Abaikan Whisnu, Benarkah Megawati Lupakan Jasa Sutjipto?
by Mochamad Toha
Surabaya FNN - Rabu (09/09). DPP PDI-P secara resmi mengusung Eri Cahyadi sebagai Bakal Calon Walikota, Armudji sebagai Bakal Calon Wakil Walikota Surabaya pada Pilwali Surabaya 2020. Pengumuman Ketua DPP PDI-Puan Maharani itu membuat kecewa pendukung Whisnu Sakti Buana.
Pendukung Wakil Walikota Surabaya itu mempertanyakan latar belakang Eri Cahyadi yang mendapatkan rekomendasi sebagai Bacawali. Dan wakilnya, Armudji, yang dianggapnya telah mengundurkan dari penjaringan PDIP.
Mereka mengaku kecewa lantaran jagoan mereka, Whisnu yang juga kini menjabat Wawali Surabaya dua periode itu, tidak mendapatkan rekomendasi dari DPP PDIP. “Whisnu adalah kader partai, kenapa bukan calon. Sangat kecewa,” teriak seorang pendukung Whisnu.
“Eri itu siapa? Armudji sudah mengundurkan diri kenapa jadi wakil. Bangsat!” teriaknya di depan DPD Jatim, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Rabu (02/09/2020 15:43 WIB). Para pendukung Whisnu ini memprotes keputusan PDIP di luar gedung.
Sementara di dalam gedung DPD PDI-P Jatim, tampak Walikota Surabaya Tri Rismaharini, Puti Guntur Soekarno, Wawali Whisnu Sakti Buana, Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat dan sejumlah fungsionaris DPP PDIP lainnya.
Pengumuman paslon Eri-Armudji itu secara resmi dibacakan oleh DPP Bidang Politik PDIP Puan Maharani dalam acara Pengumuman Calon Kepala Daerah Gelombang V, berlangsung secara daring pada Rabu (2/9/2020).
“Rekomendasi Kota Surabaya, diberikan kepada Eri Cahyadi, dengan Armudji. Sebagai calon walikota dan calon wakil walikota Surabaya,” kata Puan, disaksikan jajaran DPD PDIP Jatim dan DPC Surabaya melalui daring.
Pantauan CNNIndonesia.com di lokasi, usai pengumuman itu dibacakan, suasana DPD Jatim pun langsung hening. Pekikan merdeka dari Puan pun tidak terlihat bersahut. “Merdeka! Ayo semangat,” ucap Puan nyaris tak digubris.
Sangatlah wajar jika para pendukung Whisnu itu merasa kecewa. Pasalnya, mereka berharap putra almarhum Ir. Soetjipto Soedjono, mantan Sekjen DPP PDIP itu, direkomendasikan oleh DPP PDIP sebagai Bacawali Surabaya, bukan Eri Cahyadi.
Jasa dan sumbangsih Pak Tjip, begitu panggilan akrab Soetjipto Soedjono ini, pada Megawati Soekarnoputri kala berjuang merebut kepemimpinan PDI dari Soerjadi tidak bisa digantikan dan dilupakan begitu saja.
Sejarah mencatat, sejak terjadi konflik internal PDI (tidak ada P-nya) antara Soerjadi yang didukung Pemerintah dengan Megawati, Pak Tjip selalu setia berada di barisan pendukung Megawati hingga akhir hanyatnya pada 24 November 2011.
Konflik internal terus berlanjut sampai dengan dilaksanakannya Kongres IV PDI di Medan. Kongres IV PDI diselenggarakan pada 21-25 Juli 1993 di Aula Hotel Tiara, Medan, Sumatera Utara, dengan peserta sekitar 800 orang.
Dalam Kongres itu muncul beberapa nama calon Ketua Umum yang akan bersaing dengan Soerjadi, yakni Aberson Marle Sihaloho, Budi Hardjono, Soetardjo Soerjogoeritno dan Tarto Sudiro. Muncul pula nama Ismunandar, Wakil Ketua DPD DKI Jakarta.
Budi Hardjono saat itu disebut-sebut sebagai kandidat kuat yang didukung pemerintah. Tarto Sudiro maju sebagai calon Ketua Umum yang didukung Megawati. Saat itu Megawati belum bisa tampil mengingat situasi dan kondisi politik masih belum memungkinkan.
Kongres IV PDI di Medan dibuka oleh Presiden Soeharto dan acara tersebut berjalan lancar. Tapi, beberapa jam kemudian acara Kongres menjadi ricuh karena datang para demonstran yang dipimpin Jacob Nuwa Wea mencoba menerobos masuk ke arena sidang.
Acara tetap berlangsung sampai terpilihnya kembali Soerjadi secara aklamasi sebagai Ketua Umum PDI. Namun, belum sampai penyusunan kepengurusan suasana kembali ricuh karena demonstrasi yang dipimpin Jacob Nuwa Wea berhasil menerobos masuk ke arena Kongres.
Pemerintah akhirnya mengambil alih melalui Mendagri Yogie S. Memed dan mengusulkan membentuk caretaker. Dalam rapat formatur yang dipimpin Ketua DPD PDI Jatim Latief Pudjosakti pada 25-27 Agustus 1993 akhirnya diputuskan susunan resmi caretaker DPP PDI.
Posisi Pak Tjip saat terjadi konflik internal PDI, Pak Tjip sebagai Bendahara DPD PDI Jatim. Ketika terjadi perpecahan, barulah Pak Tjip menjabat Ketua DPD PDI Jatim. Sehingga, PDI Jatim ada dua kepengurusan: PDI Soerjadi dan PDI Megawati.
Latief Pudjosakti berada bersama Soerjadi. Sedangkan Pak Tjip di kubu Megawati. Pak Tjip mendukung DPP PDI pimpinan Megawati Soekarnoputri. Dalam puncak karier politiknya, ini mengantarkannya menjabat Sekjen PDI-P dan Wakil Ketua MPR.
Pak Tjip memimpin kader dan simpatisian PDI di Jatim melawan campur tangan pemerintah dalam tubuh PDI. Dia pun mengalihkan markas PDI ke kantor CV. Bumi Raya, perusahaan jasa konstruksi miliknya di Jalan Pandegiling, Kota Surabaya.
Karena kantor lama sedang direbut kubu Latief Pudjosakti. Sebuah wujud perlawanan kepada pemerintah yang dinilai otoriter sekaligus sebagai wujud dukungan kepemimpinan Megawati yang didukung oleh arus bawah.
Dari kantor yang dulu dikenal dengan sebutan “Markas Pandegiling” inilah Pak Tjip bersama putranya, Whisnu Sakti Buana, melakukan perlawanan. Nama Whisnu mulai dikenal sebagai penggerak perlawanan masyarakat arus bawah.
Dalam setiap kali demo, Whisnu selalu memimpin dan berada di depan. Itulah fakta politik yang terjadi selama masa “perjuangan” Pak Tjip dan Whisnu sebelum akhirnya keduanya menjadi bagian dari PDI Perjuangan pimpinan Megawati.
Makanya wajar jika di kalangan akar rumput Surabaya memilih mendukung Whisnu sebagai Bacawali Surabaya ketimbang yang lainnya seperti Eri Cahyadi yang baru bergabung dengan PDIP begitu direkomendasikan oleh DPP PDIP.
Kabarnya, nama Eri Cahyadi itu disodorkan oleh Walikota Tri Rismaharini. Akankah Eri bisa mengikuti jejak Risma yang sebelum diusung PDIP itu menjabat Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (BAPPEKO) Surabaya?
Melansir Liputan6.com, Kamis, (03 Sep 2020, 15:00 WIB), sosok Eri Cahyadi ini ternyata putra asli Surabaya. Berasal dari kampung lawas Maspati. Kampung yang saat ini dijadikan sebagai kampung wisata tersebut berada di dekat Tugu Pahlawan.
“Saya sempat ngobrol-ngobrol sama Mas Eri. Ternyata, Mas Eri ini aslinya dari Maspati Surabaya. Usianya saat ini 43 tahun. Mas Eri juga alumni dari ITS Surabaya,” ujar Ketua DPP Bidang Ideologi dan Kaderisasi, Djarot Saiful Hidayat, Kamis (3/9/2020).
Sementara itu, saat dikonfirmasi apakah dirinya masuk menjadi kader PDIP, Eri Cahyadi menjawab, saat dirinya dicalonkan sebagai Bacawali Surabaya oleh PDIP, itu artinya sudah menjadi bagian dari PDIP.
“Setelah saya dicalonkan sebagai Cawali Surabaya, saya sudah menjadi bagian dari keluarga PDI Perjuangan,” ucap Eri.
Nama Eri Cahyadi sebelumnya santer terdengar sejak tahun lalu sebagai calon yang akan menggantikan Risma. Ia menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya pada 2018 saat berusia 41 tahun.
Mengutip situs pribadi Eri Cahyadi, sebelum menjadi pegawai negeri sipil (PNS), ia bekerja sebagai konsultan di Jakarta pada 1999-2001. Kemudian dia mendaftar sebagai CPNS, dan diterima sebagai PNS pada 2001 di Dinas Bangunan.
Pria Teknik Sipil ITS Surabaya pada 1999 ini telah menjadi Plt Kasubag pada usia 30 tahun. Lalu, dia dipercaya menjadi Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman, Cipta Karya dan Tata Ruang saat usia 34 tahun.
Selanjutnya ia dipercaya menjadi Kepala Bappeko dan Plt Kepala Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka (DKRTH) pada 2018.
Lawan Tangguh
Eri Cahyadi-Armudji yang diusung PDIP dan PSI akan berhadapan dengan pasangan yang didukung koalisi PKB, Gerindra, PKS, Golkar, Demokrat, Nasdem, PAN, dan PPP, yakni Machfud Arifin dan Mujiaman Sukirno.
Seperti dilansir Tempo.co, Minggu (6 September 2020 06:23 WIB), pasangan Bacawali Machfud dan Bacawawali Mujiaman mendaftarkan diri ke KPU Kota Surabaya pada Minggu (6/9/2020).
Menurut Direktur Media dan Komunikasi Tim Pemenangan Machfud-Mujiaman, Imam Syafi'i, proses pendaftaran pasangan Machfud-Mujiaman dipastikan menerapkan protokol kesehatan yang ketat untuk mencegah terjadinya penularan Covid-19.
“Prosesi pendaftaran dilakukan pada sore hari dan dimulai sekitar pukul 14.30 WIB. Paslon akan tiba lebih dahulu di posko utama Jalan Basuki Rahmad,” ungkap dia, Sabtu (5/9/2020).
Setiba di posko, Imam mengatakan paslon terlebih dulu ziarah ke Makam Sunan Bungkul sebelum ke KPU. Alasan dipilihnya makam Sunan Bungkul karena warga Surabaya biasa ziarah ke Sunan Bungkul dulu baru ke sunan lainnya.
Seperti halnya Eri Cahyadi, Machfud Arifin, Irjen Polisi Purnawirawan ini lahir di Ketintang, Gayungan, Kota Surabaya, pada 6 September 1960. Machfud sebelumnya menjabat Analis Kebijakan Utama bidang Sabhara Baharkam Polri.
Lulusan Akpol 1986 ini berpengalaman dalam bidang reserse. Jabatan terakhir Machfud adalah Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur.
Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id