KESEHATAN

Berapa Pun Varian Virus Corona, Bisa Diatasi dengan Probiotik Siklus!

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Sebuah studi di China menunjukkan, Virus Corona telah bermutasi menjadi setidaknya 30 variasi genetik yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan, para pejabat medis telah sangat meremehkan kemampuan virus untuk bermutasi secara keseluruhan. Mutasi virus itu dapat memengaruhi berbagai bagian dunia, yang mengarah pada kesulitan potensial dalam menemukan penyembuhan secara keseluruhan. Penelitian yang dilakukan oleh Profesor Li Lanjuan dan rekan-rekannya dari Universitas Zhejiang di Hangzhou, China, diterbitkan dalam makalah non-peer-review yang dirilis pada Minggu (19/4/2020). Para peneliti menganalisis 11 strain virus pasien COVID-19 yang dipilih secara acak dari Hangzhou, di mana ada 1.264 kasus yang dilaporkan. Kemudian dilakukan pengujian seberapa efisien mereka bisa menginfeksi dan membunuh sel. Lebih dari 30 mutasi virus yang berbeda terdeteksi, di mana 19 diantaranya sebelumnya tidak ditemukan. Katanya, “Sars-CoV-2 telah memperoleh mutasi yang mampu secara substansial mengubah patogenisitasnya,” tulis Li seperti dikutip New York Post. Tim Li menemukan bahwa beberapa jenis virus yang paling agresif mampu menghasilkan 270 kali viral load atau jumlah virus dalam sel darah. Menurut temuan mereka, keragaman sejati dari strain virus kurang diperhatikan dan harus dipahami untuk menemukan pengobatan atau vaksin. “Pengembangan obat dan vaksin, walaupun mendesak, perlu mempertimbangkan dampak akumulasi mutasi ini, terutama mutasi pendiri, untuk menghindari kemungkinan jebakan,” tulis para penulis. Mengapa corona bisa bermutasi sampai 30 variasi genetika yang berbeda? Salah satunya karena masifnya penyemprotan desinfektan berbasis alkohol dan bahan kimia lainnya. Itu yang tidak pernah dipikirkan oleh para peneliti. Perlu diingat, virus corona itu basic-nya seperti virus influenza. Habitatnya juga ada di kulit sekitar hidung manusia. Mereka ini bertugas membersihkan zat-zat patogen yang menempel di kulit sekitar hidung dan bibir atas. Mereka juga bertugas membantu menjaga kelembaban kulit manusia. Jadi, sebenarnya virus corona tersebut berada di tubuh manusia. Sifat dasar virus/bakteri itu serupa dengan antibodi, manusia, hewan, atau tanaman. Yakni, kalau mereka tersakiti, mereka akan memperkuat dirinya, dan menggandakan dirinya beratus-ratus kali lipat, dibandingkan pada kondisi normal. Hewan, akan beranak sebanyak mungkin. Tanaman, akan berbuah dan bertunas sebanyak mungkin. Si corona itu, begitu masuk ke dalam tubuh kelelawar, mereka meriplikasi dirinya sebanyak mungkin. Hal itu dilakukan, karena itu tempat asing bagi mereka, dan itu membuat mereka ketakutan, maka mereka menggandakan dirinya sebanyak mungkin. Begitu si kelelawar itu dimakan manusia, maka corona ini beralih ke manusia, dan langsung menggandakan diri lebih hebat lagi. Pertanyaannya, kenapa kelelawar-kelelawa itu tidak sakit seperti manusia? Karena kelelawarnya ndablek, cuek, masa bodoh, dan “tidak berpikir”, sehingga antibodinya kuat, dan tidak tersakiti. Maka kalau manusia ingin sehat, walaupun sudah terpapar Covid-19, bersikaplah seperti kelelawar, minimal ndablek, cuek, dan masa bodoh. Covid-19 yang tertuduh sebagai pembunuh massal sadis itu, berusaha dibunuh secara massal pula, dengan disemproti desinfektan secara massal. Akibatnya, ada sebagian yang mati, ada sebagian yang masih hidup. Barangkali yang masih hidup lebih banyak dibanding dengan yang telah mati. Karena sudah menjadi sifatnya virus/bakteri itu, maka yang hidup ini menggandakan dirinya beratus-ratus atau beribu-ribu kali lebih banyak dan lebih kuat dibanding sebelumnya. Kalau sebelumnya kemampuan terbangnya hanya sekitar 1,8-2 m, menjadi akan lebih jauh lagi dibanding dengan itu. Kemampuan terbang lebih jauh inilah yang menyebabkan mereka menjadi bersifat “airborne infection”. Lalu karena jumlah mereka sangat banyak, mereka juga menemukan bakteri-bakteri lain yang mempunyai daya terbang lebih jauh. Corona menumpang pada bakteri lainnya. Hal ini serupa dengan pesawat ulang alik yang numpang pada pesawat yang berbadan lebih besar. Akibat dari penyemprotan desinfektan secara massal, menyebabkan mereka menjadi: Lebih banyak; Lebih kuat; Mampu terbang lebih jauh; Daya rusaknya lebih hebat. Maka, tidaklah mengherankan, jika di Wuhan yang saat itu hanya ditemukan 3 varian corona, tapi di Amerika Serikat sudah ditemukan 5 varian corona. Sehingga, menjadi mudah dimaklumi, kalau di AS dan di Italia angka kematiannya lebih tinggi dibandingkan di Wuhan. Pada saat ditemukan di Timteng yang disebut dengan MERS-CoV = middle east respirstory syndrome coronavirus, yang menjadi kambing hitamnya adalah Unta. Karena hewan itulah yang ada di sana. Ketika di Wuhan, ya kelelawar yang ada di sana. Lalu apa yang bisa kita lakukan sekarang? Tidak perlu panik, tidak usah khawatir. Akibat ketakutan, kepanikan, daya tahan tubuh kita turun drastis. Daya tahan tubuh yang turun itu, serupa dengan, jika kita takut sama gendruwo, mak lampir, wewe gombel, dan kawan-kawannya itu. Begitu ketemu mereka, kita tak punya daya apapun, mau lari, hanya kosel-kosel di tempat, bahkan sampai terkencing-kencing di celana. Kematian tidak ada hubungannya dengan corona. Kalau waktunya mati, tak ada corona pun, bisa mati. Andaikan didemo besar-besaran sama corona, kalau belum waktunya mati, ya tetap sehat. Corona itu sahabat kita, bukan musuh kita. Perlu diketahui, G8 - salah satu varian dari produk Probiotik Siklus - adalah bakteri komunitas dengan jumlah ribuan strains bakteri tanah (hingga 7500 strains) dan didominasi oleh “sekumpulan bakteri negatif” yang dibutuhkan oleh tubuh. Pada saat virus – termasuk diantaranya corona – dihadirkan G8, maka – virus ini berasumsi yang dihadirkan di G8 itu adalah kawan-kawan mereka. Sehingga “virus tidak lagi merasa diserang, tidak lagi merasa disakiti, tidak lagi merasa terancam keberadaannya”. Yang terjadi kemudian, bersama-sama dengan sekumpulan bakteri lengkap pada G8, mereka akan hidup normal, berkembang dan regeneratif sesuai fitrahnya. Keseimbangan Mikrobiota kemudian yang terjadi. Pada saat semua seimbang, selesai sudah masalah karena tidak lagi ada yang terlalu dominan, tak lagi ada ketimpangan. Pada dasarnya, semua ciptaan Allah SWT itu diciptakan dalam keadaan berpasang-pasangan. Manakala tidak ada pasangannya, mereka akan gelisah, lalu mereplikasi dirinya semaksimal mungkin. Hal itu dilakukan karena adanya ketakutan/kegelisahan mereka. Dengan menyemprotkan cairan ber-Probiotik Siklus ini di bagian luar tubuh manusia, maka membuat mereka tidak resisten dan tidak berkembang biak terus-menerus. Dengan memasukkan Biosyafa G8 – salah satu varian produk Probiotik Siklus ini – ke dalam tubuh penderita, maka si corona itu akan menemukan pasangannya, sehingga mereka merasa aman, dan tidak akan melakukan proses regeneratif lagi. Mereka merasa nyaman, lalu secara bertahap akan menjadi bagian dari mikrobioma di tubuh kita. Mereka menjadi mematikan dan sangat ganas, seperti manusia, karena ketakutannya akan keberlangsungan hidupnya di dunia akan berakhir, makanya mereka berusaha sekuat-kuatnya mempertahankan keberadaannya di muka ini. Kalau terjadi di dalam tubuh, terutama di saluran pernafasan, mereka akan mengalami proses regenerasi yang sangat cepat. Itu dilakukan sebagai bentuk usahanya untuk mempertahankan kehidupannya. Dalam proses itulah muncul cairan, sebagai tempat hidup mereka. Hanya saja, cairan tempat hidupnya itu bersifat toksik bagi tubuh manusia, sehingga merusak mukosa di saluran pernafasan, dan sampai ke paru-paru, merusak paru-paru, lalu paru-paru kaku, tidak bisa bergerak secara leluasa, akibat nafasnya sesak, maka gagal nafas. Dengan memasukkan Biosyafa ini ke tubuh kita, maka si corona itu sebagian besar akan menemukan pasangannya, sehingga mereka tak regeneratif lagi, dan bersifat tidak menyakiti lagi. Sisanya, akan dikoloni oleh probiotik yang lainnya. Jadi, tidak bersifat membunuh mereka, tetapi menjadi sahabat mereka, dan mengajak kembali ke habitat dan sifat alamiahnya. Probiotik Siklus itu, menyelesaikan kasus ini, pada sumber masalahnya, yaitu sang pelaku proses penyerangan ini, dan tidak bersifat mematikan mereka. ** Penulis Wartawan Senior.

Temuan Dokter Bedah di Wuhan “Serupa” dengan Fakta Pasien Corona di Jakarta

Formula tersebut bisa diaplikasikan dengan diminumkan pada ODP Dewasa, Anak, Bayi, dan Balita. Jika kurang yakin, bisa disemprotkan ke mulut, itu hanya untuk meyakinkan diri. Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Judul Detik.com, Senin (02 Mar 2020 17:23 WIB), Temuan Dokter Bedah yang Mengautopsi Jenazah Pasien Virus Corona, menulis bahwa seorang profesor kedokteran hukum di Tongji Medical College di Wuhan, Liu Liang, mengungkapkan beberapa temuan. Yakni, beberapa temuan selama membedah pasien terinfeksi Virus Corona. Prof. Liu Liang telah memimpin operasi bedah terhadap sembilan (9) jenazah pasien dari 12 yang dioperasi ilmuwan China. Profesor Liu Liang membedah dengan hati-hati tubuh pasien corona yang baru meninggal. Tanpa itu kita tidak akan pernah tahu kebenaran yang mengejutkan. Dalam “Laporan Pengamatan Umum Anatomi Korban Meninggal karena Pneumoonia virus Corona” yang diterbitkan dalam Journal of Forensic Medicine ini ditulis, ada cairan kental abu-abu di paru-paru jasad, lendir putih berbusa di rongga trakea dan bronkial paru-paru. Lendir yang seperti jeli itu melekat kuat. Cairan kental inilah yang menghalangi alveoli, memblokir saluran udara, memblokir paru-paru interstitial, memblokir tabung bronkial, secara bertahap membiarkan paru-paru kehilangan fungsi ventilasi; Membuat pasien dalam keadaan hipoksia, dan akhirnya mati karena gagal bernafas. Cairan kental ini merenggut nyawa pasien Corona dan membuat mereka menderita pada saat-saat terakhir kehidupan mereka. Ketakutan mereka mencapai ekstrem. Mereka berjuang seperti tenggelam di dalam sumur, berteriak “tolong”. Mereka dipenuhi dengan keputus-asaan dan rasa sakit. Mereka terengah-engah, bahkan jika mereka memakai masker oksigen dan ventilator, mereka juga tidak bisa menghirup oksigen. Mengapa mereka tidak bisa menghirup oksigen dengan dukungan ventilator? Karena cairan kental itu menghalangi jalur oksigen. Jalannya tidak bisa dilewati. Sejumlah besar oksigen dihirup, tapi penyumbatannya tambah meningkat. Oksigen tidak dapat disalurkan ke dalam darah, dan akhirnya mereka tercekik oleh cairan kental ini. Oleh karena itu, Profesor Liu Liang menunjukkan bahwa penggunaan alat ventilator oksigen secara buta tidak hanya gagal untuk mencapai tujuan tetapi bahkan mungkin menjadi kontra-produktif. Tekanan oksigen akan mendorong lendir lebih dalam ke ujung paru-paru, sehingga semakin memperparah keadaan hipoksia pasien. Dengan kata lain bahwa pengobatan Barat hanya melihat hipoksia pasien, tapi tidak melihat penyebab di balik hipoksia pasien. Cairan kental ini disebut dahak, harus ditangani sebelum memberikan oksigen, jika tidak, berapapun banyaknya oksigen disalurkan juga akan sia-sia. Kita hanya perlu membuka saluran udara ini dengan menghilangkan dahak, menghilangkan kelembaban, membiarkan alveoli mengering, dan membiarkan bronkus halus lancar dan tidak terhalang, dengan demikian tidak diperlukan ventilator oksigen sama sekali; Pasien akan pulihkan fungsi paru-paru sendiri, dan dia akan menghirup oksigen dari udara. Mengutip Dr. Aji Soso Santoso, Adventist Medical Center Manila, yang sudah membaca berita mengenai penelitian Prof Liu Liang seperti komen yang disampaikan Prof Hendrajit. Temuan ini diperkuat oleh Dr. Luciano Gattinoni dari Universitas Kedokteran di Gottingen, Jerman, dalam laporannya mengenai penanganan pasien corona yang menderita gagal nafas di Italia Utara di American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine, Maret lalu. “Dr. Gattinoti menganjurkan untuk meninjau pendekatan yang berbeda untuk pasien corona yang kritis. Kemudian Dr. Nathalie Stevenson dan Prof. Gary Mills dari NHF Foundation, Inggris memberikan pandangannya,” tulis Dokter Aji Soso Santoso. Bahwa corona merupakan penyakit baru dan membutuhkan penanganan yang berbeda dari gagal nafas biasa. Hal ini dicatat dalam interview oleh Medscape UK. Menurutnya, untuk mencairkan dahak atau mucus dari paru-paru, pasien harus diberi minum obat mukolitik atau pencair dahak seperti ambroxol, mucohexin, erdosteine atau n-acetyl cysteine (yang terkuat). Bila tidak bisa minum, harus dialirkan lewat selang. “Tanpa bantuan mukolitik, dahak kental yang memenuhi bronkus tidak akan bisa keluar. Dengan bantuan obat di atas, dahak akan menjadi encer dan dapat dikeluarkan lewat batuk atau suction pump low pressure,” ungkap Dokter Aji Soso Santoso. Lalu bagaimana kalaupun sudah diberikan mukolitik dan sudah dilakukan suction tapi dahak tetap tidak mau keluar? Menurut Prof. Hendrajit, dalam kasus seperti ini Bronchoscopy bisa menjadi pilihan. Mengutip Direktur Global Future Institute tersebut, baru-baru ini juga dikabarkan bahwa penggunaan Ventilator pada pasien Covid-19 ternyata banyak menimbulkan efek negatif tidak seperti yang diharapkan. Kembali ke temuan Prof Liu Liang di Wuhan tersebut. Sebenarnya, hasil otopsi di Tongji Medical College di Wuhan itu juga ditemukan pada seorang pasien Covid-19 di Indonesia. Ini dilihat dari rontgen, paru-parunya tenggelam oleh bercak-bercak putih. Ia seorang Engineer, karyawan perusahaan swasta, domisili di Jakarta. Terpapar Covid-19, dan hasil lab-nya: positif. Hasil rontgennya, paru-parunya tenggelam oleh bercak-bercak putih, hampir 90%. Disertai gejala: demam/panas, batuk, nafas sesak, pusing. “Sudah dapat obat dari dokter dari sebuah RS. Karena tidak ada perubahan, akhirnya diberikan G8: 3x1 sdm, selama 2 hari, Bio imune: 3x1 sdm. Setelah 2 hari, berkurang. Pada hari ke 3, diberikan G12 + 14 @ pagi - siang. Sorenya G8: 1 sdm.” Temuan tersebut sudah saya tulis dengan judul: “Testimoni (6): Terpapar Covid-19, Sembuh Dengan Minum Probiotik Siklus” di Pepnews.com. “Setelah diminum selama 2 hari, gejala2 berkurang drastis, sudah tidak batuk, tidak sesak, tidak demam, sehat..., sembuh total.” “Anaknya 2 orang juga terkena, diberikan formula yg sama, sudah berkurang drastis, makin sehat, tidur nyenyak. Pasien dirawat sendiri di rumah. Rontgen pasca sakit, belum dilakukan, trauma gak berani keluar rumah dahulu.” Anda bisa membacanya di https://pepnews.com/politik/p-015846324074453/testimoni-6-terpapar-covid-19-sembuh-dengan-minum-probiotik-siklus. Dalam tulisan itu saya uraikan bahwa pasien positif Covid-19 bisa sembuh dengan formula Probiotik Siklus. Biaya Mahal Apakah Anda tahu bahwa besaran biaya untuk membeli beberapa varian produk Probiotik Siklus (PS) itu cuma kisaran Rp 350 – 500 ribu? Coba bandingkan dengan biaya Top Up per hari sesuai ketentuan Menteri Keuangan RI. Untuk Kriteria ODP/PDP/Konfirmasi Tanpa Komorbid/Komplikasi: ICU tanpa ventilator Rp 12 juta, Isolasi tekanan negatif tanpa ventilator Rp 7,5 juta, Isolasi non tekanan negatif tanpa ventilator Rp 7,5 juta. Untuk Kriteria ODP/PDP/Konfirmasi Dengan Komorbid/Komplikasi: ICU tanpa ventilator 12,5 juta, Isolasi tekanan negatif tanpa ventilator Rp 9,5 juta, Isolasi non tekanan negatif tanpa ventilator Rp 9,5 juta. Semua itu biaya untuk kriteria tanpa ventilator. Jika dengan ventilator, pasien harus merogoh koceknya lagi sebesar Rp 3-4 juta. Itu jika pasien dalam keadaan selamat alias sembuh. Tapi jika meninggal, pasien harus mengeluarkan dana lagi untuk pemulasaraan jenazah yang itemnya terdiri dari 7 point dengan nilai mulai Rp 100 ribu hingga Rp 1,750 juta. Silakan bandingkan jika pasien positif virus Corona diterapi dengan aplikasi Probiotik Siklus yang cuma kisaran 2-3 varian saja, seperti G8/G10/G12 /G17, Bioimune, Biosel/ Biozime Super/Biozime Biasa, plus Obat antibiotika (Levafloxacin 500 mg). Formula tersebut bisa diaplikasikan dengan diminumkan pada ODP Dewasa, Anak, Bayi, dan Balita. Jika kurang yakin, bisa disemprotkan ke mulut, itu hanya untuk meyakinkan diri kita punya sesuatu dan kita yakin. Semestinya diminum saja cukup. Lama perawatan (di rumah saja) bergantung dari tingkatan atau stadium penyakitnya. Kalau ringan, biasanya hanya sekitar 2 hari bisa sembuh. Tetapi, kalau berat, kisaran 4-6 hari saja. Dan, varian formula ini biasanya cukup untuk satu minggu. Murah bukan? Apalagi, tanpa harus dirawat di rumah sakit, namun harus tetap dalam kontrol dokter dan paramedis lainnya. Namanya juga perawatan mandiri, sehingga pasien tidak harus mengeluarkan biaya tambahan seperti kamar RS. Silakan hitung dan bandingkan sendiri jika harus dirawat di RS. Apakah semua pengeluaran untuk biaya RS tersebut ditanggung Pemerintah? Rasanya tidak juga, meski Presiden Joko Widodo sudah menganggarkan dana Rp 185 triliun untuk kesehatan. Seperti diketahui, Presiden telah mengeluarkan PP berupa tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 sebesar Rp 405,1 triliun untuk penanganan dampak Covid-19, ada empat poin yang diajukan pemerintah. Salah satunya anggaran untuk Kesehatan. Silakan hitung dan bandingkan sendiri jika harus dirawat di RS. Apakah semua pengeluaran untuk biaya RS tersebut ditanggung Pemerintah? Rasanya tidak juga, meski Presiden Joko Widodo sudah menganggarkan dana Rp 185 triliun untuk kesehatan. *** Penulis Wartawan Senior.

Alia Laksono, Live Mentoring Bersama Enes Kanter

Oleh M.H Minanan Jakarta, FNN - Dinamika yang berkembang dalam masyarakat akhir-akhir ini, pertanda bahwa perlu adanya instrumen yang dapat digunakan untuk menyamakan persepsi, mindset dan rasa toleransi bersama. Staff Khusus Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia. Alia Noorayu Laksono menyampaikan hal tersebut saat menjadi Pembicara Live Mentoring Idnextleader bersama Atlet NBA asal Turkey (Enes Kanter). Jum'at, 17 April 2020. Dalam pandangan StaffsSus Menpora termuda itu kepada 120 peserta (atlet muda Indonesia) yang telah menyempatkan waktu untuk gabung mengikuti sesi mentoring tersebut. Sampai saat ini, berbagai langkah dan upaya Pemerintah, dalam memutus rantai penyebaran Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), tengah di upayakan serius. Mari, sama-sama kita membantu pemerintah, Sesuai bidang kita masing-masing. Menurut Alia. Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia akan selalu hadir untuk mengembangkan potensi dan membina para pemuda agar kelak menjadi individu yang berprestasi. Anak muda yang merupakan atlet maupun non atlet, dapat terinspirasi untuk menggapai impiannya dengan penuh kerja keras dan disiplin yang tinggi sehingga Indonesia dapat mencetak generasi bangsa yang membanggakan tanah air. Dalam acara tersebut Ernes Kanter Player Boston Celtics Basketball. Juga berpesan kepada anak muda untuk investasi di diri kita sendiri selama masa karantina dengan mencoba hal-hal yang belum pernah kita pelajari sebelumnya. Stay Humble, Stay Hungry. Lanjutnya. Hidup Sehat dan Olahraga Jumlah pasien positif terinfeksi Covid-19 secara kumulatif per Jumat (17/4) bertambah menjadi 5.923 kasus. Dari jumlah itu, 607 orang sembuh dan 520 meninggal dunia (CNN Indonesia). Jaga kebersihan dan ketertiban. Bukankah Covid-19 telah mendidik kita agar selalu menjaga kebersihan badan, pakaian, barang dan lingkungan dengan rajin mandi, mencuci tangan, semprot antiseptik dan disinfektan? Jangan lagi abai dan masa bodoh pada anugerah Allah yang melimpah tak terbatas, seperti sinar matahari, tumbuhan yang menyehatkan dll. Perbanyaklah bersyukur atas karunia gratis itu semua. Bukankah Covid-19 telah mendidik kita agar rajin berjemur n OR di pagi hari, rajin minum jahe, sereh, kunyit, lemon dll agar daya tahan tubuh kita lebih kuat? . Tanam dan peliharalah tumbuhan yang memberi manfaat kesehatan. Daya tahan tubuh akan kuat jika selalu berbaik sangka, sabar, syukur, ikhlas dan jujur. Sungguh pelajaran yang luar biasa dari Covid19. Semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah SWT dan dijauhkan dari semua musibah dan penyakit. Dan wabah Covid-19 cepat berlalu... Aamiin Allahumma aamiin...

Anda Terinfeksi Covid-19?

Riset gabungan dari sejumlah universitas dalam dan luar negeri mengungkapkan bahwa data yang dimiliki Satgas itu hanya 2,3% dari jumlah kasus yang sesungguhnya. Jakarta misalnya, diprediksi ada 32.000 warga yang sudah terinfeksi virus Covid-19. Mungkin diantaranya termasuk anda. Ini bukan untuk menakut-nakuti. Hanya untuk menyadarkan anda saja. By ony Rosyid Jakartra FNN – Minggu (11/04). Pek... Pek... Pek... Jatuh dan mati. Sebagian dari yang mati itu, ada di jalanan. Puluhan kasus kematian ala covid-19 yang sempat divideokan warga masyarakat, persis seperti yang saya prediksi dalam lima tulisan di awal. Lima tulisan yang semuanya dimuat di Portal Berita FNN.co.id tersebut, Judulnya: "Telat Lock Down, Apakah Indonesia Akan Seperti Itali?" (17/3), "Satu Persatu Mati Di Jakarta, Siapa Yang Salah?" (20/3), Stop! Jangan Jadi Agen Covid-19" (22/3), "Siapa Yang Tahan, Dialah Yang Hidup" (23/3), "Murahnya Nyawa Di Negeri Ini" (25/3). Semoga saja anda tidak termasuk. Tapi, apakah ada jaminan bahwa anda tidak terinveksi Covid-19? Belum tentu juga. Mereka yang meninggal di jalanan, tidak tahu kalau mereka terinveksi. Ada juga yang baru sampai di depan meja pendaftaran rumah sakit, pek... mati. Ada yang baru masuk ruangan, mati juga. Sebagian lagi ada yang sudah ditest Swab, mati sebelum hasil testnya keluar. Sebagian belum ditest sudah keburu meninggal duluan. Lebih dari 400 warga Jakarta meninggal dikubur ala covid-19. Mereka dikubur tanpa diantar oleh keluarga dan tetangga. Sementara data yang terpublis oleh Satgas Nasional hanya sebanyak 155 dari total kasus 1.719 orang di DKI Jakarta. Dari fakta-fakta ini menyimpulkan bahwa data yang dipunyai Satgas "belum akurat” . Dan itu telah diakui oleh Satgas sendiri. Sedang dalam proses upaya mendekatkan data itu ke angka yang sesuai dengan fakta sebenarnya. Apakah Satgas dan Pemerintah Pusat sengaja memanipulasi data? Jangan buru-buru menuduh dulu. Keterlambatan mengantisipasi penyebaran covid-19 dan keterbatasan alat test menjadi faktor utamanya. Mari kita Support Satgas dan pemerintah untuk bekerja lebih optimal lagi. Jadi jelas, antara fakta dan laporan data tidak singkron. Artinya, warga yang positif Covid-19 diprediksi angkanya bisa berlipat, dan jauh lebih besar dari data yang diumumkan pemerintah. Riset gabungan dari sejumlah universitas dalam dan luar negeri mengungkapkan bahwa data yang dimiliki Satgas itu hanya 2,3% dari jumlah kasus yang sesungguhnya. Jakarta misalnya, diprediksi ada 32.000 warga yang sudah terinfeksi Covid-19. Mungkin diantaranya termasuk anda. Ini bukan untuk menakut-nakuti. Hanya untuk menyadarkan anda saja. Semoga saja tidak. Pasti itu menjadi do’a anda. Do’a saya juga. Do’a semua orang tentunya. Namun jangan lupa do’akan orang tua anda. Juga orang-orang terdekat anda. Sebut juga nama negara dan bangsa yang sedang berduka ini. Faktanya, kita juga nggak tahu, apakah terinfeksi atau tidak? Kenapa? Karena seseorang yang terinfeksi Covid-19 mayoritas tidak bergejala. Panas, batuk dan sesak napas nggak ngalami. Hidung masih tetap normal. Masih bisa mencium bau rending dan bau yang lain. Mungkin sesekali ada masalah, tapi nggak dirasa. Sebab, imun anda masih bagus. Mengingat kita nggak tahu bagaimana keadaan kita, terinfeksi atau tidak, maka sebaiknya ikut saja SOP-Covid-19 yang berlaku. Ada tiga langkah untuk menghadapi situasi sekarang. Ini sesuai dengan anjuran pemerintah dan saran dokter. Patuhi aja dulu. Jangan melawan. Pertama, jaga kesehatan. Tingkatkan imun dengan istirahat yang cukup, mau dan rajin beolahraga, minum vitamin dan makan makanan yang bergizi. Bergizi itu tidak harus yang mahal. Telur, kacang dan bayem itu sudah bergizi. Begitulah kata dokter. Kedua, isolasi diri di dalam rumah. Jangan kemana-mana. Bahasa kerennya stay at home. Kumpul dengan keluarga, baca buku, dengerin you tube untuk nambah pengetahuan. Sesekali tonton hiburan. Jika merasa nyaman kumpul dengan keluarga dan menikmati aktifitas produktif di rumah, daya tahan tubuh akan meningkat. Sebab, ia bahagia. Kalau punya bini dua, tiga atau empat yang tinggal di tempat yang berbeda? Ah itu no comment. Karena saya belum berpengalaman. Ketiga, social distancing. Jaga jarak ketika anda harus sesekali keluar rumah. Belanja kebutuhan, urus bisnis sembako, atau hal sangat urgent lainnya. Ini memang tidak bisa dihindari. Karena, tak semuanya bisa dibeli secara online. Jangan lupa juga pakai masker kalau keluar rumah untuk keperluan yang mendesak dan sangat penting. Gubernur Jakarta mengharuskan warganya pakai masker ketika berada di luar rumah. Sebab, saat bicara, seseorang bisa saja menerbangkan virus hingga 1,5 meter. Bukan hanya saat bersin dan batuk. Ini memang ada penelitiannya. Tiga langkah ini perlu dilakukan. Harus disiplin yang sangat ketat. Sayang nyawa, sayang anak dan sayang pasangan hidup. Ikhtiar sudah kita lakukan, setelah itu, do’a dan serahkan kepada Yang Maha Kuasa. Dialah Allaah SWT yang menggenggam takdir kehidupan kita. Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa

Masjid: Tempat Ibadah yang Minim Resiko Terjangkit Corona

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Fakta jejak digital. Okezone.com, Kamis (02 April 2020 13:05 WIB) membuat judul berita, “144 Jamaah yang Dikarantina di Masjid Kebon Jeruk Negatif Corona”. Saya tegaskan, itu bukan hoax! Catat! Itu fakta yang diberitakan dari sumber resmi! Tim kesehatan dari Pemkot Jakarta Barat sudah melakukan pemeriksaan pendeteksi virus atau rapid test kedua terhadap 144 jamaah yang dikarantina di Masjid Jami Kebon Jeruk, Tamansari. Hasilnya, mereka dinyatakan negatif virus Covid-19. Wali Kota Jakarta Barat Rustam Effendi mengatakan, karena hasilnya negatif terpapar virus corona, maka status ke 144 jamaah masih sebagai orang dalam pemantauan (ODP). “Masih ODP. Hari ini di-rapid test yang kedua,” kata Rustam kepada wartawan, Kamis (2/4/2020). Para jamaah itu dikarantina di Masjid Jami Kebon Jeruk, karena sebelumnya ada beberapa di antaranya diketahui terkena corona dan sudah dirawat di rumah sakit. Rustam mengatakan, setiap harinya petugas dari Puskesmas dari Kelurahan Tamansari selalu mengecek kesehatan terhadap para jamaah yang masih dikarantina dalam masjid tersebut. Sejauh ini kondisi mereka sehat. “Semua sudah ditangani, sehat-sehat,” lanjut Rustam. Pemkot Jakbar juga terus memasok kebutuhan makanan kepada para jamaah pada pagi, siang dan malam. Bantuan juga datang dari beberapa lembaga. Melihat faktanya, masih akan terus “melarang” umat Islam datang ke masjid dengan dalih untuk mencegah penyebaran Virus Corona? Masih mau ngikut seruan Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj (SAS) agar “menjauhi” masjid dan shalat di rumah terus? Seperti ditulis Duta.co, Senin (6 April 2020), warga nahdliyin tengah “berdebat” soal ajakan Ketua Umum PBNU, sekaligus Ketua Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) SAS agar umat Islam melakukan shalat Jum’at, Tarawih, dan Idul Fitri 1441 H, di rumah. Ajakan itu, sampai Senin (6/4/2020), masih beredar viral melalui potongan video pendek TvOne dan 164 channel milik LTN PBNU. Isinya dianggap bertentangan dengan keputusan Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU). “Menghimbau kepada umat muslim, agar melaksanakan ibadah shalat Jumat, shalat Tarawih, Idul Fitri tahun 1441 Hijriyah di rumah masing-masing, serta tidak melaksanakan kegiatan takbir keliling, buka bersama, silaturrahim,” ujarnya. “Demikian pula kepada umat non-muslim untuk melaksanakan ibadah di rumah masing-masing, agar dapat mengurangi potensi penyebaran virus covid-19,” demikian kata SAS melalui channel 164 milik LTN NU yang terekam Duta.co. Keterangan pers SAS itu telah menantik keraguan warga nahdliyin. Di sejumlah media sosial, warga NU terus membahasnya, apalagi sebagian dari mereka sedang sibuk mensosialisasikan keputusan LBM PBNU. “Memang berlawanan. Bagaimana mungkin puasa saja belum, tiba-tiba shalat Idul Fitri ditiadakan. Sementara, hasil bahtsul masail kiai-kiai di PBNU, tidak seperti itu. Lebih pada kondisi atau kondisional,” ujar Sekjen Komite Khitthah NU 1926, KH Agus Solachul Aam Wahib kepada Duta.co. Menurut Gus Aam, kebingungan warga NU itu wajar, karena keputusan Lembaga Bahtsul Masail (LBM) jelas bahwa bagi umat Islam yang berada di zona kuning virus Corona, dan penularan corona masih dalam batas potensial-antisipatif, maka virus Corona tidak menjadi larangan, melainkan hanya menjadi uzur shalat berjamaah dan shalat Jum’at. “Jadi melihat kondisi yang ada. Tidak bisa digebyah-uyah. Nah, menjadi tugas pemerintah untuk menjelaskan mana zona merah, mana zona kuning, dan mana yang masih hijau?” ujar Gus Aam. “Sebab, logika umat itu sederhana, kalau jamaah ke masjid dilarang, mengapa orang ke pasar dibiarkan? Bukankah Masjid itu lebih tertib ketimbang pasar?” tanya Gus Aam. Steril Corona Ada tulisan Hamka Suyana, Motivator Ilmu Manajemen Sasyuik (sabar-syukur-ikhlas), soal penutupan masjid gara-gara wabah corona masih viral dan jadi bahan pembicaraan. Masing-masing beradu dalil sebagai dasar argumentasi. Pihak yang pro penutupan masjid beralasan untuk berjaga-jaga dan waspada, tak ingin masjid menjadi pusat penyebaran virus corona. Sebaliknya, bagi yang kontra menentang penutupan masjid karena alasan ibadah. Hamka Suyana cuma ingin mengungkapkan pemikiran yg saat ini jarang sekali dibahas yaitu: “Benarkah masjid menjadi tempat Rawan untuk penularan Covid-19? Atau justru sebaliknya? Masjid menjadi tempat Paling Aman untuk penularan Covid-19?” “Saya yakin seyakin-seyakinnya bahwa masjid menjadi Tempat Paling Aman bagi penularan. Keyakinan saya ada dasarnya dan sangat mendasar,” tulisnya. Masjid disebut Rumah Allah. Orang yang ke masjid untuk beribadah itu disebut tamu Allah. Logikanya, sang tamu akan dijaga, diawasi, dilindungi oleh Sang Pemilik Rumah. Mustahil seorang tamu yang sedang bertamu ke rumah Allah dibiarkan celaka akibat serangan corona. Sang Pemilik Rumah Maha Tahu dan Maha Mengatur makhlukNya yang super nano bernama corona. Bagi Sang Pemilik Rumah tentu sangat mudah untuk memerintah atau menahan virus corona agar tidak masuk Rumah Allah. Hal itu tentu sangat mudah bagi Allah. Lagi pula, mustahil Allah membiarkan para hamba yang menyembah kepadaNya di Rumah Allah celaka terpapar corona. Apabila bernalar menggunakan logika iman, pasti meyakini hal itu, tidak mungkin hal itu terjadi. Lalu mengapa harus khawatir akan terpapar corona? Itu sama artinya, sadar atau tidak, telah mencurigai Sang Pemilik Rumah tidak mampu melindungi dan memberi rasa aman kepada para tamunya. Tata tertib masuk Rumah Allah menjadikan virus corona sulit masuk masjid. Tata tertibnya demikian: Sebelum masuk masjid, para tamu Allah pasti sudah dalam kondisi berwudhu. Itu artinya, andaikata ada virus yang menempel pada anggota badan yang harus diwudhui, niscaya si virus sudah hanyut terbawa limbah air wudhu. Misal ada yang bertanya demikian. Bagamaina jika ada tamu Allah yang sudah terpapar corona ikut shalat berjamaah? Janji Allah sesuai dalam surah Ath.Thalaq 2-3 pasti ditepati: “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” Janji Allah ini pasti ditepati untuk memberi jalan keluar dan memberi rezeki yang tidak disangka-sangkanya berupa Kesehatan bagi hambaNya yang barangkali sudah terpapar corona. Ada rahasia meluruskan dan merapatkan barisan saat shalat jamaah. Setiap perintah ibadah selain mengandung pahala, pasti ada rahasia kemanfaatan dalam kehidupan. Shaf yang lurus dan rapat serta khusyuk pada masing-masing jamaah akan terjadi interaksi gelombang elektromagnetik ilahiyah yang panjang gelombangnya sangat pendek dan saling mengait kemudian saling menguatkan untuk memberi penguatan pada hati para jamaah. Dampaknya, para jamaah akan merasakan ketenteraman dan tidak menutup kemungkinan akan muncul energi biolistrik yang akan menjadi obat penyembuh. Rumah Allah yang senantiasa dimakmurkan dengan shalat berjamaah, dalam perlindungan Allah dari amukan bencana. Menurut teori fisika kuantum ada yang disebut Hukum Tarik-Menarik (LOA) menyatakan, “Sesuatu akan menarik pada dirinya segala hal yang satu sifat dengannya.” Penjelasannya, bila ada yang takut terjangkit virus corona dan ketakutan itu sudah memasuki alam bawah sadarnya, maka meski dia sudah menggunakan SOP pencegahan virus corona, pada suatu saat ketika tiba limit waktu detik lengah si dia pasti akan terpapar juga. Sebaliknya, bila Anda datang ke masjid merasa berada di tempat paling aman dan haqul yakin, Allah pasti melindungi, maka hukum LOA akan berlaku. Andaikata Anda berada di episentrum corona, yakinlah Covid-19 tak akan mencelakai Anda. Sebab, pada saat keyakinan hati mencapai kadar maksimal, hormon, endorfeen, dan serotonin diproduksi lebih banyak dari otak yang bermanfaat untuk memperbanyak dan memperkuat antibodi makrofag dan mikrofag. Antibodi inilah yang akan memakan virus yang masuk ke tubuh, termasuk virus Corona! Ini buktinya: Sebanyak 144 Jamaah yang Dikarantina di Masjid Kebon Jeruk Negatif Corona. *** Penulis Wartawan Senior.

MER-C Desak Pemerintah Bebaskan Siti Fadilah Supari untuk Bantu Penanganan Covid-19

Jakarta, FNN - Lembaga Kegawatdaruratan Medis dan Kebencanaan, Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera membebaskan Mantan Menteri Kesehatan RI periode 2004 - 2009, Siti Fadilah Supari. Mengingat pengalaman Siti Fadilah Supari dalam menghadapi virus Flu Burung di Indonesia tahun 2005 dan keberhasilan beliau dalam membuka wawasan bagi negara negara lain di dunia dalam penanganan virus, sudah selayaknya bangsa Indonesia membebaskan beliau untuk membantu dalam menghadapi Pandemi Covid-19 yang masih banyak menyimpan berbagai misteri. Selain itu pertimbangan kemanusiaan yang kritis mengingat usianya yang sudah memasuki 70 tahun, geriatrik dan mempunyai penyakit kronis. Dengan kondisi rumah tahanan dan usia geriatrik dimana rentan terkena Covid-19, memenjarakan beliau bisa menimbulkan pelanggaran kemanusiaan tentang Elder Abuse, yaitu memberlakukan kelompok usia geriatrik tidak sebagaimana mestinya dan menimbulkan resiko apalagi ditengah pandemi Covid-19. Siti Fadilah Supari, sosok wanita yang cerdas, sigap dan berani sampai saat ini masih mendekam di penjara Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur. Mantan Menteri Kesehatan ini divonis empat tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat, 16 Juni 2017 dalam kasus dugaan korupsi alat kesehatan di Kementerian Kesehatan yang pernah dipimpinnya. Sebuah dakwaan yang tidak pernah diakuinya, meski di usianya yang sudah senja dengan berbagai penyakit yang mendera, namun vonis dijalaninya dengan sabar di penjara. Ditengah merebaknya wabah virus corona yang penuh misteri ini, sepak terjang wanita kelahiran 6 November 1949 ini kembali dibutuhkan. Mengingat bagaimana sigap dan beraninya Siti Fadilah Supari sebagai Menkes saat itu mengatasi politik Pandemi Flu Burung dan membongkar ketidakadilan WHO dan AS terkait virus ini. Bahkan kala itu MER-C juga menyatakan dukungannya terhadap keputusan Menkes Siti Fadilah untuk menutup lembaga penelitian USA di Indonesia, yaitu Namru 2. Keahlian dan integritasnya kembali diuji dalam menghadapi Pandemi Flu Babi. Sikap kritis beliau mendapat apresiasi dari berbagai negara lainnya dan dianggap menyelamatkan dunia dari bahaya konspirasi virus dunia. Satu hal yang menjadi prioritasnya adalah kesehatan rakyat. Dia sadar betul bagaimana kesehatan adalah isu yang sangat penting dan berkaitan erat dengan ketahanan nasional suatu bangsa. Inilah yang ia jaga selama diamanahi tanggung jawab sebagai Menteri Kesehatan. Atas dasar pertimbangan di atas, yaitu kemanusiaan dan kontribusi yang bisa diberikan bagi bangsa ini, kami MER-C mendesak Pemerintah Indonesia untuk dapat segera membebaskan Siti Fadilah Supari. Kami berharap di luar penjara, Ibu Siti Fadilah Supari bisa turut menyumbangkan pemikiran dan keahliannya dalam mengatasi wabah virus corona yang tengah mengancam negeri kita tercinta Indonesia dimana angka kasus terus bertambah dari hari ke hari dan korban meninggal terus berjatuhan, termasuk tenaga kesehatan. Sebelum semuanya terlambat, sebelum kasus semakin meluas, kami berharap semua potensi yang dimiliki bangsa ini, termasuk potensi putra putri terbaik bangsa yang mempunyai keahlian di bidang terkait segera dilibatkan untuk bersama-sama bergerak menghadapi dan mengatasi wabah ini. Setelah ikhtiar maksimal, semoga Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa melindungi bangsa ini dan semoga wabah ini dapat segera hilang dari bumi Indonesia. (SWS)

Seram: Jatuh Tempo Massal Covid-19 di USA, Bagaimana dengan Indonesia?

By Asyari Usman Jakarta, FNN - Pada 6 Maret 2020, total kasus positif Covid-19 di Amerika Serikat (USA) hanya 319 (tiga ratus sembilan belas). Dalam waktu sebulan saja, 6 April 2020, total kasus positif mencapai angka yang sangat fenomenal: 366,112 (tiga ratus enam puluh enam ribu seratus dua belas). Total kematian di negeri “American Dream” ini hanya 15 orang saja pada 6 Maret 2020. Sebulan kemudian, 6 April 2020, jumlah kematian mencapai 10,859. Pertambahan kasus baru per hari pada 6 Maret 2020 hanya 98 orang. Pada 6 April 2020, kasus baru per hari menjadi 29,439. Seram sekali terasa. Begitu cepat, begitu besar angkanya. Bagaikan “jatuh tempo massal”. Ribuan, belasan ribu, atau puluhan ribu, orang serentak positif Corona dalam waktu bersamaan. Lantas, bagaimana prediksi wabah Corona di Amerika Serikat? Apakah grafik terjal itu akan menggila terus? Akankah korban jiwa jumlah besar masih akan berlanjut? Para ilmuwan yang memimpin tim Covid-19 Amerika memperkirakan angka kematian bisa mencapai sekitar antara 100,000 sampai 240,000. Itulah yang dikatakan oleh Dr Anthony Fauci, pakar penyakit menular, dan Dr Deborah Birx yang mengepalai satgas virus Corona pemerintah. Mereka mengatakan itu di Gedung Putih, minggu lalu, ketika menyampaikan prediksi tentang wabah Covid-19 di AS. Angka ini bisa menjadi kenyataan, kata mereka, meskipun saat ini berlangsung jaga jarak, penutupan sekolah, larangan berkumpul, pembatasan transportasi, dan anjuran di rumah saja. Mereka mengatakan, 25% pembawa Corona tidak menampakkan gejala sama sekali. Diperkirakan, ‘asymptomatic’ (tanpa gejala) ini ikut berkontribusi dalam akselerasi penyebaran virus ganas itu. Yakni, penyebaran yang berlangsung ‘senyap’. Banyak yang mengatakan, AS terlalu lengah selama dua bulan ini. Dan memang, Presiden Donald Trump sebelumnya meremehkan ancaman virus Corona. Baru setelah kasus positif melonjak drastis ke angka yang mencengangkan, dia mengakui keseriusan ancaman itu. Trump akhirnya setuju dengan prediksi para pakar epidemiologi bahwa jumlah korban jiwa di AS bisa mencapai 2.2 juta. Hebatnya Trump, dengan menyebutkan angka ini pula dia memuji dirinya telah melakukan langkah yang tepat. Trump berkata, kalau dia tidak melakukan apa-apa, maka akan terekam pemandangan yang mengerikan. Orang mati di dalam pesawat. Orang mati di lobi hotel. Mayat bertebaran di mana-mana. Ini kalimat penutup Trump yang cukup lihai. Kalau dibandingkan dengan kemungkinan korban jiwa yang diperkirakan bisa mencapai 2.2 juta orang, maka potensi kematian 100,000 “adalah jumlah yang sangat rendah”. Yang patut diapresiasi adalah transparansi laporan korban, baik korban positif maupun kematian. Pemerintah AS tidak menyembunyikannya. Semua diungkap ke publik. Dan mereka sangat serius mengumpulkan data korban. Mereka juga tidak main-main dalam pengadaan alkes yang diperlukan untuk merawat pasien Corona dan untuk melindungi pasukan medis. Kalau kita bawa ke Indonesia, bagaimana kira-kira? Entahlah. Sejauh ini, angka-angka yang ada “masih” menempatkan kita di urutan yang cukup jauh di bawah. Tetapi, saya pribadi merasa gelisah. Ada terasa semacam “api dalam sekam”. Bagaikan ada “ticking time bomb” (bom waktu yang sedang berdetak terus). Apa lagi kalau kita tuliskan rangkaian pertanyaan ini. Bom waktu itu terdengar cukup lantang. Sudahkah dilakukan tes massal? Sudahkah cukup APD yang tersedia? Sudahkah dilakukan pendataan ODP, PDP, dan kematian Covid-19 dengan baik dan transparan? Apakah informasi mengenai zona merah sudah jelas dan dipahami oleh publik? Apakah imbauan ‘di rumah saja’ berjalan dengan disiplin yang tinggi? Apakah ada bantuan yang sistemtis dan memadai dari negara untuk menguatkan imbauan ‘stay at home’? Apakah para pejabat tinggi dan tertinggi telah melakukan ‘redirecting’ (pengalihan) dana yang selama ini dialokasi untuk proyek-proyek yang bisa digolongkan tidak penting? Belum lagi habis deret pertanyaan yang menggantung di meja-meja pembuat keputusan. Kita hanya ingin mengingatkan bahwa kelengahan, kelalaian, dan anggap enteng di sejumlah negara lain membuat mereka harus membayar dengan harga yang sangat mahal? Membayar dengan puluhan ribu nyawa. Kecuali para pejabat di negeri ini memang tidak menganggap nyawa rakyatnya berharga. Kalau “setting”-nya begitu, pantaslah semua opsi yang memerlukan dana besar selalu dikesampingkan. Pantaslah kalau para petinggi lebih memikirkan ibukota baru ketimbang ancaman Corona. Dan pantaslah kita berdoa semoga di Indonesia ini tidak terjadi “jatuh tempo massal” positif Covid-19 seperti yang sekarang sedang dialami AS.[] 7 April 2020 (Penulis Wartawan Senior)

Bisakah Dipercaya Data Korban Covid-19 di China?

By Asyari Usman Jakarta FNN - Per siang tadi, Ahad, 5 April 2020, angka kematian Covid-19 di China tercatat 3,329 orang. Angka ini terlihat “kecil” kalau dibandingkan jumlah korban nyawa di Eropa dan Amerika Serikat (AS). Kematian di Italia menembus angka 15,362. Di Spanyol 11,947. Di Prancis 7,560. Di Inggris 4,313. Di Amerika Serikat 8,452. Nah, masuk akalkah korban jiwa Covid-19 di China hanya 3,329? Cukup menarik untuk dicermati. Sebab, berbagai pihak meragukan itu. China dituduh menyembunyikan angka kematian yang sebenarnya. Dan juga angka kasus positif yang sesungguhnya. Per pagi ini, jumlah positif Corona di China “hanya” 81,669. Bandingkan dengan jumlah positif di AS yang menembus 311,357. Di Spanyol mencapai 126,168. Italia mencatat 124,632. Di Jerman ada 96,092 dan di Prancis tercatat 89,953. Banyak yang menyangsikan tranparansi laporan resmi China. Komunitas intelijen Barat secara blak-blakan mengatakan China berbohong tentang jumlah positif Corona dan jumlah kematian. Dalam beberapa hari belakangan ini, kalangan media terpercaya di seluruh dunia menyoroti kebohongan China tsb. Di Inggris, surat kabar “The Daily Mail” melaporkan beberapa hari lalu bahwa sejumlah penasihat senior pemerintah menyampaikan peringatan kepada Perdana Menteri (PM) Boris Johnson mengenai angka-angka Covid-19 di China. Mereka mengatakan, angka-angka korban Corona diperkirakan 15 atau 40 kali lipat dari versi resmi pemerintah China. Sewaktu terjadi wabah SARS di tahun 2000-an, China juga ketahuan tidak jujur melaporkan angka-angka korban. Dan pemerintah Beijing mengakuinya, kemudian. Koran “The New York Times” edisi 2 April 2020 memberitakan, badan-badan intelijen AS menyimpulkan bahwa pemerintah China sendiri mungkin tidak tahu persis seberapa besar epidemi Corona di Wuhan –episentrum awal virus ganas itu. Para pejabat menengah di Wuhan berbohong tentang laju penularan Corona. Juga tentang pemeriksaan (test) massal dan tentang angka kematian. Mereka takut kalau dilaporkan terlalu tinggi, mereka akan dihukum, dicopot atau bahkan lebih dari itu. Laporan-laporan yang sifatnya ABS (asal bapak senang) menjadi semakin kronis di China belakangan ini. Khususnya sejak Presiden Xi Jinping menerapkan cara-cara keras dan otoriter. Sejumlah penduduk Wuhan mengatakan, sebagaimana dikutip media internasional, setiap hari ada 500 guci yang berisi abu kremasi diserahkan kepada keluarga-keluarga yang meninggal. Ada tujuh tempat kremasi besar di Wuhan. Berarti setiap hari 3,500 guci (7x500) diserahkan kepada ahli-waris mayat. Penyerahan itu berlangsung dalam masa 12 hari festival Qing Ming. Festival itu sendiri diselenggarakan hari ini, 5 April 2020. Jika dihitung dari penyerahan ribuan guci itu, maka total kremasi telah dilakukan terhadap 42,000 mayat (12x3,500). Ini berarti sekitar 12 kali dari angka kematian yang diumumkan pemerintah China sampai hari ini (5/4/2020). Kalau benar angka-angka Covid-19 China palsu, fakta ini berdampak besar terhadap pencegahan di nengara-negara lain. Para pakar epidemiologi berpendapat data palsu dari China itu sangat mungkin menyebabkan pemerintah di negara-negara lain cenderung ‘agak santai’ bertindak. Sebaliknya, kalau sejak awal China transparan, maka masyarakat internasional bisa memperhitungkan langkah-langkah pencegahan yang lebih keras. Kejadian yang sangat buruk di Italia, Spanyol, Prancis, Inggris, Belanda, Belgia, Austria, dlsb, kini memicu kecurigaan terhadap skala kejadian Corona di China. Presiden Donald Trump termasuk yang sangat curiga. Barat yakin angka-angka korban Corona di China jauh lebih besar dari yang dilaporkan pemerintah Beijing. Harus diakui, transparasi laporan korban Covid-19 di Eropa dan AS tidak mungkin ditutup-tutupi. Konsekuensinya terhadap para penguasa sangat berat. Keutuhan data di Barat menjadi salah satu “sembako” rakyat yang sangat esensial. Tidak ada yang berani memainkan angka-angka korban apa saja. Ditarik ke Indonesia, tentunya semua orang akan menuntut transparansi angka-angka Covid-19 dan peta penyebarannya. Sangat diharapkan agar para penguasa jangan pernah bermain dengan angka-angka korban dan data geografis Corona. Akibatnya akan sangat fatal.[] 5 April 2020 (Penulis Wartawan Senior)

Dahlan Iskan Abaikan Realita, Banyak Fakta yang Ditutupi China!

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Dalam tulisannya berjudul “Papa Zhang” di Disway.id yang tayang juga di Pepnews.com, Kamis (2 April 2020 | 07:20 WIB), Dahlan Iskan yang sejak awal mengenalnya saya panggil Mas Dahlan itu, terkesan mengunggulkan China atau Tiongkok. Papa Zhang adalah seorang dokter bernama Zhang Wenhong. Di Tiongkok kata-kata dokter Zhang sudah dianggap seperti fatwa ulama. Dokter ahli virus terkemuka di China ini umurnya 51 tahun. Kelahiran Zhang di sebuah kota pantai seberang Taipei. Dokter Zhang lulusan Fakultas Kedokteran Fudan University, Shanghai. Zhang juga pernah kuliah di Harvard Medical School, Boston, Amerika Serikat. Kini Zhang Wenhong menjabat ketua departemen penyakit menular di Huashan Hospital, Shanghai. Nama Zhang Wenhong melangit sejak Januari lalu. Yakni ketika wabah Covid-19 kian serius di Wuhan. Disebutkan Mas Dahlan, waktu itu ia memerlukan lebih banyak dokter lagi yang harus ke garis depan: mengatasi wabah Covid-19. Berarti harus lebih banyak lagi dokter Shanghai yang harus ditugaskan terjun ke Wuhan. Itu untuk menggantikan ”pasukan” gelombang pertama. Dokter Zhang tahu perasaan para dokter yang ditugaskan ke sana itu. Maka dokter Zhang mengeluarkan kata-kata keras. ”Kita tidak seharusnya mengingkari tanggung jawab kita kepada rakyat. Saya tidak peduli kalian suka atau tidak suka dengan tugas ini. Saya tidak peduli kalian melakukannya dengan sepenuh hati atau terpaksa. Pokoknya jalankan.” Video pidatonya itu langsung viral. Ditonton puluhan juta netizen di Tiongkok. Dokter Zhang Wenhong langsung jadi media darling. Menurut Mas Dahlan, Dokter Zhang memang dikenal sebagai dokter yang IQ dan EQ-nya sama-sama tinggi. Pinter, ahli, pandai berkomunikasi, dan mau melayani pertanyaan dari publik di seputar Covid-19. ”Fatwa”-nya tadi adalah jawaban dari salah satu pertanyaan masyarakat. Yakni tentang perlukah minum tambahan vitamin. Dokter Zhang Wenhong tidak memasukkannya dalam ”fatwa”-nya. Ia sangat menekankan ”jangan keluar rumah”. Itulah satu-satunya cara untuk memutus penularan. Kalau semua orang disiplin tidak keluar rumah, Covid-19 teratasi dalam dua bulan. Dokter Zhang tidak hanya diidolakan publik seluruh Tiongkok. Anak buahnya pun sangat mencintainya. ”Beliau suka membina dokter-dokter muda. Sampai-sampai kami memanggil beliau Papa Zhang,” ujar staf di rumah sakit itu. Orang Shanghai pun merasa aman dengan adanya Papa Zhang. Jumlah penderita Covid-19 di Shanghai sangat kecil – dibanding ukuran dan kepadatan penduduknya. Di Shanghai hanya 509 yang terkena Covid-19 dan hanya 5 orang yang meninggal. Di Shanghai 95 persen pasien Covid-19 berhasil disembuhkan. Bandingkan dengan New York: 67.000 yang terkena dan 1.300 lebih yang meninggal. Begitu pentingnya sosok Zhang di Shanghai sampai ada yang bersikap berlebihan. ”Silakan semua dokter Shanghai dikirim ke Wuhan, asal dokter Zhang tetap di sini,” komentar salah satu netizen. Selalu muncul pahlawan rakyat di tengah setiap kesulitan. “Umumnya dari mereka yang berbuat sesuatu dengan ikhlas – tanpa peduli dengan citra,” tulis Mas Dahlan. *Korban Dokter* Jika Mas Dahlan cermat, pahlawan rakyat di China yang sebenarnya adalah dr. Li Wenliang, dokter sekaligus whistleblower yang menyebarkan informasi tentang virus. Dokter Li yang memperingatkan publik terhadap potensi merebaknya virus Corona (Covid-19). Dokter Li lebih pantas disebut sebagai pahlawan rakyat. Dokter yang memperingatkan publik terhadap potensi merebaknya virus, Li Wenliang, Jiang Xueqing, dan Mei Zhongming lebih dulu meninggal akibat virus yang sama. Mengutip CNN Indonesia, Kamis (12/03/2020 14:44 WIB), seorang Kepala Departemen di RS Pusat Wuhan, Ai Fen, menyebut situasi penanganan Covid-19 di sana lebih mengerikan dibandingkan wabah lainnya. Melansir The Straits Times yang melaporkan pemberitaan media bisnis China Caixin Kamis (12/3), sebanyak 230 orang dari 4.000 paramedis di RS Pusat Wuhan dinyatakan terinfeksi Covid-19. Virus corona mulai merebak sejak akhir 2019 di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Diduga virus itu berasal dari hewan lalu menular kepada manusia. Virus itu kemudian menyebar ke penjuru negeri dan bahkan lintas negara. Pada awal penyebaran virus corona, mereka berusaha untuk bekerja semaksimal mungkin merawat para pasien tanpa mengetahui skala penyebarannya. Hingga Senin (9/3/2020), dokter yang meninggal akibat virus corona di RS itu sebanyak empat orang. Seorang Optalmologis bernama Zhu Heping adalah korban terbaru. Sebelumnya, dokter yang memperingatkan publik terhadap potensi merebaknya virus, Li Wenliang, Jiang Xueqing, dan Mei Zhongming lebih dulu meninggal akibat virus yang sama. Sementara, Wakil Kepala Departemen Bedah Torakoplastik dan Wakil Kepala Urologis dinyatakan masih dalam kondisi kritis. Dilaporkan Caixin, kengerian tersebut diperparah dengan pembatasan informasi oleh pemerintah dan penyebaran informasi yang keliru. Kepala Penyakit Menular di Pusat Pengendalian Penyakit di Wuhan, Wang Wenyong, bahkan sempat meminta RS untuk memalsukan informasi pasien corona. Mereka memerintahkan agar diagnosis dalam laporan diganti dengan jenis penyakit lain. “Informasi palsu yang dikeluarkan oleh departemen terkait, yang mengklaim penyakit itu dapat dikendalikan dan tidak akan menyebar antar manusia, membuat ratusan dokter dan perawat dalam kegelapan,” kata salah seorang kepala departemen RS kepada Caixin. Selain itu, para dokter menyalahkan pihak manajemen yang tidak kompeten, karena tidak ikut turun tangan menangani penyebaran virus corona. Seorang kepala departemen RS mengungkapkan, ia diminta untuk mengawasi stafnya agar tidak mengungkapkan “informasi rahasia” kepada publik, termasuk rekan mereka. Petugas medis bahkan tidak dapat melaporkan jika mereka jatuh sakit. Pekerja di RS dilarang membicarakan virus corona, atau mengirim pesan teks, foto, atau apa pun yang mungkin meninggalkan jejak. Para dokter yang diwawancara Caixin menyebut, virus corona diduga bersumber dari pasar ikan di selatan China. RS Pusat Wuhan merupakan yang paling dekat dengan lokasi tersebut, sehingga sebagian besar pasien dirawat di sana. RS pun mulai dipenuhi pasien dengan gejala Covid-19 sejak awal Januari 2020. Namun, campur tangan lembaga kesehatan berwenang di Wuhan membuat pihak RS sulit melaporkan jumlah kasus virus corona. Inilah yang tidak pernah disinggung dalam setiap tulisan Mas Dahlan ketika menulis terkait Covid-19 di China. Pada 12 Januari 2020, seorang petugas penegak hukum mendatangi RS tersebut dan memerintahkan perlunya konsultasi pakar tingkat kota dan provinsi sebelum mendiagnosis penyakit pernapasan dan melaporkannya. Pihak berwenang juga terlambat dalam pengambilan sampel dan memberikan konsultasi yang kemudian mempersulit dan memperlambat penanganan kasus Covid-19. Dengan demikian, masyarakat tidak bisa mendapat peringatan secara dini. Pada Desember 2019, RS menangani pasien terjangkit virus yang tidak memiliki riwayat bepergian ke pasar ikan. Mereka kemudian mengirimkan sampel ke laboratorium CapitalBio. Khawatir, Ai Fen pun membagikan informasi terkait hasil laboratorium di WeChat pada 30 Desember lalu. Informasi itu kemudian disebarkan oleh beberapa dokter lain, termasuk mendiang Dokter Li, untuk memperingatkan teman-teman dan kolega mereka agar dapat mengambil tindakan. Pesan ini pun semakin menyebar secara online, mendorong permintaan masyarakat terhadap informasi yang lebih lengkap. Tapi, beberapa diantara mereka, termasuk Dokter Li, justru dipanggil oleh pihak berwenang Wuhan untuk menandatangani surat peringatan berisi tuduhan bahwa dirinya telah “menyebarkan desas-desus online” dan “mengganggu ketertiban sosial”. Hingga Kamis (12/3/2020) pagi, virus corona telah menginfeksi 80.790 orang di China dan menewaskan 3.158 lainnya. Sedangkan pasien corona yang sembuh mencapai 61.624 orang. Berapa jumlah pasti dokter yang meninggal diantara 3.158 yang tewas di China itu, datanya tetap saja tertutup. Padahal, sebanyak 230 orang dari 4.000 paramedis di RS Pusat Wuhan dinyatakan terinfeksi Covid-19. Jadi, data yang disampaikan Mas Dahlan pun diragukan akurasinya. Apalagi, dalam sebuah pernyataannya yang diunggah dalam digital poster mengatasnamakan Makassar.terkini.id dengan gambar Mas Dahlan dan statement-nya yang bernada “miring”. "Anda sudah tahu Amerika mengalahkan Tiongkok dari segi jumlah kasus Covid-19. Anda sudah tahu Italia mengalahkan Tiongkok dari segi jumlah meninggal. Mungkin Anda belum tahu: Indonesia sudah mengalahkan Tiongkok dari segi jumlah dokter yang meninggal karena Covid-19." Dahlan Iskan. Tapi, Mas Dahlan “tidak tahu” kalau APD paramedis di Indonesia sangat terbatas dan benar-benar memprihatinkan. Sampai harus ada yang pakai jas hujan segala. Tidak seperti yang di Tiongkok. Lengkap dan serba modern. Jadi sekarang ini, setelah dua dokter ini dinyatakan meninggal karena Covid-19, total dokter Indonesia yang meninggal karena wabah virus corona ada 12 dokter. Bahkan, data terakhir yang saya terima hari ini, ternyata jumlahnya sudah mencapai 25 orang. Melansir Riau24.com, Jum'at (3 April 2020 pukul 19.06), dua perwira terbaik gugur dalam melaksanakan tugas menangani pasien penderita virus corona atau Covid-19. Kedua prajurit TNI, yakni Laksamana Pertama (Purn) Jeanne PMR Winaktu dan Letnan Kolonel W Mulatsih. Mereka gugur dalam tugas pada Kamis 2 April 2020. Dokter Jeanne meninggal di RSAL Mintoharjo, sedangkan Letkol W Mulatsih meninggal di RS Marinir Cilandak. Dokter Jeanne bukan tenaga medis biasa, dia adalah dokter spesilias bedah saraf pertama di negara ini. Sementara itu, Letkol W Mulatsih merupakan Kepala Departemen Keperawatan RS Marinir Cilandak. Mereka gugur berusaha menyelamatkan nyawa banyak pasien penderita Corona di kedua rumah sakit itu. Mereka telah berani mengambil beresiko tinggi! Mereka tidak peduli nyawanya sendiri sedang terancam. Mereka inilah pahlawan penyelamat nyawa rakyat Indonesia tanpa pamrih! *** Penulis Wartawan Senior.

Kasihanilah Si Corona

Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Jahat mana virus Corona atau para oligarki? Sekelompok orang yang mengendalikan bisnis dan kekuasaan di Indonesia. Kalau Anda sudah sempat membaca tiga regulasi yang baru diterbitkan pemerintah, pasti tidak akan ragu menjawab. Ketiganya adalah Perppu No 1 Tahun 2020 Tentang Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem. Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar, dan Keputusan Presiden (Keppres) Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, Dibandingkan dengan oligarki, virus Corona tidak ada apa-apanya. Cemen. Oligarki lebih mengerikan, lebih jahat berkali-kali lipat. Mereka lebih pandai memanfaatkan situasi. Memanfaatkan kekacauan, ketakutan publik. Menarik keuntungan di tengah kemalangan. Menjadikan Corona sebagai kambing hitam, menimpakan kesalahan sepenuhnya kepada virus made in China itu. Padahal sesungguhnya dari mereka lah segala kekacauan negara ini bermula. Beda sekali dengan Corona. Sebagai mahluk Tuhan, dia hanya mengikuti “nalurinya.” Mencari inang, yang bisa menjadi induk tempat berkembang biak. Itu pun dia tidak berdaya ketika manusia disiplin menjaga jarak. Menjaga kebersihan. Dia hanya bisa melompat sejauh 1-2 meter. Kalau gagal, lama-lama dia akan mati sendiri. Para oligarki bisa masuk dan hinggap kemana-mana. Usianya juga sangat panjang. Berpindah dari satu penguasa-ke penguasa lainnya. Mengatur apa yang harus dilakukan oleh pemerintah. UU dan aturan mana yang harus diterbitkan, dan mana yang tidak. Siapa yang harus dikorbankan, dan siapa yang harus diuntungkan. Munculnya tiga aturan tadi, semakin membuka mata publik, ada pintu belakang di istana. Pintu yang digunakan lalu lalang, oleh orang-orang yang lebih dipercaya Presiden, dibandingkan para menterinya. Coba cermati kronologinya. Menko Polhukam Mahfud MD pada Jumat (27/3) menyatakan pemerintah sedang mempersiapkan Perppu tentang Karantina Wilayah. Empat hari kemudian, Selasa (31/3) Presiden Jokowi mengumumkan Peraturan Pemerintah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Bukan Perppu Karantina seperti dikatakan Mahfud. Perppu justru diterbitkan untuk mengamankan kepentingan korporasi. Menjamin kepastian hukum bagi para pengambil kebijakan. Kesimpulan publik, omongan Mahfud tidak bisa dipegang. Toh dia hanya pembantu. Setiap saat bisa dipecat. Ada pembisik lain yang lebih didengar, dipercaya, dan sarannya dilaksanakan Presiden. Merekalah yang membiayai, mengantar, dan menjaganya agar tetap dalam tampuk kekuasaan. Menyelundupkan Pasal Selasa (2/4) Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menkumham Yasona Laoly menyerahkan Rancangan Undang Undang (RUU) Perppu tersebut ke DPR. Hampir dapat dipastikan DPR akan menyetujuinya. Perppu akan segera berlaku secara efektif. Tinggal ketok palu. Selain tidak adanya oposisi yang kuat. Sudah menjadi rahasia umum, tangan-tangan oligarki menjangkau sangat jauh di parlemen. Mereka menempatkan pion-pionnya, sebagai proxy di gedung wakil rakyat. Mencermati pasal demi pasal dalam Perppu No 1 Tahun 2020, PP dan Kepres Corona, koalisi masyarakat sipil, pegiat pemerintahan yang bersih, atau siapapun yang masih waras, hanya bisa geleng-geleng kepala. Ada kesan kuat pemerintah memanfaatkan situasi krisis untuk memuluskan agenda terselubung. Menuai “berkah” di tengah musibah. Ada pasal-pasal di RUU Omnibus Law yang diselundupkan dalam Perppu. Pasal yang lebih menguntungkan dunia usaha dan banyak ditolak. Alokasi dananya juga tidak fokus pada pemberantasan virus. Tidak fokus pada penyelematan kesehatan. Yang lebih memprihatinkan, ada pasal yang disiapkan secara cerdik, untuk mengamankan para pemegang otoritas dan kebijakan. Mereka tidak bisa dijerat hukum manakala terjadi penyimpangan. Pasal penyesuaian tarif pajak penghasilan (PPh) wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT), yang semula masuk di RUU Omnibus Law, ditarik ke Perppu. Pemerintah menurunkan tarif PPh badan dari 25% menjadi 22%. Kemudian turun lagi menjadi 20% pada tahun berikutnya. Tarif ini berlaku mulai tahun ini, lebih cepat dari usulan awal yang dimasukkan dalam RUU Omnibus Law Perpajakan. Dalam rancangan Omnibus Law, penurunan baru akan dimulai pada 2021. Sikap pemerintah sejak awal konsisten. Lebih mementingkan ekonomi, ketimbang keselamatan dan nyawa rakyat, juga terlihat dari alokasi anggaran yang disediakan. Dari total Rp 405, 1 triliun yang dianggarkan, hanya Rp 75 triliun untuk bidang kesehatan. Meliputi perlindungan tenaga kesehatan, pembelian alat kesehatan, perbaikan fasilitas kesehatan, dan insentif dokter. Yang terbesar justru anggaran untuk pemulihan ekonomi nasional Rp 150 triliun. Rp 70,1 stimulus perpajakan dan kredit usaha rakyat. Selebihnya sebesar Rp 110 triliun untuk jaring pengaman sosial. Akar penyebab persoalan, yakni sektor kesehatan hanya mendapat porsi 18.5%. Selebihnya digunakan untuk mengatasi dampaknya. Sebagai konskuensi dari adanya anggaran baru tersebut pemerintah memperlebar defisit anggaran. Dari semula 3% menjadi 5.07%. Apa artinya? Pemerintah leluasa menambah utang baru. Utang yang sudah menjadi _life style_ pemerintah. Utang yang akan diwariskan pada pemerintahan berikutnya. Utang yang akan diwariskan kepada anak cucu kita. Corona benar-benar menjadi dewa penyelamat bagi pemerintah. Jauh sebelum wabah melanda, Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah berkali-kali menyatakan defisit anggaran anggaran akan semakin melebar. Pada bulan November 2019 Sri Mulyani sudah mengingatkan defisit anggaran akan mencapai 2 sampai 2.2%. Dalam APBN 2019 dipatok 1.87%. Alasannya karena perlambatan ekonomi global dan melesetnya penerimaan pajak. Sekarang Corona yang menjadi alasan. “Berkah” lain yang dituai oligarki, sebagian dari mereka akan segera bebas dari penjara. Menkumham Yasona Laoly mengusulkan narapidana lansia berusia di atas 60 tahun dibebaskan. Usulan itu sudah disetujui Presiden. 300 orang napi koruptor, bersiap-siap menghirup udara bebas. Banyak diantara mereka adalah politisi, petinggi negara, dan kroninya. Kalau sudah begini, kita hanya bisa mengelus dada. Kasihan sekali kau Corona. Di seluruh dunia menjadi musibah. Ditakuti, menjadi momok yang menakutkan. Eh….di Indonesia malah menjadi blessing in disguise. “Berkah” yang tersembunyi bagi sekelompok oligarki. Dihadapan oligarki, Corona mati gaya. Dia tidak bisa menggugat karena namanya dicemarkan. Corona suatu saat akan mati. Oligarki tidak ada matinya. Please….kasihanilah Corona. End. Penulis Wartawan Senior.