusnya, dengan rekaman kejadian yang terjadi di dunia internasional dan berbagai peraturan tadi. Harusnya sistem pengawasan, standar, dan evaluasi proses pembuatan obat itu memasukkan dengan mutlak dan tegas tentang EG dan DEG dari awal,\" ujar Awan.  Berdasarkan fungsi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) farmasi yang menjaga mutu dan kemurnian bahan baku obat, seharusnya sudah ada pembahasan internal mengenai hal tersebut. Awan menyebut korban GGAPA ini juga merupakan korban dari buruknya sistem.  \"Kita melihat bahwa korban ini memang betul-betul korban. Selain korban dari penyakit, (juga) korban dari sistem. Ini korban dari sistem,\" sambungnya.  Terkait hal tersebut, Tim Advokasi untuk Kemanusiaan menggugat 9 pihak yang terlibat dalam kasus GGAPA ini, yakni PT Afi Farma sebagai tergugat 1 yang menjadi penyebab kematian, PT Universal Pharmaceutical Industries sebagai tergugat 2, lima pemasok bahan kimia ke farmasi (PT Tirta Buana Kemindo, CV Mega Integra, PT Logicom Solution, CV Budiarta, PT Mega Setia Agung Kimia), BPOM sebagai tergugat 8, dan Kementerian Kesehatan sebagai tergugat 9.  Adapun tuntutan juga disampaikan oleh Ulung Purnama, selaku kuasa hukum lain yang juga hadir dalam kesempatan tersebut.  \"Yang pertama terkait bahwa para pihak tergugat yang saya sampaikan 9 pihak, kita anggap melawan hukum. Melawan hukum karena apa? Karena bertentangan dengan kewajibannya,\" ucapnya.  \"Yang kedua, mereka artinya para produsen dan para supplier tergugat 1 sampai tergugat 7 disita atas hartanya supaya bertanggung jawab terhadap akibat perbuatan melawan hukumnya,\" sambung Ulung.  Diketahui, gugatan tersebut telah melalui proses registrasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Jumat, 18 November 2022 untuk dapat ditindaklanjuti secara hukum. Tim Advokasi untuk Kemanusiaan tersebut mewakilkan suara para keluarga korban gagal ginjal akut pada anak dan membantu mendapatkan keadilan atas buruknya sistem pengawasan obat di Indonesia. (oct)

Distributor Farmasi Oplos Obat dengan Etilen Glikol

Jakarta, FNN- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan adanya cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) pada obat sirup yang belakangan diketahui menjadi penyebab gangguan ginjal akut progresif atipikal pada anak. Demikian perbincangan dua wartawan senior FNN Hersubeno Arief dan Agi Betha dalam kanal YouTube Off The Record, Jumat (11/11/22) di Jakarta. Agi menyebut bahwa BPOM menemukan cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) di dalam obat sirup yang melebihi ambang batas. Tak tanggung-tanggung cemarannya mencapai 99 persen. Padalah menurut ambang batas aman, cemaran etilen glikol (EG) maupun dietilen glikol (DEG) yang boleh digunakan tidak lebih dari 0,1 miligram per milliliter. Menurut Agi, tak heran apabila banyak anak-anak yang mengalami gangguan fungsi tubuh lantaran tingginya kadar cemaran yang digunakan dalam bahan baku obat sirup tersebut. “Jadi ini ribuan kali dari ambang batas yang dibolehkan, makanya tidak heran kenapa anak yang baru satu hari sebelumnya masih bisa berbicara dan lainnya, kemudian tiba-tiba dia panas dan tidak bisa pipis, dan satu hari setelahnya sudah tidak sadar lalu meninggal,” ujar Agi. Kemudian, Agi juga menyebut BPOM menemukan penyebabnya dikarenakan adanya unsur pemalsuan pada label yang dilakukan CV Samudra Chemical. Di mana pada label drum bahan baku obat yang ditemukan BPOM bertuliskan propilen glikol tapi nyatanya malah berisi EG. Maka dari itu, BPOM menginstruksikan seluruh industri obat dan makanan serta pedagang besar farmasi yang pernah bekerja sama dengan CV Samudra Chemical dalam pengadaan propilen glikol untuk melakukan pengujian cemaran EG dan DEG. Hersubeno panggilan akrab Hersu menyampaikan seharusnya bahan-bahan yang ditemukan tersebut bukan untuk campuran obat, melainkan untuk fungsi lain karena termasuk bahan kimia. Lebih lanjut, Agi betha menyimpulkan selain BPOM, hal ini juga dikarenakan masalah industri-industri. “Kalau saya lihat akhirnya kita sampai juga dikesimpulan, bahwa antar lembaga atau kementerian itu memang hubungannya dalam hal pengawasan tidak baik, mereka tidak bisa saling bekerja sama, manakah celah-celah yang harus diisi, ini tanggung jawab siapa saja. Makanya sampai sekarang belum ada tersangkanya,” pungkasnya. (Lia)

Menkes: Meningkatnya Kasus COVID-19 Akibat Munculnya Subvarian Baru

Surabaya, FNN – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa meningkatnya kasus COVID-19 di Indonesia akhir-akhir ini disebabkan oleh munculnya tiga subvarian baru.\"Jadi memang sekarang kasusnya naik disebabkan varian baru. Varian baru ada tiga, BA2.75, XBB dan BQ1. Yang banyak di Indonesia adalah BQ1, banyak di Eropa dan Amerika dan XBB ada di Singapura,\" katanya di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur, Rabu.Ia menyatakan bahwa subvarian baru itu memang ciri-cirinya ialah penularannya cepat sehingga mengakibatkan ada lonjakan kasus.\"Orang sudah divaksin, sudah kena, cepat juga tertular. Dan masuk RS (rumah sakitnya) juga sedikit di atas BA2.75 bulan Agustus kemarin,\" katanya.Saat ini, kata dia, yang dirawat mencapai 24.000 pasien. Kondisi berat ada 10.000 pasien dan yang meninggal dunia ada 1.300 orang sejak Oktober 2022.\"Itu untuk yang berat saya kaget, 40 persen belum vaksin atau 70 persen belum booster. Yang meninggal dari 1.300 itu 50 persen belum vaksin dan 80 persen belum booster,\" katanya.Menkes memprediksi, kasus COVID-19 di Indonesia akan terus melonjak. Dia mengakui kalau sekarang sudah masuk gelombang ketiga. Tapi, kasus-kasus terbanyak, apalagi yang subvarian baru, banyak ditemukannya di kota-kota besar.\"Kasus paling banyak ditemukan di Bali, Surabaya, Jakarta. Gelombangnya sudah mulai naik sekarang. Jadi dijaga dari sekarang,\" kata dia.Melihat fakta itu, ia mengajak masyarakat yang belum melakukan vaksinasi booster untuk segera vaksin.\"Yang belum vaksin cepat vaksin. Kalau punya orang tua belum vaksin, paksa vaksin, belum booster, paksa di-booster,\" katanya.Menurut dia, hal itu dikarenakan vaksinasi dan booster itu sangat mengurangi risiko masuk rumah sakit dan wafat. \"Dia akan tertular, tidak apa-apa tertular, tapi kalau dia divaksinasi, dia itu ringan. Jadi tolong cepat-cepat vaksinasi, dan yang sudah tapi belum booster, cepat di-booster,\" kata dia.Selain vaksin, Menkes mengimbau masyarakat memperketat protokol kesehatannya lagi.\"Jadi saran saya, tetap pakai masker. Karena kasusnya lagi naik cepat sekarang. Dan yang belum divaksin, harus segera booster,\" demikian Budi Gunadi Sadikin. (mth/Antara)

RUU BPOM Diharapkan Perketat Pengawasan Obat dan Makanan

Jakarta, FNN - Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo berharap rancangan Undang-undang terkait Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) setelah menjadi UU dapat memperketat pengawasan obat, makanan, dan minuman.\"Ke depan juga perizinan harus makin diperketat, monitoring, evaluasi, dan pengawasan di lapangan atau bahasa sederhananya post market, pengawasannya harus ditingkatkan sehingga jangka panjang tata kelola prosedur terhadap pengawasan obat dan makanan saya kira akan diperbaiki lagi,\" kata Rahmad dalam keterangan di Jakarta, Rabu.RUU BPOM saat ini sudah masuk prolegnas. Pembahasannya kini sudah pada tahapan harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg) DPR.Dengan adanya RUU BPOM tersebut, dia berharap kelak pengawasan obat, makanan, dan minuman akan makin diperketat sehingga ke depan tidak ada lagi kasus seperti gangguan ginjal akut. Selain pengawasan, pembenahan di tahapan perizinan juga penting.Rahmad juga berharap tidak ada lagi kebijakan yang bolong-bolong dan membuat BPOM tidak bisa mengakses bahan-bahan baku atau kandungan bahan baku yang diimpor oleh importir. Menurut Rahmad harus ada harmonisasi kebijakan dan perbaikan dengan melibatkan BPOM.\"Siapa pun atau apa pun yang akan dimasukkan ke industri farmasi terkait dengan obat-obatan, makanan, dan minuman, ya, BPOM harus mendapatkan akses, harus mendapatkan informasi, juga mendapatkan data,\" kata dia.Dengan demikian, menurut Rahmad, hal-hal atau zat yang membahayakan tubuh, harus dilarang keberadaannya ketika masuk industri farmasi.Terkait dengan kasus gangguan ginjal akut, Rahmad menilai Pemerintah sudah berjibaku menemukan penyebab utama. Pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan larangan konsumsi obat sirop, sehingga kasus turun drastis.Ia berterima kasih kepada pihak farmakologi yang telah melakukan uji obat sirop. Kini, lanjut dia, juga ada kemajuan beberapa pasien dengan terapi obat Antidotum Fomepizole yang pemerintah dapat dari Australia.Namun, dia juga mendorong ada pihak yang bertanggung jawab terkait dengan kasus gangguan ginjal akut yang sudah merenggut banyak nyawa anak-anak. \"Harus dibawa ke ranah hukum. Pastinya akan dibuka secara terang benderang oleh BPOM dan polisi karena ini sudah menjadi atensi semua pihak, termasuk Presiden,\" kata dia.Rahmad mengajak semua pihak untuk sama-sama mengawal perkembangan penanganan kasus gangguan ginjal akut tersebut. \"Kawal bersama, semoga bisa menjawab keadilan bagi rakyat, terutama bagi keluarga yang anaknya jadi korban. Saya kira harus usut tuntas, kawal penuh, dukung penuh,\" ujar Rahmad.(Sof/ANTARA)

Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak, Kepala BPOM: Belum Ada Standar Pengukuran EG dan DEG dalam Produk Jadi

Jakarta, FNN – Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito menyatakan belum ada standar pengukuran kandungan Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) dalam produk jadi. Seperti yang diketahui, EG dan DEG menjadi penyebab dari kasus Acute Kidney Injury (AKI) pada anak sejak Agustus lalu.  Hal ini dibahas dalam Seminar Online yang diselenggarakan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) dengan tema \"Lonjakan Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak: Perspektif Kesehatan Masyarakat\" yang diselenggarakan secara daring melalui Zoom Meeting pada Jumat (28/10).  Penny dalam pemaparannya mengajak masyarakat untuk selalu berpikir secara terbuka (open-minded) menanggapi kasus ini. Salah satu dugaan penyebabnya adalah obat, yang dalam proses menjamin keamanan, mutu, dan khasiatnya melibatkan banyak pihak. Ia mengingatkan agar masyarakat tidak hanya menyalahkan BPOM dalam persoalan tersebut.  \"Dari banyak stakeholder ya, bukan hanya Badan POM saja. Jadi kalau sekarang lagi ada penggiringan menuju pada \'Salah Badan POM\' dan sebagainya. Nah, kita harus lebih open-minded lagi ya, karena di dalam sistem jaminan dan mutu obat melibatkan banyak pihak,\" ucap Penny menyampaikan materinya dalam webinar FKM UI Seri 23 pada Jumat, 28 Oktober 2022.  Meskipun demikian, Penny mengomentari pelayanan kesehatan belum tertata dengan baik mengingat belum adanya sistem rekaman/jejak (recording) obat yang jelas, seperti penomoran batch sehingga memudahkan pencarian catatan obat tertentu.  \"Demikian seharusnya pusat layanan kesehatan juga mempunyai sistem recording obat yang jelas sampai ke titik batch-nya nomor berapa. Saya kira itu belum kita lakukan dengan baik di dalam sistem layanan kesehatan,\" ucapnya menambahkan.  Mengaitkan dengan penyebab utama kasus gagal ginjal pada anak, Penny mengatakan Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) sebagai pencemar sebanyak 0,1%. Ia menjelaskan bahwa belum ada standar pengukuran kandungan EG dan DEG dalam produk jadi, bahkan di tingkat internasional. Hal ini menyebabkan BPOM tidak dapat melakukan pengawasan terkait hal tersebut.  \"Di internasional pun, EG dan DEG itu belum ada standarnya dan pengukurannya, pengawasannya, metode pengukurannya di produk jadi. Tidak ada ya, belum ada. Nah itulah kalau ditanya \'Kenapa Badan POM nggak melakukan pengawasan?\' Karena belum ada dalam standar yang ada, pengujian khusus untuk mengukur kandungan EG dan DEG di dalam produk jadi,\" jelas Penny.  Penny juga menyarankan Kementerian Kesehatan untuk melakukan revisi terkait hal tersebut agar menjadi arahan acuan dalam pengawasan selanjutnya. Ia menyampaikan agar adanya penguatan regulasi obat dan makanan serta pengawasan yang lebih intensif terkait cemaran EG/DEG.  Lonjakan kasus per tanggal 26 Oktober diketahui telah mencapai 269 kasus dengan 157 kematian (58%) yang berasal dari 27 provinsi. Acute Kidney Injury (AKI) atau gagal ginjal akut merupakan penurunan fungsi filtrasi atau penyaringan ginjal secara cepat dan tiba-tiba. (oct)

Advokat Garda Hukum 508 Serahkan Maklumat Ke DPR RI Terkait Covid 19

Jakarta, FNN - Sebuah organisasi kemasyarakatan yang menamakan Garda Hukum 508 menyampaikan maklumat ke DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), terkait Covid-19.  Mereka akan terus mengawal proses hukum  meninggalnya satu juta rakyat Indonesia akibat virus tersebut.  Sebab, mereka menuduh virus yang berasal dari Wuhan, Republik Rakyat Cina itu  buatan manusia. \"Covid-19 adalah Virus SARS generasi ke-2 buatan  manusia yang dikembangkan dengan teknologi revolusi industri generasi 5.0.\" Demikian Ketua Garda Hukum 508, Rusdi dan Pendiri Garda Hukum  508, Joko Ahmad Sampurno dalam siaran persnya, di Jakarta, Selasa, 25 Oktober 2022.  Sehari sebelumnya, mereka mendatangi gedung DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) RI, di kawasan Senayan, Jakarta Pusat,  bermaksud menyampaikan maklumat. Akan tetapi, rombongan tidak berhasil menemui satu orang pun anggota DPR karena masih reses.  Garda Hukum 508 mengeluarkan 17 maklumat yang diperuntukkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Mereka meminta pertanggungjawaban DPR yang yang membuat  Undang-Undang Karantina Tahun 2018 sebagai pintu masuk menyambut Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) untuk membunuh rakyat Indonesia.  Pihak GH 508  meminta pertanggungjawaban DPR atas terbitnya UU Karantina tersebut. Rusdi dan Joko mengatakan siap mengawal proses hukum terhadap masyarakat dan keluarga korban yang menjadi Covid-19.  Virus corona bisa mematikan karena memicu pengentalan darah dengan membatasi Oksigen (O2) sehingga berkurang mengikat atom carbon dan menciptakan kelebihan atom carbon di dalam darah. Kelebihan atom carbon di dalam darah itulah yang akhirnya berujung pada pengentalan darah. “Carbon yang menjadi hasil buang metabolisme sel-sel seluruh organ manusia dibuang melalui respirasi paru-paru mengikat dengan senyawa Gas Oksigen (O2) menjadi CO2. Virus itu juga menyerang sel-sel dan menciptakan Sputum (Cairan Flue) untuk menutup organ-organ pernafasan dan organ antibody yang bisa menutup saluran pernafasan,”  kata Joko. Menurut Joko, virus itulah yang bertugas mencegat atau membatasi agar oksigen tidak masuk ke  paru-paru dan tidak bisa diserap ke dalam darah. \"jika respirasi paru-paru kekurangan mendapatkan Oksigen (O2), maka Atom Carbon berlebih dalam darah. Kondisi tersebut menyebabkan pengentalan darah  dan berlanjutnya ke pembekuan darah dan menyebabkan gagal Jantung atau kematian,\"  ujar Joko. Joko mengatakab, sejauh ini pihaknya menduga kelembaban udara menjadi pemicu terjadinya pandemisasi Covid-19 di Indonesia. Khususnya,  berawal ketika ada karyawan Kapal Pesiar Diamond Jepang yang dibawa ke Pulau Seribu pada Februari 2020 lalu. \"Dengan menggunakan kelembaban Udara, Covid-19 di Pulau Seribu dalam satu hari dapat menjangkau ke Jakarta. Dengan begitu pandemisasi Covid 19 di Indonesia diduga berasal dari Kapal Pesiar Diamond di Jepang yang karyawannya dibawa ke Pulau Seribu bulan Febuari 2020. Selanjutnya, seminggu kemudian Ibu Kota Negara Indonesia, Jakarta menjadi Pusat Pandemi Covid-19,\" ujarnya. Menurut Joko, berlarutnya  penyelesaian masalah pandemi  disebabkan prosedur penanganan kementerian kesehatan di seluruh dunia yang tidak sesuai Ilmu Biologi dan Ilmu Kedokteran. Menkes di seluruh dunia mengambil strategi Karantina, 5 M dan vaksin sehingga justru diduga menghasilkan pembesaran Covid-19 di seluruh negara di dunia. “Cara kementerian kesehatan di seluruh dunia tidak menggunakan prosedur penghentian pendemi Covid 19 sesuai Ilmu Biologi dan Ilmu Kedokteran, karena penghentian Pandemi Pathogen (Virus/Bakteri) dilakukan dengan membasmi Virus/Bakteri atau membasmi pembawanya. Artinya, cara ampuh untuk menghentikannya adalah dengan membasmi  Covid-19 nya atau mengecilkan kelembaban udara,\" tutur Joko. Joko menyebutkan, empat teknologi basmi Covid-19 itu. Pertama, Artificial Intelligence Lung Respirasition. Kedua, Eukalyptus Machine Air : Mesin pemburu dan pembasmi Covid 19 di dalam tubuh dan di luar tubuh manusia. Ketiga, Humidity Machine Reducer: mesin penurun kelembaban udara berbasis basmi  Covid 19. Keempat, Program Zero Mortalitas Medis Covid -19. Formula ilmu dan teknologi Covid-19 ini beserta empat teknologi basmi akan segera di launching Lembaga Perlindungan Konsumen negara-negara di dunia (149 Negara Negara PBB) yang berpusat di Genewa PBB dalam Kongres ISO COPOLCO – PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) Basmi  Covid-19 di dunia  yang rencananya diselenggarakan pada Nopember 2022 di Bali. (Anw).