Menjadi Oposisi, Sandiaga Uno Sangat Benar
Oleh Hersubeno Arief (Wartawan Senior)
Jakarta, FNN - Calon wakil presiden (cawapres) pasangan calon (paslon) 02, Sandiaga Salahuddin Uno menyatakan untuk membangun Indonesia tidak harus berada di dalam pemerintahan. Harus ada kelompok di luar pemerintahan yang menjadi penyeimbang. Oposisi!
Kelompok yang selalu menjaga dan mengingatkan pemerintah. “Bila ada mekanisme saling cek, saling kontrol saling menjaga, dan saling mengingatkan, maka Insya Allah jalannya pemerintahan akan baik,” ujar Sandi melalui akun instagramnya, Minggu (1/7/2019).
Pilihan sikap Sandi ini menjadi kabar baik tidak hanya bagi para pendukungnya, baik bagi masa depan politiknya, juga baik bagi masa depan Indonesia.
Sikap Sandi memberi harapan baru bahwa tidak semua politisi —apalagi politisi muda— yang bersikap pragmatis. Mengejar kekuasaan secara membabi buta, mengorbankan nilai-nilai idealisme.
Sikap Sandi juga menunjukkan di dalam tubuh Partai Gerindra masih banyak pikiran-pikiran waras. Bisa membedakan benar, salah.
Menjunjung tinggi idealisme, teguh menjaga kehormatan, menjaga idealisme, menghargai kesetiaan dan pengorbanan jutaan para pendukungnya.
Sebelumnya sikap ini secara tegas sudah ditunjukkan oleh Anggota Dewan Pembina Gerindra Maher Algadri. Tokoh senior dan kawan Prabowo sejak masih kecil itu juga dengan tegas menyatakan sebaiknya Gerindra tetap berada di luar pemerintah. Menjaga amanah lebih dari 70 juta massa pendukungnya.
“Biar yang kalah di luar menjadi oposisi, kalau enggak bukan demokrasi. Masa semua pada kongkow-kongkow. Jangan, yang sehat dong,” kata Maher.
Kita tinggal menunggu sikap Prabowo. Apakah dia sepakat dengan Sandi, Maher dan sejumlah tokoh senior lainnya. Terus berjuang dan menjaga amanah para pendukungnya. Atau lebih mendengar bisikan sekelompok kecil elit Gerindra yang bersikap pragmatis dan oportunis.
Kelompok kecil ini mendorong Prabowo segera bergabung dengan Jokowi. Meninggalkan dan mengkhianati para pendukungnya. Melupakan janjinya “untuk timbul dan tenggelam bersama rakyat.” Mengkhianati sikapnya yang menolak kecurangan. Melupakan ucapannya sendiri tidak akan kompromi terhadap ketidak-adilan dan ketidak-jujuran.
Menukarnya dengan imbalan yang tak sepadan. Satu dua pos menteri, posisi sebagai ketua Wantimpres, jabatan di parlemen, dan pos-pos duta besar.
Sikap Rasional
Pilihan sikap Sandi memilih menjadi oposisi secara rasional, matematis dan politis jelas lebih taktis, strategis, dan dalam jangka panjang akan menguntungkan. Dia tidak berpikir jangka pendek, namun bisa melihat jauh ke depan.
Sandi sejauh ini sudah menunjukkan sikapnya sebagai figur yang punya prinsip teguh. Dia rela menanggalkan jabatannya sebagai Wagub DKI ketika mencalonkan diri menjadi cawapres mendampingi Prabowo. Padahal aturan perundang-undangan tidak mengharuskan mundur.
Sandi menunjukkan kualitas pribadinya jauh lebih unggul bahkan dibandingkan kompetitornya tokoh senior sekelas Ma’ruf Amin. Dia tak mau melepas jabatannya sebagai Ketua Dewan Syariah di BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri ketika menjadi cawapres.
Posisi Ma’ruf inilah yang digugat dan banyak dipersoalkan. Kendati dimentahkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), namun publik sudah punya penilaian sendiri bagaimana kualitas seorang Ma’ruf.
Sandi memang beda. Bukan orang yang mudah tergoda, apalagi kemaruk jabatan. Dia mau berjuang dan mengutamakan nilai-nilai moral dan etika. Tidak hanya berpegangan pada hal yang bersifat legal formal.
Bisa dibayangkan, bila dengan reputasi semacam itu tiba-tiba Sandi sepakat menyerah dan mendapat imbalan jabatan. Apa kata dunia?!
Katakanlah Sandi mendapat pos sebagai Menko Perekonomian seperti rumor yang berkembang. Hal itu tetap sangat tidak sepadan.
Kontestasi Pilpres 2019 membawa Sandi menjadi tokoh muda terdepan, dalam jajaran kandidat pada Pilpres 2024. Dengan catatan tidak ada amandemen UUD 45 yang memungkinkan Jokowi untuk kembali mencalonkan diri ketiga kali, keempat kali, bahkan mungkin kelima kalinya.
Diantara tokoh-tokoh muda seperti Anies Baswedan, Puan Maharani, Muhaimin Iskandar, apalagi bila dibandingkan dengan Agus Harimurti, modal sosial dan politik Sandi jauh lebih unggul. Dia tinggal merawatnya.
Hanya perlu bersabar, terus berjuang bersama puluhan juta massa pendukungnya. Menjalankan peran seperti yang telah dikatakannya, ikut membangun Indonesia di luar pemerintahan, lima tahun ke depan, Sandi Insya Allah akan memetik hasilnya.
Sebaliknya bila Sandi ikut larut, terbawa arus elit Gerindra yang tak punya etos sebagai perjuang, karir politiknya juga akan ikut terlibas arus perubahan. Sebuah arus yang sedang mengalir deras di tengah rakyat Indonesia.
Sikap Sandi bila benar-benar bisa istiqomah, teguh pada pendirian, akan baik bagi dirinya sendiri, baik bagi Gerindra, dan baik bagi Indonesia.
Oposisi bukanlah anak haram. Oposisi adalah anak kandung demokrasi. Seperti obat, justru rasa pahitnya yang akan menyembuhkan dan menyehatkan.