NASIONAL

Tidak Pecat Enzo : Salut dan Hormat Kepada KSAD dan TNI

Bayangkan bila sampai TNI AD tunduk pada tekanan para buzzer. Tunduk pada tekanan tokoh sekaliber Mahfud MD. Apa jadinya bangsa ini? Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Kalau ada tokoh dan lembaga yang dalam pekan-pekan ini pantas mendapat salut, penghormatan tinggi dari bangsa dan negara, maka pilihannya tidak akan terlalu sulit. Dapat dipastikan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa, dan TNI khususnya TNI AD adalah pilihan yang tepat. Tidak perlu ada perdebatan. Keputusan Jenderal Andika dan TNI AD mempertahankan Enzo Zenz Allie sebagai taruna Akademi Militer (Akmil) adalah keputusan yang tepat, bijak, dan berani. Sebuah keputusan yang akan membuat pondasi kehidupan berbangsa dan negara semakin kokoh. Sekalipun selama ini mencoba bersikap netral, tidak mudah bagi TNI AD untuk mengabaikan begitu saja tekanan para buzzer dan tokoh sekelas Mahfud MD. Para buzzer ini adalah pendukung garis keras pemerintah c/q Jokowi-Ma’ruf. Sementara Enzo diketahui merupakan putera seorang emak-emak militan pendukung Prabowo-Sandi. Karena itulah ketika di akun medsosnya Enzo kedapatan memasang fotonya dengan bendera tauhid, tidak ada ampun. Dia langsung di-bully habis. Mantan Menhan Mahfud MD bahkan menyebut TNI kecolongan. Enzo harus dipecat! Pilihannya bagi Andika sebenarnya sangat mudah. Kalau mau main aman. Pecat Enzo. Beres! Tapi itu tidak dilakukannya. Residu Pilpres Kasus Enzo menjadi heboh tidak bisa dilepaskan dari sisa-sisa limbah (residu) pertarungan antara dua kubu pada Pilpres 2019: kubu paslon 01 dengan 02. Bayangkan bila sampai TNI AD tunduk pada tekanan para buzzer. Tunduk pada tekanan tokoh sekaliber Mahfud MD. Apa jadinya bangsa ini? Isu Enzo tidak boleh dilihat sebagai soal remeh. Hanya soal seorang remaja blasteran yang dicap sebagai terpapar kelompok radikal. Karena itu dia tak boleh diberi ampun. Harus dipecat sebagai taruna Akmil. Isu ini telah menyentuh perasaan paling dalam umat Islam. Keyakinan yang paling mendasar. Konsep tauhid yang mengakui ke-Esaan Allah SWT. Kalimat tauhid tidak boleh dibuat main-main. Umat Islam rela mati untuk mempertahankan rukun Islam pertama itu. Melihat reaksi publik yang tercermin di media dan medsos, bila sampai Enzo dipecat bakal memunculkan kegaduhan baru. Kegaduhan yang sangat besar. Bukan tidak mungkin muncul Aksi Bela Islam (ABI) jilid baru. Umat Islam sebagai mayoritas merasa kian dipinggirkan. Merasa kian dimusuhi oleh rezim pemerintahan Jokowi. Upaya rekonsiliasi yang coba dibangun oleh Presiden Jokowi akan sia-sia. Sebagai lembaga, TNI juga akan kehilangan kepercayaan dari umat Islam. Anak muda Islam tak berani masuk ke akademi militer. Takut dipecat karena stigma radikal. TNI akan terpecah belah dalam perkubuan : TNI Pancasilais, TNI Hijau, TNI Merah, dan entah TNI apalagi. Masyarakat kita akan kembali terbelah dan terpuruk kian dalam. Sebuah permusuhan yang tidak berkesudahan. Tidak pada tempatnya mempertentangan semangat keberagamaan yang tinggi dengan standar profesionalisme TNI. Sebagai prajurit, mereka terikat pada Sapta Marga, Sumpah Prajurit, dan 8 Wajib TNI. Dalam Sapta Marga pada poin ketiga tegas disebutkan : Kami Ksatria Indonesia, yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta membela kejujuran, kebenaran dan keadilan. Seorang prajurit TNI haruslah seorang yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bagaimana mungkin seorang taruna dipecat karena menjunjung tinggi kalimat tauhid. Kalimat pengakuan, sebuah kesaksian atas ke-Agungan dan ke-Esaan Tuhan Yang Maha Esa. Dalam sumpah prajurit dan 8 Wajib TNI juga dimulai dengan kalimat : Demi Allah saya bersumpah/berjanji. Jadi semua sikap, perilaku dan keseluruhan hidup seorang prajurit TNI harus dijiwai oleh semangat keberagamaan yang tinggi. Semangat yang digariskan dan diwariskan oleh Panglima Besar TNI Jenderal Sudirman. Untunglah KSAD dan TNI telah bersikap profesional, menjaga akal sehat. Tidak tunduk begitu saja kepada tekanan buzzer dan Mahfud MD. Tidak tunduk dan larut dalam arus kebencian yang meracuni masyarakat. Sekali lagi salut dan hormat setinggi-tingginya. End

Walikota Bekasi Terpapar Paham Radikal

Siap mati demi prinsip adalah ciri radikalisme. Jadi, tidaklah keliru menyebut Pepen seorang penganut paham radikal. Oleh Asyari Usman (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Radikalisme tampaknya sudah merasuki birokrasi pemerintahan. Walikota Bekasi, Rahmat Effendy, termasuk salah seorang pejabat yang terpapar radikalisme kelas berat. Dia, lebih dua tahun silam, sempat mengatakan di depan publik bahwa lebih baik kepalanya ditembak ketimbang mencabut izin mendirikan bangunan (IMB) sebuah rumah ibadah. Rahmat Effendy, yang sering dipanggil Pepen, mengatakan di acara Kongres Nasional Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, 16 Maret 2017, dia melawan habis desakan masyarakat agar izin pembangunan geraja Santa Clara di Bekasi dibatalkan. Pepen menggoreskan kesan bahwa dia siap mati demi gereja itu. Sikap ini mendapat penghargaan dari Komnas HAM. Siap mati demi prinsip adalah ciri radikalisme. Jadi, tidaklah keliru menyebut Pepen seorang penganut paham radikal. Di hari Idul Adha barusan (11/8/2019), Walikota Pepen kembali menunjukkan radikalisme yang dia anut. Dia memilih tidak sholat Id di Masjid Agung al-Barkah di Bekasi. Berbagai laporan media menyebutkan dia mewakilkan kehadirannya di Masjid Agung kepada pejabat Bagian Kesos Pemko Bekasi. Sedangkan Pepen dikatakan ikut sholat Id di masjid dekat rumahnya di Pekayon. Berbagai media memberitakan bahwa Pepen tidak sholat Id di Masjid Agung karena meresmikan gereja Santa Clara tepat pada hari Idul Adha 1440 H. Tetapi, pihak Pepen membantah. Ketidakhadirannya di Masjid Agung untuk sholat Id bukan karena meresmikan gereja Santa Clara, melainkan karena kelelahan setelah hari sebelumnya mengikuti rapat di DPRD hingga subuh. Hebatnya, ada berita yang dimuat Tempo online (12/8/2019) bahwa Pepen tak sholat Id di Masjid Agung al-Barkah gara-gara meresmikan geraja Katolik itu adalah hoax. Ada kesan berita Tempo itu seolah menyebutkan bahwa peresmian geraja Santa Clara oleh Pepen di hari Idul Adha itu, juga hoax. Padahal, memang benar Pepen meresmikan Santa Clara pada hari Idul Adha (11/8/2019). Baik, kita cukupkan sampai di sini soal apakah Pepen tak sholat Id di Masjid Agung gara-gara dia harus meresmikan gejara Santa Clara, atau karena dia kelelahan. Mari kita kembali fokus ke radikalisme Pak Walikota dalam membela kepentingan non-muslim. Tentu sikap beliau ini sangat terpuji bagi kalangan minoritas dan kalangan yang benci Islam. Kalangan yang benci Islam itu bisa non-muslim, bisa juga orang Islam sendiri alias para munafiqun. Radikalisme minoritas Pepen itu tampak dari (1)semangat dia yang sangat keras untuk meresmikan Santa Clara; (2)ketiadaan semangatnya untuk sholat Idul Adha di Masjid Agung hanya karena kelelahan. Dari sini boleh disimpulkan bahwa untuk kepentingan minorits, Pepen siap ditembak kepalanya demi membela minoritas Dan dan dia siap datang ke mana saja dan jam berapa saja ke acara mereka. Pepen tidak takut mati. Tidak ada istilah kelelahan demi minoritas. Dia siap ditembak kepalanya demi IMB Santa Clara. Itulah paham radikal yang dianut Pepen. Radikalisme minoritas. Radikalisme model ini tentu mendapat nilai yang sangat tinggi di mata banyak pihak yang tak suka Islam. Radikalisme yang sedang trendy. Banyak pejabat dan politisi yang “berbaiat” kepada radikalisme minoritas. Sebaliknya, perjuangan radikal untuk menyuarakan sikap antikorupsi dianggap sesuatu yang tak baik. Perjuangan untuk menegakkan keadilan bagi umat Islam, selalu dikategorikan sebagai “paham radikal yang terlarang”. Apa saja yang berkonten membela umat, hampir pasti distempel sebagai “radikalisme terlarang”. Radikalisme yang dianut Pepen kelihatannya akan semakin berkembang. Banyak yang mendukung dan banyak yang siap menjadi penganutnya. End

Kasus Taruna Enzo: Pak Mahfud MD Segeralah Minta Maaf

Jadi Mahfud bukanlah figur ecek-ecek. Kelasnya jauh berbeda dibandingkan para buzzer yang mencari makan dari kegaduhan dan kekisruhan politik. Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Ingar bingar dan kegaduhan status taruna Akademi Militer (Akmil) Enzo Allie berakhir. Kepala Staf TNI AD Jenderal Andika Perkasa menyatakan Enzo bukanlah simpatisan HTI. Pemuda blasteran Perancis itu juga tidak terpapar paham “radikal.” "Kami, Angkatan Darat, memutuskan, untuk mempertahankan Enzo Zenz Allie dan semua taruna Akademi Militer yang kami terima beberapa waktu lalu, sejumlah 364 orang," ujar Andika di Mabes TNI AD, Jakarta, Selasa (13/8). Berdasarkan hasil tes obyektif lanjutan, indeks moderasi bernegara Enzo adalah 5,9 dari tujuh. Enzo, mendapat persentase skor 84 persen. Andika menjamin akurasi dan validitas tes obyektif lanjutan yang dilakukan terhadap Enzo. TNI telah bertahun-tahun menggunakan instrumen tes itu untuk memastikan kesadaran bernegara para taruna. Pernyataan Andika ini bukan hanya kabar baik bagi Enzo dan keluarganya. Ini juga kabar baik bagi TNI AD, umat Islam, dan tentu saja yang paling penting bagi kehidupan kita berbangsa dan bernegara. Hanya gara-gara kedapatan pernah membawa bendara tauhid dan diposting di akun facebooknya, Enzo digoreng oleh buzzer sebagai pendukung kelompok radikal. Statusnya dikait-kaitkan dengan ibunya, seorang anggota emak-emak militan yang menjadi pendukung Prabowo-Sandi. Yang lebih menyedihkan Mahfud MD ikut memperkeruh situasi dengan menyebut TNI KECOLONGAN. Dia juga meminta TNI segera memecat dan memberhentikan Enzo dari Akmil. Secara insinuatif dia memperkirakan, kalau tidak dipecat, Enzo tidak akan kerasan karena kasusnya sudah ramai di media. Pernyataan Mahfud tentu tidak bisa diremehkan begitu saja. Karirnya sangat mencorong. Dia pernah menjadi Menhan, Menkumham —walau hanya tiga hari—, dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Jangan dilupakan pula statusnya saat ini sebagai anggota Dewan pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Sebuah lembaga yang membantu presiden untuk merumuskan arah kebijakan pembinaan idiologi Pancasila. Gak main-main. Jadi Mahfud bukanlah figur ecek-ecek. Kelasnya jauh berbeda dibandingkan para buzzer yang mencari makan dari kegaduhan dan kekisruhan politik. Kalau toh ucapan dan sikapnya belakangan ini tekesan seperti buzzer, jelas dia bukan buzzer sembarangan. Kualifikasinya: kelas berat! Harus Jentelmen Dengan keputusan TNI AD, akan sangat baik, terhormat, bertanggung jawab, jentelmen bila Mahfud MD segera minta maaf. Pertama, kepada Enzo dan keluarganya. Gara-gara pernyataannya Enzo menghadapi tekanan psikologis yang luar biasa. Mahfud telah mem-bully seorang remaja berprestasi dan unggul. Masa depan Enzo terancam. Pemuda yang bercita-cita menjadi prajurit komando ini seperti divonis hukuman mati. Dipecat. Kedua, kepada lembaga TNI, khususnya TNI AD yang disebutnya telah kecolongan.Tudingan ini tidak main-main dan bisa dilihat sebagai sikap meremehkan TNI secara kelembagaan. Untuk menjadi taruna Akmil —semua angkatan— proses seleksinya sangat ketat dan berjenjang. Mulai di daerah (Kodim, Kodam), sampai di tingkat pusat berupa penentuan tahap akhir (Pantohir). Seorang calon taruna dinyatakan lolos setelah melewati pemeriksaan administrasi, test kesehatan, kesemaptaan jasmani, mental ideologi, psikologi dan test kesehatan. Siapapun yang lolos telah melalui tahapan ini. Seperti dikatakan Andika, prosesnya telah teruji. Soal mental idiologi di masa lalu dikenal persyaratan bersih diri dan bersih lingkungan. Bukan hanya sang calon secara pribadi, tapi juga keluarga dan lingkungannya. Enzo berhasil lolos semua ujian tersebut. Angkanya juga di atas rata-rata, kalau tidak boleh dikatakan sempurna (A). Enzo adalah taruna yang memenuhi semua persyaratan. Secara fisik jempolan, secara linguistik hebat. Dia juga punya bekal keagamaan yang kuat. Dari hasil tes Samapta, Enzo mampu melakukan pull up 19 kali, sit up 50 kali dan push up 50 kali masing-masing dalam waktu 60 detik. Enzo juga mampu berlari 7,5 putaran X 400 meter atau 3.000 meter dalam 12 menit, renang 50 meter dalam 60 detik. Selain bahasa Indonesia dia memguasai empat bahasa asing: Inggris, Perancis, Italia, dan Arab. Satu hal yang juga akan menjadi bekal istimewa Enzo, dia pernah menjadi santri di sebuah pondok pesantren di Serang, Banten. Bayangkan bila sampai TNI tunduk pada tekanan buzzer dan Mahfud MD. Mereka akan kehilangan calon perwira yang cemerlang dan tidak menutup kemungkinan menjadi pimpinan TNI di masa depan. Dengan paras rupawan dan berbagai keunggulan fisik lainnya, Enzo sesungguhnya bisa menempuh jalur pintas menjadi sukses, terkenal dan kaya raya. Seperti remaja Indo lainnya, dunia industri hiburan dipastikan akan dengan tangan terbuka menyambutnya. Namun Enzo memilih jalan lain. Jalan terjal berupa pengabdian kepada bangsa dan negara. Bangsa dan negara tempat Ibu kandungnya dilahirkan. Dia memilih bermandi peluh dan darah, ketimbang sorotan dan kilau lampu-lampu kamera. Dia memilih medan latihan dan medan tempur ketimbang panggung-panggung pertunjukkan. Di tengah semakin sedikitnya pemuda yang ingin mengabdikan dirinya kepada bangsa dan negara melalui jalur militer, Enzo seharusnya mendapat salut dan aplaus yang meriah, bukan malah di-bully. Ketiga, Mahfud harus meminta maaf kepada umat Islam. Gara-gara statemennya stigma radikal terhadap umat Islam semakin kuat. Semangat keberagamaan yang tinggi disamakan dengan sikap radikal. Kalimat sahadat mengakui ke Esa-an Allah SWT identik dengan organisasi terlarang. Keempat, Mahfud harus meminta maaf kepada bangsa Indonesia. Pasca Pilpres 2019 rakyat Indonesia terbelah menjadi dua kubu yang berseberangan. Pernyataannya dapat kian memperparah pembelahan itu. Masyarakat akan terus gontok-gontokan. Para elit politik, cerdik pandai harus benar-benar berhati-hati mengelola bangsa ini, termasuk menjaga ucapan maupun tindakannya. Jangan hanya karena kepentingan jangka pendek, kepentingan politik, kepentingan kuasa, persatuan dan kesatuan bangsa dikorbankan. Semuanya sekarang terpulang kepada Mahfud MD, apakah dia cukup rendah hati, punya jiwa besar memberi contoh dan tauladan kepada bangsa ini, terutama anak-anak muda seperti Enzo. Meminta maaf, mengakui kesalahan, adalah sikap yang terhormat. Atau seperti kebanyakan buzzer, memilih ngeles dan menyalahkan media karena salah kutip. End

Kasus Enzo, Untung Saja Mahfud MD Gagal Jadi Cawapres

Sungguh disayangkan figur terhormat seperti Mahfud MD berperilaku seperti buzzer. Hanya bermodal info medsos yang digoreng buzzer langsung mengambil kesimpulan seperti itu. Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Kalau saja Mahfud MD tidak gagal jadi cawapres, ceritanya pasti akan berbeda. Bangsa Indonesia yang sudah terbelah dalam dua poros 01 dan 02 , akan terpuruk kian dalam. Pernyataan Mahfud bahwa TNI KECOLONGAN karena meloloskan Enzo Allie menjadi calon taruna Akademi Militer (Akmil) menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu. Di media sosial para buzzer paslon 01 dan 02 kembali bertempur. Mereka kembali saling serang. Di media massa isu Enzo juga menyita perhatian. Sejumlah tokoh mulai dari Menhan Ryamizard Ryacudu, KSP Moeldoko, sampai KSAD Jenderal TNI Andhika Perkasa diburu media. Mereka dimintai pendapatnya. Enzo Zenz Allie (18) seorang remaja blasteran Perancis (Ayah) dan Indonesia (Ibu) ramai diperbincangkan. Videonya berdialog dengan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dalam bahasa Perancis, viral. Selain bahasa Perancis, Enzo juga fasih bahasa Inggris, Italia, Arab, dan tentu bahasa Indonesia. Kemampuan bahasa Arabnya dia peroleh di pesantren. Secara fisik Enzo juga jempolan. Dari hasil tes Samapta, Enzo mampu melakukan pull up 19 kali, sit up 50 kali dan push up 50 kali masing-masing dalam waktu 60 detik. Enzo juga mampu berlari 7,5 putaran X 400 meter atau 3.000 meter dalam 12 menit, renang 50 meter dalam 60 detik. Dilihat dari kecerdasan linguistik dan ketangguhan fisik, Enzo diperkirakan akan menjadi prajurit yang mumpuni. Paripurna. Cocok dengan cita-citanya menjadi prajurit komando. Satu lagi modalnya yang jarang dimiliki calon taruna, adalah pemahaman keagamaannya. Dia pernah menjadi santri di sebuah pondok pesantren di Serang, Banten. Digoreng Buzzer Tak lama setelah video Enzo viral, buzzer yang terinditifikasi dengan paslon 01 mulai menggoreng isu Enzo. Mereka menemukan di akun medsosnya, Enzo berfoto dengan bendera hitam bertulis kalimat tauhid (Tiada Tuhan selain Allah). Bendera bernama Ar-Rayah itu merupakan panji perang di masa Rasululloh Muhammad SAW. “Temuan” itu kemudian dikait-kaitkan dengan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang juga mempunyai bendera yang mirip. Enzo diduga sebagai pemuda yang terpapar kelompok radikal. Stigma yang bisa menjadi hukuman mati bagi karir militernya. Para buzzer ini juga menelusuri akun media sosial Hadiati Basjuni Allie. Di akun Hadiati yang tergabung dalam emak-emak militan Prabowo-Sandi ini juga didapati memposting sejumlah bendera tauhid. Namun tidak ada kalimat spesifik yang menyatakan dukungannya terhadap HTI. Tak ada ampun, Enzo dan ibunya digoreng habis para buzzer. Sayangnya sejumlah tokoh termasuk Mahfud MD bukan meredakan kehebohan, namun malah terlibat menambah bara kebencian. Mahfud menyebut TNI kecolongan. Karena itu dia menyarankan TNI segera memecat dan memberhentikan Enzo karena telah terpapar paham radikal. Kalau toh tidak dipecat, Enzo diperkirakan Mahfud bakal tidak kerasan di Akmil setelah diberitakan besar-besaran. “Kalau sudah diberitakan seperti itu masih kerasan, maka perlu dipertanyakan benar motivasinya,” tambahnya. Sungguh disayangkan figur terhormat seperti Mahfud MD berperilaku seperti buzzer. Hanya bermodal info medsos yang digoreng buzzer langsung mengambil kesimpulan seperti itu. Kalau buzzer motivasinya sangat jelas. Ekonomi dan kebencian. Mereka hanya bisa hidup ketika situasi politik gaduh dan keruh. Apakah Mahfud sudah terjerembab dalam motivasi serupa yang sangat rendah? Atau ada motif lain, berupa motif kuasa? Masa iya figur seperti dia serendah itu? Masa depan seorang anak muda dia korbankan dengan statemennya yang sangat gegabah. Pernyataannya juga bisa mendorong publik makin membenci bendera tauhid yang dia asosiasikan sebagai kelompok radikal. Soal ini jauh lebih serius. Menimbulkan stigma buruk bagi umat Islam Untungnya para petinggi militer tidak begitu saja menelan mentah-mentah saran Mahfud yang pernah menjadi Menhan pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Menhan Ryamizard Ryacudu mempercayakan sepenuhnya kepada TNI AD. Sementara KSAD Jenderal Andhika menyatakan phaknya sedang melakukan penelitian secara scientific. Jadi tidak asal main pecat. Dalam era post truth dan masyarakat yang terbelah seperti Indonesia saat ini, sangat baik bila semua pihak menahan diri. Tidak mudah mengumbar pernyataan, apalagi isu yang hanya membuat masyarakat kian terbelah. Tidak ada gunanya bila di level elit politik terjadi proses “rekonsiliasi.” Sementara di level bawah, level akar rumput masyarakat terjerembab pembelahan yang kian dalam. Pasti bukan bangsa seperti ini yang kita bayangkan ketika para wakil rakyat, cerdik pandai mengadopsi sistem demokrasi langsung. Sekali lagi: Untung saja Mahfud MD gagal menjadi cawapres. Andai saja saat ini dia yang terpilih menjadi capres, bukan Ma’ruf Amin. Apa jadinya bangsa ini? End

Rasa-rasanya Luhut Memang Bakal Tersingkir

Episode Luhut nyekar ke makam LB Moerdani, menunjukkan sinyak kuat bahwa dia menyadari akan tersingkir. Oleh Dimas Huda (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Janur kuning belum menghiasi pelaminan. Masih ada waktu untuk melamar menjadi menteri. Boleh jadi, begitulah tekad pada pemimpin partai politik saat ini. Hanya saja, belakangan publik dibikin bertanya-tanya: mengapa Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh sering uring-uringan, seakan-akan kursi-kursi kabinet sudah diplot Jokowi dan partainya tidak kebagian secara memadai? Lalu, Luhut Binsar Panjaitan juga begitu. Menko Maritim ini seakan sudah mati arang, menunjukkan bahwa pada Kabinet Kerja II Jokowi, ia bakal tersisih? Hanya Surya dan Luhut yang tahu apa masalah yang menimpa diri mereka itu. Namun, belakangan memang sudah beredar semacam draft susunan anggota Kabinet Kerja II Jokowo-Ma’ruf Amin. Dalam selebaran yang viral itu, tak ada nama Luhut. Ia digantikan Susi Pudjiastuti sebagai Menko Maritim. Lalu, Faisal Basri diplot menjadi Menteri ESDM. Ada nama-nama lain, kebanyakan wajah baru di kabinet. PDIP dapat jatah terbanyak. Celakanya bagi Partai Nadem, tak ada satu pun kadernya yang nongkrong di sana. Tapi jangan percaya dengan selebaran begituan. Itu bukan kitab suci yang patut dijadikan referensi. Anggap saja itu sampah, berita palsu, atau hoaks. Lagi pula asal-usul selebaran itu juga tidak jelas. Bisa jadi itu dibuat orang iseng. Namun, bisa juga dibuat pihak Istana untuk kepentingan tertentu, misalnya untuk mengukur tingkat penerimaan atau penolakan publik terhadap tokoh-tokoh yang bakal dipasang. Bagaimana pun, selebaran ini membuat penasaran banyak orang. Begitu juga di kalangan wartawan. Seorang wartawan senior mengaku penasaran sehingga terdorong melakukan cek and ricek. Ia jumpai beberapa nama yang disebut dalam selebaran itu. Sebagain dari mereka cuma senyum-senyum, sebagian lagi geleng-geleng kepala. Ada juga yang menjawab “Aamiin’. Dari hasil memulung itu, ada informasi penting yang belum banyak tersiar. Kabarnya, Presiden Jokowi telah memanggil calon menteri koordinator. Mereka diajak bicara untuk ikut menyusun menteri-menteri di bawah jajarannya. Susi kabarnya adalah salah satu menko itu. Lalu, di bawah koordinassi Susi ada nama Faisal Basri. Ekonom yang sempat ditunjuk menjadi Ketua Antimafia Migas ini diplot menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Duet Susi dan Faisal ini, menurut sumber tadi akan menjadi "Buldozer" Jokowi dalam mengatasi kekisruhan tata kelola pertambangan di Indonesia. Susi dan Feisal dinilai punya nyali untu melawan para mafia pertambangan. Susi dalam kabinet Kerja I dianggap berhasil menumpas mafia di laut, di kabinet berikutnya dia ditugaskan menumpas mafia di lautan dan daratan. Kelas informasi ini adalah A2. Maknanya, kesahihannya di bawah A1. Kebenarannya tinggal tunggu pengumuman kabinet resmi. Tapi boleh jadi, inilah yang membuat Surya Paloh dan Luhut agak emosional belakangan ini. Surya misalnya bermanuver mengumpulkan anggota partai koalisi minus PDIP, dan Luhut membuat status “perpisahan” saat nyekar ke makam LB Moerdani. Surya dan Luhut sama-sama sudah menyadari mereka bakal tersingkir. Bahkan PDI Perjuangan yang awalnya terkesan jaim alias jaga imej dalam kaitan kursi menteri, pada Kamis (8/8) kemarin menunjukkan wajah aslinya. Tanpa tedeng aling-aling, Megawati Soekarnoputri meminta lebih banyak menteri nantinya. “Mesti lebih banyak,” tuntut Ketua Umum partai berlambang banteng moncong putih ini kepada Presiden Joko Widodo saat ia berpidato dalam Kongres V PDI-P di Grand Inna Beach, Denpasar, Bali. Lebih banyak yang dimaksud Mega tentulah jumlahnya lebih dari yang sekarang dan jumlah itu mesti lebih banyak dari partai anggota koalisi lainnya. Dalil Mega, PDIP adalah pemenang pemilu. "Orang kita ini pemenang pemilu dua kali," kata Mega. Mega dengan tegas mengatakan bakal menolak apabila Presiden Jokowi hanya memberikan sedikit jatah kursi menteri untuk diisi kader PDI-P. "Jangan nanti (Jokowi mengatakan), Ibu Mega, saya kira karena PDI-P sudah banyak kemenangan, sudah di DPR, saya kasih empat (kursi menteri). Emoh, tidak mau, tidak mau, tidak mau," ujarnya. Saat mendapat giliran berpidato, Jokowi menjanjikan kursi menteri terbanyak bagi PDIP. "Yang jelas, PDIP pasti yang terbanyak. Jaminannya saya," jawabnya. Mega telah menunjukkan keperkasaannya pada hari itu. Ia juga telah menunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya. Ia pandai memanfaatkan momentum. Dia tahu kapan bicara dan tahu kapan harus diam. Mega tentu sudah menduga jawaban apa yang bakal disampaikan Jokowi. Pada saat itu, Mega di atas semua yang hadir dalam Kongres PDIP, termasuk Jokowi. Nah, sampai di sini publik bisa membaca, PDIP nantinya akan mendominasi kabinet. Selain itu, Jokowi pernah bilang akan memilih menteri dari kalangan anak-anak muda. Dari pernyataan ini saja sudah cukup jelas, Luhut bukan dari generasi yang disebut Jokowi itu. Jadi, siap-siap saja berpamitan dengan pensiunan jenderal yang oleh banyak pengusaha papan atas dijuluki "Prime Minister".

Save Taruna Enzo!

Lebih bahaya lagi jika ada pihak lain memanfaatkan rasa sakit hati Enzo. Dia akan jadi senjata mematikan jika dimanfaatkan melawan negara ini. Oleh Mochamad Toha (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Berparas tampan. Wajah bule. Usia 18 tahun. Cerdas berprestasi. Muslim taat pinter mengaji. Bisa 4 bahasa asing. Inggris, Prancis, Jerman, Jepang. Itulah Enzo Zenz Allie. Namanya tiba-tiba viral setelah TNI AD mengunggah videonya. TNI angkat bicara mengenai isu viral yang menuduh taruna Enzo terkait dengan organisasi HTI. Foto yang mendasari isu miring Enzo itu bisa jadi betul, bisa jadi salah. Meski begitu, TNI langsung turun tangan melakukan penelusuran. Yang disoal netizen adalah salah seorang calon taruna – yang diduga Enzo – terlihat pernah berfoto membawa Bendera Tauhid. Maaf, jangan mengalihkan hal yang tak pernah terjadi menjadi suatu ketakutan yang baru. Musuh TNI jelas! Yakni: Komunis! Karena di sana sudah ada aturan dan undang-undang yang mengaturnya. Apalagi, partai komunis di negara ini pernah memberontak pada pemerintahan yang sah. Pemberontakan butuh kekuatan politik dan bersenjata. “Jangan alihkan kewaspadaan kami terhadap komunis dengan memunculkan musuh baru bernama Khilafah,” tegas seorang alumni Akmil yang kini berpangkat Kapten itu. Komunis memberontak seluruh dunia juga pernah dan telah terjadi. Sebutkan di negara mana kelompok pendukung Khilafah memberontak. Menggunakan cara kriminal pembunuhan penghalalan segala cara seperti komunis? Terorisme? Pasti ada yang jawab itu. Terorisme itu muatan politis dan bukan karena agama. Di Inggris ada IRA, di Srilangka ada gerilyawan Macan Tamil dan lain-lain. Apa pernah kita sebut agamanya. Hanya di negara kita yang mayoritas beragama Islam malah penduduknya sebagian percaya terorisme berdasar agama Islam. Malahan serius, teroris di negara ini belum pernah ada pihak yang klaim bertanggung jawab. Lucu sih kalau dibandingkan dengan teroris luar negeri setelah aksi ada yang klaim sehingga jelas tujuannya. Mungkin cuma iseng atau teroris magang. Belum punya kelompok. Dan hanya mengisi waktu daripada nganggur. Yang jelas memang ada yang berusaha benturkan dan takut pada Khilafah cuma satu. Mereka takut hukum Islam diterapkan di negara ini. Jangan beralasan bahwa nanti yang non muslim dimusuhi. Bahkan, Nabi Muhammad SAW bersabda, bukan umat ku seseorang yang tidak baik dengan tetangganya walaupun beragama lain. Nabi pernah menyuapi pengemis buta bangsa Yahudi yang setiap hari memaki Rasulullah. Nah gimana itu. Yang takut hukum Islam itu kadang memang ada bakat maling, bakat hobi maksiat, bakat mabuk, bakat ke lokalisasi dan lain-lain. Karena mereka takut tangan dipotong atau dirajam. Dan, ingat mereka yang ketakutan sama Khilafah, sudah banyak yang masuk penjara karena terkait kasus korupsi. Terakhir, anggota DPR dari PDIP I Nyoman Damantra ditangkap KPK. Kritik Mahfud Masalah Enzo makin melebar setelah anggota BPIP Prof. Mahfud MD meminta supaya TNI memecatnya dari Akmil. Mungkin Mahfud lupa bahwa Bendera Tauhih itu adalah Bendera Rasulullah yang selalu ada dalam setiap sholat. Dan, ingat dan catat! Bahwa kalimat tauhid itu selalu dibaca dalam setiap sholat umat Islam. Karena, kalimat tauhid itu juga selalu tertanam dalam dada setiap Muslim di manapun, tidak hanya di Indonesia, tapi di seluruh belahan dunia. Jauh sebelum HTI lahir, kalimat tauhid itu sudah ada sejak zaman Rasulullah. Yang terpapar paham radikal itu adalah yang berani membakar bendera tauhid, sebab siapapun, yang anti agama itu cuma paham komunis yang anti Pancasila. Pernyataan Mahfud tentang Enzo agar TNI memecat Enzo sungguh menyakitkan hati ibu-ibu dan umat Muslim. “Anda zholim memperlakukan Anak Yatim,” tulis seorang netizen Tinoy Riady. “Enzo itu ganteng Prof, gampang baginya atau Ibunya menjadikannya seorang Artis,” lanjut Tinoy. Tapi, Enzo lebih memilih untuk membela Tanah Air dan membanggakan orangtuanya untuk menjadi anggota TNI sebagai garda terdepan dalam membela bangsa. “Dia rela habiskan masa mudanya untuk Latihan Militer. Lagipula, TNI sudah membantah bahwa Enzo terpapar radikalisme, begitu juga pihak Pesantren. Kesholehan dan berbaktinya ia kepada ibunya adalah bonus tiada tara dari Allah,” tulis Tinoy. “Harusnya Indonesia bangga kepada Enzo, bukan malah nyinyir dan nuduh macam-macam kepada Anak Yatim berprestasi ini. Yang harus dikhawatirkan adalah ideologi komunis prof, bukan Bendera Tauhid,” tegas Tinoy. Kepala Sekolah Ponpes Al Bayan, Deden Ramdhani, juga membantah blasteran Prancis itu anggota HTI. Deden mengatakan, pesantren yang diasuhnya juga bercorak ahlussunnah wal jamaah (aswaja) serta menyatakan setia kepada NKRI. “Sebagai lembaga tentu pemahaman kami ahlussunnah wal jamaah dan NKRI harga mati,” kata Deden Ramdhani saat ditemui wartawan di Anyer, Serang, Banten, Rabu (7/8/2019). Deden menilai santrinya tak mungkin masuk Akmil jika punya keterkaitan dengan HTI. Sebab, seleksi di TNI begitu ketat. “Enzo sudah jelas Pancasilais dan cinta NKRI,” ujarnya. Ibunda Enzo, Siti Hadiati Nahriah, bahagia putranya lolos seleksi Akmil TNI. Karena, dia mengatakan menjadi prajurit TNI adalah cita-cita Enzo sejak kecil. “Menjadi prajurit TNI, merupakan cita-citanya semenjak kecil,” kata Siti dalam situs resmi TNI AD, yang dilansir detikcom, Selasa (6/8/2019). Siti mengungkapkan, ayah kandungnya, Jeans Paul Francois Allie, meninggal dunia karena serangan jantung. Sejak saat itu, Siti memutuskan pindah dari Prancis ke Indonesia bersama Enzo. Di Indonesia Siti menyekolahkan Enzo di pesantren. Setelah lulus, barulah itu mengikuti tes penerimaan Taruna Akmil di Magelang. Dan, lolos! Ucapan Mahfud belakangan ini memang cukup kontroversial dalam setiap kali menanggapi suatu masalah. Setelah kemarin dengan enteng mengatakan daerah yang mendukung paslon 02 terpapar Islam garis keras, sekarang mencoba naikkan nama untuk kasus Enzo. Ketika pembahasan tentang radikalisme dan HTI, raut muka Mahfud memang agak berbeda. Dan, kata-kata yang kau keluarkan jauh dari bidang ilmu yang dikuasai. Seharusnya sebagai orang yang dekat dengan pemerintah dan berpengalaman di bidang hukum, dia lebih paham status hukum HTI dan perlakuan pada bendera tauhid. Apakah HTI dinyatakan ormas terlarang? Apakah bendera Tauhid juga dinyatakan terlarang negara ini? Jika dinyatakan terlarang, dia seharusnya berbicara dengan membawa landasan hukumnya, bukan opini yang akan dianggap kebenaran oleh sebagian orang. Mungkin Mahfud lupa, pembicaraan di twitter ketika ada orang yang menanyakan, apakah eks anggota HTI boleh bekerja masuk pemerintahan? Dengan indahnya Mahfud menjawab dengan mengambil contoh anak-anak eks PKI boleh menjadi caleg. Padahal PKI dinyatakan terlarang melalui ketetapan MPRS. Dan, Mahfud pun berkata bahwa eks HTI masih boleh berkecimpung di pemerintahan, misalnya menjadi PNS atau menjadi apapun. Karena HTI berbeda dengan PKI. HTI itu hanya dicabut status administrasinya, dan pencabutan itu tidak menjadikan HTI sebagai ormas terlarang. Untuk turunan PKI saja negara masih menerima mereka sebagai caleg, mengapa untuk Enzo, Mahfud menjadi berbelok? Ironis. Hanya dengan bermodalkan jejak digital, Mahfud bisa berlaku lebih kejam melebihi hakim di persidangan yang minta bukti otentik selain postingan di sosmed. Padahal, Mahfud sendiri adalah mantan Hakim. Andaikan benar Enzo dan ibunya adalah eks HTI, apakah cara yang dikatakan Mahfud itu bisa dinilai benar? Mengapa Mahfud meminta Enzo harus dikeluarkan? Pernyatan Mahfud jelas sangat tendensius. Seharusnya Mahfud meminta TNI menyelidiki dulu apakah benar Enzo terpapar radikalisasi dan HTI. Jika benar, tak seharusnya juga ia dikeluarkan dari TNI. Justru TNI harus mampu membina Enzo untuk kembali berpikiran jernih atas ideologi bangsa ini. “Enzo itu seorang taruna yang fenomenal, kemampuan bahasa asing dan hasil tes fisik yang di atas rata-rata, menjadikan dirinya sosok spesial. Bahaya jika kita berlaku tidak adil pada diri Enzo. Ia akan sakit hati!” tulis Setiawan Budi. Dan lebih bahaya lagi jika ada pihak lain memanfaatkan rasa sakit hati Enzo. Dia akan jadi senjata mematikan jika dimanfaatkan melawan negara ini. Ada rangkulan dan ada pelukan bila benar penyelidikannya mengatakan Enzo terlibat HTI. Bukan malah memperlakukannya bak pelaku PKI. Itu jika benar, jika tak benar, bagaimana? Perlakuan pada diri Enzo, sudah di luar logika. Pembunuhan karakter atas dirinya dan nama ibunya, benar-benar sudah mencerminkan, slogan Pancasila itu hanya pemanis saja. #SaveEnzo! ***

Surat Terbuka untuk Prof Empud tentang Enzo

Oleh Tinoy Riady Jakarta, FNN - Sebagai seorang ibu, saya merasa geram dengan pernyataan salah satu anggota BPIP (Badan Penafsir Ideologi Pancasila) Prof. Macfud MD tentang Enzo, seorang anak yatim blasteran Perancis, jebolan salah satu pesantren di Banten, hanya karena fotonya yang viral memegang bendera tauhid. Mungkin sang Profesor lupa bahwa bendera tauhid itu adalah bendera Rasulullah dan kalimat tauhid itu termasuk dalam Pancasila sila ke 1. Lalu apa yang radikal dari endera tersebut? Di mana anti Pancasilanya? Umat Islam sangat Pancasilais Prof, karena Pancasila adalah gambaran dari keseluruhan kehidupan masyarakat muslim. Pernyataan Anda tentang Enzo agar TNI memecat Enzo sungguh menyakitkan hati ibu-ibu dan ummat muslim Prof. Anda zholim memperlakukan anak yatim. Enzo itu ganteng Prof, gampang baginya atau ibunya menjadikannya seorang artis. Namun Enzo lebih memilih untuk membela Tanah Air dan membanggakan orangtuanya untuk menjadi TNI sebagai garda terdepan dalam membela Bangsa. Dia rela habiskan masa mudanya untuk latihan militer. Lagi pula TNI sudah membantah bahwa Enzo terpapar radikalisme, begitu juga pihak pesantren. Kesholehannya dan berbaktinya ia kepada mamanya adalah bonus tiada tara dari Allah. Harusnya Indonesia bangga kepada Enzo, bukan malah nyinyir dan menuduh macam-macam kepada anak yatim berprestasi ini. Yang harus di Khawatirkan adalah ideologiomunis Prof, bukan bendera tauhid. Bendera tauhid itu bukan bendera HTI, setiap muslim bangga mengibarkan panji Rasulullah. Komunis itu musuh yang nyata Prof. Orang yang berideologi komunis saja bisa masuk DPR, masa pemuda sholeh yang berjiwa tauhid tidak bisa ikut membela NKRI? Apa Anda sudah ikut-ikutan menjadi Islamphobia?

Khilafah Pancasila FPI

Ideologi FPI berdasarkan Pancasila dan mendukung NKRI. Tak ada gunanya Kemendagri mengutak-atik perpanjangan perizinan. Oleh Dimas Huda (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Front Pembela Islam atau FPI berada di persimpang jalan. Masa berlaku izin ormas ini telah habis per 20 Juni 2019 lalu. Di sisi lain, upaya perpanjangan izin menemui jalan buntu. Presiden Joko Widodo memberi sinyal, izin FPI kemungkinan tidak diperpanjang. FPI dianggap bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45. Ini gara-gara dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) FPI menyebut gagasan pembentukan khilafah Islamiyah. Soal itu, FPI mengajak dialog dengan pemerintah, bahkan Presiden Jokowi, jika perlu. Namun Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko, menegaskan pintu dialog dengan FPI tertutup. Tak ada yang perlu didiskusikan lagi. "Apalagi yang perlu dialog?" katanya, Selasa (6/8). Menurut Moeldoko, permasalahan FPI akan selesai jika ormas yang identik dengan Habib Rizieq Syihab itu mendeklarasikan Pancasila sebagai ideologi. Jika sudah diubah, dia memastikan tak ada lagi persoalan yang menerpa FPI. Dalam wawancara dengan Associated Press hari Jumat (26/7), Presiden Jokowi secara tegas bilang tidak akan memperpanjang izin ormas yang dinilai tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila. “Jika organisasi itu membahayakan secara ideologi, saya tak akan kompromi. Tetapi kalau ideologinya masih sama, Pancasila, saya kira kita bisa bersama-sama membangun negeri ini,” ujarnya. Sejak Juni 2019, FPI telah mengajukan surat rekomendasi ke Kementerian Agama sebagai prasyarat perpanjangan izin ke Kementerian Dalam Negeri. Hanya saja, hasilnya belum keluar hingga kini. “Biasanya Kemendagri tidak ada masalah, sekarang yang justru lama itu di Kemenag. Pasal yang masih dipersoalkan dan masih perlu penjelasan dari kami yakni pasal 6 tentang penegakan khilafah,” demikian Juru Bicara FPI, Slamet Ma’arif, Senin (5/8). Menurut Slamet, FPI saat ini tengah berdialog dengan pihak Kemenag untuk mendiskusikan pasal tersebut. “Mungkin kawan-kawan di Kemenag belum paham betul yang dimaksud dengan khilafah ala minhajin nubuwah yang ada di AD/ART FPI itu. Makanya perlu penjelasan dari kami,” ujarnya. Tafsir Khilafah Slamet menilai bahwa tafsir khilafah yang dituduhkan kepada FPI, oleh Presiden, dianggap mengada-ada. “Itu presiden yang bisa jawab, bukan saya. Tugas kami ketika ditanya yang ada di anggaran dasar ya kami jelaskan. Dan saya pikir gini, Departemen Agama yang lalu enggak ada masalah, Departemen Dalam Negeri lima tahun yang lalu enggak ada masalah. Jadi saya pikir tidak pernah mengada-ada sesuatu yang tidak ada begitu,” ujarnya. FPI saat ini sedang berupaya melengkapi persyaratan yang diminta oleh Kemendagri. Sayangnya, di tengah upaya FPI melakukan pelengkapan administrasi, banyak pejabat pemerintah yang justru memberikan pernyataan kontroversial. Inilah yang pada akhirnya masalah ini menjadi masalah politik. Soalnya, bukan sekali dua kali ini saja FPI mengajukan perpanjangan izin. Slamet menjelaskan, FPI telah berniat baik dengan mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hanya saja, misalkan FPI sudah memenuhi segala persyaratan kemudian izin tidak keluar, dia bilang, tidak ambil pusing. “Kita terus dengan gerakan kita dengan perjuangan kita,” ujarnya. Slamet berpendapat bahwa FPI dipersulit oleh Kementerian Agama dalam membuat surat rekomendasi perpanjangan SKT di Kemendagri karena Kemenag menyoroti kalimat khilafah nubuwah dalam AD/ART FPI. Menurutnya, khilafah nubuwah yang dimaksud FPI ialah memperkuat kerja sama umat Islam antarnegara. Misalnya, seperti menyatukan mata uang berbagai negara mayoritas Islam menjadi dinar. Slamet merasa bahwa Kemenag kurang memahami khilafah. Meski jelas mendukung penegakan khilafah, Slamet menyebutkan bahwa khilafah versi FPI tidak akan merongrong NKRI. “Kami NKRI harga mati.” Beberapa bentuk khilafah yang didukung FPI ialah penguatan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan penyatuan mata uang bagi negara-negara Islam seperti di Eropa. Khilafah ala minhajin nubuwah itu, pertama, FPI ingin memperkuat OKI agar sesame negara Islam saling mengayomi. Di sisi lain, FPI mengusulkan agar negara berbasis mayoritas Islam memiliki mata uang tunggal, seperti Euro. Khilafah versi FPI juga mendorong negara-negara berpenduduk mayoritas muslim seperti Indonesia dan Malaysia tidak perlu menggunakan paspor antarnegara. Kepala Bidang Penegakan Khilafah FPI, Awit Masyhuri, menantang siapa saja agar menggarisbawahi dalam hal apa FPI bertentangan dengan Pancasila. “Asas kami Islam, dan alirannya Aswaja (Ahlus Sunnah wal Jama’ah). Soal khilafah, ini dibahas di Munas, kami gagas khilafah Islamiyah versi FPI. Kami mendorong negara-negara Islam di OKI membentuk khilafah seperti Uni Eropa. Itu khusus dunia Islam. Artinya dunia Islam bersatu, bukan melahirkan khilafah,” kata Awit dalam video talkshow Mata Najwa di Narasi TV yang bertajuk FPI: Simalakama Ormas yang diunggah di akun Youtube resmi Najwa Shihab. FPI didirikan tanggal 17 Agustus 1998, bertepatan dengan hari proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Awit mengatakan tanggal itu saja sudah menjelaskan bahwa, “Kita ini NKRI banget.” Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hidayat Nur Wahid, mengatakan bahwa Kemendagri semestinya tidak perlu membesar-besarkan urusan perpanjangan izin FPI. “Sementara yang lain enggak pernah ditanya tuh, Anda sudah perpanjang izin apa belum.” FPI menurutnya bukanlah ormas yang bertentangan dengan ideologi Pancasila dan bahkan sangat dekat dengan rakyat. Hidayat mengklaim bahwa pimpinan FPI Rizieq Shihab kerap bicara memperjuangkan NKRI. “Mereka ada di garda terdepan untuk membantu masyarakat, misal korban banjir dan sebagainya.” FPI punya hak politik seperti organisasi politik lain. “Perlu ditegaskan, FPI dalam berpolitik tidak mencari jabatan atau kursi. Kami mengajukan konsep. Soal jadi partai, sejak awal pendiriannya tidak boleh menjadi partai,” ujar Awit. Tak Mudah Bubarkan FPI Upaya beberapa pihak yang ingin membubarkan FPI tidak ini kali saja. Pada Oktober 2014, misalnya, Polda Metro Jaya sempat memberikan rekomendasi ke Kemendagri untuk membubarkan FPI. Tuntutan pembubaran ini menyusul demo FPI di DPRD dan Balaikota DKI Jakarta pada 3 Oktober 2014. Demo tersebut menolak Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai gubernur. Demo berlangsung ricuh. Sebanyak 11 petugas kepolisian terluka dan 22 anggota FPI ditetapkan menjadi tersangka. Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Unggung Cahyono, kala itu berucap pihaknya sudah dua kali memberikan rekomendasi kepada Kemendagri untuk membubarkan FPI. Tapi dia menegaskan pembubaran tersebut bukanlah wewenang Polri, melainkan Kemendagri. Habib Rizieq yang kala itu sebagai Ketua Umum FPI mengingatkan pembubaran organisasi sebesar FPI tidak mudah. Sebab perlu ada proses untuk membubarkan sebuah organisasi yang didasarkan pada undang-undang. "Tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kita punya undang-undang dan aturan," ujarnya. Pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY, juga dianggap duri dalam daging bagi pemerintah. Kala itu, sudah beberapa kali muncul tuntutan agar FPI dibubarkan. Bahkan Presiden sendiri sudah mengakui FPI sering membuat resah. Pernyataan itu antara lain dikeluarkan SBY, pada tahun 2011, saat perayaan hari Pers Nasional di Kupang NTT. Kala itu SBY memerintahkan agar organisasi massa yang menciptakan keresahan ditindak tegas, jika perlu dibubarkan. Nyatanya, hal itu hanya sampai di situ saja. FPI tetap tegar. Lalu, pada saat jumpa pers di Istana Negara, 13 Maret 2012, SBY juga mengatakan hal senada. Kala itu, Presiden menyatakan ormas yang dianggap paling sering melakukan aksi kekerasan adalah FPI. Cuma, Presiden hanya meminta FPI melakukan instrospeksi diri. Sapai di situ saja. Dulu Benci Sekarang Cinta Panglima Laskar Pembela Islam (LPI), Maman Suryadi Abdurrahman, mengklaim jumlah anggota FPI saat ini mencapai lebih dari satu juta orang. Kiprah FPI dalam membantu korban bencana alam di Indonesia tidak bisa dianggap sepele. Ormas ini selalu terdepan dalam setiap penanganan bencana. Stephen Wright menulis dedikasi FPI tersebut dalam artikel berjudul "When Disaster Hits, Indonesia’s Islamists are First to Help" yang diunggah di The Washington Post pada 11 Juni lalu. Dia mengawali tulisan itu dengan menceritakan bendera FPI yang terpasang di rumah Anwar Ragaua, korban tsunami Palu. Lelaki berusia 50 tahun itu tak menghiraukan perintah polisi untuk menurunkan bendera tersebut. Anwar adalah satu-satunya nelayan yang selamat saat tsunami melanda ibukota Sulawesi Tengah 28 September lalu. Anwar mengenang bahwa saat itu tidak ada polisi dan pemerintah yang membantu evakuasi di daerahnya. Sebaliknya, pihak pertama yang menawarkan harapan kepadanya adalah FPI. Bahkan FPI turut menyerahkan kapal baru untuknya kembali melaut. Kehadiran FPI dalam tanggap bencana mulai dilakukan pada saat terjadi tsunami Aceh tahun 2004. Tsunami ini menewaskan lebih dari 200 ribu orang di Serambi Mekah. Teranyar, FPI turut berperan dalam mengevakuasi korban gempa dan tsunami Palu yang menewaskan lebih dari 4.000 jiwa. Mereka membantu pencarian korban, mendistribusikan bantuan ke daerah pelosok, dan membangun perumahan sementara dan masjid baru. FPI memang unik. Banyak orang mengaku, dulu membenci sepak terjang FPI, namun kini berbalik demen banget. Ahmad Dhani dan Ratna Sarumpaet adalah dua orang top yang layak dijadikan contoh. Pada 2005, Dhani sempat musuhan dengan FPI. Gara-garanya, FPI melaporkan dirinya ke Polda Metro Jaya pascapeluncuran album Laskar Cinta (2004). Dewa dianggap menyalahgunakan simbol-simbol Islam lantaran memuat kaligrafi bertuliskan “Allah” di sampul album Laskar Cinta. Dhani dan rekan-rekannya di Dewa juga dituding melecehkan Islam karena menginjak-injak karpet merah bertuliskan “Allah” saat konser yang disiarkan di televisi. Kasus ini pada akhirnya berakhir damai. Dhani lolos dari jerat hukum setelah Dewa melakukan revisi logo dan mencetak ulang sampul albumnya yang kontroversial itu. Bahkan, belakangan ini Dhani dan FPI bergabung dalam satu kubu dalam menyikapi dugaan penodaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Aktivis perempuan Ratna Sarumpaet lebih frontal lagi. Pada Agustus 2009, ia membuat petisi pembubaran FPI. Petisi itu dimuat dalam sebuah alamat website http://www.change.org dan diteruskan kepada Presiden SBY. Ada tiga alasan yang membuat Ratna benci dengan FPI. Pertama, saat Pembuatan Film Lastri di Solo (2008), FPI menginjak-injak izin Produksi yang dikeluarkan Mabes Polri. Kedua, FPI mengancam akan bikin rusuh apabila Konser Lady Gaga digelar, Juni 2012. Ketiga, FPI mengancam akan menggagalkan Natal di Semarang, Desember 2012. Sama dengan Dhani, belakangan Ratna juga bersekutu dengan FPI. Bahkan organisasi sayap FPI yakni Laskar Pembela Islam (LPI) mengirim anggotanya untuk menjaga rumah Ratna saat aktivis ini mengaku dianiaya sejumlah orang. Belakangan terungkap, soal penganiayaan itu, Ratna berbohong. Kini, FPI dibenci sekaligus dinanti. Wacana pelarangan FPI yang dilontarkan Presiden Jokowi, oleh banyak pihak, bukan karena perbedaan ideologi, melainkan terkait sikap oposisi FPI selama ini. Ideologi FPI sudah tidak perlu dipertanyakan, karena organisasi tersebut sejalan dengan Pancasila dan mendukung NKRI. Namun, sikap Jokowi ke FPI naga-naganya mirip kasus Hizbut-Tahrir Indonesia atau HTI. Dua ormas ini dianggap berbeda dan disudutkan tanpa diajak duduk bersama. Demokrasi menjamin orang untuk berbeda pendapat. Sudah selayaknya pemerintah mengakhiri kebiasaan menggulung ormas yang berlawanan dengan pemerintah.

Ternyata "Teroris" Blackout Total Bernama Sengon

Ada perang cyber yang berlangsung senyap. Oleh Mochamad Toha (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Apakah pemadaman total jaringan listrik PT PLN pada Minggu (4/8/2019) itu hanya semata ketidakbecusan manajemen PLN? Tidakkah ada yang berpikiran bahwa blackout total itu ada kaitannya dengan cyber crime untuk tujuan tertentu? Misalnya, tujuan tertentu seperti politik atau ekonomi untuk menekan lawan politik, sehingga berbuah bargaining atau untuk mendapatkan keuntungan ekonomi. Wujud dari penekanan ini biasanya berupa “sabotase” politik dan/atau ekonomi. Atau bisa juga koalisi keduanya: politik dan ekonomi. Seperti diungkap Direktur The Global Future Institute Prof. Hendrajit, blackout total yang dialami PLN itu pada perkembangannya membawa dampak sosial politik dan sosial ekonomi. Naluri jurnalistiknya mengatakan, ada sesuatu yang berlangsung di balik blIackout total. Ada perang cyber yang berlangsung senyap? Siapapun yang mengandalkan teknologi komunikasi dan transportasi tiba-tiba lumpuh. Siapa paling dirugikan? Hendrajit mengungkap fakta penting yang tak disorot media: Pertama, Blackout total terjadi ketika PLN sedang mengalami kekosongan kepemimpinan. Dirut PT PLN (Sofyan Baasyir) terjerat perkara hukum; Kedua, Menkopolhukam Wiranto, Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, dan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavia tidak berinisiatif membuat pernyataan melalui pers. Padahal, blackout total pada perkembangannya membawa dampak sosial politik dan sosial ekonomi; Ketiga, Ketika semua alat komunikasi lumpuh akibat blackout, satu satunya alat komunikasi yang berfungsi adalah telpon satelit. “Sabtu 2 minggu lalu Mandiri diubek-ubek sistemnya sampai saldo nasabah kacau-balau,” ungkap Hendrajit. “Sekarang ini sistem kelistrikannya. Siapa ya kira-kira penjahatnya?” lanjutnya. Di London blackout karena cyber attack ke pembangkit listrik, dan jadi sarana pemerasan oleh IT Mogul dari Silicon Valley untuk menguasai data negara-negara G12. Gegara blackout total, Hendrajit sampai perlu baca buku karya Lawrance E. Joseph bertajuk Aftermath dan novel mantan Presiden AS Bill Clinton The Missing President. Pada 2002 atau sebelumnya, National Academy of Sciences pernah memperingatkan bahwa ledakan matahari bisa memutus jaringan energi. Memaksa 100 juta penduduk Amerika hidup tanpa listrik. Tak ada telekomunikasi. Tak ada bahan bakar. Tak ada air. Tak ada perbankan, tak ada penegakan hukum. Tak ada militer. Lawrance menulis buku ini pada 2002 untuk memprediksi skenario terburuk untuk Amerika menghadapi kiamat kecil pada 2012. Sekaligus petunjuk buat mempersiapkan diri bertahan menghadapi kiamat 2012. Namun, saat Bill Clinton pensiun dari presiden pada 2000, rupanya punya kecemasan yang sama seperti Lawrance. Bedanya Clinton, mungkin dengan menyerap pengalamannya waktu jadi presiden, memberi sudut pandang yang beda dengan Lawrance dalam menggambarkan skenario terburuk seperti digambarkan dalam buku Aftermath. Dalam novel yang ditulis Clinton bersama James Peterson, berjudul The Missing President, penyebabnya bukan ledakan matahari yang berakibat memutus jaringan energi. Melainkan akibat kejahatan cyber. Cyber Crime. “Mungkin saja itu yang terjadi di kita tadi, cyber crime yang berujung proyek, seperti yang sudah-sudah,” ungkap Hendrajit. Tawaran dari negeri seberang untuk “membantu” proyek pengadaan suplai listrik sehingga tidak terjadi lagi “pemadaman”. Kabar adanya pemadaman aliran listrik akibat gangguan pada sejumlah pembangkit di Jawa datang dari I Made Suprateka, Executive Vice President Corporate Communication & CSR PLN, Minggu (4/8/2019). PLN mohon maaf atas pemadaman yang terjadi akibat Gas Turbin 1-6 Suralaya mengalami trip, sementara Gas Turbin 7 saat ini dalam posisi mati (Off). Selain itu Pembangkit Listrik Tenaga Gas Turbin Cilegon juga mengalami gangguan atau trip. Gangguan ini mengakibatkan aliran listrik di Jabodetabek mengalami pemadaman. “Kami mohon maaf sebesar-besarnya untuk pemadaman yang terjadi, saat ini upaya penormalan terus kami lakukan,” ungkap Made Suprateka. Bahkan, katanya, beberapa Gardu Induk sudah mulai berhasil dilakukan penyalaan. Di Jabar, terjadinya gangguan pada Transmisi SUTET 500 kV mengakibatkan padamnya sejumlah area seperti Bandung, Bekasi, Cianjur, Cimahi, Cirebon, Garut, Karawang, Purwakarta, Majalaya, Sumedang, Tasikmalaya, Depok, Gunung Putri, Sukabumi, dan Bogor. “Sekali lagi kami mohon maaf dan pengertian seluruh pelanggan yang terdampak akibat gangguan ini, kami berjanji akan melakukan dan mengerahkan upaya semaksimal mungkin untuk memperbaiki sistem agar listrik kembali normal,” tutur Made Suprateka. Dari sisi perbaikan penyebab gangguan: sudah dilaksanakan pengamanan GSW yang putus, dan penyalaan kembali GT di Suralaya; akan dilaksanakan scanning assesment kondisi GSW yang se type; pengaturan beban dari UP2B untuk meminimalisir pemadaman. Demikian penjelasan Made Suprateka menyusul blackout total aliran listrik tersebut. Presiden Joko Widodo sendiri langsung mendatangi Kantor Pusat PT PLN, Senin (5/8/2019). Presiden ingin mendengan langsung peristiwa pemadaman total Minggu (4/8/2019). Menurutnya, dalam sebuah manajemen besar seperti PLN ini mestinya, ada tata kelola risiko-risiko yang dihadapi dengan manajemen besar tentu saja ada contingency plan, ada backup plan. “Kenapa itu tidak bekerja dengan cepat dan dengan baik?” ujarnya. “Saya tahu peristiwa seperti ini pernah kejadian di tahun 2002, 17 tahun yang lalu, Jawa dan Bali. Mestinya itu bisa dipakai sebuah pelajaran kita bersama. Jangan sampai kejadian yang sudah pernah terjadi itu kembali terjadi lagi,” lanjut Presiden. Di hadapan Presiden Jokowi, Plt Direktur Utama PT PLN (Persero) Sripeni Inten Cahyani mengakui proses penanganan listrik mati yang melanda sejumlah wilayah Jateng, Jabar, DKI Jakarta, hingga Banten berjalan lambat. Listrik padam berlangsung hingga berjam-jam dan baru malam kembali menyala, meskipun belum menyeluruh. “Kami mohon maaf Pak prosesnya lambat, kami akui prosesnya lambat,” kata Sripeni kepada Presiden Jokowi. Sripeni menjelaskan awal masalah terjadinya peristiwa mati listrik di sejumlah wilayah di Jateng, Jabar, DKI Jakarta, hingga Banten. Ia menyatakan terjadi masalah di Saluran Udara Tegangan Ektra Tinggi (SUTET) 500 kV Ungaran- Pemalang. Ia mengatakan sistem kelistrikan di Jawa-Bali terdapat dua sistem, yaitu sistem utara dan selatan. Masing-masing dari sistem itu terdapat dua sirkuit atau jaringan, sehingga total ada empat jaringan. Menurutnya yang bermasalah pada jaringan utara. “Jadi pada di utara, Ungaran, Pemalang pertama terjadi gangguan pada pukul 11.48 WIB, kemudian sirkuit, jadi terjadi gangguan, dua line terjadi gangguan,” lanjutnya. Penjelasan Sripeni terkait teknis pemadaman listrik pun sudah diungkap. “Pertanyaan saya, tadi di penjelasannya panjang sekali. Pertanyaan saya Bapak/Ibu semuanya ini kan orang pintar-pintar apalagi urusan listrik sudah bertahun-tahun, apakah tidak dihitung, apakah tidak dikalkulasi bahwa akan ada kejadian-kejadian sehingga kita tahu sebelumnya.” Tampaknya, Presiden Jokowi tidak puas dengan penjelasan Sripeni itu. “Kalau tahu-tahu drop gitu artinya pekerjaan-pekerjaan yang ada tidak dihitung, tidak dikalkulasi dan itu betul-betul merugikan kita semuanya,” tegasnya. “Mohon izin menambahkan, Bapak. Tadi yang Bapak sampaikan mengenai kalkulasi, kami memiliki ketentuan Bapak, m-1, kemudian emergency-nya adalah m-1-1. M itu adalah jumlah sirkuit Bapak,” jawab Sripeni. Dijelaskannya, di dalam sistem yang masuk tadi utara dan selatan tadi ada 2 sirkuit di utara dan 2 sirkuit di selatan, ada jumlahnya 4. Kemudian 2 hilang secara tiba-tiba, jadi menjadi m-2. “Kemudian satu itu sudah ada pemeliharaan, jadi m-1 artinya pemeliharaan yang dibolehkan adalah 1, yaitu di selatan. Ini yang kami tidak antisipasi adalah terjadinya gangguan 2 sirkuit sekaligus,” lanjut Sripeni. “Ini yang secara teknologi nanti kami akan investigasi lebih lanjut, Bapak, berkaitan dengan gangguan di satu tempat tersebut dan mudah-mudahan nanti inilah yang dari sisi keteknisan akan menjadi improvement ke depan,” tambah Sripeni. Menurut Presiden Jokowi, yang paling penting perbaiki secepat-cepatnya yang memang dari beberapa wilayah yang belum hidup segera dikejar dengan cara apapun supaya segera bisa hidup kembali. “Kemudian hal-hal yang menyebabkan peristiwa besar ini terjadi sekali lagi saya ulang jangan sampai kejadian lagi. Itu saja permintaan saya. Baiklah, terima kasih,” tegas Presiden Jokowi saat mengakhiri perbincangannya. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigjend Pol Dedi Prasetyo tentang penyebab blackout total baru-baru ini. Dedi menyebut, pohon sengon di wilayah Ungaran sebagai penyebab pemadaman listrik secara massal itu. Terkait kesimpulan tersebut, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani pun mengkritisi Mabes Polri. “Ya, saya malah ingin mengkritisi kesimpulan Mabes Polri yang terlalu cepat,” ujar Arsul Sani, Selasa (6/8/2019). Sripeni membantah pernyataan Brigjen Dedi Prasetyo. Ia menegaskan, investigasi terhadap penyebab pemadaman listrik secara massal itu belum rampung. “Enggak, jadi kompleks. Sistem Jawa Bali itu sangat kompleks, rekan-rekan perlu pahami,” tegasnya. “Ada 250 pembangkit, kemudian 5.500 gardu induk, 5.000 km sirkuit transmisi 500 kV dan 7.000 km transmisi 150 kV,” ungkap Sripeni seusai pertemuan dengan Komisi VII DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (6/8/2019). Menurut dia, penyebab pemadaman listrik secara massal tersebut bukan tunggal. “Jadi mohon izin, berikan kami waktu untuk melakukan investigasi dan assesment dengan menyeluruh,” tegas Sripeni, seperti dilansir berbagai media. Jika ternyata penyebab blackout total tersebut memang pohon sengon, betapa mahalnya harga “teroris” ini: Rp 1 triliun! ***

Cahaya Listrik Penting, Nur Illahi Jauh Lebih Penting

Kita butuh pemimpin yang sejuk bukan umuk, yang mengayomi bukan memusuhi, yang memberi contoh bukan yang menjiplak. Oleh Sri Widodo Soetardjowijono (Wartawan FNN) Jakarta, FNN - Lebih dari 15 jam bahkan ada yang 29 jam dalam kegelapan, tak membuat rakyat Indonesia sengsara apalagi terbelakang. Yang rugi paling-paling pengusaha besar, konglomerat, dan penjual jasa papan atas. Jika ada rakyat yang ikut sedih, larut dalam kekecewaan lalu murka, itu hanya bersifat emosional sesaat. Rakyat sudah terbiasa hidup dengan kebutuhan listrik minim, lampu pijar 5 watt. Mereka masih bisa jalan kaki, pakai kayu bakar, bahkan tidur dalam gelap. Bangsa Indonesia adalah bangsa Indonesia yang selalu bisa berdamai dengan segala keterbatasan. Tak dipungkiri, matinya listrik memang mengakibatkan mandegnya alat-alat transportasi. Tetapi di sisi lain, ini justru menguntungkan tukang ojek, sopir angkot, dan tukang becak. Kebanjiran penumpang - kaum terpinggirkan ini - ibarat ketiban durian runtuh. Demikian juga putusnya alat komunikasi melahirkan hikmah tersendiri, membuat masyarakat kembali saling sapa dan tegur. Jika sebelumnya mereka sibuk dengan gadget masing-masing, kemarin mereka asyik berdiskusi, ngobrol dan sesekali berkeluh kesah. Warung tradisionalpun menjadi ramai pembeli. Ada miliaran jutaan yang saat itu kembali berputar di tangan masyarakat. Juga ada miliaran rupiah kerugian yang diderita oleh para pengusaha telekomunikasi, pebisnis startup, dan kartel ritail. Tidak usah ikut panik, mereka sudah menghitungnya. Sehari setelah tragedi listrik padam berjamaah, Presiden mendatangi kantor pusat PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). PLN sibuk mempersiapkan kedatangan orang yang paling bertanggungjawab di republik ini. Jalanan disteril, pasukan pengawal disiapkan, dan obat-obatan tak boleh ketinggalan. Namun sayang, apa yang disampaikan presiden saat di depan direksi PLN, tak membuat masyarakat lega. Bahkan, usai bertemu pejabat PLN, presiden tidak menyediakan waktu untuk bertanya jawab dengan wartawan, sebagai penyambung lidah masyarakat luas. Ia langsung pergi. Publik tidak mendapatkan gambaran yang jelas mengapa kasus mati listrik total yang juga diberitakan oleh media internasional itu bisa terjadi dan apa saja solusi jangka panjangnya. Semua bertanya-tanya. Presiden hanya minta kepada Direksi PLN perbaikan secepatnya dengan cara apapun. Tak mau tahu. Seremoni bertemu direksi PLN tidak imbang dengan persiapan yang dilakukan untuk menyambutnya. Ini salah satu bukti betapa tidak efisiennya sebuah acara – sesuatu yang ia kampanyekan selama ini. Mengapa tidak kirim rilis saja ke seluruh media massa? Hemat dan cepat. Kedatangan presiden ke kantor pusat PLN tak memberikan solusi yang nyata. Ada kesan Presiden menyalahkan PLN yang dikhawatirkan akan merusak citra BUMN tersebut. Tapi bukankah pembangkit-pembangkit listrik menjadi salah satu objek vital nasional yang menjadi tanggungjawab negara. Mati listrik bukan merusak citra PLN, tetapi justru citra Presiden yang jeblok. PLN dalam waktu dekat dipastikan tidak akan menemukan penyebab secara jelas, apalagi pucuk pimpinan PLN baru berstatus pelaksana tugas yang ditunjuk 2 hari lalu. Saya tidak bisa menduga apakah ada sabotase atau persaingan calon direktur utama PLN, ada alat-alat baru dari Cina yang bakal dipasang, ada faksi-faksi yang punya kepentingan. Sekali lagi saya tidak tahu. Tapi semua dugaan itu bisa saja terjadi. Yang jelas ada masalah akut yang terjadi di tubuh BUMN kita. Jika Presiden mampu dan mau merevolusi semua BUMN, maka kasus-kasus yang terjadi pada Pertamina, Krakatau Stell, Garuda Indonesia, Pupuk Indonesia, PLN dan BUMN lainnya, bisa diatasi. Yang menjadi perhatian masyarakat adalah betapapun hebatnya seorang Presiden jika tidak dibarengi dengan dukungan yang kuat, maka sia-sia. Setinggi apapun visi Presiden, jika tak mampu dibuktikan, maka masyarakat hanya akan menilai sebagai “Cuma Khayalan.” Masih lekat dalam ingatan kita, saat Jokowi nyebur ke dalam got, mejeng di depan “Mobnas Esemka”, kampanaye soal drone, imam sholat, pakaian sederhana, unicorn, dan terakhir mobil terbang. Sikap dan perilaku Jokowi sungguh membius sebagian masyarakat sehingga mereka merasa memilik presiden yang didambakan: sederhana dan merakyat, cerdas dan pekerja keras. Tapi ironis, jika masyarakat telah mendapatkan presiden idaman sesuai dambaan, mengapa sejak 2014 gaduh ini tak pernah berlalu? Pernahkah pembisik Jokowi mengevaluasi kenyataan ini. Atau sengaja tidak mengevaluasi karena masih ada penggemarnya? Di sisi lain banyak pula masyarakat yang menyimak perilaku Jokowi sebagai sosok yang membosankan. Melihat fotonya saja ogah. Hidupnya penuh dengan kebohongan. Kadang terlihat sebagai presiden yang sinis, angkuh, dan egois. Terlihat redup, tak ada pancaran sinar yang menyala. Melihat kenyatan ini, banyak masyarakat yang resah dan gelisah. Ada jiwa-jiwa yang terkoyak, ada hati yang tersakiti, perasaan yang dilukai dan ada janji yang dikhianati. Kita butuh pemimpin yang sejuk bukan umuk, kita butuh pemimpin yang mengayomi bukan memusuhi, yang memberi contoh bukan yang menjiplak, yang nyata bukan pencitraan, yang natural bukan artifisial, yang bisa menterjemahkan kemauan rakyat bukan pemimpin yang semaunya sendiri. Kita butuh presiden yang di wajahnya terpancar cahaya Tuhan. Wajah-wajah bersahabat, tenteram dan damai, ihklas dan tanpa pamrih. Maka, berhentilah berkhayal dan mengelabuhi rakyat. Bekerjalah secara teratur, terukur, dan penuh syukur. Lima tahun ke depan demokrasi Indonesia belum tentu semaju Amerika, ekonomi Indonesia belum setangguh Cina, kekayaan Indonesia belum sehebat Abu Dhabi. Woles aja. Buktikan bahwa tidak ada lagi cebong dan kampret, bukan sebatas wacana. Hentikan produsen buzzer. Katakan dan yakinkan kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa tidak ada Islam radikal, intoleran, dan anti-NKRI. Jika tidak, maka stigma menjijikkan ini akan terus dipelihara dan dipanen setiap 5 tahun sekali. Jadilah pemimpin yang bertabur Nur Illahi.