Rezim Terus Memburu dan Mempersekusi UAS?
Di media sosial, telah viral siapa saja dalang dibalik pernyataan tuntutan pembatalan ceramah UAS. DEB V secara terbuka menyebut ada keterlibatan rezim dan penopangnya, yang ikut mengkonsolidasi penolakan di Frankfurt, Jerman. Bahkan konsolidasi penolakan juga dilakukan di Bremen dan Hamburg
Oleh : Nasrudin Joha
Jakarta, FNN - Rupanya, pembatalan ceramah UAS di UGM bukanlah akhir. Umat mengira, di UGM adalah yang terakhir kalinya UAS dihalangi untuk menebarkan dakwah, menyadarkan umat.
UAS masih dianggap 'mesin pemusnah massal' yang akan memusnahkan kedunguan, membangkitkan kesadaran, dan tentu hal ini yang akan memicu kebangkitan umat Islam. Keadaan inilah yang tidak diinginkan rezim.
Rezim ingin terus menancapkan hegemoninya kepada umat, mengkondisikan umat agar tetap dalam keadaan dungu dan memaksa agar umat ketakutan dan membiarkan kezaliman yang diproduksi rezim. Rezim khawatir dan sangat takut, kedunguan diangkat dari umat, umat menjadi sadar dan atas kesadaran itu umat tak lagi takut dan secara kolektif mengajukan perlawanan semesta kepada rezim.
Hari ini (17/10), Ustaz Abdul Somad (UAS) dikabarkan kembali ditolak mengisi ceramah di Frankfurt, Jerman. UAS dijadwalkan mengisi Tablig Akbar pada tanggal 23 Oktober 2019.
Penolakan tersebut dilontarkan oleh akun Change.org bernama Deb V yang mengajak warganet menolak acara kedatangan UAS. Deb V. menuliskan alasanya menolak UAS karena sering membuat pernyataan yang intoleran bahkan cenderung provokatif memusuhi sesama Muslim, tapi juga kepada non muslim.
Di media sosial, telah viral siapa saja dalang dibalik pernyataan tuntutan pembatalan ceramah UAS. DEB V secara terbuka menyebut ada keterlibatan rezim dan penopangnya, yang ikut mengkonsolidasi penolakan di Frankfurt, Jerman. Bahkan konsolidasi penolakan juga dilakukan di Bremen dan Hamburg.
Selain di Jerman, UAS sebelumnya juga batal mengisi sebuah acara Tabligh Akbar sekaligus penggalangan dana masjid fase 2 di wilayah Amsterdam, Belanda. Pembatalan tersebut disampaikan melalui surat pemberitahuan yang diterbitkan oleh Persatuan Pemuda Muslim se-Europa (PPME) Al-Ikhlash Amsterdam. Dilihat detikcom, Kamis (10/10/2019), surat pemberitahuan itu ditandatangani oleh ketua PPME Hansyah Iskandar Putera beserta wakilnya Hasanul Hasibuan.
Memang benar, rezim ini tidak menggunakan tangannya langsung untuk memburu UAS. Kadangkala dengan otoritas kepegawaian, kadangkala menggunakan ormas Bani Majengjeng, antek dari partai pengusung rezim, komponen gerombolan kafir (pada kasus laporan polisi), juga menggunakan otoritas kampus (pada kasus UGM).
Saat ini, UAS telah berlepas diri dari status PNS nya. Artinya, otoritas kepegawaian tidsk mungkin bisa lagi digunakan oleh rezim untuk memburu dan mempersekusi UAS.
Namun kemerdekaan UAS sebagai rakyat biasa tanpa status Aparat Sipil Negara tidak membuat rezim ini berhenti memburu UAS. Kasus Jerman ini, menjadi bukti bahwa perburuan UAS masih terus dilakukan.
Sebenarnya UAS ini memang bandel, ustadz yang satu ini intoleran, tidak mau diajak rukun dengan rezim seperti Yusuf Mansur dan Ma'ruf Amin. Andaikan UAS tidak bandel, mau diatur rezim seperti Yusuf Mansur atau Ma'ruf Amin, maka UAS tidak akan pernah mendapat perlakuan zalim dari rezim. Bahkan, ceramah UAS akan didanai dan difasilitasi rezim.
Setelah rezim mampu menghentikan 'dampak destruktif' dari seruan-seruan HRS, mampu mengisolasi HRS di Arab Saudi, ternyata dari rahim umat ini muncul UAS sebagai pengganti. Tak suka dengan model dakwah HRS yang tegas dan lugas, rezim juga membenci ceramah UAS yang karib dengan logika yang dibumbui canda.
Intinya, semua ujaran yang akan menyadarkan umat, menghilangkan kedunguan umat, pasti akan diburu rezim. Rezim ini tidak ingin umat menyadari, bahwa kebangkitan umat ada pada Islam dan sadar bahwa rezim yang ada hanyalah boneka yang dijadikan alat oleh penjajah untuk menindas umat Islam.