BERITA TERBARU
POLITIK
Jakarta, FNN - Kasus mega skandal 349 T di Kementerian Keuangan makin hari makin panas. Kasusnya bahkan sudah sampai dibahas oleh DPR bersama Ketua PPATK yang berujung pada semacam perseturan antara Komisi III DPR dengan Mahfud MD. Komisi III DPR dalam rapat kerja bersama dengan Ketua PPATK, Ivan Yustiavandana, tampak sekali membela Sri Mulyani dan menyalahkan Mahfud. Selain dibela Komisi III, Sri Mulyani juga didukung oleh mayoritas anggota Komisi XI. Mahfud MD pun dalam kubu berhadapan dengan DPR yang frontal terhadapnya. Namun, Mahfud mengaku sudah bertemu dengan Jokowi untuk melaporkan hal itu dan diminta agar buka-bukaan saja. Mengomentari keadaan ini, Rocky Gerung dalam Kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Selasa (28/3/23) mengatakan: “Saya kira itu konteksnya mesti kita lihat bahwa Pak Jokowi berupa di akhir masa jabatannya itu menyalakan lilin seterang-terangnya. Biasanya, lilin kalau dinyalain terang-terang itu artinya sudah mau mati, tinggal sumbunya saja. Tetapi, faktor Pak Mahfud ini sesuatu yang menurut saya penting sekali, kenapa sih, ada isu di belakang itu yang memungkinkan Pak Jokowi akhirnya mengiyakan atau melegalkan atau mengutus Pak Mahfud untuk bertengkar di DPR. Dan itu artinya pertengkaran intra pemerintah juga kan. “ Yang menarik, tambah Rocky, Mahfud menghitung kalau ini tidak dibuka akan menjadi blunder dan merugikan dia karena seolah dia hanya menyebar hoaks. Oleh karena itu, Mahfud pasti melapor ke presiden dan menerangkan lebih jelas pada presiden sehingga presiden merasa ini perlu dibuka. “Jadi, yang kita duga bahwa di dalam soal uang yang beredar 349 itu pasti ada jejak partai politik. Itu yang kita duga. Karena yang bereaksi partai-partai politik. Ngapain partai poitik berekasi terhadap hal yang sebetulnya biasa,” ujar Rocky. Dalam diskusi yang dipandu oleh Hersubeno Arief, wartwan senior FNN, itu Rocky jugamengatakan bahwa Ketua PPATK, Ivan Yustiavandana, terjebak di situ. Dia mau pro keadilan atau proses hukum, atau dia takut karena diancam oleh partai-partai politik. Kalau Mahfud tidak ada takutnya diancam oleh partai politik. Yang justru terbebani adalah PPATK, lalu Ketua PPATK ragu. Tetapi, dengan adanya backup dari Presiden Jokowi, mestinya Ivan juga lebih terang-terangan memperlihatkan bahwa memang data-data itu adalah laporan rutin PPATK kepada Departemen Keuangan. Tetapi, tambah Rocky, PPATK juga melaporkan kepada Mahfud supaya menjadi isu publik. Mahfdu MD dalah semacam dewan pengawas PPATK. Tentu Ivan sebagai ketua PPATK tahu kalau laporan sampai ke Mahfud pasti lapor ke presiden. “Jadi presiden tahu soal-soal ini. Tinggal kita lihat sejauh mana presiden sebetulnya mengerti ujung dari keributan soal dana 349 triliun ini,” ujar Rocky. Saat rapat dengan Komisi XI, Sri Mulyani dalam posisi tetap seperti semula bahwa laporan yang disebutkan oleh Ketua PPATK mencapai 200-an itu mayoritas justru berasal dari permintaan Kementerian Keuangan sendiri. Sri Mulyani juga bersikeras bahwa itu bukan kasus di Kementerian Keuangan. Ada beberapa kasus kepabeanan, tapi bukan berarti melibatkan ASN di Kementerian Keuangan. Meski Sri Mulyani menampik bahwa itu bukan kasus di Kemenkeu, tetapi tetapi fakta bahwa ada kasus Rafael Alun Trisambodo, kasus kepala Bea Cukai, dan laporan milenial tentang penyimpangan-penyimpangan di Bea Cukai, menunjukkan bahwa ada yang salah di Kemenkeu. “Jadi, itu kalau kita seolah-olah bikin analisis ini nggak ada cancer di situ, iya, tetapi ada jejak cancer di tempat yang lain, maka mesti dicurigai ada satu jaringan yang betul-betul kena cancer. Nagapain ngelak-ngelaik, padahal belum ada penelitian hukum,” ujar Rocky. “Jadi, kalau Sri Mulyani defensif, itu artinya ada sesuatu yang mau disembunyikan,” tegas Rocky. Mestinya Sri Mulyani justru mempersilakan petugas hukum, kepolisian atau Jaksa atau KPK masuk, bukan menutup pintu dengan mengatakan tidak ada jejak korupsi, tidak ada jejak money laundring, atau tidak ada jejak keterlibatan pejabat Kemenkeu. Itu boleh dikatakan setelah ada penelitian awal atau penyelidikan awal. Kalau begini PR-nya Sri Mulyani buruk banget karena defensif. Dan jika Sri Mulyani semakin defensif maka semakin terlihat bahwa di situ ada problem etis. “Semakin dia defensif, semakin dia apologetis, semakin terlihat di situ ada problem etis,” ujar Rocky. (ida)
READ MOREHUKUM
Jakarta, FNN - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut dugaan korupsi tunjangan kinerja (tukin) pegawai di kementeriannya tahun anggaran 2020-2022 terindikasi melibatkan sejumlah orang.\"Indikasi kurang lebih ya beberapa oranglah,\" kata Arifin kepada awak media di lingkungan Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa.Kendati demikian, Arifin tak mengungkapkan lebih lanjut berapa jumlah pasti orang yang terindikasi terlibat dugaan korupsi yang sedang disidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut.Arifin menambahkan sejauh ini dugaan korupsi itu baru terindikasi melibatkan satu direktorat jenderal (ditjen) di Kementerian ESDM, sembari merujuk pada keterangan yang sudah lebih dulu disampaikan KPK.Diketahui, Senin siang (27/3), KPK telah menggeledah kantor Ditjen Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM di Tebet, Jakarta Selatan, terkait kasus dugaan korupsi tukin pegawai tahun anggaran 2020-2022.Menurut Arifin, penyidikan itu merupakan tindak lanjut atas temuan yang diperoleh dari aduan masyarakat.\"Jadi memang temuan ini dari aduan masyarakat untuk kami ketahui, kemudian berproses. Jadi, ini tunggu hasil dari pemeriksaan,\" kata Arifin.Dia juga meminta semua pihak bersama-sama mengikuti proses penyidikan KPK.\"Tunggu hasil daripada pemeriksaannya, semuanya kita harus tunggulah,\" tambahnya.Arifin meyakini hasil pemeriksaan yang saat ini berjalan bisa menjadi bahan perbaikan ke depan. Dia juga mengakui bahwa Kementerian ESDM masih harus melakukan pengawasan lebih ketat termasuk memperbaiki beberapa prosedur penyerta.Sebelumnya, KPK menyampaikan dugaan hasil korupsi tukin pegawai Kementerian ESDM bernilai puluhan miliar rupiah tersebut diduga digunakan untuk pemenuhan proses pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).\"Termasuk dugaannya dalam rangka untuk pemenuhan proses-proses pemeriksaan oleh BPK,\" kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin (27/3).(ida/ANTARA)
READ MOREEKONOMI
JAKARTA, FNN – Aksi korporasi anak usaha Telkom, PT Telkomsel (TLKM) yang membeli saham di perusahaan patungan Gojek dan Tokopedia atau GoTo terus menuai polemik. Hal ini terjadi karena saham emiten teknologi PT GoTo Tbk. (GoTo) terus terjun bebas. GoTo membukukan rugi bersih Rp40,5 triliun pada 2022. Membengkaknya kerugian bersih dipastikan berimbas kepada Telkomsel yang menanamkan investasinya pada GoTo. Aksi korporasi Telkomsel ini menjadi perhatian Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti yang mengingatkan akan sejumlah kasus serupa yang berakhir menjadi skandal hukum. “Seperti pernah dialami pengelola dana pensiun Pertamina, yang juga melakukan aksi korporasi dengan membeli saham yang lalu mengalami kerugian. Yang ujungnya direksi dipidana karena dianggap ada ‘main mata’ dalam investasi 600 miliar rupiah itu,” ungkap LaNyalla, Minggu (26/3/2023). Dikatakan LaNyalla apa yang dilakukan Telkomsel juga didalilkan sebagai potensi untuk keuntungan. Aksi korporasi dengan menyuntikkan dana sekitar Rp.6,4 triliun kepada GoTo didalilkan sebagai bagian dari pengembangan bisnis untuk menghasilkan potensi baru. “Tetapi faktanya yang terjadi justru kerugian baru. Ini bisa menjadi skandal hukum. Terutama bila dikaitkan dengan keputusan investasi tersebut yang disebut oleh banyak kalangan ada vested of interest melalui keterlibatan sejumlah pihak di lingkaran Telkom, Telkomsel dan GoTo,” urainya. Ketua Dewan Penasehat KADIN Jatim tersebut berharap pola-pola seperti ini tidak terus terjadi di entitas bisnis yang saham mayoritas dimiliki pemerintah seperti Telkom dan lainnya. “Jangan sampai perusahaan milik negara terimbas, sehingga negara terpaksa melakukan bailout atau penyuntikan melalui PMN terus menerus akibat kinerja BUMN yang buruk gara-gara aksi korporasi yang menguntungkan pihak ketiga,” pungkas LaNyalla. (*)
READ MORENASIONAL
JAKARTA, FNN - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Menko Polhukam Mahfud MD untuk menjelaskan seterang-terangnya mengenai transaksi janggal Rp 349 triliun. Presiden meminta Mahfud menjelaskan secara terbuka pengertian mengenai dugaan tindak pidana pencucian uang kepada DPR agar masyarakat paham, apa itu pencucian uang. Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah meminta agar Komisi III DPR RI menjawab tantangan Mahfud, terkait dugaan adanya transaksi janggal senilai Rp349 triliun itu. \"Tantangan (Menko Polhukam Mahfud) ini harus dijawab oleh Komisi III DPR RI,\" kata Fahri Hamzah dalam keterangannya, Selasa (28/3/2023). Menurut Fahri, jika DPR RI tidak menjawab patut diduga ada persekongkolan para elit di DPR RI dan pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) soal transaksi jangggal tersebut. \"Sebab kalau tidak dijawab, jangan-jangan ada persekongkolan dan money laundry justru bermula dari para elite di Senayan termasuk pimpinan parpolnya,\" kata Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini. Fahri menilai jika tidak ada persengkongkolan dan money laundry, seharusnya DPR lantang bersuara terhadap transaksi janggal berbau korupsi Rp 349 triliiun di lingkungan eksekutif itu. Mantan Wakil Ketua Komisi III DPR itu lantas mengingatkan, ketika terjadi skandal bailout Bank Century senilai Rp 6,7 triliun beberapa tahun silam, parlemennya ketika itu sangat riuh. Sehingga sekarang ini, menurut Fahri, kesempatan bagi parlemen untuk bersuara terkait dugaan korupsi Rp 349 triliun di eksekutif, bukan sebaliknya diam dan tidak bersuara. \"Wahai partai-partai di Senayan yang di DPR RI selama ini senyap, sekarang lah kalian ada kesempatan untuk bersuara terkait korupsi 300-an triliun di eksekutif,\" katanya. \"Kami mau nonton apakah kalian masih ada sisa hati. Dulu skandal Bank Century hanya soal Rp 6,7 triliun saja, Senayan heboh. Sekarang waktumu bersuara!\" tantang politisi dari Nusa Tenggara Barat (NTB) ini. Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo meminta Menko Polhukam Mahfud MD hadir ke DPR untuk menjelaskan soal temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai dugaan pencucian uang di Kemenkeu senilai Rp 349 triliun. Mahfud siap menghadiri rapat di Komisi III DPR. Dia akan memberikan penjelasan mengenai temuan PPATK tanpa ditutup-tutupi. \"Presiden meminta saya hadir, menjelaskan ke DPR dengan sejelas-jelasnya dan memberi pengertian kepada masyarakat tentang apa itu pencucian uang,\" kata Mahfud seusai pertemuan dengan Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (27/3/2023). Presiden menghendaki adanya keterbukaan informasi dengan peraturan perundang-undangan. Mahfud menjelaskan, dia akan didampingi sejumlah pejabat. Kapasitas Mahfud datang ke Komisi III DPR juga selaku Ketua Nasional Pencegahan dan Pemberatan TPPU. Sebelumnya, Komisi III DPR akan menggelar rapat dengan Komite TPPU di antaranya Menko Polhukam Mahfud MD, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana terkait dugaan TPPU Rp349 triliun di Kemenkeu pada Jumat (24/3/2023). Namun, jadwal tersebut berubah dan dijadwalkan digelar pada Rabu (29/3/2023). \"Bismillah. Mudah-mudahan Komisi III DPR RI tidak maju mundur lagi mengundang saya, Menko Polhukam/Ketua KNK-pp-TPPU. Saya sudah siap hadir,\" tegas Mahfud. (Ida)
READ MOREINTERNASIONAL
Seoul, FNN - Korea Utara mengklaim bahwa sekitar 800.000 warganya secara sukarela telah bergabung atau mendaftar ulang dalam militer untuk berperang melawan Amerika Serikat (AS), surat kabar Korea Utara melaporkan pada Sabtu.Pada Jumat, sekitar 800.000 pelajar dan pekerja dari seluruh negeri telah menyatakan keinginan mereka untuk mendaftar atau mendaftar kembali untuk bergabung militer melawan AS, menurut surat kabar Rodong Sinmun.Klaim itu muncul setelah Korea Utara pada Kamis meluncurkan rudal balistik antarbenua (ICBM) Hwasong-17 sebagai tanggapan terhadap latihan gabungan militer AS-Korea Selatan yang sedang berlangsung.Korea Utara meluncurkan rudal ICBM ke laut di antara semenanjung Korea dan Jepang pada Kamis waktu setempat, beberapa jam sebelum Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol terbang ke Tokyo untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) guna membahas cara-cara melawan ancaman Korea Utara yang memiliki senjata nuklir.Rudal balistik Korut dilarang di bawah resolusi Dewan Keamanan PBB dan aktivitas peluncuran itu mendapat kecaman dari Pemerintah Seoul, Washington dan Tokyo.Pasukan Korea Selatan dan AS pada Senin telah memulai latihan bersama yang akan berlangsung selama 11 hari. Latihan gabungan tersebut diadakan dalam skala yang tidak pernah terjadi sebelumnya sejak 2017 untuk melawan ancaman Korea Utara yang semakin meningkat.Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un menuduh AS dan Korea Selatan telah meningkatkan ketegangan dengan aktivitas latihan gabungan militer tersebut.(sof/ANTARA/Reuters)
READ MOREDAERAH
JAKARTA, FNN – Maraknya wisatawan mancanegara yang membuka usaha secara ilegal dan bekerja di Bali sangat disayangkan oleh Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. LaNyalla meminta Pemerintah Provinsi Bali mengambil tindakan tegas serta menertibkan usaha-usaha ilegal itu untuk menjaga usaha masyarakat lokal. “Memang ini aksi segelintir turis asing, namun tidak bisa dibiarkan begitu saja. Tindakan mereka ini telah meresahkan dan merampas lahan usaha masyarakat lokal. Harus ditertibkan,” ujar LaNyalla, Sabtu (25/3/2023). LaNyalla mengingatkan bahwa turis-turis yang masuk Indonesia jelas kepentingannya, sesuai visa mereka. Yakni visa wisata atau bekerja. “Sudah ada aturan tegas, sesuai visa dari warga asing yang datang ke Indonesia. Pemerintah tinggal bisa berpatokan pada hal tersebut. Bagi pemegang visa turis tetapi bekerja, ini yang tidak benar. Mereka ini yang harus ditindak,” katanya. LaNyalla menambahkan, bukan hanya individu turisnya yang ditertibkan. Tetapi juga perusahaan Indonesia yang mempekerjakan turis asing harus diberikan peringatan keras dan diberi tindakan tegas. “Jangan sampai untuk menarik keuntungan usahanya mereka melanggar aturan dengan melakukan perekrutan tenaga kerja asing ilegal,” tegas dia. LaNyalla berharap dengan dilakukan penertiban, pariwisata di Bali tumbuh dengan alamiah. Warga lokal menjadi tuan rumah di negeri sendiri. “Artinya tidak boleh ada warga negara asing yang memanfaatkan situasi sehingga secara tidak langsung ada semacam penjajahan ekonomi yang dilakukan mereka di Bali,” tuturnya.(*)
READ MORELINGKUNGAN


OPINI
Jokowi Menyerahlah
Oleh Sutoyo Abadi -; Koordinator Kajian Politik Merah Putih SETELAH gagal rekayasa skenario memperpanjang masa jabatannya dan juga gagal untuk menunda Pemilu, ahirnya Jokowi masuk ikut ribut soal penentuan Capres 2024. Terlibat langsung ikut menentukan capres ternyata tidak berjalan mulus. Keruwetan kembali membelit dirinya, ketika pilihan Capres nya Ganjar Pranowo dicegat PDIP, bahkan Megawati tersinggung akibat ulah Jokowi. Pengamat politik mengatakan bahwa siapapun capres pilihan Jokowi akan menjadi cammon enemy rakyat . Manuver zigzag politik Jokowi coba bergeser mengendorse Prabowo Subianto, tampak kecegat oleh partai koalisi binaannya yang memalingkan muka tidak bisa mengikuti jalan pikiran Politik Jokowi. Bahkan beberapa parpol sudah mencium gelagat politik Jokowi adalah hanya kepentingan mencari aman paska lengser dari jabatannya. Bertolak belakang dengan arah politik partai yang harus menjaga perolehan suara pada Pemilu dan membangun kembali mendapatkan kekuasaan kedepan. Jokowi tidak lebih akan menjadi cerita masa lalu, dengan segala resikonya. Sebagian pimpinan parpol mulai ambil jarak pasang kuda kuda jangan sampai terseret resiko hukumnya, yang selama ini bagi bagi kehidupan dalam satu kolam. Konflik kepentingan mulai terjadi di internal tubuh kabinetnya dengan koalisi gemuknya. Berpotensi bukan hanya retak tetapi akan bubar dengan sendirinya. Mahfud MD yang mengawali membongkar \"SMI Gate\". skandal pencucian uang dan korupsi di Kemenkeu nampaknya lebih mendengar suara Megawati sebagai Ketum PDIP dari pada mendengar saran dan kemauan Presiden kasusnya agar dihentikan atau dicarikan kompromi untuk dilupakan. Situasinya sudah berada di momen yang kritis atau sedang masuk pada situasi critical moment, bersamaan ketika kekuatan Taipan Oligarki sedang mengantisipasi dan merancang kekuatan baru dengan kekuasaan yang akan datang. Tidak ada lagi peran Jokowi setelah strategi memperpanjang masa jabatannya gagal. Konon para Taipan Oligarki saat ini terbelah, sekalipun apapun ceritanya mereka tetap dalam satu kekuatan dan bertekad harus tetap sebagai pemenang dan mengendalikan kekuasaan. Ketika Taipan melepaskan Jokowi saat bersamaan semua rekayasa politik Jokowi akan sia sia. Lebih tragis kekuasaan Jokowi menjadi sangat rentan dan bisa ambruk setiap saat. Kabinetnya mulai retak, berjalan sendiri sendiri untuk menyelamatkan masing-masing, ketika berbagai macam skandal mulai bermunculan. Kasus korupsi mulai mencuat / muncul di semua departemen melibatkan elit pejabat negara, hampir di semua lini. Mengetahui skandal yang ada di pemerintahan makin memburuk, rakyat mulai menyadari betapa rusaknya rezim ini maka akan bangkit melawan kekuasaan meminta Presiden segera turun secepatnya. Para analis politik mencium keadaan bahaya resiko paska lengser bagi Jokowi sangat besar, dan tidak akan ada kekuatan politik yang akan melindunginya. Jokowi akan sampai pada titik nadirnya menyerah dan kompromi mundur lebih cepat dr jabatannya sebagai presiden jangan sampai dipaksa mundur oleh rakyatnya. Jangan memaksakan diri ikut terlibat merekayasa capres untuk melindungi dirinya. Karena salah dan meleset skenarionya justru akan menjadi antitesis lawan penguasa yang akan datang. Resiko politiknya makin besar, berat dan berbahaya bagi dirinya.****
Gagal Men-TPPU-kan Nasabah BCA, BNI Dituntut Rp53 Miliar
Oleh Djony Edward - Wartawan Senior FNN BELAKANGAN sedang ramai pengungkapan transaksi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), terutama potensi TPPU di Kementerian Keuangan yang mencapai Rp349 triliun. Tentu saja menggegerkan seluruh penjuru negeri, karena selain jenis kejahatannya, tapi juga jumlahnya yang fantastis. Tapi ada kasus TPPU yang nilainya biasa-biasa saja, namun kisahnya penuh human interest, menyentuh rasa kemanusiaan, dan luput dari media. Yaitu kasus kegagalan PT Bank Negara Indonesia Tbk men-TPPU-kan nasabah PT Bank Central Asia Tbk, Deddy Purwanto. Ihwal kasus ini bermula ketika Deddy Purwanto tengah mengambil motornya di kawasan parkir Tanah Abang. Ia ditangkap polisi dengan tuduhan melakukan transaksi TPPU dengan menerima transfer dana dari Amerika. Deddy (Terdakwa I) adalah pemilik sekaligus Direktur penukaran uang valuta asing (money changer) dibawah bendera PT Nini Citra Buana. Money changer ini adalah bisnis keluarga yang sudah turun temurun, Deddy adalah turunan kedua yang meneruskan bisnis orang tua, tepatnya anak Samini (Terdakwa II). Nasabahnya sudah ratusan, transaksi harian money changer ini rerata di atas Rp1 miliar. Money changer Deddy juga merupakan nasabah BCA, tapi nasib nahas nasibnya karena PT Nini Citra Buana mendapat titipan uang transferan masuk sebesar US$114.239.80 atau ekuivalen Rp1.654.052.628 dari BNI New York. Uang transferan itu untuk nasabah money changer bernama Muhindo Kashama Albert (Terdakwa III). Perlu diketahui, Muhindo adalah warga keturunan Kongo yang sudah menjadi nasabah money changer Deddy lebih dari 15 tahun. Selama itu tidak pernah ada perilaku aneh, dia hanya pengusaha ekspor impor kain dari Indonesia ke Kongo. Muhindo sering menukar valas di money changer Deddy. Dalam kasus ini rekening money changer Deddy hanya ketitipan uang transferan masuk milik Muhindo, dari BNI New York ke BNI Jakarta lalu ke BCA Jakarta. Saat ditangkap polisi, Deddy dinyatakan mangkir dari panggilan sebelumnya, sementara ia sendiri tak merasa mendapat panggilan sekalipun. Deddy kemudian bersama ibunya, Samini, di bawa ke rumah tahanan Bareskrim Polri ketika itu di tempatkan di Cyber Crime menumpang di Kantor Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta di Tanah Abang, Jakarta Pusat, sebagai tersangka TPPU, karena kantor Bareskrim di jl Tronojoyo masih dalam perbaikan. Diproses sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ketiga terdakwa dinyakan terbukti secara sah dan meyakinkan menerima dan menampung suatu dana yang diketahui dan patut diduga berasal dari perintah transfer dana yang dibuat secara melawan hukum dan turut serta melakukan pemufakatan jahat melakukan TPPU aktif. Ketiganya dituntut 10 tahun oleh JPU kemudian dipidana 5 tahun dan harus membayar denda Rp1 miliar. Tentu saja Deddy dan Ibunya melakukan pembelaan, tapi tetap divonis 5 tahun oleh PN Jakpus. Kemudian melakukan banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, tetap kalah. Namun Deddy dan Ibunya menang ketika melakukan kasasi ke Mahkamah Agung. Berdasarkan amar putusan Mahkamah Agung RI No. 1977/PID.SUS/2020 tanggal 20 Juli 2020, Deddy dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan transaksi TPPU sebagaimana dakwaan PN Jakpus dan PT DKI Jakarta. Dengan demikian putusan MA tersebut membatalkan putusan PN Jakpus dan PT DKI Jakarta, dinyatakan bebas murni. Tuntut Balik Sisi human interest dari kasus ini adalah penderitaan Deddy dan Ibunya selama dipenjara dalam proses persidangan. Deddy menjalani kurungan selama hampir 20 bulan atas kesalahan BNI men-TPPU-kannya. Sementara Ibunya harus menjalani kurungan setahun lebih lama dari Deddy. Yang membuat MA mengabulkan tuntutan Deddy adalah BNI tidak melakukan check recheck atau konfirmasi ke nasabah maupun ke money changer saat mentransfer dana dari BNI Newyork ke BNI Jakarta, lalu dilanjutkan ke rekening PT Nini Citra Buana di BCA Jakarta dengan alamat Menara BCA Grand Indonesia. Kesalahan BNI lainnya adalah tidak melakukan tracing bahwa PT Nini Citra Buana adalah bergerak di bidang money changer. Sementara transferan untuk nasabah Deddy, Muhindo, ternyata dana itu untuk pembelian spare part pesawat terbang. Kesalahan berikutnya, BNI menggunakan PT Nini Citra Buana sebagai toples dalam kasus TPPU. Pihak yang dipersalahkan, padahal pihak Deddy sama sekali tidak tahu menahu uang titipan transfer itu adalah transaksi fraud. Karena nasabah Muhindo biasa melakukan hal tukar menukar valas, bahkan dalam jumlah lebih besar, namun tidak ada unsur fraud sama sekali. Selain itu, BNI tidak tahu kalau pelaku transfer dari Amerika mendapat nomor rekening PT Nini Citra Buana dari Muhindo. Sehingga sebenarnya yang melakukan TPPU adalah tim Muhindo di luar negeri, dalam negeri dan Muhindo sendiri. Lucunya, saat mediasi pertama pada September 2018, yang didampingi pejabat BNI maupun pejabat BCA, pihak BNI minta Deddy mengembalikan uang Rp1,65 miliar yang menjadi kerugian BNI. Deddy menyanggupi hanya minta waktu 3 bulan, karena harus menagih uang yang sudah diambil Muhindo kebetulan ada di luar negeri, sebagian dana pengembalian itu menggunakan dana sendiri. Pejabat BCA yang hadir membela Dedddy karena sudah puluhan tahun menjadi nasabah BCA tidak neko-neko. Namun saat Deddy akan mengembalikan sebagian dana kerugian BNI tersebut, pihak BNI tak memberikan nomor rekening atau mau menerima secara kas uang tersebut. Seolah Deddy digantung dan sengaja di-TPPU-kan dan terbukti harus menjalani sidang dan pemenjaraan selama hampir 2 tahun. Pada mediasi kedua, sebulan setelah mediasi pertama, mediasi dilakukan di cafe Oliver, Grand Indonesia Mall. Deddy sendiri bertemu dengan tiga petinggi BNI. Intinya orang-orang BNI menanyakan apa benar Muhindo nasabah lama PT Nini Citra Buana, selain itu ingin mengetahui underlying transaksi transferan BNI New York ke BCA Jakarta yang beralamat Menara BCA Grand Indonesia. Saat itu, menurut Deddy, pihak BNI mengakui bahwa bisa saja BNI New York salah input. Namun dalam rentetan sidang kalimat itu tak muncul, bahkan seolah BNI serius men-TPPU-kan Deddy dan Ibunya. Deddy saat itu menyatakan nomor rekening PT Nini Citra Buana di BCA benar, namun alamat, nomor telepon, sama sekali salah. Apalagi underlying transaksi juga tidak diketahuinya, sebab diinformasi email BNI disebut untuk transaksi spare part pesawat. BNI dalam hal ini lalai memahami PT Nini Citra Buana adalah perusahaan yang bergerak di bidang money changer, tapi seolah membenarkan transaksi spare part pesawat. Akibat proses hukum TPPU yang keliru, membuat Deddy menderita fisik dan batin yang sangat dalam, termasuk dana miliaran habis terkuras untuk biaya sidang. Tiap hari di penjara ia berdoa sambil menangis, sampai air matanya kering. Sehingga matanya buta, retina matanya rusak dan pembuluh darah di mata pecah. Mata kirinya hanya bisa melihat cahaya, tapi tak bisa melihat obyek. Deddy sempat dioperasi di RSCM dengan biaya BPJS, namun operasi itu hanya berhasil membuat warna hitam mata tidak menjadi putih seluruhnya. Tapi fungsinya tetap invalid. Beban pikiran, tercemarnya nama baik di keluarga, di lingkungan masyarakat, pada rekan bisnis dan hilangnya ratusan pelanggan money changer, serta sesama pedagang money changer, menjadi bagian kerugian immaterial yang dialami Deddy. Bahkan Deddy kehilangan mata pencaharian sebagai pendapatan keluarga karena perusahaan yang sudah berjalan baik selama 20 tahun dan memiliki ratusan nasabah kini telah tutup. Dia kehilangan kepercayaan sesama rekan bisnis dan sulit membangun kembali mitra kerja di bidang perdagangan valas karena hilangnya kepercayaan tadi. Deddy kini bekerja serabutan, menjajakan jasa laundry dan antar jemput anak sekolah. Penderitaan fisik dan psykis yang amat sangat berat harus dilalui Deddy selama hampir 20 bulan di sel jeruji besi, jauh dari keluarga, rasa rindu yang luar biasa kepada anak dan istri yang sulit diungkapkan. Atas dasar itu semua, Deddy menggugat balik BNI sebagai Tergugat (dan Kejaksaan dan Kepolisian Republik Indonesia sebagai Turut Tergugat), dengan menuntut ganti rugi ke BNI sebesar Rp53 miliar. Adapun rinciannya, Rp3 miliar kerugian material dan Rp50 miliar kerugian immaterial. Dalam proses persidangan, pihak BCA, saksi ahli teknologi informasi, dan beberapa saksi lainnya dalam keterangannya meringankan Deddy. Sementara saksi dari BNI memberatkan. Gugatan Deddy di PN Jakarta Selatan ternyata dikabulkan dan BNI melakukan eksepsi namun ditolak. Kemudian persidangan saat ini berada di Pengadilan Tinggi DKI dan kemungkinan hingga ke MA. Bagaimana ujung dari kasus nelongso Deddy Purwanto melawan BNI ini, kita ikuti saja pada persidangan berikutnya. (*)
Nasionalisme Baru Kita
Oleh Tengku Zulkifli Usman - Jubir Nasional Pemenangan Pemilu Partai Gelora Indonesia SEJAK era Soekarno, benturan ideologi politik terus terjadi. Islam dan nasionalis, Islam vs komunis, Islam vs sosialis. Era Soekarno di mana ada demokrasi di sana, tapi tidak ada pembangunan. Ada kebebasan tapi tidak ada kesejahteraan. Akhir dari rezim Orde Lama ini berdarah. Ada kejadian G30S PKI yang membuat trauma sampai saat ini. Era Soeharto, ada kesejahteraan dan ada pembangunan. Tapi tidak ada demokrasi. Kebebasan yang dibredel sampai ke tingkat ekstrem. Benturan ideologi pun tetap berlangsung. Nasionalis vs Islam. Asas tunggal Pancasila yang kemudian ditolak oleh kalangan kanan, membuat konflik berkepanjangan antara Islam dan negara. Era Soeharto juga berakhir dengan konflik. Walaupun tidak terlalu berdarah- darah. Tapi akhir rezim Orde Baru ini juga anti klimaks. Tumbang di tangan mahasiswa dan tokoh-tokoh reformasi. Seharusnya, benturan ideologi ini tidak harus terjadi. Karena sejatinya Islam dan nasionalisme bukanlah sesuatu yang perlu dibenturkan. Seharusnya saling menguatkan. Karena Islam sudah selesai, nasionalisme juga sudah selesai. Kita ditakdirkan menjadi negara muslim terbesar di dunia. Seharusnya Islam dan nasionalisme harus jalan berdampingan secara elegan. Saat ini, upaya membenturkan Islam dengan nasionalisme juga terus berlangsung pasca reformasi. Golongan yang mengaku nasionalis takut kepada Islam. Dan kalangan Islam juga mencurigai kalangan nasionalis. Seharusnya ini tidak boleh terjadi. Salah satu faktor utama benturan itu adalah ketidakmampuan melakukan rekonsiliasi ideologi dan konsolidasi demokrasi secara tepat. Faktor lainnya adalah faktor luar, dimana rezim di Indonesia banyak mendengar bisikan luar tentang islamphobia, sehingga menimbulkan ketegangan yang terus-menerus antara Islam dan nasionalisme. Islam dan negara. Partai Gelora termasuk yang merasa prihatin dengan realitas ini. Oleh sebab itu, salah satu upaya keras Partai Gelora adalah melakukan rekonsiliasi dan konsolidasi demokrasi agar lebih substansial dan lebih fokus dalam menegakkan konstitusi. Yang dengan mindset ini, maka persatuan Indonesia bisa kita raih. Karena pada dasarnya, apapun ideologi penguasa, baik itu Islam ataupun nasionalisme, jika basisnya adalah gotong royong dan ada rasa saling berkolaborasi. Maka benturan-benturan seperti ini tidak harus terus berlanjut. Pasca reformasi, upaya untuk terus membenturkan ideologi juga terus berjalan. Hal ini sebenarnya sudah tidak relevan, mengingat zaman yang sudah berubah dan tantangan Indonesia juga yang sudah berubah. Partai Gelora tidak punya masalah dengan nasionalisme dan juga tidak punya masalah dengan Islam. Karena dalam keyakinan kita, kedua hal ini sebenarnya adalah khazanah kekayaan kita. Tidak seharusnya dijadikan sebagai alat untuk saling membenturkan. Inilah yang kami sebut nasionalisme baru yang kita butuhkan. Tawaran Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta sangat jelas, bahwa saat ini kita membutuhkan sebuah semangat baru dan narasi baru dalam bernegara. Agar kita mampu menjawab tantangan Indonesia masa depan yang krusial dan tidak menentu. Kondisi dunia saat ini tidaklah sama dengan masa lalu. Tidak sama dengan era dimana dunia baru selesai perang dunia kedua dalam iklim bipolar atau era pasca perang dingin dengan iklim unipolar. Dunia saat ini ada dalam kondisi Multipolar, dimana lahir banyak kekuatan baru yang menantang posisi aman dan status quo Amerika. Ada Rusia yang menantang adidaya dengan militernya, dan ada China yang menantang adidaya dengan size ekonominya. Titik keseimbangan dunia sudah berubah total. Partai Gelora justru menawarkan jalan tengah, jalan kolaborasi, jalan rekonsiliasi sesama anak bangsa untuk menatap Indonesia baru dengan arah baru yang lebih naratif. Tidak ada keuntungan sama sekali dengan adanya benturan-benturan ideologi tadi di dalam negeri kita. Kecuali kita akan kalah dan masuk jebakan musuh. Partai Islam dan partai nasionalis sudah seharusnya melihat kepentingan bangsa yang lebih luas dan berhenti untuk saling berbenturan. Karena hanya dengan modal persatuan ini kita akan selamat dalam meniti langkah ke depan. Apa artinya lebel partai nasionalis, jika masih rajin korupsi, rajin KKN, dan rajin melakukan politik pecah belah dan polarisasi di tengah masyarakat. Apa artinya juga lebel partai islam, kalau budaya di dalam partainya juga buruk, tidak Islam dan jauh dari nilai nilai Islam. Ini sama sekali sudah tidak relevan. Apa artinya partai nasionalis dan lebel pancasilais, apabila tidak menegakkan konstitusi. Masih rajin memelihara feodalisme, rajin pencitraan dan nihil kerja kerja nyata yang bisa dirasakan oleh rakyat. Apa artinya lebel partai Islam, jika Ketua Umumnya banyak yang masuk penjara dan ditangkap KPK. Regenerasi yang tidak berjalan, dan demokrasi yang gagal di dalam tubuh partainya sendiri. Nasionalisme seharusnya dipakai untuk pondasi berpikir untuk memperbaiki bangsa. Bukan untuk politik praktis semata, bukan untuk korupsi, bukan untuk mengemplang pajak dst. Agama juga seharusnya dipakai untuk memperkuat sendi sendi negara. Memperkuat pertahanan dan kedaulatan dalam negeri untuk persiapan menuju negara maju. Agama jangan hanya dipakai untuk mencari dukungan suara demi Pemilu semata. Seharusnya agama tidak dipakai untuk menipu rakyat 5 tahunan demi ambisi ambisi ketua umum partai untuk sekedar berkuasa dan menunggangi suara ummat. Nasionalisme dan agama seharusnya bukan untuk dipakai hanya demi kepentingan politik sesaat. Bukan untuk ambisi ambisi rendah para politisi hanya demi mengejar target elektoral semata. Partai Gelora bukan partai yang sibuk dengan isu-isu begini. Partai Gelora tidak mau sibuk dengan isu-isu apakah kita partai islam, apakah kita partai nasionalis dst dst. Partai Gelora bukan partai yang sibuk mengurus ceruk-ceruk pemilih, apakah ceruk kanan apa ceruk kiri, apakah pemilih kanan atau pemilih kiri. Bagi kami, siapapun anak bangsa yang ingin melihat Indonesia menjadi negara bersih dari korupsi, negara yang kuat militernya, canggih teknologinya, makmur rakyatnya, sejahtera penduduknya, matang demokrasi nya, tegak konstitusinya. Maka bergabunglah dengan partai Gelora. Gelora partai Islam atau partai nasionalis, itu sama sekali tidak penting. Gelora partai agamis atau partai pancasilais, itu sama sekali tidak penting. Bagi kami, Isi lebih penting daripada sampul. Bagi kami, siapa saja anak bangsa yang punya cita-cita menjadikan Indonesia jauh lebih baik, jauh lebih kuat pertahanan nya, berdaulat ekonomi nya, berdaulat politik nya, dan punya daya tawar tinggi di level dunia. Maka bergabunglah bersama partai Gelora. Kita ingin mengakhiri konflik-konflik yang tidak perlu dan menguras tenaga tanpa arti. Kita ingin melangkah jauh mempersiapkan Indonesia agar siap menghadapi tantangan tantangan global di depan mata yang berpotensi mengancam Indonesia. Kita menawarkan narasi kolaborasi, narasi kerjasama sesama anak bangsa. Apapun perbedaan yang ada, karena perbedaan adalah sebuah keniscayaan. Menuju Indonesia baru yang lebih baik rangking nya. Baik di dalam negeri maupun luar negeri. Ini jauh lebih layak untuk diperjuangkan ketimbang kita terus menerus menari diatas permainan orang lain diluar sana. Tawaran Partai Gelora sangat jelas. Mempersatukan Indonesia, mendidik generasinya menjadi lebih baik dari generasi sebelumnya. Untuk mencapai konsensus bersama sebagai bangsa yang serius maju ke depan. Mengajak generasi berpikir, mengajak generasi untuk memiliki nasionalisme baru. Untuk melihat Indonesia dengan kebanggaan sebagai negara besar. Agar mereka juga berani dan bangga mencita citakan Indonesia menjadi negara yang sejajar dengan negara super power di luar sana. (*)
LBP Jangan Baper Dikritik Rakyat
Oleh Gde Siriana - Direktur Eksekutif INFUS Pernyataan Luhut Binsar Panjaitan (LBP) soal jangan banyak omong mengkritik pemerintah sungguh memalukan. Secara literatur korupsi dapat dikurangi melalui e-governance. Dengan demikian pada akhirnya tercapai efisiensi dalam administrasi pemerintahan. Tetapi konteks hari ini, bicara soal korupsi artinya bicara mengekstrak rente dan adanya persoalan informasi, yang mana itu sangat bergantung pada kelembagaan politik. Ini yang menentukan para aktor politik dalam merespons praktik dan prevalensi korupsi. Terkait ini, literasi ilmu politik sudah banyak membahas peran akuntabilitas politik dalam menciptakan good governance. Derajat akuntabilitas politik ini sangat dipengaruhi oleh derajat kompetisi politik dalam sistem politik, keberadaan mekanisme check & balance, dan transparansi dalam sistem. Political outcome dari sistem kompetisi politik saat ini bagaimana? Sudah demokratis kah? Check & balance mampu gak mengawasi dan mengontrol perilaku institusi dan aktor dalam penyalahgunaan kekuasaan? Misalnya melalui kebijakan diskresi. Desentralisasi seharusnya diimbangi dengan kebebasan pers, karena seharusnya semakin terdistribusi kekuasaan dan urusan ke daerah, maka informasi akan makin terdistribusi ke level lokal, makin mudah diawasi oleh konstituen, artinya kekuasaan akan makin transparan. Faktanya justru di era desentralisasi, korupsinya juga terdistribusi bersama dengan urusan yang diberikan ke daerah. Selain akuntabilitas politik, ada faktor lainnya yaitu struktur dari provisi barang-barang publik atau terkait dengan pelayanan publik. Struktur politik selain menentukan derajat korupsi yang terjadi, juga menentukan dalam struktur provisi barang-barang publik. Misalnya terkait dengan biaya yang harus dikeluarkan warga untuk dapatkan air bersih dari Pemda atau pembuatan KTP, ijin-ijin dll. Seharusnya dengan transparansi, masyarakat akan tahu daerah atau provinsi mana yang paling kompetitif dalam melayani warga. Jadi semua daerah akan berlomba mengejar efisiensi dan tidak ingin dianggap semau gue mengekstrak rente dari masyarakat. Kesimpulannya, untuk menuju e-governance itu tetap harus ada check & balance, transparansi dan kebebasan pers agar masyarakat dapat terus menuntut pemerintah menunjukkan akuntabilitasnya. Tidak cukup hanya mengandalkan komputer untuk mencegah korupsi. (*)
EDITORIAL
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan SAMBIL menunggu proses kerja Komisi Yudisial yang konon akan memeriksa tiga Hakim yang mengadili Perkara Perdata No 757/Pdt.G/2022/PN Jkt Pst, maka proses hukum berlanjut menuju Pengadilan Tinggi Jakarta. KPU menyatakan akan Banding. Pengadilan Tinggi berwenang melakukan \"pemeriksaan ulang sepenuhnya\" atas bukti, pertimbangan maupun Putusan Pengadilan Negeri. Ada tiga hal kekacauan fatal Putusan PN yang harus diuji dan menjadi dasar pembatalan yaitu penundaan Pemilu yang di luar kewenangan PN (kompetensi absolut), Putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad) yang tidak berdalil kuat, serta ganti rugi KPU 500 Juta yang tidak beralas bukti. Ditambah dengan kewajiban menggali \"nilai-nilai yang hidup di masyarakat\" yang tidak dilakukan oleh Majelis Hakim PN Jakpus. Sudah semestinya Pengadilan Tinggi Jakarta membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kasus \"sengketa\" KPU dan Partai Prima itu masih menunggu Putusan Pengadilan Tinggi. Nuansa \"liciknya\" adalah butir amar \"serta merta\" yang mengindikasi adanya disain penundaan secara sistematis. Hukum yang menjadi alat dari kepentingan politik. Jika PT membatalkan Putusan No 757/Pdt.G/2022/PN Jkt. Pst, maka PT benar-benar menjalankan prinsip keadilan sebagaimana yang dirasakan oleh masyarakat. Pemilu tidak ditunda, proses berlanjut. Sebaliknya, jika PT Jakarta menguatkan Putusan PN Jakarta Pusat maka hal itu menjadi bukti bahwa disain penundaan Pemilu memang benar adanya. Untuk penegakan hukum yang ternyata bengkok maka hukum dinilai tidak menjadi solusi atau harapan. Kekuatan riel rakyat bukan mustahil menjadi jalan terakhir. Isu gerakan people power atas penundaan Pemilu dapat menjadi kenyataan. Implikasi atau konsekuensinya bukan sekedar tekanan pada lembaga Peradilan tetapi juga rezim. Rezim Jokowi sudah banyak melakukan kesalahan yang mendapat reaksi masyarakat. Sejak UU KPK, Omnibus Law, pelanggaran HAM berat, Kereta Cepat hingga IKN. Tapi semua itu belum menjadi momentum bagi perubahan. Momentum itu terus ditunggu dan diraba. Nah, penundaan Pemilu atau perpanjangan masa jabatan Presiden potensial untuk menjadi momentum bagi aksi besar pelampiasan kejengkelan rakyat. Kulminasi dari aksi atau gerakan perubahan. Jokowi menjadi musuh rakyat. Penundaan Pemilu ditengarai sebagai kemauan dan disain Istana. Agenda yang sudah dirancang lama walau dengan berjuta bantahan. Masalah utamanya adalah, siapa yang masih percaya pada perkataan dan bantahan Jokowi? Bandung, 5 Maret 2023
READ MOREPOPULER
BERITA TERKINI
