Menyadap Persekongkolan Korup
Kreasi Lycurgus, dalam catatan Niclolo Machiavelli dalam buku “Diskursus” berumur lebih 800 tahun. Ia dipuji selamanya, karena pemerintahan hasil kreasinya membawa kesentosaan. Temuan kreatif Lycurgus itu, tak dapat disangkal mengilhami James Madison, arsitek konstitusi Amerika Serikat tahun 1787, yang dikenal sebagai perancang sistem hubungan antar tiga cabang kekuasaan.
Oleh Dr. Margarito Kamis
Jakarta, FNN - Sudut mana di bumi Allah Subhanahu Wata’ala ini, yang dapat diandalkan untuk bersembunyi dari kejaran kebenaran? Tidakkah Allah Subhanahu Wata’ala, Pencipta alam raya ini? Dia Allah Yang Maha Tahu telah memberitahukan dengan sangat gamblang bahwa nafasmu yang tak terlihat dan teraba itu pun memiliki jejak? Tidakkah orang-orang telah diberitahu bahwa tindak-tanduk sekecil apapun, tak terbantahkan, tidak peduli secanggih apapun usaha menyembunyikannya, tetap saja terlihat terang-benderang oleh Dia Allah Yang Maha Tahu?
Jadi? Adakah faedahnya melarang, dalam arti membatasi kewenangan KPK melakukan penyadapan? Bukankah seluruh tindakan orang-orang yang menyadap itu juga terekam oleh Allah Yang Maha Tahu? Tidakkah semua tindakan setiap orang, tanpa kecuali, kelak pada suatu saat pasti akan tersaji apa adanya di hadapan Dia Yang Maha Tahu?
Mengapa penyadapan yang telah cukup sering dilakukan KPK, dan telah mengakibatkan sejumlah orang dipenjara, karena ketahuan melakukan kejahatan dibatasi penggunaannya dengan cara mengatur tata caranya? Disisi lain mengapa orang-orang, boleh sebagian saja di KPK dan lainnya terlihat keberatan dengan pembatasan penggunaan wewenang penyadapan itu? Akankah pembatasan penggunaan kewenangan penyadapan mengakibatkan KPK tidak lagi berfungsi?
Di Jalan Sejarah
Sepanjang jalan sejarah peradaban yang kelak memunculkan demokrasi dan rule of law, yang siapapun menyusurinya, dan memeriksa deteilnya akan bertemu dengan beberapa hal mengagumkan. Disepanjang jalan itu, anda akan menemukan tidak ada seorang, atau sebesar apapun kekuasaan yang selalu terkokang di tangannya, yang dapat terus terbang tinggi. Sebab pastti terjatuh mencium tanah. Tidak ada diktator dan tiran sebesar dan seganas apapun, yang dapat terus bertahan dalam kejayaan hitamnya. Pasti tidak.
Firaun, sang diktator dan tiran terkejam itu, yang menyamakan dirinya dengan Tuhan, dalam kenyataannya tenggelam. Firaun tersunggkur, dan terjerembab juga dengan keangkuhannya sendiri. Namrud, sipenguasa yang sama diktatorialnya dengan Firaun jatuh juga. Namrud tenggelam dalam akhir yang pahit, menyedihkan. Kediktatorannya berakhir dengan satu pukulan alam yang mematikan.
Tetapi sudahlah lupakan itu. Mari melihat kasus yang ada kaitannya dengan korupsi. Contoh terbaik adalah Romawi Kuno. Sebelum menjadi imperium, Romawi memiliki sejumlah diktator top. Tetapi saya ingin mengemukakan dua di antaranya saja. Yang pertama Gaius Ferres, sidiktator dan koruptior tak tertandingi, dengan kekejamannya. Juga tak tersaingi, dan tak tertandingi kecuali mungkin dengan dirinya sendiri pada saat menjabat gubernur Sisilia tahun 73-71 Sebelum Masehi, akhirnya dipenjarakan juga oleh Cicero.
Gaji prajurit dimakan sendiri. Menerima suap dari prajurit yang bermaksud meninggalkan tugas adalah tipikal lain korupsinya. Yang hampir tak terpikirkan adalah korupsinya dalam jual-beli hukuman. Ketika seorang yang tak berdosa dihukum dengan hukuman mati. Masih harus dirundingkan besarnya uang suap untuk menentukan cara melaksanakan hukuman mati itu.
Karena korupsi yang terus menjalar merasuki semua sendi kehidupan, Kaisar Valentianus (364-375 Masehi) memeranginya. Karena masifnya, ia memeranginya dengan mempraktekan pemerintahan teror. Dalam kenyataannya, terornya itu bermata dua. Banyak, tulis Syed Husen Alatas, ilmuan sosiologi korupsi paling kawakan ini, orang tak bersalah sekalipun dihukum. Sedangkan orang yang bersalah lolos. Seorang bendahara negara disuatu tempat dibakar hidup-hidup, karena kesalahan kecil.
Itu sebabnya Ammianus Marcelinus, seorang sejarawan pada masanya, tulis Syed, melukiskan Valentianus sebagai orang yang berbakat biadab, bengis dan kejam. Seorang pandai besi yang mempersembahkan kepada kaisar penutup dada yang diberi hiasan. Bukannya diberi hadiah. Pandai besi itu malah dihukum mati. Penyebab, karena berat penutup dada itu sedikit lebih ringan dari yang diharapkan oleh sang Kaisar.
Tinggalkan Kaisar Valentianus dan Ammianus Marcelinus. Mari beralih ke jalan sejarah disudut yang lain. Anda akan menemukan kenyataan “kerahasiaan atau merahasiakan sesuatu”. Apapun itu ternyata tersaji sepenuhnya sebagai barang buruk, seburuk-buruknya. Pada jalan itu pula akan ditemukan kesukaan “merahasiakan sesuatu”. Apapun itu tak pernah tertakdir sebagai tipikal diktator semata. Tidak. Ternyata diktator itu juga mempunyai kesukaan tertakdir sebagai tipikal orang yang gandrung mempromosikan dan mengagungkan demokrasi.
Saya, tulis Syed ingat penggambaran kegiatan usaha-usaha gelap yang dikemukakan oleh Woodrow Wilson. Berulang-ulang, tulis Syed memperingatkan tentang rahasia yang menyelubungi pemilikan perusahaan dan hubungannya dengan para gembong politik. Sebagai contoh ia Woodrow Wilson tampilkan usaha surat kabar.
Katanya alangkah baiknya kalau surat kabar mencantumkan nama para pemiliknya atau pemegang sahamnya. Tujuannya agar semua pembaca dapat mengetahui pendapat siapa yang disuarakan kabar tersebut. Selian itu, pendapat siapa pula yang dikesampingkan oleh surat kabar.
Jika demikian, tulis Syed lebih jauh, ada undang-undang yang akan mewajibkan dicantumkan nama pemilik surat kabar itu. Hal itu akan dimentahkan dengan cara yang berbelit-belit. Pemilik surat kabar lebih suka pada kerahasiaan dan mencantumkan nama orang yang tidak berpengaruh dan tidak penting.
Mereka, kata Syed lebih jauh lagi, mengatur hubungan dengan pemilik yang sebenarnya. Yang memegang dan menguasai saham atas dasar hipotesis. Akhirnya, pusat syaraf surat kabar itu terletak disuatu Bank. Orang yang menguasai penggunaan uang adalah orang yang menguasai surat kabar. Kemudian Wilson membuat kesimpulan yang tepat. “Lihat bagaimana sesuatu yang terbuat dari air raksa. Jika anda menjetikan jari anda terhadapnya, semua unsur pembentukannya akan buyar.”
Cara Sehat
Absolutisme disepanjang jalan sejarah tak pernah baik. Disudut terkecil sekalipun, mengandung dan memancarkan kebaikan. Itulah yang dikenali oleh Lycurgur, penguasa di Sparta Roma. Karena telah cukup detail mengenal monarki, aristokrasi dan demokrasi. Yang dalam kenyataan hanya bisa bertahan dalam waktu singkat. Lycurgus mengorganisasikan ketiga jenis pemerintahan tersebut menjadi satu. Ia membuatnya saling terhubung, saling terkait satu dengan lainnya.
Kreasi Lycurgus, dalam catatan Niclolo Machiavelli dalam buku “Diskursus” berumur lebih 800 tahun. Ia dipuji selamanya, karena pemerintahan hasil kreasinya membawa kesentosaan. Temuan kreatif Lycurgus itu, tak dapat disangkal mengilhami James Madison, arsitek konstitusi Amerika Serikat tahun 1787, yang dikenal sebagai perancang sistem hubungan antar tiga cabang kekuasaan.
Sistem ciptaan Lycurgus yang diberi bentuk lebih jauh oleh James Madison inilah yang saat ini dikenal dengan cheks and balances. Itu sebabnya Lycurgus, untuk alasan sebagai penemu terdahulu, lebih tepat ditahbiskan sebagai peletak dasar sistem cheks and balances.
Sejarah yang telah menyatakan kebenarannya itu, untuk alasan yang sehat, mestinya membawa siapapun melihat pembentukan norma hukum tentang tata cara penyadapan. Pembentukan unit pengawasan terhadap penggunaan seluruh wewenang KPK, dilihat sebagai panggilan yang menyehatkan.
Mengatur tata cara penyadapan, untuk alasan secanggih apapun, tidak bakal termaknai sebagai “penghilangan wewenang penyadapan” KPK. Itu pasti tidak. Membentuk unit pengawasan, juga sama. Tidak bisa, dengan argumen apapun, dimaknai sebagai cara mengucilkan, secara kasar maupun halus KPK dari pertempuran melawan korupsi. Tidak.
Nalar pras toto seperti itu cukup jelas. Terlalu sulit untuk tidak membawa dan menahbiskannya sebagai nalar menyesatkan. Tentu tak berkelas menurut timbangan nalar peradaban. Membatasi dengan cara mengatur “tata cara penggunaan wewenang” sama sekali tak bernalar analogis, dan silogistis sebagai penghilangan. Juga tidak.
Bukan saja karena KPK tetap dapat melakukan penyadapan menurut tata cara tertentu. Juga mendapat izin dari pengawas, tetapi terhadap kasus-kasus yang dilaporkan ke KPK. Kalau KPK mau, maka KPK dapat melakukan penyadapan terhadap kasus diselidiki dan disidik oleh KPK.
Pembaca yang budiman. Memerangi kejahatan, sebagaimana yang telah dibuktikan kebenarannya dalam sejarah, tidak dapat dilakukan dengan cara yang sama buruknya dengan kejahatan itu sendiri. Tidak. Gema perang melawan korupsi saat ini, dengan sejumlah kenyataan terlihat seperti pisau bermata dua. Ini tidak baik. Memompa moralitas perang terhadap korupsi di satu sisi, tetapi pada saat yang sama membiarkan mesin produksi korupsi terus eksis. Misalnya, pemilu langsung disisi lainnya, sejujurnya adalah hal yang naïf, senaif-naifnya.
Naif betul menerima pemilu sebagai ekspresi hak semata. Pemilu disisi lain merupakan medan pemodal membeli kekuasaan secara halus. Orang yang dibeli, dan membeli sama-sama tak mungkin adalah orang yang baik. Menariknya Machiavelli menemukan kenyataan dan membuat tesis, “orang baik tidak bakal menaiki tangga kekuasaan, mengandalkan, mempertahankan kekuasaannya dengan cara yang terlihat baik dikulit, tetapi jahat dalam esensinya. Tidak. Orang baik tidak pernah bermuka dua.
Sadaplah setiap pembicaraan persekongkolan membuat korupsi. Lakukanlah secara benar. Membiarkan korupsi sama dengan menempatkan moralitas ditempat sampah. Sama busuknya dengan memberantas korupsi dengan cara yang korup dan jahat.
Korupsi tidak dapat ditoleransi dengan menyodorkan skala jumlah uang yang dikorupsi. Karena anda, dengan cara apapun instrumennya, tidak dapat mengukur secara tepat efek sosialnya terhadap setiap sudut kemanusiaan yang ditimbulkannya. Jelas itu.
Penulias adalah Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternate