olahraga
METAMORFOSIS INDONESIA, Skema dan "Total Football" Kluivert
Oleh Sabpri Piliang | Wartawan Senior \"TOTAL FOOTBALL\" (\'totalvoetbal\'), bukan \'Tiki taka\'. Bukan pula \'Catenaccio\'. Konsep sepak bola modern ini, terbukti ampuh melahirkan juara dunia. Atau setidaknya, finalis. Kedatangan Patrick Kluivert ke (Indonesia), mengingatkan saya pada klub elite Ajax Amsterdam. Betul, Patrick besar di Ajax. Tapi bukan itu! Klub yang didirikan hampir 125 tahun lalu (Maret 1900) inilah, \'pengonsep\' sekaligus \'engineering\'nya. Skema \"total football\" diciptakan dan dipopulerkan Ajax kurun 1969-1973, kemudian diadopsi oleh pelatih Piala Dunia Belanda 1974 (Rinus Michels). Konsep ini membawa \"The Dream Team\" ke final \"World Cup\" 1974, 1978, 2010. Hampir semua Tim besar, dan berkelas di-luluhlantakan oleh \"total football\". Sebut saja juara dunia Brasil, dibekuk trio Johan Neeskens-Johan Cruyff, dan Johny Rep 2-0 (Piala Dunia 1974). Atau Argentina, dihajar 4-0. Filosofi \"total football\" tak ada ampun. Patrick Kluivert, suka atau tidak. Adalah \"kepanjangan tangan\" skema ini. Sama seperti Piala Dunia 1974, Johan Cruyff adalah \"managing\" dan eksekutor pikiran \"coach\' Rinus Michels. Filosofi \"total football\" diperankan Cruyff dengan sangat elegan. Cruyff meng-ejawantahkan pikiran Rinus Michels terhadap rekannya di Timnas Belanda: Ruud Krol, Rob Resenbrink, Wim Suurbier, Willy van de Kerkhov dan kembarannya Rene van de Kerkhov, Arie Haan, Wim Jansen dll. Banyak kesamaan Johan Cruyff dan Patrick Kluivert. Mereka sama-sama berasal dari pembinaan dini Ajax Amsterdam di usia 10 (Cruyff), dan Kluivert pada usia 7 tahun. Keduanya juga sama-sama hijrah ke Barcelona setelah meninggalkan Ajax. Bedanya, bila Cruyff hanya lima tahun (1973-1978), Sementara Kluivert selama enam musim berada di Barcelona (1998-2004). Sehingga keduanya faham betul dengan skema \"total football\" alias \'khatam\'. Skema ini, sangat eksplosif, di mana 11 pemain yang ditampilkan, tidak menetap di satu posisi. Sangat dinamis! Saya jadi teringat dengan pemain belakang Indonesia saat mengalahkan Arab Saudi 2-0 di \"matchday\" ke 6 pra-Piala Dunia. Betapa Calvin Verdonk bergerak dinamis dari bawah hingga ke atas. Bahkan satu \'assist\'nya kepada Marselino Ferdinan berbuah gol. Itulah \'total football\'. \"Total football adalah, sebuah filosofi revolusioner dalam permainan sepak bola. Di mana, tidak ada pemain yang \"positioning\"nya menetap dalam satu skema statis alias \'mobile\'. Konsepnya paradoks dengan \'tiki taka\' (juara dunia 2010/Spanyol). Di mana, sang pemain harus sudah tahu area yang mesti dikuasainya. Umpannya, pun pendek-pendek dari kaki ke kaki, untuk mencipta ruang. Berbeda lagi dengan \"catenaccio\". Konsep ini diperkenalkan dan sukses dijalankan pelatih Italia Enzo Bearzot. Catenaccio adalah, satu skema permainan sepak bola yang menitikberatkan pada pertahanan total (grendel). Catenaccio merupakan kebalikan dari \"Total Football\". Strategi catenaccio sangat efektif dalam bertahan. Garis ganda pertahanan, akan mencegah lawan masuk ke area penalti. Jika garis pertahanan bisa ditembus musuh, masih ada libero dan penjaga gawang. Lawan akan dibuat frustrasi, dan cenderung memancing semua pemain musuh mendekati area \"catenaccio\". Lantas, cuma bertahan? Tidak! Pada saat yang tepat, umpan lambung jauh ke depan, akan berbuah gol. Italia juara Piala Dunia 1982 di Spanyol, berdasarkan skema ini. Paolo Rossi (bintang Italia) adalah pengejawantah Enzo Bearzot. Bisa disebut menjadi \'think tank\'nya. Sama seperti Johan Cruyff-nya Rinus Michels (1974) Skema \"total football\". Membutuhkan fisik dan nafas yang kuat. Semua pemain bebas bergerak di posisi manapun. Sebutan posisi \'eleven\', hanya sekadar simbolis. Coba lihat gerakan Ragnar Oratmangoen saat gol pertama Indonesia versus Arab Saudi! \"Target Man\" Marselino Ferdinan, begitu sigap menyambut terobosan Orat mangoen. Karenanya, setelah permainan dimulai, semua pemain akan bergerak ke segala arah. Tak ada pemain yang menetap di lini depan. Tak ada pemain \"fixed\" di lini belakang, maupun tengah. Semua pemain adalah penyerang. Semua pemain adalah \"playmaker\", dan semua pemain adalah \"palang pintu. Menyerang bersama, lalu mundur bersama. Itulah \"total football\". Patrick Kluivert yang digodok dari klub pencipta \"total football\". Berasal dari negara yang melahirkan total football, tentu memiliki \"chemistry\" dengan pemain naturalisasi yang lahir dan dibesarkan di Belanda. Materi dan \'habit\' Jay Idzes dkk, memadai untuk \'total football\'. Di tangan Patrick Kluivert, skema sepak bola Indonesia akan ber-metamorfosis menjadi \'total football\'. Tontonan menarik. (***)
HARGAI KEPUTUSAN PSSI, Selamat Bekerja Coach Patrick
Oleh Sabpri Piliang | Wartawan Senior \"Setiap malam sebelum tidur. Aku akan mengecup pasanganku\". Itu wujud rasa cinta! Timnas Indonesia adalah milik rakyat Indonesia. Rakyat mencintainya. Rakyat akan mengecupnya! Tak ada kultus individu! Yang terbersit, bagaimana Indonesia bisa lolos ke Piala Dunia 2026 (AS-Kanada-Meksiko). Titik! Ini bukan soal Shin Tae Yong (STY). Bukan soal Patrick Kluivert. Juga bukan soal Erick Thohir. \"I don\'t care about popularity\", suatu ketika polemik penggantian STY membuncah. Erick bereaksi! Mengikat perilaku 11 pemain yang diinginkan PSSI, adalah struktur dasar. Itu adalah fondasi utuh, \"beton bertulang\" yang akan sulit menatanya kembali. Seandainya \"approach\" yang tersedia, membuat para pemain tak nyaman. Mungkin hasil 1-2 Indonesia versus China di \"matchday\" ke-4 lalu, akan berbeda. Ini adalah \"case study\". Tidak mungkin Indonesia kalah lawan China (di Qingdao Youth Football Stadium)! Trend positif di \"matchday\" ke-3 versus Bahrain (meski wasit Al-Kaf curang), ditambah bagusnya permainan Jay Idzes dkk. Mestinya Indonesia menang! Shin Tae Yong, telah \"mencuri hati\" masyarakat Indonesia. Sebuah fakta. Sejuta harapan, dimanifestasikan publik kepada mantan pelatih \"World Cup\" Timnas Korea Selatan (2018) ini. Shin Tae Yong tak diharap pergi secepat ini. \"Pesta\" belum usai, mengapa harus berpisah! Sebuah negeri yang \"gila bola\" dan pelatihnya dicintai. Publik haus kebanggaan, meski cuma sejumput. STY telah membangkitkan harapan \"mustahil\", dengan ketatnya persaingan poin di Group C. Polemik penggantian Shin Tae Yong kepada mantan bintang: Belanda, Ajax Amsterdam, dan Barcelona (Patrick Kluivert), membuat sengit pertengkaran di media sosial. Publik terkejut, dan terkesima. STY tak diharap pergi. Meski \"kekayaan\" prestasi STY belum megah. Namun, tangga yang didaki telah manampakkan fenomena \"suggestion impulse buying\". Bukan sekadar membeli produk (pelatih), bukan sekadar \"membeli\" STY. Lebih dari itu, prestasi Shin Tae Yong telah \"tersaji\" baik di depan mata. Lolos ke Piala Asia hampir di semua kelompok usia, maju ke putaran tiga Pra-Piala Dunia, dan rangking tiga klasemen sementara Group C. Itu yang membuat publik \'kepincut\'. Shin Tae Yong \"reputable\". Pilihan PSSI mengganti Shin Tae Yong, tentu ada alasan. Tidak secara eksplisit dikemukakan. Namun narasi ada persoalan komunikasi, melahirkan praduga implisit. Terdapat masalah antara Shin Tae Yong dengan pemain. Saya yakin, Ketua Umum PSSI Erick Thohir dihadapkan pada soal pelik. Kehilangan pemain, atau kehilangan Shin Tae Yong? Kehilangan pemain, ekuivalen dengan kehilangan asa lolos ke Piala Dunia. Sementara kehilangan Shin Tae Yong, lebih bisa disederhanakan. Bisa cepat dicari pengganti, tanpa perlu proses dokumen dan sumpah. Sejatinya, hingga diambil keputusan cepat. Erick Thohir pasti sudah mendapat masukan. Ada persoalan antara pemain-STY. Tak ada tanda-tanda STY akan diganti. Inilah yang membuat publik \"shock\", dan bereaksi keras. Ketua Umum PSSI dikejar \"deadline\". \"Deadline\" untuk memastikan: Mees Hilgers, Kevin Diks, Eliano Reijnders, Elkan Baggott. Bahkan: Jairo Riedewald dan Elo Romeny, untuk bisa dan mau bermain 20 Maret versus Australia, dan 25 Maret melawan Bahrain. PSSI tentu ingin kesempatan bermain di Piala Dunia, terbuka lebar. Dimotori sebagian besar pemain keturunan, sang Ketua Umum ingin memastikan. Semua pemain diaspora, tak ada lagi yang beralasan cedera, atau karena \"mal-komunikasi\" dengan pelatih. Hari ini dijadwalkan, Patrick Kluivert, Alex Pastoor, dan Denny Landzaat akan tiba di Indonesia. Sehari kemudian, besok (Minggu) mereka akan diperkenalkan pada publik sebagai pelatih Timnas Indonesia yang baru. \"Teluk budi, pangkal akal\". Langkah yang dilakukan Ketua Umum PSSI, terlepas dari apa pun sudah tepat. Tak ada kultus individu, kepentingan bangsa di atas segalanya. Hargai keputusan PSSI. Apa yang dilakukan, tentu sudah Arif dan bijaksana. Selamat bekerja \"Coach\" Patrick Kluivert! (***).
PELATIH INDONESIA, Kluivert & Warisan Rinus Michels
Oleh Sabpri Piliang | Wartawan Senior PATRICK Kluivert tidaklah sementereng Rinus Michels. Tidak juga se-agung Guus Hiddink, Leo Beenhakker, Bert van Marwijk, Louis van Gaal, atau Erik ten Hag. Sebagai \"coach\", Kluivert belum sampai pada \'chapter\' mereka. Bahkan lewat \"grade\" sedikit ke bawah, dengan Frank Rijkaard. Kluivert belum sampai di situ. Kluivert yang seangkatan dengan Giovanni van Bronckhorst, dikenal sebagai \'striker\' haus gol. Dibesarkan Ajax Amsterdam, dan berkiprah selama enam tahun (1998-2004) di Klub elite Barcelona. Keturunan Suriname (dari Ayah), mantan asisten pelatih Timnas Belanda ini, sangat produktif. Selama berada di Barcelona, dari 182 penampilan, Kluivert mencetak 90 gol. Bila dihitung prosentase, \'average\' (rata-rata) setengah (0,5) gol dia ciptakan di setiap pertandingan. Rekapitulasi golnya makin terlihat, bila dihitung kurun 14 tahun (1994-2008) berkarier di tujuh Klub elite Eropa (Ajax, AC Milan, Barcelona, Newcastle United, Valencia, PSV Eindhoven, Lille). Dalam 343 kali tampil, sebanyak 149 gol berhasil dilesakkannya. Tak keliru. Bila pelatih berusia 48 tahun ini, ingin menjadikan Timnas Indonesia \"panen gol\" di empat sisa \"matchday\" kualifikasi Piala Dunia Group C Zona Asia. Pilihan PSSI kepadanya, tidaklah salah. Angka statistik, pun menunjuk dan membenarkan probabilitas itu. Dalam 79 penampilannya memperkuat Timnas senior Belanda (1994-2004), sebanyak 40 gol telah dia ciptakan. Prosentasenya, hampir sama setengah (0,5) gol rata-rata dari setiap pertandingan. Diakui. Kluivert yang pernah meraih trofi Champion Cup (1994-1995) bersama Ajax Amsterdam, kondisinya belum secemerlang \'coach\' Rinus Michels, Leo Beenhakker, atau Dick Advocaat. Popularitasnya juga tidak lebih kuat ketimbang Frank Rijkaad, atau Johan Cruijff. Patrick Kluivert, dengan pengalaman lebih banyak sebagai asisten pelatih Timnas Senior: Belanda (2012-2014), Kamerun (2018-2019), NEC Nijmegen (2010-2011), AZ (2008-2010), Brisbane Roar (2010), akan berjuang bersama pemain Timnas Indonesia, meraih tiket Piala Dunia. Membawa Belanda menduduki posisi 3 Piala Dunia 2014. Patrick Kluivert (asisten pelatih Louis van Gaal), akan dikenang sebagai pemain berintelegensia tinggi. Gol tunggal yang diciptakannya tahun 1995 (UEFA Champion), telah mengantarkan Ajax ke tampuk singasana. Kluivert adalah salah satu, dari empat generasi emas yang memperkuat Timnas Belanda dengan kualitas mumpuni. Nama-nama: Johan Cruijff, Rob Resenbrink, Marco Van Basten, adalah tiga nama lain, yang pernah di \"takuti\" dalam kompetisi-kompetisi Dunia-Eropa. Prestasi Kluivert sebagai penyerang berbahaya (Eropa), memang tidak bisa dianggap sebelah mata. Mengikuti tiga kejuaraan Eropa (UEFA), Piala Dunia FIFA 1998, torehan lima gol di Piala Eropa tahun 2000, adalah monumen bagi mantan pelatih Timnas Curacao (2015) ini. Tak salah, bila kemudian FIFA yang berpusat di Zurich, mencantumkan Kluivert dalam FIFA 100. Sebuah daftar berisi 125 pesepakbola dunia terbaik, yang masih hidup di tahun 2004. Sampai kini, Kluivert menjadi salah satu penyerang terbaik di Timnas Belanda yang pernah ada. Sekalipun prestasinya sebagai pelatih, belum sementereng saat jadi pemain. Talenta Kelahiran Amsterdam (Belanda) ini, akan mencoba membawa Timnas Indonesia ke Piala Dunia 2026 (AS-Kanada-Meksiko). Yang tentunya juga menarik. Keberadaan Patrick Kluivert, akan lebih memudahkan komunikasi Calvin Verdonk dkk, dalam menerapkan sepak bola khas Belanda, \"Total Football\". Rinus Michels, sang \"designer\" sepak bola ala Belanda telah membekali Kluivert. Dia adalah Guru bagi semua pemain, dan pelatih asal Belanda sampai kini. Yakinlah, Kluivert sudah siap membawa Indonesia ke panggung \"World Cup \'26\". (*).
RASIO ERICK THOHIR, Tolok Ukur Elkan Baggott
Oleh Sabpri Piliang | Wartawan Senior MANUSIA lebih kompleks daripada angka. Manusia bukan matematika: 2+3=5. SDM Timnas juga bukan angka. Elkan Baggott, Jay Idzes, Shin Tae Yong, atau Ketum PSSI Erick Thohir, satu sama lain punya dimensi rasionalitas yang berbeda. \"Terbuangnya\" salah satu generasi awal diaspora (Elkan Baggott), adalah satu dimensi. Dimensi yang sebetulnya tak perlu terjadi, bila informasinya terbuka di ranah publik. Pertanyaannya, Baggott terbuang atau dibuang oleh STY? Hal yang diketahui publik, Baggot tidak datang memenuhi panggilan \"play off\" (tiket terakhir) STY, melawan Guinea. Alih-alih mengejar slot ke-24, setelah Timnas U-23 gagal menempati posisi tiga besar Piala Asia U-23 (Qatar), Indonesia dikalahkan oleh Tim yang tidak istimewa, Guinea. Sejak itu, pemain Ipswich Town dengan bakat besar ini, tak pernah lagi menjadi pilihan \"coach\" Shin Tae Yong (STY). Keberadaan Elkan Baggott, bukan lagi menjadi hal yang luar biasa (extraordinary) bagi STY. Publik pasti terheran. Keheranan makin bertambah, setelah muncul isu Elkan Baggott akan melepaskan kewarganegaraan Indonesia-nya. Publik sepertinya tak rela Elkan Baggot pergi. Baggott tidak punya kesalahan fatal. Indonesia akan rugi? Asosiasi Sepak Bola Thailand (FAT), pernah sangat menginginkan Baggot. Baggott yang lahir di Thailand, adalah Investasi PSSI yang tak boleh terbuang. Dia memilih Indonesia, bukan Thailand. Satu bentuk keyakinan, Indonesia mesti dibelanya. Tak mungkin Baggot menolak panggilan di Timnas Indonesia. Pemain belakang eksplosif dalam Timnas Indonesia ini, tentu mempunyai alasan fundamental, mengapa tak antusias kembali ke Timnas Indonesia. Kabar satu sisi mencuat, karena pelatih Shin Tae Yong tak mau memanggilnya. Apa betul? Atau Baggot-nya yang tak ingin kembali memperkuat Indonesia, bila pelatihnya masih STY? Tanpa titik desimal, tak ada yang bisa diukur. Apakah STY-nya yang tak lagi menginginkan Baggott, atau Baggot-nya yang sudah enggan berada di bawah kendali Shin Tae Yong. Bisa jadi, PSSI melihat \"case\" Baggott sebagai \"benchmarking\" (tolok ukur) peringatan dini, bubarnya para diaspora? Manajemen PSSI mungkin telah mengumpulkan informasi dari Jay Idzes dkk, tentang masa depan Timnas bila \'coach\' STY masih menukangi mereka. Kisah Mees Hilgers yang beralasan cedera, saat dipanggil menjalani \"matchday\" ke-5 melawan Jepang. Lalu, Kevin Diks, mengatakan cedera dan pulang ke Belanda, jelang \"matchday\" ke-6 melawan Arab Saudi. Adalah dua misteri yang hanya PSSI dan sang pemain, yang tahu. Pilihan antara meminggirkan STY, dengan perginya diaspora (pemain naturalisasi) adalah dua \"choice\" yang sulit bagi Ketua Umum PSSI Erick Thohir. Keputusan seperti \"petir di siang bolong itu, tak pernah disangka oleh mayoritas publik, yang \"terlanjur sayang\" pada STY. Solusi Erick Thohir, dengan melahirkan polemik di tengah optimistis jelang lawan Aussie (Australia) dan Bahrain, seperti meredupkan antusiasme publik. Namun, \"cover both side\" saya mengatakan. PSSI jauh lebih tahu, keputusan apa yang mesti diambil. Sikap mengakhiri kerjasama dengan STY, sudah dikalkulasi \"lost\" dan \"benefit\"-nya. Tak ada yang keliru! \"Semilir angin\", cerita tersembunyi kekalahan Timnas Indonesia vs China (1-2) di \"matchday\" ke-4, dan kemenangan 2-0 (Indonesia-Arab Saudi/\'matchday\' 6), makin menguatkan dugaan. Ada persoalan psikologis antara skuad diaspora dengan \'coach\' Shin Tae Yong. Di satu sisi, banyak pelajaran disiplin dan nilai nasionalisme yang diajarkan STY, dalam membangun Timnas Indonesia. Kenaikan hampir 50 level di rangking FIFA (2019-2025), itulah jasa baik STY kepada kita. Hanya saja pemikiran manusia (pemain), jauh lebih independen ketimbang angka-angka (statis). Lebih sulit diukur berdasarkan ekuitas, dan marjin laba dalam konsep \'trading\'. Pemain adalah ekuitas (modal) kita. Sementara marjin adalah kemenangan dan keuntungan. Kemenangan, atau kekalahan dalam satu \"matchday\" (Kualifikasi Piala Dunia), acap dipengaruhi suasana kebatinan para pemain. Peringatan dini, mumpung masih ada waktu 2,5 bulan, PSSI melakukan langkah ekstreem. Mengganti Shin Tae Yong, sebelum \"matchday\" ke-7,8,9, dan 10. Tak usah terlalu khawatir dengan \"perginya\" Shin Tae Yong. Berpikirlah seperti seorang \"imajiner\". Pelatih baru Timnas Indonesia: Patrick Kluivert, atau Louise Van Gaal, akan punya resep lebih baik dari STY. Kemampuan Erick Thohir melihat STY, menganalisis beberapa skenario. Akhirnya memberinya pilihan, Shin Tae Yong harus pergi. (***).
SUKSESI SHIN TAE YONG, "Bagai Hujan Jatuh ke Pasir"
Oleh Sabpri Piliang | Wartawan Senior HORMATI keputusan PSSI! Sambil mengatakan. \"Bagai hujan jatuh ke pasir\", jasa \'coach\' Shin Tae Yong (STY), tak terbalaskan hingga kapan pun. Sangat memahami, mengapa Shin Tae Yong (STY) harus diganti. Mudah dimengerti. Bila PSSI ingin \'step\' yang dibangun mantan pelatih Piala Dunia Timnas Korea Selatan ini, memiliki \'lekuk\' lain. Perspektif dan nuansa baru! Resonansi lima tahun STY telah membawa angin segar (fresh breeze) untuk Timnas Indonesia. Meski kurun itu belum satu gelar pun yang dihasilkan STY. Namun, fundamental sepak bola Indonesia telah berubah ke arah yang tepat. Penggantian STY, bukan karena dia gagal. Keberhasilan membangun Timnas tidak melulu karena menang dan juara. Apalagi saat dia datang ke Indonesia (akhir 2019), kondisi sepak bola kita berada di tingkat \"paria\" (menyedihkan). Ditambah dengan wabah Korona hingga 2022. Kedatangan suksesor, apa itu: Patrick Kluivert, atau Marco Van Basten, bahkan mantan pelatih (Bayern Munich, Ajax Amsterdam, Manchester United, Barcelona), Louis Van Gaal, tinggal memperbaharui kerangka Timnas yang telah dibentuk STY. \"Kecerdasan emosional\" yang beranalogi dengan \"kecerdasan sukses\". Telah ditunjukkan STY selama lima tahun mengelola Timnas Indonesia. Lolos ke putaran 3 Kualifikasi Piala Dunia, posisi ke-4 Piala Asia U-23, adalah buah \"tangan dingin\" STY. Tak ada yang menyangkal,mimpi bersama STY mesti diperbaharui dan direstorasi. Itu hukum alam. Ada yang datang, ada yang pergi! Selama 80 tahun, sejak \"berlayar jauh\" mengikuti Piala Dunia 1938 (Perancis). Di tangan STY-lah, harapan itu membuncah. Harapan lolos Piala Dunia 2026 (AS-Kanada-Meksiko) mengemuka, setelah menumbangkan Arab Saudi 2-0). Semua bertumbuh tak terbendung. Kini, tantangan pelatih baru Timnas Indonesia (diumumkan 12 Januari petang), tentu tidak ringan. Kluivert, Basten, atau Van Gaal, dihadapkan pada target lolos ke Piala Dunia 2026. Sejauh mana \"kecerdasan emosional\" ketiganya (yang terpilih) mampu melampaui STY? Cukup mengalahkan Australia (Sydney 20 Maret), dan menumbangkan Bahrain (GBK 25 Maret). Maka publik tidak akan mempermasalahkan suksesi pelatih Timnas Indonesia. Catat, jangan sampai kalah! Saya tak ingin mengatakan, banyak publik yang \"marah\", kesal, atau bingung. Mengapa STY harus diganti? Senyatanya STY mampu membawa Timnas Indonesia menang 2-0 terhadap rangking FIFA 59 (Arab Saudi) di \"matchday\" ke-6, November lalu. Melihat \"kecerdasan emosional\" STY, publik pasti teringat dengan \"coach\" Wiel Coerver (Belanda), atau Tonny Pogacnick (Yugoslavia). Di masa kepelatihan mereka, Timnas Indonesia memiliki karakter bermain mumpuni dan disegani. Suksesi dan merasa kehilangan, di tengah kecintaan publik terhadap STY, tidak boleh berlarut-larut. Keberanian PSSI menyudahi STY, meski kontraknya hingga 2027. Sejatinya dilihat publik, karena ada hal yang tak lazim. STY dianggap telah mampu menyihir \"audiance\" dan komunitas sepak bola Indonesia. Saat \"matchday\" ke-5, di mana Indonesia dijungkalkan Jepang 0-4. Nyaris tak ada penonton beranjak, mereka tetap meng-elu-elukan para pemain. Membesarkan hati. Ini pasti dianggap aneh. Kalah, tapi tetap \"disayang\"! Sehingga di \"matchday\" ke-6, STY membalas \"budi\" penonton, dengan mengalahkan Arab Saudi 2-0. Yang juga unik, dalam sejumlah laga. Penonton meneriakan yel yel \"Shin Tae Yong\"...\"Shin Tae Yong\"...\"Shin Tae Yong\". Mungkin ini peristiwa langka. Lazimnya yel..yel..untuk pemain. Ketua Umum PSSI Erick Thohir, secara gamblang menyebutkan. Penggantian pelatih, semata-mata karena kebutuhan organisasi. Timnas membutuhkan pemimpin yang bisa mengimplementasikan strategi yang sudah disepakati dengan pemain. Serta mampu berkomunikasi dengan lebih baik. Selama lima hari Ketua Umum PSSI Erick Thohir mewawancarai para kandidat pengganti STY di Eropa (Desember lalu). Semua meng-\'amini\', dan sepakat dengan target Timnas Indonesia lolos ke Piala Dunia 2026. Tentu, penggantian Shin Tae Yong, bukanlah eksperimen. Seperti eksperimen pelatih kenamaan Arab Saudi (Roberto Mancini), oleh Herve Renard. Penggantian ini tidak menolong Arab Saudi, untuk mengalahkan Indonesia. Keputusan telah diambil. Shin Tae Yong pasti diganti! Yang masih belum pasti, siapa calon pengganti pelatih berusia 54 tahun ini? Louis Van Gaal, Patrick Kluivert, atau Marco Van Basten? Atau, ada nama lain di luar itu. Misalnya, sejumlah pelatih Eropa yang saat ini tengah \"un-employment\": Giovanni Van Bronckhotst (Belanda), Erik ten Hag (Belanda), Joachim Low (Jerman), Roberto Mancini (Italia), Rafael Benitez (Spanyol), Massimiliano Allegri (Italia). Teka teki?. Masih ada waktu 2,5 bulan bagi Jay Idzes-Calvin Verdonk-Sandy Walsh-Marselino Ferdinan dkk. Untuk mempersiapkan diri bersama pelatih baru, menghadapi empat \"matchday\" terakhir kualifikasi Piala Dunia. Mari menengadah ke masa lalu, untuk melihat ke masa depan. Mari memandang \"coach\" Shin Tae Yong, untuk melihat: Patrick Kluivert-Marco Van Basten-Louis Van Gaal. Apakah perubahan ini akan membawa kemenangan di sisa \"matchday\" kualifikasi Piala Dunia 2026? Semua punya konsekwensi! Dalam karya epiknya \"War and Peace\". Sastrawan Rusia Leo Tolstoy (1828-1910) mengingatkan: \"Yang terkuat dari semua pejuang adalah, \'waktu\' dan kesabaran\". Publik harus bersabar, PSSI pasti ingin memberikan pelatih terbaik untuk Timnas Indonesia. Penggantian \"Coach\" Shin Tae Yong kepada Kluivert, Van Gaal, atau Basten, adalah lumrah. (*)
FINAL PIALA TELUK, Jangan Berkelahi dalam Kapuk!
Oleh Sabpri Piliang | Wartawan Senior \"RESTORASI Meiji\" (1866-1869) adalah kebangkitan Jepang. Mengalahkan Arab Saudi 2-0, adalah \"Restorasi Erick\" (Thohir) terhadap sepak bola Indonesia. Kemenangan Timnas Bahrain atas: Irak & Arab Saudi, lalu mengalahkan Kuwait di semifinal Gulf Cup 2024-2025. Adalah \"Restorasi Dragan\" (Talajic). Restorasi adalah modernisasi dari situasi tradisional, menuju keajaiban baru, model baru. Modernisasi sepak bola Indonesia, adalah model baru yang mengikuti tren restorasi. Karena dunia terus berubah. Dunia yang kini bergerak secara elektrik dan digital, mengharuskan Timnas Garuda beradaptasi dengan perubahan. Apa yang dilakukan pengurus PSSI, sudah tepat. Terlepas dari pro-kontra. Menggunakan \'coach\' dengan \"curiculum vitae\" terang benderang dan mahal. Lalu, tidak \"latah\" seperti Arab Saudi memecat Roberto Mancini, atau Australia yang mengganti Graham Arnold dengan Tony Popovic. Mengganti, lalu akan mengubah keadaan? Tentatif! Sepak bola adalah \"permainan waktu\". Penggantian pelatih, bukanlah pola vertikal yang efektif untuk membuat Timnas suatu negara menjadi menang. Sepak bola bukan \"sulap\". Berkait dengan kompetisi, penemuan \"anak ajaib\" seperti Cesar Luis Menotti menemukan Mario Kempes dan Osvaldo Ardiles (1978). Atau Carlos Bilardo yang mempercayai Diego Armando Maradona dan Jorge Burruchaga (1986). Atau Barcelona menemukan Lionel Messi sejak usia 13 tahun. Membangun sepak bola suatu negara membutuhkan manajerial yang bisa memadukan: hati, \'taste\', teknis, dan empiris. Perlu panduan filosofis (bukan sekadar pintar), dalam membangun kerangka sepak bola nasional. Tidak boleh sekadar \"lips service\", atau oportunis. Apa yang terjadi dengan sepak bola Arab Saudi di Piala Teluk (Gulf Cup), adalah satu \"miror\". Mengganti Herve Renard pasca Piala Dunia (Qatar) 2022 dengan Roberto Mancini. Lalu mengembalikan pelatih asal Perancis (Herve), dengan mendepak Mancini, lantas mengubah keadaan lebih baik? Berada di posisi ke-4 \"pre-World Cup \'26, dan babak belur di Piala Teluk (Gulf Cup). Menjadikan posisi pelatih Herve Renard di ujung tanduk di kali kedua, di mata Federasi Sepak bola Arab Saudi (SAFF/Saudi Arabian Football Federation). Ketua Umum PSSI Erick Thohir pernah mengatakan, \'coach\' Shin Tae Yong (STY) adalah pelatih yang berdedikasi dan tulus ingin memajukan sepak bola Indonesia. Apa yang dikatakan Menteri BUMN ini, banyak di-\'amini\', meskipun ada saja yang tidak setuju. Ini lumrah! Bercermin pada Arab Saudi, Sepak bola Indonesia kini tengah beradaptasi dengan filosofi presisi. Jangan tergoda pada kemajuan instan yang nisbi, lalu runtuh prematur. Ini akan membuat frustrasi pencinta sepak bola nasional. Pengurus PSSI saat ini nampak serius membenahi sepak bola Indonesia. Banyak belajar dari kemajuan sepak bola Eropa dan Amerika Selatan, tentu harus. Cari \"anak ajaib\" di berbagai kompetisi, kalau perlu amati \"Tarkam\", siapa tahu ada Mutiara terpendam di situ. Ada keyakinan, PSSI di bawah Erick Thohir akan menemukan filosofi sepak bola Indonesia. Kuncinya adalah instink, kapan harus berubah, dan kapan mesti berpegang teguh pada program yang telah dijalankan duet Erick-STY. Sepak bola adalah investasi. Investasi harkat, investasi martabat, dan bahkan mampu memunculkan rasa hormat inklusif yang bersipat \"nation state\". Argentina, Brasil, Inggris, Perancis, Jerman. Bahkan negeri ber-populasi 3,4 juta jiwa Uruguay (2022), secara inklusif telah dikenal dunia sebagai \"negeri sepak bola\". \"Nation state\"nya, melahirkan rasa hormat dunia. Mereka membangun olahraga rakyat ini, dengan kesungguhan dan kesabaran. Tidak seperti membalik telapak tangan, cari gampangnya. Atau semudah mencabut rumput ilalang di \"Padang Savana\". Apa yang dilakukan Bahrain, dengan tidak mengganti \'coach\' Dragan Talajic adalah sebentuk kesabaran. Sempat dibantai Jepang 0-5, draw dengan peringkat 130 FIFA (Indonesia) 2-2, berperingkat tidak aman di Pra Piala Dunia 2026, Dragan Talajic tidak dipecat. Buah kesabaran berbuah manis. Masuk final Piala Teluk, dengan mengalahkan tuan rumah (Kuwait) 1-0, Bahrain akan menantang Oman yang meluluhlantakkan Arab Saudi (2-1). \"Mutiara Teluk Persia\" ini, bakal menoreh kegemilangan Sabtu (4/1) lusa, bila mampu mengalahkan Oman. Restorasi jatuhnya \"Keshogunan Tokugawa\" (Jepang), Restorasi Erick Thohir (PSSI) dengan pola lateral (naturalisasi), Restorasi Dragan Talajic dengan masuk final Piala Teluk (Gulf Cup) adalah evolusi gradual mumpuni. Membangun sepak bola nasional, tidak bisa seperti \"berkelahi di dalam kapuk\" (kapas). Bila setiap kekalahan, sang pelatih diganti, maka kegagalan tak akan pernah berakhir. (*)
PIALA TELUK 2024, Inspirasi Bahrain untuk Jepang
Oleh Sabpri Piliang | Wartawan Senior Pelawak kesohor Amerika Serikat Chris Rock, tengah mengajari Bahrain cara \"melawak\" di Jaber Al-Mubarak Al-Hamad Stadium (Kuwait). Sambil membawa catatan ke panggung (lapangan). Pelatih Bahrain Dragan Talajic, seperti halnya Chris Rock. Mencatat, bagian \"lawakan\" mana yang diperbaiki, dan mana yang berhasil. Beberapa baris \"word\" lawak yang membuat penonton terpingkal, itu pertanda sukses. Kekalahan Bahrain, atas rangking 158 (FIFA) Yaman 1-2 (Gulf Cup), adalah kekeliruan. Sekaligus \"inspringly\" (inspiratif). Suksesnya lawakan Chris Rock (59), atau suksesnya Dragan Talajic memenangkan pertandingan. Akan menjadi \"tulang punggung\" pertunjukan, atau \"matchday\" berikutnya. Realitasnya, Bahrain kalah. Eksperimen Pelatih Bahrain, Dragan Talajic menurunkan 11 pemain cadangan) versus Yaman, telah mengajari, setidaknya Jepang terhadap Indonesia di \"matchday\" ke-10 (terakhir) \'pre-World Cup\', Juni mendatang. Kepastian Bahrain menjadi Juara Group B (Piala Teluk) ke-26 yang kini tengah berjalan di Kuwait. Menjadikan tim berjuluk \"Mutiara Teluk Persia\" ini, membangkucadangkan seluruh pemain intinya. Bahrain yang terlihat perkasa di \"matchday\" satu dan dua Piala Teluk \'24: mengalahkan Irak (2-0), dan menjungkalkan Arab Saudi (3-2), tanpa beban. Mengemas poin 6. Membuat \'si maroon\' ini rileks. Sekalipun harus kalah melawan Yaman. Pesaing terdekatnya Arab Saudi, tak mungkin bisa menjuarai Group. Menang versus Irak 3-1, dan menang lawan Yaman 3-2. Arab Saudi gagal menjadi juara Group B. Sekalipun poin sama-sama 6, dan selisih gol sama-sama Plus 3 (6-3), The Green Falcon, kalah \"head to head\" (regulasi FIFA) dari Bahrain. Dini hari nanti (semifinal), juara Group B Bahrain akan bersua \'runner up\' Group A, tuan rumah Kuwait (00.45). Sebelumnya Oman (juara Group A) berhadapan dengan \'runner up\' Group B (Arab Saudi) pukul 21.30. Sadar atau tidak. Apa yang terjadi di Piala Teluk (Gulf Cup), atau dikenal sebagai \"Khaleeji Zain\" ini, memberi panduan pada Jepang untuk mengistirahatkan pemain intinya: Ayase Ueda, Koki Ogawa, Kyogo Furuhashi, Takefusa Kubo, Zion Suzuki, Shogo Taniguchi, Ko Itakura, Koki Machida, Wataru Endo, Kaoru Mitoma, Takumi Minamino. Saat melawan Indonesia di \"matchday\" terakhir (10). Namun demikian, di \"matchday\" ke-7 melawan Bahrain, sebagai momentum untuk lebih cepat lolos ke Piala Dunia. Jepang akan bertarung masih dengan nama-nama di atas. Berpoin 16 hingga \"matchday\" ke-6. Kemenangan atas Bahrain (Rangking FIFA 81), akan memastikan Jepang (rangking FIFA 15) lolos terlalu dini ke Piala Dunia 2026 (AS-Kanada-Meksiko) dengan poin 19. Saya tidak akan berkalkulasi bagaimana pertandingan Indonesia versus Australia (20 Maret) di Sydney. Dengan tambahan penyerang Ole Romeny, Jay Idzes dkk, anggap saja menang. Sementara Jepang melibas Bahrain. Berlanjut Jepang menghadapi Arab Saudi (25 Maret), dan Indonesia menjamu Bahrain di GBK. Publik Indonesia tetap berharap, Jepang belum memainkan pemain \"substituted\". Sementara, di waktu yang sama Calvin Verdonk, Elo Romeny, dan Marselino Ferdinan, tentunya mampu bermain seperti saat melawan Arab Saudi di \"matchday\" ke-5 lalu (menang 2-0). Tak usah lagi menghitung hasil China dan Arab Saudi. Bila skenario menang lawan Australia dan Bahrain, Indonesia akan memperoleh poin 12. Sementara Jepang dengan mengalahkan Arab Saudi, memiliki poin 22. Berlanjut ke \"matchday\" ke-9 (5 Juni) Timnas Indonesia akan melawan China, sementara Jepang melawan Australia. Jepang yang memiliki hubungan historis, ekonomi , dan kesejarahan yang amat erat dengan Hindia Belanda (Indonesia). Pasti ingin membantu kelolosan Timnas Indonesia. Menurunkan tetap pemain kelas satunya, \"coach\" Hajime Moriyasu (pelatih Jepang) diharapkan mampu membawa \"Samurai Biru\", menggulung \"The Socceroos\". Bercermin dari Timnas Bahrain di \"Gulf Cup\" yang kini tengah berlangsung. Kita berharap Jepang, mau menurunkan Tim pelapis (bukan inti) di \"matchday\" terakhir (10 Juni) versus Indonesia. Belum tentu menang, setidaknya ada harapan. \"Saya lebih suka lamunan untuk masa yang akan datang. Daripada sejarah masa lalu\". Presiden ke-3 AS Thomas Jefferson (1743-1826) mengingatkan. Tentang harapan dan impian. Lamunan kita, Indonesia lolos ke Piala Dunia 2026. Semoga. (**).
KALADEISKOP TIMNAS: 'Perigee' dan 'Apogee' Coach STY
Oleh Sabpri Piliang | Wartawan Senior KURUN 2024. Sepak bola Indonesia, memberi stimulasi yang menjanjikan. Pikiran publik nasional, terasah oleh gaya intelektual dan seniman sepak bola Eropa. Indah, cantik, dan \"delicious\". Sepak bola adalah \"nabi\"! Hampir semua orang membicarakan sepak bola. Setelah Timnas Indonesia maju ke putaran ke-3 Pre-World Cup 2026, atau setelah Timnas U-23 maju ke semifinal Piala Asia 2024. Jangan khianati publik! Sungguh-sungguhlah mengelola sepak bola nasional. Jangan \"wasting time\". Rasa cinta dan penabian sepak bola, bukanlah omong kosong. Atau sekadar \'gimmick\'. Apa buktinya? Kekalahan Jay Idzes-Marselino Ferdinan-Calvin Verdonk dkk atas Jepang dengan skor telak 0-4 di \"matchday\" ke-5. Tidak membuat publik surut, marah, atau emoh \"maning\" mendukung pembinaan sepak bola nasional. Realitas, plus-minus. Sepak bola kita tengah menuju \"Bulan\". Untuk sampai titik terdekat orbit Bulan dengan bumi (perigee), harus ada pesawat dengan waktu tempuh 72 jam. Apollo XI bersama Neil Armstrong dan Edwin Aldrin telah membuktikan. Titik \"perigee\" , lolos ke putaran final Piala Dunia 2026, sudahlah cukup. Tak usah bermimpi sampai ke orbit \"apogee\", titik orbit terjauh bumi ke Bulan. Tak perlu bermimpi untuk lolos ke-16 besar, atau 24 besar (format baru 48 Tim). Berputar di lingkaran \"elips\", yaitu kurva yang tegak lurus pada dua sumbu simetris. Menjadikan Timnas Indonesia makin bersinar terang. Mengejutkan dunia sudah cukup. Jangan sampai orang lebih mengenal Bali ketimbang Indonesia. Caranya, lolos dulu ke Piala Dunia. Karenanya, semua pemain Indonesia, harus simetris. Simetris, di mana semua pemain memiliki kemampuan setara, di semua lini. Mulai dari pertahanan, gelandang, dan penyerang dalam posisi \"on fire\", hidup dengan \"possesion ball\" yang menawan. Tuntasnya naturalisasi penyerang FC Utrecht Elo Romeny, semakin meyakinkan \"coach\" Shin Tae Yong (STY) versus Australia di \"matchday\" ke-6 dan \"away\" (tandang) pada 20 Maret 2025. Dua pemain muda lain: Dion Markx dan Tim Geypens, yang juga akan rampung seperti Ole Romeny. Diharapkan mampu menjadi \"substituted\" bagi lini belakang dan sayap Timnas. Titik \"apogee\" adalah titik terjauh prestasi Timnas Indonesia. Sejauh ini, pesawat ruang angkasa seperti Apollos XI belum sampai ke sana. Neil Armstrong baru di titik \"perigee\", titik awal permukaan bulan. STY, cukup sampai \"perigee\" dulu, cukup lolos ke World Cup 2026 (AS-Kanada-Meksiko). Saya kurang sependapat, hasil pertandingan ekuivalen dengan prestasi. Kegagalan Timnas U-22 di Piala AFF 2024, sebenarnya anomali. Melihat permainan Ahmad Maulana dkk, terbersit satu harapan. Tim ini, sudah jadi dan tinggal memetik hasil di saat yang tepat. Setidaknya, tiga pemain: Ahmad Maulana, Viktor Dethans, dan penjaga gawang Cahya Supriadi, merupakan bibitnyang bisa di bawa kebPiala Dunia. Seandainya Jay Idzes dkk, mampu memenangkan dua pertandingan \'home\' melawan Aussie (Australia) dan Bahrain. Dedikasi \"coach\" Shin Tae Yong, dan silabus pembinaan Timnas sudah memadai. Dua Sosok terdahulu: Tonny Pogacnick dan Anatoly Polosin, untuk menyebut mereka yang telah berdedikasi menukangi Timnas Indonesia. Ketua Umum PSSI juga mengakui, pelatih STY adalah sosok yang punya komitmen dan berdedikasi. STY juga pelatih yang memiliki \"harga diri\", tidak bisa di intervensi dalam banyak hal, terutama yang menjadi domainnya sebagai pelatih. Menang atau kalah adalah proses. Yang diinginkan publik adalah fundamental program. Kalah dan menemukan sebab kekalahan, Itu lebih baik. Daripada menang, beruntung karena lawan bermain buruk. Mengibaratkan titik terdekat orbit \"perigee\" (jarak bumi ke Bulan), dan titik terjauh \"apogee\" (jarak bumi ke Bulan). Adalah satu metode untuk melihat perjalanan prestasi STY dalam membangun sepak bola Indonesia. \"Coach\" Shin Tae Yong, sesungguhnya adalah pelatih yang sudah tepat. Untuk kondisi sepak bola Indonesia. Ibarat membangun dari dasar. STY, butuh waktu. Mengganti pelatih, bukan solusi. Percayakah, hari ini STY kita ganti. Besoknya, banyak negara yang menginginkannya. (**).
Strategi Shin Tae Yong, "Outside The Box" vs "Inside The Box"
Oleh: Sabpri Piliang | Wartawan Senior INI bukan soal. \"Meludah naik ke Langit, muka juga yang basah\"! Ini bukan pula soal melawan timnas Vietnam yang \"berkuasa\" (senior dan berpengalaman). Yang berujung kekalahan Timnas Indonesia 0-1. Sejatinya, kekalahan ini sudah diprediksi sejak awal. Empat \"Nguyen\": Nguyen Tien Linh (27), Nguyen Quang Hai (27), Nguyen Van Toan (28), dan Nguyen Filip (32), empat nama yang telah lama muncul. Jauh, sebelum \"Coach\" Shin Tae Yong (STY), dan Ketum PSSI Erick Thohir \"potong\" generasi, dalam revolusi sepak bola Indonesia. Saya tidak ingin mengatakan, kemenangan Timnas Vietnam melawan Timnas 20-an tahun (Indonesia), lusa kemarin. Sebagai satu kemenangan kualitatif. Kemenangan kualitatif, justru didapat Timnas Indonesia dengan \"line up\", dari 22 anggota skuad berusia belia. Bahkan 11 diantaranya adalah debutan Timnas senior. Dalam pelajaran matematika, saat saya SMA dulu, ada sub-bab yang disebut \"modal\". Kurun jangka panjang, \"matchday\" ke-3 melawan tim berjuluk \"Ngoi Sao Vang\" (The Golden Star), adalah modal. Bagi pemain-pemain muda berbakat: Cahya Supriadi (kiper), Achmad Maulana (bek/tengah), dan Victor Dethan, merupakan pengalaman yang berkualitas. Secara empiris, ini melatih mereka bertarung dalam kompetisi yang kompetitif. Melawan pemain-pemain \"super\" (senior) Vietnam seperti: Tien Linh, Quang Hai, Van Toan, Nguyen Filip, bukanlah \"cek kosong\". Ada residu yang berguna, sebagai bekal. Vietnam, memang sedang kurang \"kerjaan\". Mereka tidak punya lagi target \"reputable\" untuk lolos ke Piala Dunia 2026. Karena itu, ASEAN Cup menjadi ajang kompensasi untuk menghibur diri. \"Membesarkan hati\". Hampir semua pemain senior, bahkan super senior Vietnam sudah \"berkarat\": Doan Ngoc Tan (30 thn), Vu Van Thanh (28), Nguyen Xuan Son (27), Nguyen Dinh Trieu (33 thn), Do Duy Manh (28), Bui Tien Dung (29), Pham Xuan Manh (28), Ho Tan Tai (27), Nguyen Thanh Cung (27), Le Pham Thanh Long (28), dan Chau Ngoc Quang (28). Kemenangan Vietnam, yang mendapat perlawanan sengit darl Timnas Indonesia belia. Adalah sekadar kemenangan kuantitatif. Hanya kemenangan \'numeric\' (angka), itu pun hanya 1-0. Hal tersebut memperlihatkan keberanian pemain-pemain muda Asuhan STY: Achmad Maulana, Arkhan Fikri, dan Rivaldo Pakpahan, bertarung di lini tengah. Mereka tidak inferior menahan gempuran pemain-pemain bernilai Rp 126 milyar (Timnas Vietnam). Berusia paling tinggi 25 tahun (Asnawi Mangku Alam), dan pemain termuda \"bomber\" Arkhan Kaka (17 tahun), Arhan Pratama (22 tahun), Dony Tri Pamungkas (19), Marselino Ferdinan (20), Kadek Arel (19), Mikael Tata (20). Lalu, Rayhan Hannan (20), Arkhan Fikri (19), Victor Dethan (20), Hoki Caraka (20), Raffael Struick (21), Zanadin Fariz (20), Ronaldo Kwateh (20), Cahya Supriadi (21), Vietnam hanya menang kuantitatif terhadap Timnas muda Indonesia. Kita berani mengatakan, di bawah asuhan STY, terutama: Cahya Supriadi, Achmad Maulana, dan Victor Dethan, akan menjelma menjadi pemain-pemain bermutu, dan cepat disemai (dipanen). Ketenangan Achmad Maulana di garis pertahanan. Kecepatan Victor Dethan menerobos, dengan bola \"lengket\" berhadapan dengan Nguyen Filip. Serta responsif Cahya Supriadi menahan tendangan penyerang Vietnam. Adalah modal. Lupakan kekalahan, dan \"frustrasi\" Vietnam hingga menit ke-75. Lupakan kekalahan tipis yang nyaris bermain draw. Lupakan kekurangan Achmad Maulana dkk di Stadion Viet Tri (Hanoi), beberapa hari lalu. Hasil draw Laos vs Filipina (1-1), sangat menguntungkan Timnas Indonesia. Sekalipun kita kalah lawan Vietnam. Pertandingan terakhir Indonesia vs Filipina (21/12) di Stadion Manahan (Solo) adalah kunci untuk lolos mendampingi Vietnam (semisal juara Group) ke semifinal. Laos dan Filipina yang masing-masing baru mengumpulkan dua poin. Tak akan mampu mengejar Indonesia dengan tujuh poin (sekarang 4). Seandainya mampu mengalahkan Filipina dengan skor berapa pun. Laos, semisal menang lawan Myanmar, maksimal hanya 5 poin. Apa yang dilakukan \'coach\' Shin Tae Yong (STY) sudah baik. Berkebalikan dengan pelatih Vietnam Kim Sang-sik(KSS). STY berpikir \"Outside The Box\". STY berani melakukan eksperimen dengan risiko tidak juara. Sementara Kim Sang-sik, tak berani bereksperiman yang bermanfaat untuk \"kaderisasi\". Kim Sang-sik tetap menggunakan \"Inside The Box\". Pemain tersebut terbukti Unggul. Dengan begitu, Vietnam ingin menjuarai ASEAN Cup 2024 lewat pemain-pemain mayoritas berusia di atas 27 tahun. Secara konvensional (alur vertikal), itu betul. Namun bola itu \"bundar\". Dia bisa berkelok-kelok, membingkai dan mengelabui asumsi. Apalagi, boleh jadi Kim Sang-sik, dibatasi oleh asumsi dari dirinya sendiri. Meski kalah 0-1 dari Vietnam. Timnas Indonesia tetap disebut \"menang\". Bila bisa mengalahkan Filipina di \"matchday\" ke-4 (terakhir) dan masuk ke semifinal. Bisa jadi, Timnas Indonesia bertemu Vietnam lagi, di partai puncak (final), 5 Januari 2025 mendatang. Bola itu bundar! (*).
ASEAN CUP 2024, Pastikan Indonesia Kalahkan Vietnam
Oleh Sabpri Piliang | WARTAWAN SENIOR DIALAH seorang Hungaria. Laslo Polgar namanya. Suatu hari, Laslo menulis surat aneh kepada seorang wanita. Laslo meminta wanita itu menjadi Isterinya. Dengan syarat, dia harus sepakat dengan Laslo. Bahwa, seorang anak genius, tidak dilahirkan. Tapi karena didikan dan pelatihan. Mereka menikah, dan punya anak. Tidak ada bakat dan kehebatan bawaan, dalam bidang apa pun. Semua karena pelatihan. Laslo pun, memilih catur untuk ketiga anak-anaknya. Hasilnya? Kita mulai dari anak bungsu, Judit Polgar. Dalam usia lima tahun, dia mengalahkan permainan catur sang ayah. Tujuh tahun kemudian, di usia ke-12, Judit masuk dalam 100 pecatur terbaik dunia. Lebih \"gila\" lagi, belum berusia 16 tahun, Judit menjadi \"grandmaster\" termuda sepanjang sejarah dunia. Peringkat satu dunia, di tangannya. Sofia Polgar, anak kedua Laslo. Usia 14 menjadi juara Dunia catur. Beberapa tahun kemudian menjadi \"grandmaster\". \"Workoholic\", tekun berlatih, menganalisis. Itulah Sofia Polgar. Suatu hari sang Ayah meminta kepada Sofia. \"Sofia, tinggalkan catur itu!\" Sofia bergumam. \"Ayah, catur ini tidak ingin aku kesepian!\" Seusai pertandingan Timnas Indonesia versus Laos (10/12). \"Ayah\" (Pelatih) Timnas Indonesia Shin Tae Yong (STY), meminta tolong media massa agar dapat membantunya. STY merasa \"kesepian\" dengan ketiadaan lini tengah, sekaligus \"playmaker\". Serius. Selama lima tahun lebih STY menjadi Pelatih Timnas Indonesia. Baru pertama \"coach\" asal Korea Selatan ini memohon. Ada hal mendesak yang \"membahayakan\" pertandingan Indonesia melawan Vietnam, Minggu (15/12). Ketiadaan \"playmaker\" berstandard cerdas, taktis dan \"workoholic\". Sekelas Ivar Jenner, atau Calvin Verdonk, sangat terlihat dalam pertandingan Indonesia melawan Laos. Setidaknya dua gol Laos, lahir karena kelemahan lini tengah Timnas yang diisi oleh Arkhan Fikri, Rayhan Hannan, dan Dony Tri Pamungkas. Umpan-umpan ke lini depan yang kurang akurat, banyak dimanfaatkan Laos lewat serangan balik cepat. Penyerang Indonesia, Raffael Struick dan Marselino Ferdinan nampak frustrasi dengan alur distribusi bola yang semrawut. Ditambah lagi dengan kepemimpinan wasit Hiroki Kasahara (Jepang) yang \"kurang jeli\" terhadap pelanggaran dan gol ke-3 Laos. Saya teringat gol ke-2 Indonesia ke gawang Timnas Korea Selatan di Piala Asia U-23 lalu (Doha/Qatar) 2024. Distribusi bola Ivar Jenner jauh ke depan, disambut cerdik oleh Raffael Struick dengan berputar ke sisi samping. Mengecoh Lee Kang-hee, dan menjebol gawang Baek Jong-bum. Saya juga teringat, betapa cekatannya Calvin Verdonk lewat \'skill\'nya menusuk kotak penalti Arab Saudi. Meski dihadang dan terjatuh. Verdonk masih sempat menyontek bola lamban yang disambut Marselino Ferdinan. Tendangan Marselino ke gawang Arab Saudi membentur bek, dan sepakan kedua. Bola masuk. Arab Saudi, rangking 59 FIFA, terjungkal menyakitkan oleh kegigihan bek yang juga \"playmaker\" Calvin Verdonk. Shin Tae Yong berharap Ivar Jenner datang di saat kritis, di mana Marselino Ferdinan terkena Kartu Merah. STY meminta tolong media, agar mendorong Klub liga atas Belanda FC Utrecht melepas sang \"playmaker\", Ivar Jenner. Hingga hari ini, tidak ada kabar tentang kedatangan Ivar Jenner. Pertandingan lawan Vietnam di Stadion My Dinh (Hanoi) besok malam. Rasanya, nihil Ivar Jenner akan datang. Suka atau tidak, mau atau tidak. \"Coach\" Shin Tae Yong harus mengolah \"hidangan\" yang tersedia. Pilihan pengganti Marselino tinggal pada Hoki Caraka yang akan diduetkan dengan Raffael Struick. Sementara untuk lapangan tengah, tak tersedia \"grandmaster\", sekelas Ivar Jenner, Nathan Tjoa-A-On, atau Calvin Verdonk yang bisa bermutasi dari bek hingga ke tengah. Arkhan Fikri, Rivaldo Pakpahan, dan Ahmad Maulana di lini tengah, masih jauh dari keyakinan pelatih STY. Untuk memastikan kemenangan \"matchday\" ke-3 nya melawan Vietnam. Namun, siapa tahu. STY membuat eksperimen yang manjur. Namun, eksperimen bukanlah kepastian. Eksperimen, tidaklah eksak. Laslo tidak melakukan eksperimen terhadap Judit Polgar, Sofia Polgar, dan Susan Polgar. Laslo memberi kepastian, ketiganya pasti jadi pemenang. Publik Indonesia. Seperti halnya Laslo Polgar membina anak-anaknya (anak didik), yaitu kepastian. Kepastian, menang bagi Timnas Indonesia lawan Vietnam. Kita yakin, \"coach\" STY adalah pendidik (pelatih) yang baik. Seperti halnya Laslo Polgar mendidik anak-anaknya hingga juara dunia. (*)