ALL CATEGORY

Untung Saldo Rekening Eror, bukan Rush

Oleh Iriani Pinontoan (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Ekonomi nasional memang dalam kondisi parah. Seharusnya tidak diperparah transaksi perbankan carut marut dalam dua hari terakhir. Nasabah bank plat merah terkaget-kaget. Sejak Sabtu pagi (20/7), nasabah melaporkan rekening mereka bertambah. Sebagian lainnya berkurang. Buat yang bertambah, tentu menyenangkan. Sebaliknya, berkurang bisa panik.Apalagi jika kurangnya banyak. Meskipun sudah ada penjelasan resmi dari Corporate Secretary Bank Mandiri, Rohan Hafas tentang terjadinya perubahan drastis saldo akibat sistem eror, tetap menyisakan tanya. Mengapa terjadi jika proses tutup buku akhir minggu itu rutin? Investigasi sementara, ada memory deffect atau cacat pada sistem perangkat keras (hardware). Saat data nasabah, sekitar 15 juta dipindahkan dalam sebuah backup server, kemudian core server memproses transaksi yang terjadi sehari sebelumnya, ketika dipindahkan kembali ke backup server terjadi eror. Saldo nasabah pun tertukar. Nasabah panik. Tiba-tiba saldo mereka berkurang drastis,tapi juga ada yang bertambah drastis sampai Rp 95.000.000 juta. Luar biasa.Pencatatan janggal itu memicu nasabah ramai-ramai mendatangi Bank Mandiri, seperti terjadi di Balikpapan. Mereka antri bukan menarik tabungan, tapi memastikan rekennig mereka aman-aman saja. Sekitar 1,5 juta nasabah (10%) Bank Mandiri mengalami perubahan drastis saldo rekening. Saldo mereka tertukar. Sejak Sabtu sore pukul 15.30 WIB, normalisasi transaski pelayanan sudah pulih kembali. Internet banking, SMS banking, Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan electronic data capture. Meski normal, tapi semalam dapat informasi dari netizen di Perancis, hanya untuk mentransfer masing-masing Rp 1.000.000 ke Bank Mandiri dan BCA, ternyata gagal. Rohan Hafas menjelaskan, meski sudah normal, namun sebanyak 2.670 rekening nasabah tetap diblokir. Kantor cabang diperintahkan menghubungi nasabah yang melakukan penarikan dan transfer karena tidak mengetahui permasalahan sistem yang eror. Kejadian ini bisa menimbulkan berbagai spekulasi. Ada netizen menulis, jangan-jangan peretas membobol perangkat perbankan. Ada juga pendapat, sengaja dibuat agar nasabah tidak menarik dana serentak (rush).Bank bisa collaps. Beberapa waktu belakangan ini, warga net ramai-ramai menyuarakan agar segera menarik tabungan. Kenapa, karena pemerintah sedang mengalami kesulitan keuangan, termasuk bank milik pemerintah ( BUMN). Sebagian menyarankan invetasi emas atau membeli dinar.Rush sangat menakutkan bagi perbankan. Era digital memang memaksa perbankan melakukan perubahan ekstrim, jika tidak ingin tergilas. Sepuluh tahun lalu, bank ramai perbanyak cabang di dalam maupun luar negeri. Sejalan perkembangan smartphone cukup bertransaksi dari mana saja tanpa harus ke bank. Mau atau tidak,bank harus mengurangi kantor cabangnya. Kalau pun dipertahankan, hanya cabang di luar negeri. Dilematis. Belum lagi makin banyak pilihan aplikasi bertransaksi, seperti dilakukan perusahaan-perusahaan online. Makin mudah, semudah memencet tombol smartphone.

Rekonsiliasi, Upaya Jokowi Lepas dari "Dalang?"

Mochamad Toha (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Fakta bahwa selama ini Presiden Joko Widodo berada dalam “kendali” para dalang yang ada di belakang kekuasaan politiknya, sudah bukan rahasia lagi. Sebagian rakyat juga sudah tahu siapa saja “dalang” penyokong kekuasaan Presiden Jokowi. Meski pada awalnya Jokowi menolak ide rekonsiliasi, namun akhirnya mantan Walikota Solo ini menerimanya setelah mendapat tekanan dari “kekuatan besar” yang pegang data dan bukti pencurangan Pemilu (Pileg dan Pilpres), 17 April 2019 lalu. Mau buktinya? Republika.co.id, Selasa (Selasa 02 Jul 2019 17:33 WIB) menulis berita: Ketua KPU Tegur 12 Provinsi yang Belum Selesaikan Situng. Namun, anehnya, pada 21 Mei 2019 dini hari KPU sudah mengumumkan pemenang Pilpres 2019. Menurut Ketua KPU Arief Budiman, tak masuk akal jika pengisian data situng belum tuntas 100 persen. Sebab, TPS didirikan dan data dari TPS pun ada. “Jadi, kenapa kok tidak bisa selesai 100 persen? Kenapa berhenti di tengah-tengah,” ujarnya. “Semuanya saya tegaskan harus selesai 100 persen. Supaya untuk Pilpres 2024 nanti juga bisa selesaikan 100 persen,” tegas Arief. Dia melanjutkan, ada 10 provinsi lain yang belum 100 persen menyelesaikan situng,” ungkapnya kepada wartawan. Yaitu: Kepulauan Riau (99,6 persen), Jabar (99,7 persen), Jatim (99,7 persen), Kalsel (99,8 persen), Sulut (99,9 persen), Maluku (75,9 persen), Malut (99,1 persen), Papua (71 persen) dan Papua Barat (79,9 persen) dan Sumut. Sangat janggal bukan? Sebenarnya masih ada banyak pertanyaan upaya mencari keadilan dari paslon 02. Apakah keputusan Bawaslu menolak pemeriksaan perkara pelanggaran TSM yang diajukan paslon 02 Prabowo Subianto – Sandiaga Uno itu adalah benar berdasarkan UU? Dapatkah Bawaslu menolak pemeriksaaan sebuah laporan dari peserta pemilu yang merasa dirugikan? Mengapa Bawaslu tidak bersedia memeriksa perkara tersebut? Apakah Bawaslu dibenarkan menolaknya dengan alasan perkara tak dilengkapi dengan bukti pendukung? Bukti pendukung apa yang dimaksud oleh Bawaslu?Apakah bukti DPT Papua yang 3,5 juta, sedangkan jumlah penduduk Papua hanya 3,3 juta tidak merupakan bukti pendukung? Fakta bahwa pelanggaran pemilu secara TSM sudah menjadi pengetahuan publik. Fakta bahwa Prabowo – Sandi meraih suara pemilih terbanyak. Fakta bahwa aparat, KPU, Bawaslu, MK tidak netral, berpihak pada paslon 01 Joko Widodo – Ma’ruf Amin dan koalisi partai pengusung 01. Fakta bahwa hasil pemilu dimanipulasi. Fakta Bawaslu berpihak ke 01 dan menjadi bagian dari pelanggaran TSM/pencurangan pemilu terlihat jelas pada keputusan Bawaslu menolak pemeriksaan perkara yang diajukan 02. Fakta bahwa Bawaslu membiarkan pelanggaran TSM oleh KPU, yang seharusnya menjadi tugas/kewajiban Bawaslu mencegahnya. Contoh pelanggaran TSM oleh KPU yang dibiarkan Bawaslu: Penetapan DPT 2019 sebesar 193 juta pemilih, di mana adanya dugaan terdapat sedikitnya 17,5 juta pemilih ilegal sudah disampaikan oleh paslon 02 ke KPU, namun tidak ditanggapi KPU. Seharusnya Bawaslu memeriksa KPU atas penetapan DPT 2019. Contoh Pelanggaran TSM oleh KPU yang diabaikan Bawaslu. Penetapan rekapitulasi hasil pemilu oleh KPU yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi, tidak transparan, pada pukul 01.00 dini hari, tidak didukung bukti C1 TPS, tidak disetujui paslon 02, kolutif dan manipulatif Tidak Diperiksa oleh Bawaslu. Contoh Pelanggaran TSM oleh KPU yang tidak diperiksa Bawaslu. Penyajian Rekap hasil pemilu pada Situng yang telah terbukti mengandung banyak kesalahan, sudah dilaporkan dan dibuktikan 02, namun tetap diteruskan oleh KPU. Fakta bahwa Situng sampai hari ini Gagal menuntaskan Rekap Pemilu. Banyak contoh pelanggaran TSM oleh kubu 01 yang sudah dilaporkan ke Bawaslu dan sebagian sudah diperiksa di MK, di mana pemeriksaan di MK itu jadi sia-sia karena MK dalam putusan menyatakan pelanggaran TSM itu kewenangan Bawaslu. Jadi, untuk apa MK periksa jika sebut Bawaslu yang berwenang. Alasan KPU menetapkan DPT 193 juta dan Rekap Pemilih 2019 sebesar 199,3 juta adalah menjamin hak pilih warga negara sudah terbukti sebagai alasan palsu. Padahal, alasan sebenarnya adalah agar KPU mudah memanipulasi hasil pemilu yang bisa merugikan 02 dan partai-partai tertentu peserta pemilu. Alasan KPU menetapkan 267 ribu TPS tambahan untuk memudahkan dan mempercepat proses PSU dan penetapan Rekap hasil pemilu sudah terbukti adalah alasan palsu. Hingga hari ini KPU tidak bisa menyajikan rekap 813.336 TPS berdasarkan rekap C1 yang sah. Padahal, alasan KPU sebenarnya dalam penetapan 267 ribu TPS Tambahan adalah: Pertama, sebagai sumber puluhan juta suara siluman yang ditambahkan untuk 01, PDIP, dan Nasdem; Kedua, untuk mencegah paslon 02 membuktikan pencurangan/manipulasi karena mustahil 02 dapat menyediakan 267 ribu saksi di TPS tambahan. Penetapan KPU menambah 267 ribu TPS baru sangat merugikan 02 dan hampir semua partai peserta pemilu, incasu penyediaan minimal 267 ribu saksi dengan waktu-sumber daya yang sangat terbatas. Penambahan 267 ribu TPS ini adalah bukti pelanggaran TSM oleh KPU, tapi dibiarkan oleh Bawaslu. Itulah sebagian pencurangan yang data dan buktinya telah dipegang oleh “kekuatan besar” tadi. Dengan fakta yang disodorkan ini, Jokowi hanya pasrah. Lepas Dalang Meski paslon 01 telah ditetapkan KPU berdasarkan putusan MK dan MA, tampaknya Jokowi dan TKN Jokowi – Ma’ruf belum yakin benar dengan “kemenangan” yang dipegangnya. Ini terlihat dari betapa risaunya mereka sebelum Jokowi bertemu Prabowo. Pertemuan Jokowi dan Prabowo di Stasiun MRT Lebak Bulus bisa disebut sebagai upaya rekonsiliasi yang dirancang bersama Teuku Umar (diwakili Budi Gunawan), Cendana, dan Hambalang (Prabowo). Ini lepas dari “Dalang” Penyokong Utama Jokowi. Sudah menjadi rahasia umum, Susilo Bambang Yudhoyono, Luhut Binsar Panjaitan, dan AM Hendro Priyono adalah tiga jenderal purnawirawan penyokong utama Jokowi sejak menjabat Walikota Solo, selain CSIS. Ketiganya adalah tokoh utama di balik keberhasilan Jokowi menjadi presiden 2014-2019 dan penguasa sebenarnya di balik rezim Jokowi. Namun, posisi SBY adalah primus inter pares di antara tokoh-tokoh tersebut. Hendro, tokoh penemu, perekrut, dan pembina awal Jokowi sejal 2006. Luhut adalah tokoh penyandang dana segala pencitraan Jokowi pada masa-masa awal (2007-2011) melalui aliran uang puluhan miliar dari PT Toba Sejahtra ke PT Rakabu Sejahtera. Namun, SBY adalah tokoh terakhir namun menentukan. Selain ketiga jenderal itu, juga ada nama Letjen TNI Agus Widjojo (sekarang Gubernur Lemhanas) yang sudah terlibat dalam persiapan menjadikan Jokowi sebagai “presiden proksi”. Masih ada puluhan jenderal lain eks kelompok Begawan yang sejak 2011 turut membantu kemenangan Jokowi pada Pilkada DKI Jakarta 2012 dan Pilpres 2014. Jadi, wajar saja jika masih ada sebagian jenderal yang “setia” di belakang Jokowi. SBY tetap primus inter pares di antara semuanya. Posisinya sebagai presiden, strategi politik yang luar biasa, deception tiada tara, sumber daya yang lebih dari cukup dan lain-lain sudah menjadi jaminan keberhasilan Jokowi menang Pilkada 2012 dan Pilpres 2014. Catat, tanpa SBY, Jokowi bukan siapa-siapa! Sebagai primus inter pares, SBY memperoleh konsesi politik jauh lebih besar bila dibandingkan Hendro, LBP, dan yang lainnya dalam pemerintahan Jokowi. SBY adalah pemegang saham terbesar rezim Jokowi. Dari Singapura, SBY melempar gagasan untuk segera membuka ruang dialog antara Jokowi dengan Prabowo. Lantas, dilanjutkan dengan kecamannya kepada pihak-pihak tertentu yang melarang keras dan mengharamkan Prabowo bertemu Jokowi. Semua ini terjadi pasca pembatalan Prabowo untuk menemui SBY di Singapura. Pembatalan pertemuan Prabowo – SBY di Singapura adalah langkah tepat. Belakangan, saat takziyah di Puri Cikeas, SBY malah mendesak agar Prabowo “mengalah” lagi. Tak seperti pasca Pilpres 2014, kali ini Prabowo dengan tegas menolak permintaan SBY itu. Pasalnya, banyak data dan bukti terjadi pencurangan Pilpres 2019. Apalagi, saat persidangan PHPU di MK, persoalan pencurangan itu dilihat dan didengar rakyat. Meski pada akhirnya dikalahkan oleh MK dan dikuatkan MA, toh tampaknya Jokowi belum yakin benar dengan kemenangannya itu. Makanya, Jokowi dan kubunya sangat ingin bertemu dengan Prabowo. Akhirnya, bertemulah keduanya di Lebak Bulus itu. Menariknya, pertemuan Jokowi – Prabowo itu tidak dihadiri oleh Luhut yang selama ini setia mendampingi Jokowi. Apakah ini pertanda Jokowi ingin melepaskan diri dari kendali Luhut Cs untuk rekonsiliasi bersama Teuku Umar, Cendana, dan Hambalang? Kehadiran BG dalam pertemuan itu sangat mencolok. Boleh jadi, BG-lah yang ikut mengatur pertemuan Jokowi – Prabowo tersebut. Selain sebagai Kepala BIN, BG bisa dianggap sebagai tokoh yang “mewakili” Megawati Soekarnoputri (Teuku Umar). Tidak hadirnya Luhut yang selama ini digambarkan sebagai The Real President RI tersebut setidaknya bisa menjadi bukti adanya faksi dalam internal penyokong dan pendukung paslon 01. Sudah sejak 2015 Rencana Pilpres Jokowi vs Prabowo disiapkan. Penunggangan KPK – KPU – Bawaslu – MK disiapkan. Semua harus memenangkan Jokowi segala cara. Mastermind-nya SBY – Luhut – Hendro – CSIS. Kini, Jokowi mau lepas diri? ***

Misteri Pertamina di Del Sopo

Oleh Bagus Ra Kuti (Wartawan Senior) Rieke Diah Pitaloka mengorek dan mengapungkan masalah sensitif soal kelakuan pejabat tinggi negeri ini. Anggota komisi VI DPR RI ini, Kamis (18/7) mencecar Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, terkait rencana perpindahan gedung kantor BUMN migas itu dari kawasan Medan Merdeka Jakarta ke gedung Sopo Del milik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. "Proses penunjukkannya seperti apa, kami minta data tertulis supaya semua ada datanya karena ini perusahaan negara. Janggal atau tidak? Urgensinya apa dan harus tertulis," cecar Rieke. Sesungguhnya isu tentang boyongan kantor PT Pertamina ke Sopo Del sudah tercium publik sebelum pemilu. Kala itu, Pertamina melelang proyek mengangkut-angkut barang pindahan tersebut di webnya. Sejumlah pihak mulai bergunjing. Rupanya isu itu benar. Eksekusinya dalam waktu dekat. Gedung milik Luhut itu bernama lengkap Sopo Del Office Tower and Lifestyle Center. Lokasinya di kawasan Mega Kuningan III, Jakarta Pusat. "Kami terharu kok bisa begini (memiliki gedung). Hidup itu ya begitulah, ini mistery of life," kata Luhut dalam acara peresmian gedung tersebut 19 Januari 2018 lalu. Luhut pantas bersyukur. Nggak dinyana, karir politik dan bisnis pensiunan jenderal ini moncer di masa tuanya. Gedung itu bertemakan budaya Batak Toba. Nama "Sopo" diambil dari Bahasa Batak yang berarti rumah atau tempat bernaung. Sedangkan Del berasal dari Bahasa Ibrani yang berarti "selangkah lebih maju". Nama-nama ruangan diambil dari Bahasa Batak, semisal Tahuluk, Sortali, Artia, Anggara, Ringkar, Sikkora, dan Samisara. Kala itu, Luhut melakukan soft opening gedung mengundang koleganya di pemerintahan, partai politik, dan bisnis. Tampak hadir di antaranya Staf Ahli Wakil Presiden, Sofjan Wanandi; Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Wiranto; Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, hingga Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono. Sopo Del terdiri dari tiga tower dibangun di atas tanah seluas 1,7 hektare. Konstruksi gedung ini dikerjakan oleh perusahaan pelat merah PT Waskita Karya (Persero) Tbk. Tower A terdiri dari 33 lantai dengan floor plan 1.900 meter persegi. Adapun Tower B yang menjadi perkantoran strata terdiri dari 18 lantai dengan floor plan 1.300 meter persegi. Tentu saja, tiga tower ini tak mungkin ditempati sebagai kantor perusahaan milik Luhut sendiri. Bisnis properti lagi menawarkan cuan tinggi. Luhut perlu membuka sewa perkantoran. Sebagai pejabat tinggi, tentu saja tak sulit baginya membisiki sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk berkantor di Del Sopo. Nicke menyebutnya itu hanya pindah sementara. Tak cuma pindah ke Sopo Del tetapi juga ke Menara Mandiri. "Pindah sementara iya sedang disiapkan, karena kita mau ke Menara Mandiri. Annex ke Sopo Del iya. Sudah ya," katanya seperti dikutip CNBC Indonesia, Jumat (19/7). Dia juga bilang dipilihnya gedung Sopo Del sudah melewati proses tender dan prosedur sesuai standar dari berbagai opsi pilihan lokasi dan gedung. Selama ini Pertamina berkantor di gedung miliknya sendiri di kawasan Medan Merdeka Jakarta. Gedung itu menurut Direktur Keuangan Pertamina, Pahala Mansury, akan direnovasi tahun depan. Wakil rakyat pantas mempermasalahkan dipilihnya Sopo Del untuk kantor BUMN migas kebanggaan bangsa ini. Jangan sampai hal itu dibiarkan sebagai misteri sehingga menjadi pelampiasan bagi pihak-pihak tertentu untuk menyalurkan hasrat aji mumpung. Mempung lagi menjabat, mumpung lagi kuat. Mumpung …mumpung …

Buku Merah Sebaiknya Dibuka Saja, Kapolri Tito Pasti Tidak Terlibat

Jakarta fnn - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dan pengacara pribadinya Alghiffari Aqsa sebaiknya membuka saja kasus Buku Merah ke publik. Apa saja permasalahan hukum yang terkait dengan isi dari Buku Merah. Siapa saja orang-orang yang terlibat, bagusnya dibuka, sehingga bisa diketahui oleh publik dengan jelas. Tidak lagi menduga-duga “Kasus Buku Merah ini, bisa dipastikan tidak melibatkan Kapolri Jendral Tito Karnavian. Alasannya, tugas dan kewajiban Kapolri adalah memastikan hukum dapat ditegakkan dengan benar, murah, cepat serta efisien tanpa membeda-bedakan siapa dan dari kelas mana pelakuknya. Dengan demikian, tidak mungkin Kapolri Tito Terlibat kasus Buku Merah, “ujar politisi Partai Nasdem Kisman Latumakulita di Jakarta Jumat (19/07) Ditambahkan Kisman, ikon yang menjadi visi misi Tito sebagai Kapolri adalah Promoter (Profesional, Modern dan Terpercaya). Dengan ikon Promoter yang menjadi landasan pijakan kerja utama sebagai Kapolri, maka dipastikan Tito tidak terlibat kasus Buku Merah. Kecuali Tito mau mengkhianati ikon Promoter dan institusi kepolisian. Haqul yakin itu tidak mungkin dilakukan oleh Tito Publik sudah terlalu lama saling duga-menduga, saling tuduh-menuduh dan saling fitnah-memfitnah tentang apa yang tertulis dalam isi Buku Merah. Dan ujung-ujungnya dari semua itu adalah memproduksi dosa. Untuk itu, sebaiknya dibuka saja ke publik. Janganlah sampai ada dosa diantara, “kata Kisman yang juga wartawan senior tersebut Novel Baswedan dan pengacaranya Alghiffari Aqsa meminta agar Tim Pecari Fakta (TPF) kasus Novel Baswedan menambahkan Buku Merah sebagai salah dari enam kasus yang sudah disebut TPF menjadi latar belakang penyerangan terhadap dirinya. Alasan Novel karena Kapolri Tito pernah bertemu dengannya, dan menanyakan apakah dirinya sebagai penyidik Buku Merah “Selain itu, kasus Buku Merah dikaitkan dengan dua penyidik KPK, yaitu AKBP Roland Ronaldy dan Kompol Harun yang dikembalikan ke institusi asalnya Mabes Polri. Cerita sekitar Buku Merah juga dihubungkan dengan Basuki Hariman dan mantan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar. Masih banyak cerita lain yang dari Buku Merah yang belom diungkap ke publik, “tambah Kisman Sebaiknya jangan terlalu berlama-lama masyarakat diberi bahan untuk saling tuduh-menuduh, fitnah-memfitnah dan sejenisnya. Untuk itu, Buku Merah perlu dibuka saja kepada publik. Biarkan publik mengetahui tentang Buku Merah apa adanya, terutama isi bukunya. Publik berhak tahu apa saja hal-ihwal atau masalah-masalah penting yang dicatat oleh Basuki Hariman atau stafnya di buku yang bersampul merah tersebut Menurut Kisman, kalau isi Buku Merah tidak berani untuk dibuka kepada publik, maka jangan-jangan cerita yang bersileweran di masyarakat mengenai buku ini hanya dongeng atau pepesan kosong saja. Sebaliknya, cerita ini justru dijadikan alat untuk memperoleh posisi tawar, bahkan bisa untuk saling tekan-menekan diantara sesama anak bangsa. Sementara hasil yang diperoleh publik hanya dosa yang tidak pernah berakhir. Jika Buku Merah tidak dibuka Novel Baswedan dan pengacaranya Alghiffari Aqsa kepada publik, Kisman malah menduga ada kekuatan lebih besar dari Kapolri Tito yang terlibat kasus Buku Merah. Kekuatan besar inilah yang sebenarnya memperalat Buku Merah dengan cara menghembuskan tududahan dan fitnah seakan-akan Kapolri Tito Terlibat. Targe utamanya untuk mendiskreditkan institusi kepolisian dan Kapolri Tito “Dengan membuka ke publik, diharapkan kekuatan besar yang bersembunyi dibalik kasus Buku Merah tersebut bisa terlihat aslinya. Orang-orangnya juga bisa dimintai pertanggung jawaban hukum. Milsanya, apakah ada keterlibatan mereka dengan impor daging dan judicial review undang-undang yang diproses di Mahkamah Konstitusi terkait impor daging. Apakah ada keterterkaitan mereka dengan penyiraman air keras ke muka Novel Baswedan, “tutur Kisman (lohy)

Korupsi Kondensat Rp 38 Triliun Mangkrak di Jampidsus 4 Tahun

Oleh Luqman Ibrahim Soemay Jakarta, FNN - Skandal mega korupsi kondensat sebesar Rp 38 triliun sampai sekarang masih mangkrak di Gedung Bundar Kejaksaan Agung. Entah mengapa, korupsi terbesar dalam sejara Indonesia sejak medeka 17 Agustus 1945 lalu tersebut hingga kini masih mendam di Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus). Kasus ini hanya berjalan di tempat. Tidak ada kemajuan apa-apa, namun tidak juga mundur ke belakang Sejak awal Januari tahun 2018, Jampidsus Adi Toegarisman sudah berkali-kali mengatakan bahwa berkas perkara korupsi kondensat sudah lengkap atau P-21. Dengan demikian, perkara ini sudah siap untuk dibawa ke pengadilan. Sayangnya, sampai sekarang tidak ada kabar beritanya Biasanya kalau sudah P-21, maka seharusnya sudah dapat dibawa ke pengadilan. Namun jika Jampidsus Adsi Toegarisman beranggapan tidak cukup alasan hukum untuk dibawa ke pengadilan, maka sebaiknya segera dikeluarkan Surat Penghentian Penuntutan Perkara. Tujuannya, untuk memberikan kepastian hukum terhadap setiap perkara korupsi yang sudah dinyatakan P-21 oleh Jaksa Pemeriksa atau Jaksa Peneliti Selain itu, untuk memberikan kesempatan yang luas kepada publik, khususnya pegiat anti korupsi untuk menilai. Apakah perkaran korupsi kondensat ini layak untuk diberikan Surat Penghentian Penuntutan Perkara oleh Jampidsus. Kalau publik menilai tidak layak, maka publik dapat mengajukan gugatan praperadilan ke pengadilan untuk diuju penghentian penuntutan di pengadilan. Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Eksus) Bareskrim Polri sudah menetapkan tiga orang tersangka. Namun kabar kelanjutan tentang perkara kondensat ini seperti telah ditelan bumi. Apakah bakal dilanjutkan sampai ke pengadilan atau dihentikan penuntutannya. Sampai sekarang tidak terdengar lagi, bahkan semakin masih gelap Polisi menetapkan dua orang tersangka dari Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas, yaitu mantan Kepala SKK Migas Raden Priyono dan Diputi Bidang Finansial, Ekonomi dan Pemasaran SKK Migas Djoko Harsono. Sedangkan satu tersangka lagi dari PT Trans Pasific Petrochemoical Indotama (TPPI), yaitu pemiliknya sendiri Honggo Wendratmo Kasus mega korupsi kondensat ini sudah disidik oleh Direktorat Tindak Pidana Eksus Bareskrim Polri sejak tahun 2015 silam. Dengan demikian, kasus ini sudah mangkrak di Gedung Bundar Kejaksaan Agung selama empat tahun. Penanganannya sudah melewati tiga orang Jampidsus, yaitu Widyo Pramono, Arminsyah dan Adi Toegarisman. Sedangkan Kabareskrim yang menangani kasus ini sudah lima orang. Dimulai pertama kali oleh Komjen Budi Waseso. Kabareskim berikutnya yang mengusut kasus ini setelah Budi Waseso adalah Komjen Anang Iskandar. Setelah itu dilanjutkan oleh Komjen Aridono Sukmanto, Komjen Arief Sulisyianto dan sekarang Komjen Idham Azis. Sayangnya, kasus korupsi ini sampai sekarang belum juga sampai ke pengadilan. Entah apa penyebabnya? Tidak juga ada kejelasan dari penguasa Gedung Bundar. Mungkin saja karena nilai korupsinya yang terbilang sangat besar, yaitu U$ 2,716 miliar dollar, sehingga tidak kunjung sampai ke pangadilan untuk disidangkan. Jika dihitung dengan kurs tengah yang berlaku sekarang di pasar valuta asing Rp 14.000 per dollar Amerika, maka nilainya setara dengan Rp 38 triliun. Nilai korupsi kondensat ini memang teramat besar. Nilanya melebihi kasus korupsi e-KTP yang mencapai Rp 2,5 triliun, dan menyeret mantan Ketua DPR dan Ketua DPP Partai Golkar Setya Novanto duduk di kursi terdakwa. Nilainya juga lebih besar dari kasus korupsi Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun, yang menyeret pemiliknya Robert Tantular dan dua mantan Deputi Bank Indonesia, almarhum Budi Mulya dan almarhum Sitti Fajriah. Korupsi kondensat ini mangkrak di gedung bundar, karena patutu diduga adanya keterlibatan atau intervensi dari tangan-tangan kuat dan kuasa gelap. Mereka pemilik kuasa gelap itu pada umumnya bersembunyi dibalik kebesaran kekuasaan lembaga istana negara dan lembaga kepresidenan. Diduga orang-orang inilah yang menghalangi dan menekan Jaksa Agung dan Jampidsus agar kasus ini jangan sampai dibawa ke pengadilan. Mangkraknya kasus korupsi kondensat ini sangat memperburuk wajah Kejaksaan Agung dalam hal pemberantasan korupsi. Sangat wajar kalau publik kemudian meragukan, bahkan menyangsikan keseirusan jajaran Kejaksaan Agung terkait kegiatan pemberantasan korupsi. Kejakasaan Agung di bawah kepemimpinan Jaksa Agung HM Prasetyo dan Jampidsusus Adi Toegarisman patut diduga tidak punya komitmen dan keseriusan untuk membawa kasus-kasus korupsi yang bernilai triliunan rupiah ke pengadilan. Sangat beralasan bila hari ini publik meraruh harapan besar dan tinggi kepada KPK. Publik pada akhirnya menempatkan dan menaruh harapan besar kepada KPK sebagai garda terdepan dan terpenting satu-satunya di negeri ini untuk kegiatan pemberantasan korupsi. Lembaga penegak hukum di luar KPK dianggap publik tidak mempunyai komitmen yang sungguh-sungguh terhadap upaya pemberantasan korupsi. Kalaupun ada satu atau lebih perkara korupsi yang disidik dan dibawa ke pengadilan oleh jajaran kejaksaan, maka itu hanya sekedar basa-basi saja. Nilainya juga jarang yang mencapai trilunan rupiah. Untuk itu ke depan diperlukan Jaksa Agung dan Jampidsus yang mempunyai komitmen dan kemauan yang tinggi terhadp upaya-upaya pemberantasan korupsi. *)

Misteri Pertemuan Prabowo-Jokowi, Manuver Siapa?

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengunggah sebuah gambar dalam akun Instagramnya @prabowo setelah pertemuannya dengan Presiden Joko Widodo di Statisun MRT Lebak Bulus, Sabtu (13/7/2019). Prabowo menegaskan, ia tak akan pernah terjadi tawar menawar terhadap cita-cita dan nilai yang dipegangnya. “Seluruh hidup saya telah saya persembahkan kepada kepentingan Bangsa dan Republik Indonesia,” ungkapnya. “Saya tidak akan pernah tawar-menawar terhadap cita-cita dan nilai yang saya pegang yaitu Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil, dan makmur,” kata Prabowo. Ia juga menginginkan Indonesia yang berdiri di atas kaki sendiri. Rakyat Indonesia yang menikmati hasil kekayaan dari Indonesia sendiri. “Indonesia yang utuh dari Sabang sampai Merauke, Bhinneka Tunggal Ika yang berdasarkan UUD ’45,” tulis Prabowo dalam akun Instagramnya @prabowo. Sebelumnya, Presiden Jokowi bertemu dengan Prabowo Subianto Sabtu pagi tadi di Stasiun MRT Lebak Bulus. Pertemuan ini adalah hasil kerja sama tiga tokoh penting. Mereka adalah Kepala BIN Budi Gunawan, Sekretaris Kabinet yang juga politisi PDIP Pramono Anung dan politisi Partai Gerindra Edhy Prabowo. Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman mengakui, Prabowo menyuratinya soal pertemuan dengan Jokowi. Dalam surat tersebut Prabowo menjelaskan tujuan bertemu Jokowi. Jumat (22/7/2019) sekitar pukul 23.00 WIB, utusan Prabowo antar surat ke rumahnya untuk memberitahu, besok atau lusa atau lain waktu, Prabowo akan bertemu Jokowi. “Tujuannya menjaga hubungan baik. Tidak disebutkan agendanya secara spesifik,” kata Sohibul. Ia menilai pertemuan tersebut wajar saja terjadi. Sebab, setiap partai memiliki sikap masing-masing. “Tidak setiap langkah politik elit harus dikomentari. Entar bikin gaduh. PKS tentu juga punya sikap politik sendiri yang akan ditentukan melalui Musyawarah Majelis Syuro,” kata Sohibul, Senin (15/7/2019). Sebelumnya, surat serupa juga dikirim Prabowo kepada Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais. Ia mengatakan mantan capres Prabowo sempat mengirimkan surat padanya ke kediamannya di Jogjakarta pada 12 Juli 2019. Seperti dilansir Viva.co.id, Senin (15/7/2019), surat tersebut berisi pemberitahuan Prabowo yang akan bertemu Jokowi pada Sabtu, 13 Juli 2019. “Isinya Pak Amien, kemungkinan 13 Juli akan ada pertemuan dengan Jokowi. Bagi saya Pak Amien, kepentingan lebih besar yaitu keutuhan bangsa NKRI, itu lebih saya pentingkan,” kata Amien menirukan surat Prabowo padanya, Senin, 15 Juli 2019. Ia menambahkan pada paragraf kedua surat Prabowo, dituliskan setelah pertemuan tersebut, Prabowo akan menemui Amien di Jogjakarta atau Jakarta. Dan, Selasa (16/7/2019), Amien sudah bertemu Prabowo di Jakarta. Terkait isu Rekonsiliasi, lucu baginya bila dalam bentuk bagi-bagi kursi. Justru bagi kursi bukanlah rekonsiliasi karena dianggap politisi tak lagi memiliki kekuatan moral dan tidak memegang disiplin partai. “Sekarang saya tetap, rekonsiliasi agar bangsa tak pecah saya 1.000 persen setuju, Mbah-nya setuju. Tapi, jangan sampai itu diwujudkan dengan bagi-bagi kursi, karena apa gunanya dulu bertanding ada dua paslon tapi ujung-ujungnya lantas bagi-bagi,” kata Amien. Perang Dalang Ada yang menarik dari catatan Direktur The Global Future Institute (GFI) Hendrajit. “Lepas dari sikap kritis saya terhadap langkah politik Prabowo, amati riil politiknya. Kesampingkan dulu emosi. Jadi jangan cuma retorika. Atau spekulasi,” katanya. Ibarat cerita. Kita petakan dulu para aktornya. Pertama, di pihak Jokowi, principal character-nya ada tiga. Budi Gunawan, Pramono Anung, dan Erick Tohir. Di pihak Prabowo, ada dua. Ahmad Muzani dan Edhy Prabowo. “Apa yang bisa kita simpulkan sampai di sini. Kedua kubu nggak ingin bawa banyak pemain yang bikin ribet,” lanjut Hendrajit kepada PepNews.com. Kedua, seperti dalam tulisan Hendrajit sebelumnya, dengan formasi tiga serangkai BG-Pram-Erick, dirigen politik adalah BG. Apa karena dia Kepala BIN? Bukan. BG ini hububungan aatau pemain penghubung Megawati Soekarnoputri dan Jusuf Kalla sejak 2014. Karena BG orang kepercayaan Mega dari dulu. Kemudian, Pram. Sebetulnya dia juga orang kepercayaan Mega, tapi dari sayap lain. Dia alumni ITB. Beberapa kali jadi direktur operasi beberapa perusahaan minyak. Orang dekat pengusaha minyak Arifin Panigoro. Hebatnya Pram yang asli Jawatimuran (tepatnya Kediri) ini, bisa main cantik di PDIP, jadi orang kepercayaan Mega, tapi tak dimusuhi Taufik Kiemas (alm). Biasanya kalau dekat salah satu, pasti tidak disenangi satunya. “Jadi kalau Pram jadi Sekretaris Kabinet Jokowi, bisa kebayang kan pengaruhnya kayak apa,” ungkap Hendrajit. Bagaimana Erick? Tentu saja dia dilibatkan dalam pertemuan MRT bukan karena Ketua TKN Joko Widodo – Ma’ruf Amin. Tapi karena Erick itu pengusaha dari jaringan JK. Dan bersama Sandi, sama-sama termasuk Astra Connection. Apapun ceritanya dulu, Erick dan Sandi pernah dekat Edward Suryajaya. “Eng ing eng. Mulai nyambung ye?” lanjutnya. Dalam formasi Prabowo, ada Muzani, orang setia Prabowo dari jaman masih susah plus Edhy Prabowo. Dari sini saja bisa tergambar, Prabowo ingin pegang kendali penuh. Tanpa direcoki pemain-pemain Gerindra lainnya yang punya hobi improvisasi. Setelah memotret para aktor. Apa skema dan skenario dari perundingan para aktor tersebut? Okelah anggap saja polibiro lima memang nggak diikutkan dengan berbagai alasan. Tapi apa agenda yang mau diseting Mega, JK, dan Prabowo? Inilah pertanyaan krusial di balik kemarahan dan kekecewaan publik pendukung Prabowo. Sebab kalau melihat konstruksi para aktor yang manggung di MRT, kelihatan sekali sarat kepentingan ekonomi bisnis para konglomerat. Semua itu terkait migas, tambang batubara, dan otomotif. Amerika Serikat, Jepang, China, pastinya ikut nimbrung juga. JK misalnya, dekat dengan Huwa Huwei. Erick dan Sandi dekat Astra dan Jepang. “Melalui keduanya, kalau Ginanjar Kartasasmita dan Jepang deal, Sandi dan Erick yang jadi eksekutornya di tingkat teknis,” ungkap Hendrajit. Lantas bagaimana dengan gang of five. AM Hendropriyono meski tak ikutan acara MRT, dia sekutu Ginanjar saat 1998 rame-rame mundur dari Kabinet Suharto. Luhut Binsar Panjaitan juga sama. Dia dan Arifin sudah Cs-an dari sejak KAMI-KAPPI 1966 waktu di Bandung. Arifin lebih senior. Apalagi ayahnya Luhut pernah di Stanvac, cikal bakal Medco miliknya Arifin. Susilo Bambang Yudhoyono juga seirama sama Hendro dan Luhut. Cuma kemudian SBY mampu membuat jaringan dan komunitas sendiri. Sehingga Hendro dan Luhut tidak bisa mengatur junior satu ini seenaknya. Dan Moeldoko walau pernah jadi Sekpri Hendro, lebih solid hubungannnya dengan SBY. Makanya, waktu masuk jadi Kepala KSP, Pram dan Pratikno, apalagi Teten Masduki, sempat kelimpungan. “Tapi sekarang kabarnya semua sudah happy. Dapat bagian yang sama,” ujar Hendrajit. Well, inilah medan tempur yang harus dihadapi Prabowo dalam perang diplomasi pasca pertemuan MRT? Prabowo yang mampu mengubah sistem atau malah terserap dan diubah oleh sistem? “Sekarang ngerti sendiri dong kalau emak-emak militan pada meradang?” lanjut Hendrajit. Hanya sampai di sinikah? Ternyata tidak juga. Coba saja petakan lagi siapa yang hadir saat Jokowi bertemu Prabowo. Prabowo bertemu Jokowi tersebut, bukan akhir dari Pilpres 2019. Tapi, ini adalah awal dari sebuah cerita. Pertemuan Teuku Umar, Cendana, dan Hambalang. Kisahnya makin berbelit dan penuh kejutan buat SBY, Luhut, dan Hendro, serta CSIS. Mengapa Luhut yang biasanya selalu “mengawal” Jokowi tidak tampak batang hidungnya? Kalau Hendro dan SBY jelas tidak pernah secara atraktif menunjukkan berada di belakang Jokowi. SBY adalah primus inter pares diantara ketiganya. Saya yakin, saat ini yang kebingungan adalah SBY Cs dan CSIS. Kubu mereka selama ini berharap Prabowo tak menemui Jokowi, sehingga lebih mudah memainkan Jokowi. Inilah perangnya Ki Dalang di belakang Jokowi maupun Prabowo. Manuver MRT Lebak Bulus ini insya’ Allah akan berefek positif, paling cepat sepekan ke depan! ***

Kader Gerindra Ramai-Ramai Menggugat Prabowo Subianto

Jakarta, FNN - Babak belur, mungkin kata ini tepat untuk menggambarkan kondisi mantan calon presiden 2019 Prabowo Subianto saat ini. Setelah kalah Pilpres, ditolak Bawaslu, ditolak Mahkamah Konstitusi, ditolak Mahkamah Agung, kini ia digugat kadernya sendiri, yakni 14 calon anggota legislatif yang gagal masuk ke senayan. Ada Mulan Jameela istri Ahmad Dani dan Rahayu Saraswati keponakan Prabowo Subianto. Dalam gugatan perdata yang teregistrasi dengan nomor 520/Pdt.Sus.Parpol/2019/PN JKT.SEL terkait penetapan calon anggota legislatif terpilih, mereka menggugat Ketua Umum sekaligus Ketua Dewan Pembina Gerindra itu. Dalam gugatannya kepada Prabowo, para penggugat berdalih bahwa mereka adalah tokoh-tokoh partai yang telah memberikan jasa besar atas perjuangan Partai Gerindra sehingga bisa menjadi pemenang kedua dalam gelaran Pemilu 2019. Atas dasar tersebut pula para penggugat menggugat Prabowo agar segera menetapkan mereka sebagai anggota DPR RI terpilih. "Bahwa inti gugatan ini adalah pelanggaran hak Para Penggugat selaku Anggota dan bahkan kader Partai Gerindra yaitu hak untuk menentukan kebijakan serta hak untuk dipilih (Pasal 15 ayat (2) UU Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik) oleh Para Tergugat karena tidak menetapkan Para Penggugat sebagai Anggota Legislatif dari Partai Gerindra yang secara rinci akan diuraikan dalam uraian pokok perkara," seperti dikutip kumparan dari berkas hukum yang diterima, Senin (15/7). Para penggugat yang tercantum namanya dalam gugatan antara lain Rahayu Saraswati Djodjohadikusumo (Ketua DPP Partai Gerindra Bidang Advokasi Perempuan); Raden Terry Tantri Wulansari alias Mulan Jameela; Sugiono (Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra); Prasetyo Hadi (Ketua OKK DPP Partai Gerindra); Adnani Taufik (Ketua DPP Partai Gerindra); Adam Muhammad (Pengurus DPP Partai Gerindra); Dr. Irene (Petinggi Gerindra); dan lainnya. Para penggugat menyatakan bahwa gugatan yang mereka layangkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan adalah sah. "Bahwa Majelis Kehormatan Partai Gerindra telah memeriksa perkara ini secara cepat dan mempersilakan para penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri. Bahwa dengan demikian jelaslah jika Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berwenang mengadili gugatan ini," demikian yang tertulis di berkas gugatan itu. Dikonfirmasi terpisah, Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Achmad Guntur membenarkan adanya gugatan tersebut. Namun, Guntur belum merinci kapan gugatan didaftarkan dan kapan mulai disidangkan. "Iya benar (ada gugatan tersebut)," kata Achmad Guntur. (sws)

Saling Cakar di Internal Golkar

Oleh Nasrudin Joha Jakarta, FNN - Ketua DPD II Golkar Cirebon Toto Sunanto mengaku dipecat. Toto menyebut pemecatan lantaran dirinya mendukung Bambang Soesatyo (Bamsoet) sebagai calon ketua umum Partai Golkar. DPP Partai Golkar membantah klaim tersebut. Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily mendapatkan informasi berbeda dari Ketua DPD Golkar Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Ketua DPD Golkar Jawa Barat, Dedi Mulyadi membenarkan ada pemecatan terhadap Ketua DPD Partai Golkar Kota Cirebon, Toto Sunarto. Namun menurut Dedi, pemecatan itu bukan karena Toto mendukung Bambang Soesatyo sebagai calon ketua umum Partai Golkar. Dia menjelaskan, pemecatan terhadap Toto dilakukan pada dari 18 Juni 2019 lalu karena diduga melakukan sejumlah pelanggaran. Keputusan itu mengacu pada Surat Keputusan DPD Partai Golkar Jabar NOMOR : KEP- 116 /GOLKAR/VII/2019 tentang Pembentukan Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPD Golkar Kota Cirebon. Sebelum melanjutkan membaca ulasan artikel ini, Anda perlu membaca ulang tulisan saya yang berjudul : Golkar dan Masa Depan Politik Ken Arok. Jadi, saya tegaskan bahwa soal perebutan kekuasan partai di kubu-kubu Golkar itu sudah biasa. Pasca konggres terjadi pembersihan trah politik di tubuh Golkar itu juga cerita lama. Anda masih ingat, pasca lengsernya ketum partai, Golkar mengalami proses pembersihan sejumlah loyalis eks Ketum di struktur Golkar yang baru. Sejarah de-wahonoisasi, de-harmokoisasi, de-akbarisasi, hingga de-ichalisasi, adalah potret dimana loyalis Ketum langsung dipangkas oleh Ketum yang baru dan tak diberi peran signifikan dalam stuktur kepengurusan partai. Kasus ini bukan murni terjadi pada Golkar, hal ini juga terjadi pada PKB, PPP, dan PKS. Di PKB ada program de-gusdurisasi yang digelorakan Cak Imin. Di PPP ada de-suryadharmaisasi ketika era Romi sebelum dicokok KPK. Di PKS ada de-anisisasi, pasca Anis Matta lengser dari kursi Ketum, semua loyalis Anis -termasuk Fahri Hamzah- didepak dari struktur pengurus inti partai. Kembali kepada kasus Golkar, pemecatan ketua DPD Golkar Cirebon itu tidak lepas dari dinamika perebutan kursi kekuasan, baik di partai dan didalam pemerintahan, yang dapat kita simpulan dari realitas politik sebagai berikut : Pertama, Toto Sunanto adalah loyalis Bamsoet. Dia dipecat sesaat setelah menyatakan dukungan bagi Bamsoet. Jadi, alasan pemecatan karena mendukung Bamsoet secara politik itu yang dapat diyakini kebenarannya. Adapun soal lain, soal laporan keuangan partai, soal pelanggaran AD ART itu dalih saja. Kalau mau dipecat, sangat mudah mencari kesalahan dan dibenturkan dengan AD ART partai. Apalagi, secara umum semua kader partai apalagi menjabat pimpinan struktural, mustahil tak memiliki borok politik. Secara internal, manuver Toto ini berbahaya bagi Airlangga. Secara berjenjang, juga berbahaya bagi Dedi Mulyadi selaku Ketum DPD Golkar Jabar. Dedi Mulyadi adalah tokoh gerbong politik Airlangga, trah Luhut, sehingga perlu menertibkan bawahannya untuk mengamankan klan politik Golkar yang dia berada dalam naungannya. Kedua, selain motif internal untuk mengamankan posisi Airlangga, langkah ini juga diyakini untuk memuluskan proses tawar menawar posisi menteri Golkar yang sedang dipandu oleh Airlangga selaku Ketum. Dedi Mulyadi yang namanya disebut-sebut masuk bursa calon menteri dari Golkar, merasa wajib mengamankan posisi Airlangga sebagai juru runding Golkar untuk bernegosiasi dengan rezim Jokowi, agar proposal menteri -dimana Dedi Mulyadi ada didalamnya- dapat diamankan. Jika posisi Airlangga tergeser Bamsoet, apalagi jika konggres dipercepat sebelum Desember, maka juru runding Golkar untuk negosiasi jabatan menteri bukan lagi Airlangga tetapi Bamsoet. Jika Bamsoet yang memimpin proses negosiasi, sudah jelas nama Dedi Mulyadi dicoret dari daftar calon menteri dan digantikan oleh loyalis Bamsoet. Jadi, pemecatan ketua DPD II Golkar Cirebon itu sangat berkaitan era dengan dinamika perebutan kursi kekuasan partai Golkar sekaligus perebutan kursi kekuasan menteri di pemerintahan Jokowi - Ma'ruf. Sampai disini Anda paham bukan ? Bahwa kerjaan partai itu hanya berebut kekuasaan, mereka tidak pernah memikirkan kita, mereka tidak pernah memikirkan rakyat. [].

Ruwetnya Jokowi Bagi Bagi Kursi

Oleh Nasrudin Joha Hihihi, ternyata yang paling ruwet itu bukan memenangkan konstestasi. Untuk menang, rumusnya sederhana : curang. Untuk curang, rumusnya juga sederhana : kuasai seluruh lembaga otoritas pemilihan dan alur justisia jika terjadi sengketa. Tapi, yang ruwet dan super membingungkan itu bagaimana membagi kompensasi kemenangan. Sebab, dengan rumus apapun proses distribusi menteri dan jabatan strategis kabinet Jokowi - Ma'ruf, sulit menemukan kata 'adil' dan 'sepakat' dari semua mitra koalisi. Pertama, jika porsi menteri dibagi berdasarkan jumlah kursi parlemen yang diperoleh partai di Senayan, jelas rumus ini tak akan bikin Happy semua partai. Hanura, PKPI, PSI, PPP akan merasa dirugikan. Hanura contohnya, Wiranto berani berada terdepan pasang badan untuk Jokowi. Bahkan, seluruh 'ancaman' elektabilitas secara politik, hukum dan keamanan, di back up penuh Wiranto. Padahal, Hanura tak punya satupun kursi di Senayan. Lantas, apakah kemudian Hanura juga tidak punya jatah menteri ? PSI dan PKPI juga sama, meski tak lolos Senayan keduanya 'getol' dukung Jokowi. Masak, mereka dianggap cuma kerja bhakti ? Masak tidak ada satupun jatah kursi ? Jika rumus porsi menteri berdasarkan porsi kursi parlemen yang diperoleh partai pendukung secara proporsional sebagaimana diusulkan JK, jelas ini akan membuat PSI, PKPI dan Hanura meradang. Hal ini, juga akan menyengsarakan PPP. Sebab, suara PPP turun drastis, tapi komitmen dukungan PPP pada Pilpres 2019 jelas jauh lebih besar ketimbang Pilpres 2014. Dahulu, dengan modal merapat saja PPP dapat satu porsi menteri. Masak, sekarang sejak awal berjibaku untuk Jokowi tidak ada tambahan ? Kedua, jika distribusi menteri dibagi berdasarkan rumus siapa yang paling awal bersama Jokowi ini juga akan membuat beberapa partai yang terakhir merapat menjadi tidak enak body. Misalnya saja, PBB yang baru merapat, atau kemudian PAN dan Gerindra yang mungkin merapat, jelas tak mau jika merapat tanpa jatah menteri. PAN dan Gerindra memang tidak punya andil sejak awal untuk memenangkan Jokowi, tapi PAN dan Gerindra -jika jadi merapat ke Jokowi- jelas punya peran besar memberikan legitimasi bagi kemenangan Jokowi. Konon, peran ini yang semula hendak dimainkan SBY saat membawa partainya merapat ke kubu Jokowi, bahkan pasca Ani meninggal, SBY saat Lebaran secara khusus kirim putra mahkota ke petinggi kubu Jokowi. Namun nahas, rupanya era politik SBY sudah berakhir. Semua kubu, baik 02 maupun 01 justru mengambil jarak dengan Demokrat. Ketiga, jika distribusi menteri berdasarkan proposal partai pendukung ini lebih memusingkan. PKB minta 10 kursi, Nasdem minta 11, Golkar suaranya lebih besar dari PKB dan tentu layak dapat jatah lebih besar, NU minta porsi sendiri dari jalur ormas bukan melalui jalur partai (PPP atau PKB), sedangkan PDIP justru geleng-geleng kepala sebagai partai pemenang harus mengajukan berapa. Jumlah menteri di kabinet Jokowi 34 dan 8 setingkat menteri. Sekarang PKB minta 10 Nasdem minta 11 Golkar lebih dari 11, terus PDIP berapa? PPP HANURA, PBB, PSI, berapa totalnya ? Pusing kan ? Ada benarnya juga usulan Bamsoet untuk bentuk nomenklatur kementrian baru, biar semua dapat jatah. Kementrian kebahagiaan, bagi-bagi kursi, bagi-bagi menteri. Kalau perlu bikin 1000 pos kementrian baru, kan Jokowi tinggal Teken Perpres ? Tak perlu baca dulu, langsung Teken saja. Makanya, kelakuan partai saat ini persis seperti anjing yang sedang menancapkan kuku dan taring pada daging buruan hasil kecurangan. Sambil mengeram, semua saling mengklaim paling berhak. PKB jelas, akan menancapkan kuku dan taring agar saham kemenpora dan Kemenakertrans tidak luput. Sambil terus menggonggong mencari porsi tambahan. PPP terus memegang kencang kursi Menag, meski meminta sejumlah porsi tambahan tapi bagi PPP jika porsi Menag masih ditangan, lumayan lah. Golkar, terus menggigit jatah di Mensos dan Menperindustrian. Nasdem Pasti menggigit kuat dengan gigi geraham porsi Mendag dan Jaksa Agung. Nasdem, paham betul betapa legitnya 'jualan barang' dan 'jualan kasus'. Demikianlah, anjing anjing partai ini saling menggonggong agar dapat jatah tulang lebih. Mereka, terus bermanuver agar tidak dipecundangi mitra koalisi. Pertarungan Sesungguhnya di kubu Jokowi, baru dimulai saat ini. Sementara darah dan nyawa yang melayang di peristiwa 21-22 Mei, nyawa 700 lebih anggota KPPS, tidak pernah difikirkan oleh anjing-anjing partai. Itulah realitas Demokrasi yang Anda bangga-banggakan. [].

Pasca Pemilu 2019: Langit Indonesia Makin Hitam

Oleh Ahmad Sastra Jakarta, FNN - Baru di tahun 2019, pemenang pemilu versi KPU tidak disambut antusias oleh mayoritas rakyat dan negara tetangga. Tidak ada ucapan selamat yang secara resmi ditujukan kepada pemenang pilpres. Nampaknya rakyat pesimis akan terjadi perubahan yang lebih baik atas negeri ini. Proyeksi pasca pemilu 2019, Indonesia akan makin diselimuti awan hitam yang menandakan masa depan suram atas bangsa ini. Bahkan seandainya pasangan pemenang dilantik sekalipun, bukan berarti urusan negeri ini akan beres. Sebab secara ekonomi, sosial, pendidikan, budaya dan politik makin menunjukkan kondisi karut marut. Revolusi mental yang telah dicanangkan bahkan cenderung sekuleristik dan mengabaikan etika agama. Akibatnya, rakyat akan makin merasakan ketidakjelasan masa depan bangsa ini. Di bidang ekonomi, tugas berat pasangan Jokowi-Ma’ruf harus menyelesaikan setidaknya lima beban berat ekonomi yakni kenaikan utang luar negeri, merosotnya nilai rupiah terhadap dolar, defisit neraca perdagangan, rendahnya target pertumbuhan ekonomi dan lesunya perekonomian sektor riil. Berbagai kasus korupsi dalam masa pemerintahan Jokowi juga belum tertangani dengan baik, tidak seperti yang dijanjikan dalam kampanye. Menurut Pusat Kajian Anti Korupsi (pukat) Universitas Gajah Mada Yogyakarta, penanganan kasus korupsi masa Jokowi masih jauh dari harapan. Bahkan sebagaimana diketahui, justru banyak pendukung Jokowi, mulai dari menteri, anggota dewan, kepala-kepala daerah dan melibatkan 12 partai politik yang notabene mendukung Jokowi. Sistem politik transaksional padat biaya ala demokrasi justru telah menyeret bangsa ini dalam kubangan dalam jerat korupsi, kolusi dan nepotisme. Periode kedua, belum ada tanda-tanda korupsi akan berkurang, bisa jadi malah tambah parah. Dalam bahasa Ahmad Syafii Maarif, demokrasi itu cacat dan banyak bopengnya. Maarif membeberkan gambaran demokrasi yang tak kunjung menemukan bentuk yang memuaskan. Diakui bahwa demokrasi merupakan sistem politik yang sarat dengan praktek politik uang (money politic). Bahkan demokrasi juga jauh panggang dari api soal pemerataan kesejahteraan rakyat. Dalam hal pemerataan kesejahteraan rakyat, bagi Syafii, demokrasi sangat mengecewakan. Indonesia akan terus bergelut dan berputar dalam lingkaran setan yang melelahkan (Republika,16/04/19). Komunisme dan kapitalisme adalah dua ideologi yang penuh nafsu dan tidak punya tenggang rasa. Tuhan telah mati dalam kesadarannya. Manusia merupakan sasaran penipuan. Yang satu bangkit untuk dahaga revolusi, yang lain giat mengejar pajak. Di antara dua batu, manusia remuk binasa (Sir Muhammad Iqbal, Javid Nama, h. 52). Terbukti dalam penerapan sistem ekonomi kapitalisme demokrasi, negeri ini justru makin terpuruk dan terjerat hutang rentenir dunia yang makin menggunung hingga disebut sebagai telah mencapai level berbahaya. Bahkan di tahun 2019, pemerintah harus membayar utang yang sudah jatuh tempo sebesar 409 triliun. Dalam statistik hutang luar negeri Indonesia edisi Maret 2019 yang dirilis oleh Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia, pemerintah mencatat ULN sebesar 383,3 miliar dolar atau setara dengan Rp. 5.366 triliun dengan kurs Rp. 14.000. Utang LN Indonesia mengalami kenaikan sebesar 77 triliun dibandingkan dengan posisi pada akhir periode sebelumnya. Hal ini terjadi karena neto transaksi penarikan ULN dan pengaruh penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, sehingga utang dalam rupiah yang dimiliki oleh investor asing tercatat lebih tinggi dalam denominasi dolar AS. Utang LN Indonesia terdiri dari utang pemerintah dan bank central sebesar 190,2 miliar dolar (Rp. 2.663 triliun), serta utang swasta termasuk BUMN sebesar 193,1 miliar dolar (Rp. 2.703 triliun). Hal belum lagi dihitung per April disaat negeri ini menandatangani proyek OBOR China yang artinya akan menambah lagi jeratan utang LN. Kenaikan pajak akibat menggunungnya utang negara akan diikuti pula oleh PHK besar-besaran perusahaan yang tak bisa bertahan. Sementara daya beli masyarakat akan turun drastis. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyebut total karyawan yang kena PHK dalam kurun 2015-2018 mencapai satu juta karyawan. Perusahaan yang merumahkan karyawannya diantaranya PT Krakatau Steel (persero) Tbk, PT Holcim Indonesia Tbk dan PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk. Menurut sosiolog muslim terkemuka, Ibnu Khaldun (1332-1406), tanda kehancuran suatu negara adalah saat negara tersebut menarik pajak yang tinggi. Masih menurutnya, suatu peradaban akan runtuh disebabkan oleh lima hal. Pertama, ketidakadilan, yang menyebabkan jarak antara orang kaya dan miskin begitu lebar. Kedua, merajalelanya penindasan, yang kuat menindas yang lemah. Ketiga, runtuhnya adab atau moralitas para pemimpin negara. Keempat, pemimpin yang tertutup, tidak bisa dinasehati, meski berbuat salah. Kelima, bencana alam besar-besaran. Ironisnya, kelima indikator ini ada di negeri ini. Kondisi ini ditambah ironi yang tak kalah berbahaya yakni bahwa skema utang luar negeri Indonesia dengan menggunakan bunga atau riba yang justru sangat dilarang oleh Islam. Bahkan jika tak mampu bayar utang, sebagaiman terjadi di negera Sri Langka, maka negara itu harus menyerahkan aset negaranya untuk dikuasai China. Allah dengan tegas mengingatkan akan bahaya riba dalam Al Qur’an : Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. (QS Al Baqarah : 275). Allah begitu murka kepada praktek utang dengan skema ribawi ini, sebab selain merupakan kegagalan sistem, riba juga akan mendatangkan ketidakberkahan sosial. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS Al Baqarah : 279). Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir. (QS Ali Imran : 130-131). Keterpurukan ekonomi akibat penerapan demokrasi kapitalisme akan ditambah persoalan sosial, budaya dan keagamaan akibat liberalisme dan HAM. Demokrasi liberal dengan tegas menolak hadirnya syariat Islam, tapi mendukung berbagai bentuk amoralitas seperti LGBT, seks bebas, prostitusi dan sejenisnya atas nama HAM. Menolak Islam tapi mendukung kemungkaran akan mendatangkan murka Allah atas bangsa ini. Revolusi mental yang nampaknya akan semakin menjauhkan generasi anak bangsa dari agamanya ditambah aliran Islam Nusantara yang cenderung sinkretis akan makin menambah gulita sosial negeri ini. Dengan demikian, awan hitam yang menyelimuti langit Indonesia bukan hanya karena salah urus negara akibat sistem demokrasi sekuler kapitalis, namun karena memusuhi syariat Allah dan menyalahi aturan Allah juga. Akibatnya negeri ini hanya akan mendatangkan murka Allah yang artinya tidak ada keberkahan di negeri ini. Proyeksi masa depan Indonesia pasca pemilu 2019 nampaknya akan makin suram dan gelap. (AhmadSastra,KotaHujan,09/07/19 : 06.52 WIB)