Terpasung
Oleh Ady Amar *)
TERPASUNG punya makna leksikal pada sesuatu yang sempit dan tidak leluasa, bisa bermakna tersekap, terkurung, terkungkung, terpenjara, terbelenggu, terkekang, dan seterusnya. Pokoknya pada hal-hal yang tidak leluasa untuk bergerak.
Terpasung pun punya makna struktural, yang itu disematkan tidak pada satu kata, tapi dalam bentuk kalimat untuk memberi aksentuasi makna: ia terpasung dalam kebijakan partai atau ia terpasung oleh jabatan yang melekat. Tentu makna "terpasung" dalam kalimat itu tidak bisa lagi berdiri sendiri sebagai makna tunggal.
Menarik jika kata "terpasung" itu disematkan pada Ganjar Pranowo dan Anies Rasyid Baswedan. Dua orang yang digadang-gadang sebagai calon kuat untuk berkontestasi pada Pilpres 2024. Masih lama memang, tapi suara tabuhan menuju Pilpres sudah ditabuh, meski tabuhannya terhalang oleh sebab-sebab tertentu.
Tabuhan yang suaranya lamat-lamat, itu bisa sebab mereka "terpasung" oleh kebijakan partai yang belum mau mengusungnya (Ganjar Pranowo). Dan yang lain, oleh sebab jabatan yang melekat, merasa tidak pantas jika harus melangkah lebih jauh (Anies Baswedan). Keduanya menjadi manusia "terpasung", sehingga geraknya menuju Pilpres jadi terhalang.
Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah, tampak mencoba sekuatnya melepas ikatan "pasung", dan karenanya terkesan "melawan" partai yang membesarkannya (PDIP). Tekanan pada partai, seperti manuver, terus diikhtiarkan untuk melepas "pasungan" agar geraknya makin leluasa. Meski partainya setidaknya belum bergeming merespons untuk melepas "pasungan" sebagai petugas partai.
Sedang Anies Baswedan yang tidak berpartai, sebenarnya bisa bermanuver lebih lincah lagi. Tapi ia justru "terpasung" oleh bayangan sendiri, dan itu oleh etika yang dipegangnya yang tampak kaku, yakni akan menyelesaikan tugas sebagai Gubernur DKI Jakarta, sesuai amanah yang diemban. Padahal pendukungnya ingin Anies sedikit lentur, tetap bekerja memenuhi janji-janji kampanyenya kepada warga DKI, tapi tidak mengenyampingkan persiapan menuju 2024.
Ganjar dan Anies menjadi manusia "terpasung" dengan alasannya masing-masing. Yang satu oleh kebijakan partai, sedang satunya memegang teguh etika yang diyakininya. Itulah gambaran untuk keduanya dalam memaknai kata "terpasung". Dan jika muncul relawan yang mendeklarasikan keduanya, itu sebenarnya bentuk pressure terhadap induk partainya (PDIP), dan yang satu pada kandidat yang sebenarnya bisa membuka "pasungnya" sendiri dengan mudah, tanpa harus "memasung-masungkan" diri dengan etika berlebihan.
Akhirnya Deklarasi
Ganjar Pranowo meski "terpasung" ia tampaknya lebih siap menyongsong 2024 ketimbang Anies Baswedan, setidaknya itu yang tampak. Maka ambisi keduanya pun bisa tampak dengan jelas, dan itu pasti membuat relawan, khususnya relawan Ganjar Pranowo, akan lebih mudah bermanuver membuat deklarasi. Itu diharapkan bagian dari penguatan elektabilitas kandidat yang diusungnya.
Maka, itu tampak dari relawan Ganjar Pranowo yang lebih dulu tampil dengan deklarasi di mana-mana. Tak terhitung di berapa tempat deklarasi itu dilakukan. Bisa jadi itulah yang menyebabkan elektabilitasnya menaik versi lembaga survei, meski itu juga bukan satu-satunya parameter yang bisa dilihat. Karena, banyak juga lembaga survei hadir bekerja untuk pasangan tertentu. Framing lalu dilakukan. Karenanya, menjadi biasa jika angka elektabilitas dimainkan sesukanya.
Entah sampai kapan "pasungan" untuk Ganjar Pranomo itu dibuka. Tidak ada yang tahu. Maka, tekanan pada partai (PDIP) akan terus dilakukan oleh "tangan-tangan" Ganjar yang terus bergerak. Dan jika saat ini terlihat, bahwa PDIP tampak terbelah, itu bisa juga bagian dari manuvernya.
Sedangkan Anies Baswedan, seperti tadi disebutkan, sebenarnya bisa membuka "pasungnya" sendiri dengan mudah, tanpa bantuan pihak lain. Itu jika ia bersedia. Tapi tampaknya Anies belum mau membuka "pasungnya" dan masih asyik menyelesaikan kerja-kerjanya selaku Gubernur DKI Jakarta. Mungkin Anies masih menganggap Pilpres 2024 masih jauh. Jadi tidak perlu terburu-buru menampakkan ambisi dalam menyongsongnya.
Tapi mereka yang "berpihak" pada Anies, tidak sanggup melihat sikap Anies yang masih tidak beranjak dari kerja-kerja yang terpateri dengan mengedepankan etika. Dan, mereka yang "berpihak" itu, tidak nganti lalu mendeklarasikan Anies for President, di Gedung Joang, Cikini, Jakarta (20/10). Dimotori La Ode Basir dan 6 kawannya. Deklarasi yang menghebohkan, dan pastinya lebih lagi mengejutkan Anies Baswedan yang seperti pihak yang di-fait accompli.
Siapa La Ode Basir itu, orang bertanya-tanya. Ia tentulah bukan penduduk planet lain yang tidak bisa dikenali jejak rekamnya. La Ode Basir dikenal sebagai orang dekatnya Erwin Aksa, tokoh muda Partai Golkar yang saat Pilpres 2019 "melawan" kebijakan partainya dengan memilih berada di kubu 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno. Erwin Aksa adalah kemenakan dari Jusuf Kalla (JK). Maka, jika lalu orang menduga ada "tangan" JK di sana juga tidak salah.
Dan kemarin, Ahad (31/10), itu "di markaz" Ganjar Pranowo sendiri, Kabupaten Purbalingga, muncul Deklarasi Relawan Satria Anies Presiden 2024 Korda Purbalingga. Ketua Relawan Koordinator Nasional Satria Anies Presiden 2024, Ahmad Zainuddin Abbas, alias Gus Abbas, memberi alasan mengapa deklarasi itu dimunculkan, itu karena Anies Baswedan sudah teruji kepemimpinannya sebagai Gubernur DKI Jakarta, dan berharap bisa diteruskan di tingkat nasional... Tambahnya, figurnya tenang dan njawani.
Karenanya, Anies Baswedan meski enggan membuka "pasungnya" sendiri, maka relawan tetap mendeklarasikan dirinya menuju 2024. Tampaknya gelombang itu sulit dihentikan. Terdengar tidak lama lagi akan muncul deklarasi untuk Anies Baswedan di Jawa Barat dan lanjut Jawa Timur, dan seterusnya. Biarlah para deklarator berjalan dengan kreasinya masing-masing. Itu bukti bahwa mereka bekerja ingin menghadirkan pemimpin nasional yang sesuai harapan.
Anies Baswedan mungkin masih menganggap, bahwa saat ini belum waktunya untuk menampilkan diri, baru tarhim, ia akan bergerak jika adzan berkumandang. Tapi buat para deklarator, dalam perspektifnya, sebenarnya sudah masuk waktu adzan dan mereka bergerak tanpa perlu kulo nuwun segala. (*)
*) Kolumnis