OPINI
Kata Rakyat, KPK Jangan Sampai Dipimpin Irjen Firli Bahuri
Presiden Jokowi meminta masukan masyarakat soal capim KPK. Masukan itu sudah banyak. Dan sudah sangat jelas. Jelas menolak Firli. Oleh Asyari Usman (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Publik menolak keras kehadiran Irjen Firli Bahuri di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tetapi, dia punya kemungkinan duduk sebagai ketua lembaga musuh koruptor ini. Dia lolos menjadi 10 capim periode 2019-2023. Padahal, selama ini banyak masukan kepada pansel capim KPK tentang Firli. Ketika proses seleksi masih belum masuk ke babak 20 besar, pansel sudah bisa membaca dengan terang keberatan masyarakat terhadap Firli. Tapi, entah mengapa, pansel tetap mengganggap Kapolda Sumatera Selatan ini memiliki kriteria capim KPK. Dari sini dapat dibaca bahwa Firli bukan orang sembarangan. Patut diduga ada kekuatan keras di belakang beliau. Ada yang menginginkan agar dia menjadi ketua atau wakil ketua KPK. Ada yang berkepentingan supaya Firli menjadi bos di lembaga pemberantasan korupsi itu. Publik paham. Salah satu wakil masyarakat, yaitu LSM antikorupsi Indonesian Corruption Watch (ICW), melakukan berbagai manuver untuk menyadarkan semua pihak bahwa Firli tidak cocok memimpin KPK. Dia dianggap punya jejak masalah. Salah satu yang diduga cacat Firli adalah ketika dia, pada 13 Mei 2018, bertemu dengan Gubernur NTB Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang (TGB). Firli waktu itu menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK. Sementara TGB sedang diselidiki oleh KPK tentang kemungkinan keterlibatannya dalam dugaan korupsi divestasi saham PT Newmont. Sebelum bergabung ke KPK, Firli menjabat sebagai Kapolda NTB. Pimpinan KPK mendalami kemungkinan Firli melanggar kode etik karena pertemuan itu. Di depan pansel capim KPK, Firli mengklaim bahwa dia tidak melanggar kode etik. Tetapi, jurubicara KPK Febri Diansyah menegaskan, KPK tidak pernah menyatakan Firli tak melanggar kode etik. TGB dan Firli mengatakan, mereka bertemu di lapangan tenis secara tak sengaja. Tapi, publik tampaknya tak percaya. Rakyat menolak Firli masuk ke lembaga yang menjadi tumpuan harapan untuk membasmi korupsi itu. Penolakan juga ditunjukkan oleh 500 pegawai KPK. Mereka terus terang menyatakan tidak sudi dipimpin oleh Filri Bahuri. Presiden Jokowi meminta masukan masyarakat soal capim KPK. Masukan itu sudah banyak. Dan sudah sangat jelas. Jelas menolak Firli. Selanjutnya, proses yang sangat krusial akan berlangsung di DPR. Lembaga wakil rakyat ini akan melakukan uji kecocokan dan kelayakan (fit and proper test) terhadap 10 capim KPK hasil seleksi pansel. Pansel yang diketuai oleh Yenti Garnasih itu dihujani kritik tajam terkait cara kerja dan hasil seleksi mereka. Dari 10 finalis capim, lima orang akan dinyatakan lulus untuk dikukuhkan sebagai komisioner KPK. Kita tunggu bersama bagaimana para anggota DPR memahami penolakan keras publik terhadap salah seorang capim. Rakyat mengatakan dengan lantang agar KPK jangan sampai dipimpin oleh Irjen Firli. Penolakan itu sangat serius. Ada baiknya disampaikan saran kepada ‘kekuatan’ yang mendukung Firli, siapa pun itu, agar tidak melawan keinginan rakyat. Disarankan juga kepada panitia ‘fit and proper test’ di DPR agar serius pula menanggapi aspirasi publik.
Dalang Rusuh Papua Orang Asing?
Oleh Mochamad Toha (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Akhirnya Polda Jatim menetapkan Tri Susanti yang akrab dipanggil Mak Susi sebagai salah satu tersangka dalam kasus kerusuhan di Asrama Mahasiswa Papua (AMP) di Jalan Kalasan, Surabaya, Sabtu (17/8/2019). Politisi ini pun ditahan di Polda Jatim. Selain Mak Susi, seorang ASN bernama Syamsul Arifin yang bekerja di Pemkot Surabaya juga ditetapkan sebagai tersangka. SA diduga melontarkan ucapan rasialis kepada penghuni AMP yang memicu aksi massa di Papua dan Papua Barat. Nama Tri Susanti muncul di beberapa stasiun televisi pada Selasa (20/8/2019). Ini setelah di Papua dan Papua Barat terjadi kerusuhan yang meluas, menyusul ucapan rasialis di Surabaya itu. Mewakili beberapa ormas, Mak Susi meminta maaf ke publik. Menurutnya, pihaknya tak berniat mengusik warga Papua dan Papua Barat di Surabaya. “Kami atas nama masyarakat Surabaya dan rekan-rekan ormas menyampaikan permohonan maaf,” ungkap Mak Susi, seperti dilansir KompasTV. Kericuhan di AMP Surabaya, berawal dari informasi adanya perusakan bendera merah putih. “Kami hanya ingin bahwa Papua ini Indonesia. Kami hanya mau bendera merah putih. Jadi, tujuan utama kami untuk merah putih dan berdampak seperti itu,” lanjut dia. Mak Susi sempat diperiksa selama 10 jam di Markas Polda Jatim sejak pukul 15.00 WIB dari Senin (26/8/2019), terkait aksi pengepungan AMP. Saat itu tim penyidik mendalami dugaan ujaran kebencian yang dilakukan Mak Susi melalui grup WhatsApp. Ada 26 pertanyaan yang diajukan penyidik. Selain Mak Susi, ada lima anggota organisasi kemasyarakatan (ormas) yang telah diperiksa polisi. Salah satu diantaranya, AS, kini juga dijadikan tersangka dan ditahan oleh penyidik, menyusul Mak Susi. Setelah melakukan penyelidikan dan mendalami keterangan para saksi, polisi tetapkan MakSusi dan AS sebagai tersangka. Penetapan Mak Susi itu didasari sejumlah alat bukti, yakni video elektronik pernyataannya di sebuah berita, video serta narasi yang viral di media sosial, dan rekam jejak digital. Seperti diketahui, pada Rabu, 14 Agustus 2019, Mak Susi mengundang sejumlah ormas di sebuah warung di Jalan Penataran Surabaya. Kamis, 15 Agustus 2019, ia pun mengunggah pengumuman dalam sebuah grup WA berisi kata-kata: “Karena ada kemungkinan masalah bendera di depan Asrama Kalasan akan dibuat besar, digoreng oleh mereka bila butuh perhatian internasional. Semoga hanya dendam coklat saja, masalah penahanan mahasiswa di Polda Papua”. Selanjutnya, Jum’at, 16 Agustus 2019, Mak Susi mengunggah gambar di grup WA Info KB FKPPI. “Bendera merah putih dibuang ke selokan oleh kelompok separatis di Surabaya pada Jumat, 16 Agustus 2019, pukul 13.30 WIB, tepatnya di depan Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Surabaya”. Pada Sabtu, 17 Agustus 2019, di grup WA yang sama, Mak Susi menuliskan, “Mohon perhatian urgent, kami butuh bantuan massa, karena anak Papua akan melakukan perlawanan dan telah siap dengan senjata tajam dan panah. Penting Penting Penting”. Selanjutnya, dalam aksi Sabtu, 17 Agustus 2019, muncul ujaran-ujaran rasial yang disebut memicu aksi kerusuhan di sejumlah daerah di Papua dan Papua Barat. Setelah jadi tersangka, penyidik juga telah mengajukan surat pencekalan terhadap yang bersangkutan ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. “Permohonan pencekalan telah diajukan. Surat panggilan juga telah disampaikan. Sejauh ini, telah diperiksa 16 saksi terkait dan telah diperiksa ahli,” ujar Dedi, seperti dilansir Kompas TV, Rabu (28/8/2019). Menurut Brigjen Dedi, Mak Susi disangka Pasal 45A ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Menyusul Mak Susi, Tim Penyidik Ditreskrimsus Polda Jatim kembali menetapkan tersangka dalam kasus pengepungan AMP di Surabaya. Berdasar penyelidikan video dari laboratorium forensik dan mendalami keterangan saksi, SA ditetapkan tersangka dan ditahan. “SA diketahui mengeluarkan kata-kata mengandung rasis dan diskriminasi kepada penghuni asrama,” kata Kapolda Jatim Irjen Polisi Luki Hermawan, Jumat (30/8/2019). SA yang ASN tersebut dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Sayangnya, Irjen Luki belum mau menyebut dari kelompok ormas mana tersangka SA dimaksud. “Itu nanti, tunggu pendalaman saja,” terang Irjen Luki, seperti dikutip Kompas.com, Jum’at (30/8/2019). Selain Mak Susi dan AS (unsur sipil/warga), tampaknya bakal ada oknum TNI yang dijadikan tersangka karena diduga terlibat provokasi. Seperti dilansir Kompas.com, Minggu (25/8/2019), Kapendam V/Brawijaya Letkol Arm Imam Hariyadi mengatakan, lima anggotanya yang dijatuhi skorsing, salah satunya adalah Danramil 0831/02 Tambaksari. "Skorsing itu namanya pemberhentian sementara, sifatnya temporer. Walaupun sebenarnya itu merupakan sanksi juga ya, jadi hak-hak dia dikurangi juga,” katanya kepada Kompas.com, Minggu (25/8/2019) malam. Menurutnya Letkol Imam, skrosing itu diberikan untuk memudahkan Pomdam V/Brawijaya dalam melakukan penyidikan. Ia menyayangkan tindakan oknum anggota TNI tersebut yang diduga telah melakukan pelanggaran disiplin. Seorang prajurit teritorial, lanjutnya, seharusnya bisa menjaga sikap di lapangan. “Terkait dengan anggota saya, mereka pada saat di lapangan kenapa bisa menampilkan sikap-sikap seperti itu (melontarkan ujaran rasial),” ujar dia. Seorang prajurit teritorial, tampilan mereka di lapangan seharusnya menampilkan komunikasi sosial. “Tidak emosional, walaupun situasinya seperti itu (memanas),” tutur Letkol Imam. Ia menjelaskan, penyidikan yang dilakukan Pomdam V/Brawijaya terus berjalan. Selain itu, menurut Letkol Imam, Pomdam juga melengkapi berkas-berkas perkara sehingga kasus tersebut bisa segera dibawa ke persidangan. Mengenai sanksi yang akan dijatuhkan nanti, akan diputuskan melalui persidangan di peradilan militer. “Begitu persidangan nanti kan ada putusan. Nanti hasil putusan itulah yang (menentukan hukuman). Dasarnya adalah hasil penyidikan saat ini,” jelas Letkol Imam. Selain Danramil Tambaksari, Imam tidak menjelaskan secara rinci siapa saja 4 anggota TNI lainnya yang diduga ikut melontarkan makian kepada mahasiswa asal Papua tersebut. Ia memastikan semua yang ada di lapangan sudah diambil keterangannya. “Saya kurang tahu. Nanti yang lain juga akan didalami apakah hanya saksi atau diduga ikut terlibat (melontarkan kata-kata rasis), yang jelas kalau saya lihat ada satu kelihatan emosi,” kata Letkol Imam. Yang menarik untuk dipertanyakan adalah mengapa ada kesan pengepungan terhadap AMP ini bisa sampai terjadi, dan lolos dari aparat Polri maupun TNI? Apakah benar tersangka Tri Susanti sebagai Koordinator Aksi yang mengundang ormas lainnya? Ada baiknya kita ikuti bagaimana kronologi pengepungan AMP Surabaya menurut penuturan penghuni AMP berikut: Rabu, 14 Agustus 2019, 09.30 Kami didatangi Satpol PP untuk Izin Pemasangan bendera (merah-putih); Kamis, 15 Agustus 2019, 09.00 Kami didatangi Camat Tambaksari, Satpol PP, dan TNI untuk memasang bendera di depan AMP Surabaya; Jumat, 16 Agustus 2019, 09.02 Penambahan pengecoran tiang bendera di depan AMP Kamasan III Surabaya oleh Satpol PP bersama intel-intel aparat TNI-Polri, 15.45 Danramil Tambaksari datang mengamuk-ngamuk; Menendang pagar asrama KAMASAN III beberapa kali dan kemudian merusak fiber plat dan banner penutup pagar asrama, yang kemudian diikuti oleh anak buahnya berpakaian dinas loreng lengkap, juga berpakaian preman; Danramil sendiri yang kemudian memprovokasi beberapa massa yang diduga ormas untuk datang ke asrama seperti yang terlihat divideo. Satpol-PP, aparat kepolisian berpakaian dinas lengkap dan berpakaian preman pun berada di TKP namun tak berbuat apa-apa. Ancaman pembunuhan pun datang dari salah seorang oknum perwira TNI-AD, ”Awas kamu, kalo sampai jam 12 malam kamu keluar, lihat saja kamu saya bantai.” Ancaman serupa pun datang dari seorang oknum yang diduga intel berpakaian (Jaket coklat) preman. Ia mengancam Hendrik jika sampai keluar pagar asrama maka akan dibantai. Mereka memaki kami dengan kata-kata rasis: ”Monyet, Babi, Anjing dan Kera”, juga: ”Kamu jangan keluar, saya tunggu kamu”. Saat itu juga jumlah ormas-ormas reaksioner semakin bertambah banyak. Kemudian mereka dobrak pintu depan asrama dan melempari batu hingga mengakibatkan kaca asrama pecah, jalan-jalan pun diblokade. Kami terkurung diruang Aula Asrama. Sabtu, 17 Agustus 2019, 13.20-13.40 Ormas orasi-orasi dengan meneriaki yel-yel, usiir, usiir, usiir Papua, Usir Papua sekarang juga. Selain itu kata-kata rasis (Monyet,Anjing, Babi), dan berbagai kata makian pun masih diteriaki; 13.40-14.20 Aparat berusaha menyuruh kami untuk segera mengosongkan Asrama dan salah satu anggota dari LBH Bung Dani melakukan negosiasi. Selang beberapa menit ia masuk dan mengkoodinasi dengan Mahasiswa Papua di dalam ruang Aula selama 5 Menit. 14.20 - 14.40 Kami diteriaki dengan semua kata-kata rasis sambil barisan Aparat Brimob mulai mengangkat senjata laras panjang dan mengarahkan ke Arah Asrama. Mereka langsung masuk mendobrak pintu kecil sambil melakukan tembakan. Kami Mahasiswa ada di dalam Aula dan berusaha melindungi diri dari tembakan senjata api dan gas air mata yang dilepaskan dari aparat dan Ormas yang meneriaki rasis. Kami semua kena gas air mata dan rasa pedis + panas di kulit kami semakin menjadi-jadi. Selama tembakan berlangsung suasana, asrama penuh dengan kabut asap dan beberapa di antara kami sesak nafas. Mereka berhasil masuk dan mengarahkan senjata ke depan sambil mengarah ke arah posisi kami kumpul. 14.40 Kami dipaksa dan didorong dari lantai 2 turun dan berjalan jongkok keluar dengan tangan terangkat. Sementara itu alat komunikasi kami semua dirampas dan ditahan. Kami diarahkan keluar menuju halaman dan dipaksa menggunakan tembakan senjata api untuk turun dari lantai 2. Kami diangkut ke dalam 4 Dalmas lebih yang sudah parkir depan asrama sejak pagi tadi. Kami diperiksa dan didorong masuk ke truk Dalmas. Ada di antara kami yang dipukul dengan sepatu laras panjang dan pukulan tangan hingga mengeluarkan darah. Ada 4 orang yang diborgol tangannya dan dituntun keluar asrama dan diangkut. Ada diantara kami yang luka berdarah. 15.50 Kami tiba di Polrestabes Surabaya dan diarahkan di salah satu ruangan dan dimintai Keterangan Nama; 18.20 Kuasa Hukum kami dari LBH dan Kontras Surabaya melakukan negosiasi; 18.24 - 21.45 Kami dimintai keterangan Kepolisian; 23. 20 Kami dipulangkan dan tiba di Asrama Mahasiswa Papua. Dari jejak waktu dan peristiwa di atas sudah jelas, siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas insiden di AMP Surabaya itu hingga menjadi “pemantik” kerusuhan di Papua dan Papua Barat. Atas perintah siapa Koramil memprovokasi Ormas? Juga, atas perintah siapa Brimob lakukan “penyerangan”? Dengan mudah bisa dijawab: adakah Asing terlibat? ***
Beranikah Jokowi Tetap Menaikkan Iuran BPJS Kesehatan?
Penolakan bukan hanya datang dari penentang pemerintah, namun juga dari kalangan pendukung Jokowi. Sejumlah netizen yang selama ini dikenal sebagai pendukung garis keras Jokowi, ramai-ramai balik badan. Mereka menyatakan kecewa. Ada yang sampai mengusulkan agar Jokowi dimakzulkan (impeach). Oleh : Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Kurang dari satu bulan mengakhiri masa jabatannya, anggota DPRRI (2014-2019) malah meninggalkan bom waktu untuk Presiden Jokowi. Bila salah menanganinya, bom waktu itu bisa meledak dan menghancurkan periode kedua pemerintahan Jokowi. Dalam rapat gabungan dengan pemerintah Senin (2/9), anggota Komisi IX dan XI DPR sepakat menolak rencana pemerintah menaikkan iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Lebih dikenal sebagai BPJS Kesehatan. DPR hanya menyetujui kenaikan iuran untuk peserta mandiri kelas I dan II. Sementara untuk peserta bukan Penerima Bantuan Iuran (PBI) kelas III ditolak. Pemerintah boleh menaikkan dengan catatan telah menyelesaikan pembersihan data (data cleansing) yang acakadut. Dalam rapat pekan sebelumnya, Menkeu Sri Mulyani mengusulkan kenaikan iuran sampai lebih dari 100 persen. Menaikkan iuran dinilai merupakan satu-satunya cara untuk menutup defisit yang dari tahun ke tahun, terus membengkak. Peserta JKN kelas I tadinya hanya membayar Rp 80.000/ bulan dinaikkan menjadi Rp 160.000. Peserta JKN kelas II dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000. Sementara peserta JKN mandiri kelas III yang tadinya hanya membayar iuran sebesar Rp 25.500, naik menjadi Rp 42.000 per bulan. Menaikkan dan menurunkan iuran BPJS Kesehatan sesuai ketentuan perundang-undangan adalah kewenangan Presiden. Jadi keputusan DPR sesungguhnya tidak punya kekuatan mengikat. Presiden bisa saja mengabaikannya. Itu kalau berani. Situasinya kini sungguh berbeda. Di tengah beban hidup masyarakat kian berat, tarif listrik naik, harga BBM naik, harga-harga kebutuhan pokok terus merangsek naik, kenaikan iuran BPJS kesehatan menjadi isu politik yang sangat sensitif. Bola liar yang akan digoreng habis oleh lawan-lawan politiknya. Reaksi keras segera bermunculan. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengancam akan menggelar unjukrasa besar-besaran. Sejak Senin (2/9) sampai Selasa sore (3/9) di medsos tagar #BatalkanKenaikan BPJS menjadi trending topic. Penolakan bukan hanya datang dari penentang pemerintah, namun juga dari kalangan pendukung Jokowi. Sejumlah netizen yang selama ini dikenal sebagai pendukung garis keras Jokowi, ramai-ramai balik badan. Mereka menyatakan kecewa. Ada yang sampai mengusulkan agar Jokowi dimakzulkan (impeach). Paul Perry Njio Haullussy lewat akunnya mencuit “Sepertinya harus di-impeachment nih sang presiden. Nyesel gua dukung dia dulu.” Bisa Berbahaya Sikap DPR menolak kenaikan iuran BPJS tidak boleh dianggap main-main. Secara legal tidak mengikat, namun secara politis bisa sangat berbahaya bagi pemerintahan Jokowi. Kalkulasinya harus benar-benar matang. Kalau sampai dia nekad tetap menaikkan, basis legitimasinya akan semakin rendah. Ditolak DPR, juga ditolak publik. Termasuk para pendukungnya sendiri. Sebaliknya jika tetap tidak dinaikkan, beban pemerintah akan sangat berat. Difisit APBN akan tambah berdarah-darah. Defisit anggaran saat ini sudah mencapai Rp 183 Triliun. 48.6 persen dari APBN. Defisit BPJS Kesehatan sebesar Rp 32,84 triliun. Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, bila tidak dinaikkan maka defisit BPJS Kesehatan setiap tahun akan terus membengkak. Pada tahun 2024, ketika Jokowi mengakhiri jabatannya akan tembus Rp 77,8 triliun. Bisa dibayangkan betapa besarnya beban pemerintah dan acakadutnya pengelolaan BPJS. Mereka harus berakrobat dengan defisit yang terus menggunung. Gali lubang, tutup lubang. Sementara lubang yang ada tambah dalam. Sampai saat ini BPJS mempunyai tunggakan besar kepada sejumlah RS. Jumlahnya akan terus bertambah. Tercatat BPJS menunggak Rp 6.6 Triliun. Sementara karena ngadatnya pembayaran dari BPJS membuat RS berutang besar kepada industri farmasi. Beberapa RS terancam gulung tikar, atau diambil alih oleh jaringan RS milik para taipan. Jumlah peserta JKN (2019) sebanyak 223.3 juta. 82,9 juta diantaranya adalah peserta non PBI, alias membayar dengan kocek sendiri. Mereka inilah yang akan langsung terdampak kenaikan iuran. Jumlah tersebut hanya selisih sedikit dari perolehan suara Jokowi pada Pilpres 2019 sebanyak 85.6 juta suara. Katakanlah kurang dari separuhnya adalah pendukung Jokowi. Mereka akan bergabung bersama penentang Jokowi. Sama-sama menjadi korban. Senasib sepenanggungan. Kalau sudah urusan kesulitan hidup, tak ada lagi bedanya antara cebong dan kampret. Mereka sama-sama menderita. Mereka akan punya penilaian dan pendapat yang sama. Memindahkan ibukota saja bisa, mengapa menutup defisit BPJS Kesehatan yang jumlahnya relatif kecil saja, pemerintah tidak bisa. Padahal pembenahan BPJS Kesehatan beserta problem defisitnya menjadi salah satu janji kampanye Jokowi. Janji yang diulangnya kembali pada pidato RAPBN 2020 dan Nota Keuangan 16 Agustus lalu. Sementara pemindahan ibukota tidak pernah disinggung sama sekali. Inilah warisan (legacy) yang akan ditinggalkan Jokowi pada akhir masa jabatan pertamanya. Sebuah problem pelik yang tidak mudah diselesaikan. Tidak bisa hanya dengan pembenahan IT bantuan dari perusahaan asuransi Cina seperti dikatakan Menko Maritim Luhut Panjaitan. Mohon maaf. Resep andalan Luhut, semua urusan dan masalah, akan beres bila diserahkan ke Cina. Kali ini tidak berlaku. Menaikkan iuran BPJS bukan lagi seperti memakan buah simalakama. Tidak dinaikkan, terus defisit. Dinaikkan akan membuat beban hidup jutaan rakyat Indonesia semakin berat. Bagi Jokowi, iuran BPJS sudah menjadi buah terlarang (khuldi). Bila sampai berani menaikkan, bisa saja dia terusir dari istana, seperti Adam dan Hawa terusir dari surga! Wallohualam Bisawab. End
Membangun Pembangkit Dengan Manfaat Yang Berbukit-Bukit
Ada cara lain untuk PLN, yaitu dengan menjaring utang. Tapi masalahnya, debt service coverage ratio (DSCR) PLN hanya mencapai 1,1 kali. Padahal, DCSR ini menjadi salah satu ukuran kesehatan keuangan perusahaan dalam memenuhi kewajiban terhadap kreditor. Akibatnya, ruang yang dimiliki oleh pabrik setrum pelat merah ini untuk menambah pinjaman baru juga kian terbatas. Oleh Edy Mulyadi (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Pada tulisan sebelumnya yang berjudul “Pembangkit : PLN dan Swasta Siapa Lebih Dominan?” saya menekankan pentingnya penguasaan PLN atas pembangkit listrik secara dominan. Dengan penguasaan kepemilikan yang dominan, peluang swasta produsen listrik alias Independent Power Producer (IPP) untuk mengendalikan harga jual listrik bisa dihindari. Rakyat dan Negara juga tidak dirugikan Sampai tahun 2016, komposisi kepemilikan pembangkit tenaga listrik, yang produksinya dijual melalui PLN adalah 36.973 MW (79%) dimiliki oleh PLN Grup. Sisanya 10.121 MW (21%) dimiliki oleh swasta. Namun entah apa yang ada di benak para pemangku otoritas perlistrikan, komposisi itu diubah melalui Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2016-2025. Berdasarkan ketentuan ini, PLN dapat alokasi membangun 10.559 MW. Selebihnya yang 25.068 MW dikerjakan oleh IPP melalui kerjasama penyediaan tenaga listrik. Anda perhatikan komposisinya? Swasta punya porsi dominan, 25.000 MW lebih! Dengan demikian, jika program ini selesai, komposisi kepemilikan pembangkit oleh PLN Grup tinggal 57%. Jika ini terjadi, risiko pengendalian ketersediaan pasokan listrik oleh swasta bakal terbuka lebar. Ujung-ujungnya mereka bakal mengerek harga listrik setinggi-tingginya. Bukankah laba adalah ‘tuhan’ bagi swasta yang menjadi tujuan utama? Nah, pentingnya dominasi PLN atas penguasaan pembangkit ini ternyata disadari betul oleh jajaran direksi yang dinahkodai oleh Sofyan Basir. Masalahnya, membangun pembangkit plus infrastruktur kelistrikan memerlukan dana raksasa. Berharap pada kas PLN, sudah pasti mustahil. Untuk keperluan ini, PLN hanya bisa merogoh kocek sendiri maksimal Rp20 triliun/tahun. Ada cara lain, yaitu menjaring utang. Tapi masalahnya, debt service coverage ratio (DSCR) PLN hanya mencapai 1,1 kali. Padahal, DCSR ini menjadi salah satu ukuran kesehatan keuangan perusahaan dalam memenuhi kewajiban terhadap kreditor. Akibatnya, ruang yang dimiliki oleh pabrik setrum pelat merah ini untuk menambah pinjaman baru juga kian terbatas. Out The Box Sebagai mantan bankir kawakan, SB, begitu Sofyan biasa disapa, harus pandai-pandai menyiasatinya. Alhamdulillah, kombinasi tangan dingin dan otaknya yang encer, akhirnya jajaran Direksi PLN di bawah komandonya menemukan jurus terobosan, yang out the box. Ada skema pendanaan baru dalam pembangunan sebagian pembangkit tenaga listrik yang merupakan porsi IPP (proyek). Caranya, PLN menugaskan anak perusahaannya untuk bermitra dengan pihak lain dalam mengembangkan pembangkit yang kelak akan terikat dalam Power Purchase Agreement (PPA) dengan PLN. PLN menugaskan anak perusahaannya mencari mitra untuk membentuk Joint Venture Company (JVC). Perusahaan patungan inilah yang akan membangun pembangkit tenaga listrik. Untuk keperluan ini, SB minta saham anak perusahaan harus sebesar 51%. Selanjutnya, bukan Sofyan kalau tidak canggih dalam urusan saham. Pasalnya, kendati memegang saham pengendali, dia mengharuskan anak perusahaan PLN tadi maksimal hanya menyetor modal 20% dari jumlah yang menjadi kewajibannya sesuai dengan komposisi kepemilikan saham dan struktur pendanaan proyek. Misalnya, struktur pendanaan proyek adalah 30% ekuitas dan 70% pinjaman, maka anak perusahaan PLN hanya berkewajiban menyetorkan ekuitas secara tunai sebesar 20%x 51% x 30% x nilai proyek. Dengan hitung-hitungan macam begini, jumlah modal yang disetorkan anak perusahaan PLN hanya 3,06% dari nilai proyek. Ulangi, hanya 3,06% dari nilai proyek! Canggih, kan? Lalu, dari mana sisa setoran modal 80% yang jadi kewajiban anak perusahaan PLN? Sebentar, jawabnya ada di bagian berikut tulisan ini. Berdasarkan skema ini, kandidat mitra pemilik 49% saham dalam JVC wajib mencarikan pendanaan proyek. Kewajiban tersebut meliputi ; Pertama, menyediakan porsi pinjaman (senior debt) dari proyek sesuai dengan struktur pendanaan yang disepakati (ekuivalen dengan 70% dari nilai proyek). Kedua, menyediakan setoran ekuitas yang menjadi kewajibannya sesuai dengan komposisi kepemilikan saham dan struktur pendanaan proyek. Ini artinya, mitra anak perusahaan PLN tadi menyediakan dana 100% x 49% x 30% x nilai proyek, atau ekuivalen dengan 14,7% dari nilai proyek. Ketiga, menyediakan shareholder loan (junior debt) sebesar 80% dari nilai setoran ekuitas yang menjadi kewajiban anak perusahaan PLN (80%x 51% x 30% x nilai proyek, ekuivalen dengan 12,24% dari nilai proyek). Pola ini menjawab pertanyaan dari mana atau siapa yang berkewajiban menutup 80% sisa setoran anak perusahaan PLN dalam JVC tadi. Keempat, tingkat bunga shareholder loan (junior debt) tidak boleh mahal, melainkan harus merefleksikan cost of debt PLN. Kelima, tingkat bunga pinjaman dari senior debt harus favourable. Dengan cara ini ada ‘jaminan’ bahwa perusahaan patungan tersebut mampu mendapatkan laba profitabilitas yang wajar. Frasa ‘wajar’ di sini menjadi penting. Pertama, perusahaan tidak didera rugi selama beroperasi. Kedua, ini yang tidak kalah penting, keuntungan perusahaan tidak kelewat gede sebagaimana yang terjadi selama puluhan tahun belakangan. Bukan rahasia lagi, selama ini PLN membeli listrik produksi swasta dengan harga kemahalan karena mark up dan KKN antara swasta dan pejabat di belakang mereka. Akibatnya, rakyat membayar listrik dengan harga tinggi. Negara juga rugi karena harus mengalokasikan subsidi energi lebih besar. Jika urusan pendanaan ini sudah beres, baru PLN akan menandatangani kontrak jual beli tenaga listrik (power purchase agreement/PPA) dengan JVC untuk masa perjanjian selama 25 tahun. Dalam konteks ini, ada aturan sampai dengan akhir tahun ke-20 setelah proyek beroperasi komersial, berlaku ketentuan Take or Pay (TOP). Maksudnya begini. Misalnya, disepakati PLN membeli 100. PLN tetap harus membayar 100, kendati praktiknya pemakaian ternyata kurang dari 100. Setelah itu berlaku ketentuan TAP. Misalnya, dalam perjanjian disepakati PLN membeli maksimal 100. Namun pratiknya yang dipakai 90. Maka PLN hanya membayar 90 sesuai pemakaian. Sebaliknya, bila ternyata pemakaian mencapai 102, maka PLN membayar 2 yang jadi kelebihan pemakaian dengan harga lebih mahal. Dengan ketentuan ini, tarif PPA lebih murah ketimbang tarif PPA IPP existing. Sebagai contoh, untuk PLTU Mulut Tambang maksimal 75% dari Biaya Pokok Produksi (BPP) setempat atau BPP nasional, mana yang lebih rendah. Ujung-ujungnya, PLN diuntungkan karena efisiensi biaya produksi listrik. Keenam, selama masa kontrak jual beli tenaga listrik antara JVC dan PLN berlakukan ketentuan pengendalian JVC sebagai berikut, misalnya join control dengan reserve matter. Di sini mitra diberikan kewenangan sebagai leader sampai dengan akhir tahun ke-15 setelah proyek beroperasi komersial. Selain itu, join control dengan reserve matter. Pada tahap ini anak perusahaan PLN gantian menjadi leader dari akhir tahun ke-15 sampai dengan akhir tahun ke-20 setelah proyek beroperasi komersial. Pengendalian JVC juga mengikuti ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas (PT) dari akhir tahun ke-20 setelah proyek beroperasi komersial, sampai dengan berakhirnya masa kontrak jual beli tenaga listrik dengan PLN. Manfaat Berbukit-Bukit Berdasarkan skema ciamik racikan Sofyan dan para koleganya itu, PLN bakal memperoleh serenceng manfaat. Antara lain, PLN bisa melaksanakan penugasan Pemerintah untuk membangun pembangkit tenaga listrik. PLN juga bisa tetap menjaga dominasi kepemilikan dalam portofolio pembangkit tenaga listrik nasional. Poin ini penting, karena PLN dapat memitigasi risiko pengendalian pasokan dan risiko pengendalian harga tenaga listrik oleh IPP. PLN bisa memperoleh harga pembelian tenaga listrik yang lebih rendah dibandingkan dengan harga IPP lainnya. Swasta tidak bisa lagi seenaknya mengerek harga, karena anak perusahaan PLN yang menjadi mitra kongsinya tahu persis struktur biaya investasi dan operasi pembangkit. Itu karena anak perusahaan PLN terlibat dalam negosiasi harga antara JVC dengan PLN. PLN juga tidak perlu menggunakan balance sheet untuk mendapatkan pendanaan proyek. Pasalnya, sebagian besar kebutuhan dana proyek disediakan oleh mitra dari anak perusahaan. Skema join control dengan reserve matter juga membuat pinjaman dari JVC tidak perlu dikonsolidasikan ke dalam pembukuan PLN. Artinya, neraca PLN jadi lebih cantik. Tingkat bunga pinjaman dari JVC kepada shareholder (mitra) tetap kompetitif. Selain itu, sebanding dengan tingkat bunga pinjaman PLN lainnya. PLN dan Pemerintah tidak perlu memberikan jaminan atas pinjaman proyek, karena pendanaan proyek sepenuhnya menggunakan balance sheet dan kredibilitas mitra. PLN Grup bakal memperoleh pendapatan tambahan dari kepemilikan saham anak perusahaan pada proyek berupa pembagian dividen atas laba JVC. Anak perusahaan PLN berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi tenaga kerjanya melalui keterlibatan dalam operation dan maintenance pembangkit. Pada saat yang sama juga terjadi transfer of technology and knowledge dari mitra. Setelah berakhirnya masa kontrak jual beli tenaga listrik, maka seluruh aset pembangkit akan ditransfer kepada PLN tanpa pembayaran tambahan apapun. Kalau sudah begini, neraca PLN pun jadi makin bergizi dan berotot. Skema racikan SB ini tentu saja sangat ciamik buat PLN. Inilah yang disebut value creation. Membangun pembangkit sekalgus meraup manfaat berbukit-bukit. Pada konteks ini, manfaat bukan melulu dinikmati PLN sebagai entitas bisnis. Tapi juga menguntungkan rakyat dan negara. Tapi sayangnya, tidak semua pihak sepakat. Skema ini sama saja mengakhiri pesta-pora para rent seeker dan pelaku KKN dari bisnis PLN. Mereka adalah para pengusaha dan penguasa yang berada di balik layar. Jadi, wajar saja bila para peselingkuh ini melakukan perlawanan. Hasilnya, SB harus mondar-mandir hadir di sidang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagai tardakwa. [*]
Sistem Politik Indonesia Ditopang Uang Kotor
Anda ingin tau dan pahami sejarah uang kotor di Indonesia ? Bagaimana cerita uang kotor menopang sistem politik Indonesia sepanjang reformasi ? Ini adalah seri pertam dari sebelas serial tulisan, yang menguraikan secara terperinci bobroknya sistem politik indonesia selama dua puluh satu tahun reformasi. Pada tempat dan sistem politik yang busuk, disanalah berkembang biak dengan subur uang kotor untuk memperkaya oligarki yang busuk. Oleh Salamuddin Daeng (Bagian Pertama) Jakarta, FNN - Untuk bisa kembali ke UUD 1945 tentu membutuhkan sumber keuangan yang besar. Uang yang sekaligus akan dipakai untuk pemulihan ekonomi indonesia setelah politik dan ekonomi Indonesia diobrak abrik dan dirusak oleh UUD amandemen. Kerana kalau tidak ada uang, maka UUD 1945 asli nantinya akan mewarisi beban kerusakan yang parah tanpa sumber pembiayaan bagi pemulihan. Beban kerusakan akibat UUD 1945 adalah sama dengan beban kerusakan yang diwariskan oleh kolonialisme dan imperialisme Indonesia. Kerusakan akibat penjajahan akhirnya dibiayai dengan harta kerajaan-kerajaan Nusantara. Sebagian besar dikusai kolonial Belanda, baik di dalam dan di luar negeri. Sekarang pertanyaannya, darimana sumber uang untuk kembali ke UUD 1945? Sumber anggaran untuk membiayai kembali kepada UUD 1945 adalah dari harta negara yang diambil oleh berbagai pihak dengan cara yang tidak legal. Harta tersebut adalah harta negara yang digunakan untuk Bantuan Liquiditas Bank Indonesia (BLBI), dan Kredit Liquidiitas Bank Indonesia (KLBI). Karena uang inilah yang dipakai untuk membiayai amandemen UUD 1945. Jika kita flasback sejarah, proses amandemen UUD 1945 adalah proses politik yang dibiayai dengan dana yang sangat besar. Dana yang digunakan untuk menyogok pimpinan Partai Politik, aparatur pemerintah, anggota parlemen bahkan intelijen asing yang berbaju LSM indonesia. Uang yang dipakai untuk membiayai amandemen UUD 1945 bersumber dari penjarahan uang negara. Namanya "BLBI dan KLBI" yang jumlahnya mencapai Rp 650 triliun. Uang tersebut diperoleh dari pencetakan uang oleh Bank Indonesia dalam tahun 1998 dan tahun 1999. Dasar pencetakan uang tersebut adalah obligasi atau surat utang Bank Indonesia (BI) dan Pemerintah. Uang cetakan yang kemudian digunakan untuk membeli dollar dalam rangka menanggung beban utang dan mensubsidi para taipan yang bangkrut, karena hutang mereka dalam dollar Amerika. Keputusan pemerintah dan Bank Indonesia ketika itu untuk mengambil alih utang para taipan adalah kebijakan yang salah. Selain itu, kebijakan mensubsisi para taipan dengan dollar juga berakibat pada nilai tukar rupiah yang langsung terhadap dollar. Ambruknya nilai tukar tesebut tentu menghasilan keuntungan bagi para taipan yang melarikan uang ke luar negeri. Juga memberikan keuantungan kepada para pemberi utang kepada Indonesia, yakni para taipan dan asing. Alur ceritanya diawali dengan upaya merekayasa agar nilai rupiah ambruk. Dengan ambruknya nilai tukar rupiah, atau krisis inilah yang dijadikan alasan untuk memberikan suntikan dana besar besaran kepada para taipan. Uang negara inilah yang kemudian sebagian kecil dipakai urunan oleh para taipan dan asing dalam merusak UUD 1945. Sebagian besar uang tersebut dilarikan ke luar negeri. Mereka para taipan menyimpan uang tersebut di bank-bank asing. Sebagian lagi digunakan para taipan untuk membeli kembali aset-aset mereka yang telah sita oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Itulah sebabnya mengapa sekarang kekayaan orang-orang Indonesia yang disimpan di luar negeri bisa mencapai lebih dari Rp 11.000 triliun. Kekayaan segelintir pengusaha Indonesia yang ada di dalam negeri hanya sekitar Rp 2 triliun. Uang mereka sangat besar, dan akan terus membesar, karena ditopang oleh UUD 1945 hasil amandemen tahun 2002. Sekarang negara (rakyat) harus menanggung utang mereka yang mencapai Rp 14.000 triliun. Angka ini diakui oleh mantan pejabat BPPN dalam skema pelunasan utang BLBI. Jumlah uang yang kalau disita sekarang, sebetulnya sangat cukup untuk membiayai pemulihan ekonomi Indonesia paska kerusakan akibat UUD 1945 diamandemen tahun 2002 (bersambung bag-2)
Rapat Kabinet Tak Setuju, Kenapa Jokowi Umumkan Ibu Kota Pindah?
Dikabarkan, Wapres Jusuf Kalla sempat berekspresi terperangah ketika Jokowi mengatakan ibu kota akan dipindahkan ke Kalimantan. Hampir-hampir saja Wapres terangkat dari duduknya ketika mendengar pernyataan Jokowi yang tak sesuai dengan keputusan rapat kabinet. By Asyari Usman (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Dalam dua tulisan terdahulu, kami katakan bahwa pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur adalah proyek untuk mengukir legacy (warisan) Presiden Jokowi. Supaya disebut dialah presiden yang memindahkan ibu kota. Kami juga mendeskripsikan bahwa ibu kota baru adalah proyek para konglomerat. Merekalah yang mendominasi proses pemindahan itu dari hulu sampai hilir. Tapi, apakah benar ibu kota akan dipindahkan? Jawaban singkatnya “ tidak”. Kalau tidak, kenapa kedua tulisan terdahulu menggambarkan seolah ibu kota akan benar-benar pindah? Penjelasannya adalah bahwa pikiran linier tidak berlaku untuk Pak Jokowi. Artinya apa? Sederhana sekali. Di tangan Jokowi, yang disebut ‘tak jadi’ bisa menjadi ‘jadi’. Sebaliknya, yang sudah disebut ‘jadi’ banyak juga yang menjadi ‘tak jadi’. Yang dijanjikan tak dilaksanakan, yang tak dijanjikan bisa muncul tiba-tiba. Esemka, kartu prakerja, stop impor, 10 juta lapangan kerja, besarkan Pertamina untuk kalahkan Petronas, tak hapus subsidi BBM, dan lain sebaganya, adalah beberapa contoh tentang nir-konsistensi Jokowi. Kalau begitu, sekali lagi, apakah ibu kota jadi pindah? Jawabannya, dalam bentuk pengalihan isu, pemindahan itu dapat disebut jadi. Tapi, kalau dirujuk ke satu rapat terbatas (ratas) kabinet, pemindahan itu tak jadi. Menurut info A-1, ada rapat kabinet pada awal Agustus 2019. Di rapat itu, diputuskan bahwa pemindahan ibu kota negara dicoret dari agenda. Rapat dipimpin langsung oleh Presiden Jokowi. Hadir juga Wapres Jusuf Kalla dan sejumlah menteri yang terkait dengan gagasan pemindahan ibu kota. Tetapi, sangat mengherankan mengapa dalam pidato di depan sidang gabungan DPR-DPD pada 16 Agustus 2019, Jokowi mengumumkan keputusan pemindahan ibu kota. Kemudian, pada 26 Agustus beliau umumkan bahwa lokasi ibu kota baru itu adalah Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur. Dikabarkan, Wapres Jusuf Kalla sempat berekspresi terperangah ketika Jokowi mengatakan ibu kota akan dipindahkan ke Kalimantan. Hampir-hampir saja Wapres terangkat dari duduknya ketika mendengar pernyataan Jokowi yang tak sesuai dengan keputusan rapat kabinet. Apa yang terjadi? Mengapa keputusan kabinet yang menetapkan ibu kota “tak jadi pindah”, dibalik menjadi “jadi pindah”? Sumber-sumber yang berada di lingkaran inti kekuasaan menyebutkan pemindahan ibu kota hanya bertujuan untuk mendiskursuskan informasi publik. Para penguasa, kata mereka, perlu terus mengasyikkan masyarakat dengan berita-berita panas seperti isu ibu kota. Agar publik lupa ada perampokan besar suara rakyat di pilpres 2019. Pemindahan ibu kota pun digoreng berhari-hari. Diperdebatkan sengit oleh semua orang. Dibahas di berbagai talk-show televisi, di media cetak, dan seluruh platform media sosial (medsos). Semua serentak membicarakan pemindahan ibu kota. Tidak ada lagi cerita penipuan pilpres. Tidak ada lagi yang mengutak-atik kematian 600-an petugas KPPS pemilu. Kemudian, keanehan-keanehan yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK) pun juga tak lagi menjadi buah bibir. Salah seorang pengusaha papan atas angkat bicara. Dia tahu persis pemindahan ibu kota ke Kalimantan sudah diputuskan tak jadi dikerjakan. Duitnya tidak ada. Defisit APBN saja menganga lebar. Tak mungkin. Dalam pada itu, narasi ‘tak jadi’ jauh lebih kuat dan logis dibandingkan hayalan pindah ibu kota. Terlalu banyak orang yang geleng kepala. Risikonya sangat besar. Ketuam Umum PDIP Megawati Soekarnoputri termasuk yang melihat risiko itu. Beliau memberikan isyarat keras kepada Jokowi. Lebih pas disebut kritik keras terhadap pemindahan ibu kota. Bu Mega meminta agar dampak jangka panjangnya diperhatikan. Secara keseluruhan, komentar Bu Mega lebih layak ditafsirkan menentang rencana itu. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) sendiri menegaskan ongkos pemindahan ibu kota tidak ada di dalam APBN 2020. Menteri mengatakan, dia sendiri sedang mencarikan cara untuk membiayai pembangunan ibu kota baru itu. Dari semua ini, tampak jelas bahwa pemindahan ibu kota bukan agenda yang serius. Hanya untuk menghebohkan publik sambil menutupi kebobrokan, perampokan dan penipuan terbesar pilpres.*
Legenda Sri Mulyani : Gali Lubang Tutup Goa
Utang pemerintah per Juni 2019 tercatat Rp4.601 triliun. Kalau seluruh nolnya ditulis adalah 4.601.000.000.000.000. Rasio utang terhadap PDB mencapai 29,5%. Saban tahun utang Indonesia selalu bertambah. Oleh Dimas Huda (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Utang terasa legit pada suapan pertama, tetapi sungguh perih tatkala harus membayar. Di era digital saat ini, tawaran utang dari para rentenir nyaris masuk ke tiap pemilik ponsel. Ada yang melalui pesan singkat SMS, WhatsAp, atau lainnya. Syarat mudah. Bunga selangit. Tapi tetap saja menggiurkan. Jika ada yang berpikir mencari utang itu sulit tentu dia kurang gaul. Nyatanya, ada orang yang berutang kepada puluhan bahkan ratusan rentenir digital. Orang itu melakukan gali lubang, tutup lubang. Lubang makin dalam, sedangkan yang digunakan untuk menutup selalu kurang. Itu dalam urusan pribadi. Utang perusahaan bahkan negara gambarannya tak jauh beda. Mudah. Makin berani membayar bunga tinggi, maka makin banyak yang menawarkan pinjaman. Utang pemerintah per Juni 2019 tercatat Rp 4.601 triliun. Kalau seluruh nolnya ditulis adalah 4.601.000.000.000.000. Rasio utang terhadap PDB mencapai 29,5%. Saban tahun utang Indonesia selalu bertambah. Cukup banyak sumber utang Indonesia. Paling anyar adalah Asian Infrastructure Invesment Bank atau AIIB. Ini adalah lembaga keuangan yang dipelopori China. Di lembaga ini Indonesia dinobatkan sebagai negara pengutang terbesar nomor dua. Total utang Indonesia tercatat US$ 950 juta atau setara Rp 13,48 triliun. Negara pengutang terbesar di AIIB adalah India. Ibarat roket, tambahan utang pemerintah di era Jokowi sungguh meroket. Apabila dibandingkan dengan pemerintah sebelumnya, di era Susilo Bambang Yudhoyono, Joko Widodo jelas juara. Pada periode pertama Presiden SBY (2005-2009), tambahan utang pemerintah hanya Rp291 triliun. Sedangkan periode Jokowi (2015-2019), tambahan utang pemerintah pusat meroket Rp 1.995 triliun. Data untuk tahun 2019 yang digunakan barulah data hingga Juli 2019. Dipastikan sampai akhir tahun 2019, tambahan utang di periode pertama Jokowi akan semakin menggelembung. Tak sulit bagi Indonesia untuk menggali lubang. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, adalah menteri berjuluk “pencetak utang”. Julukan itu diberikan Prabowo Subianto. "Kalau menurut saya, jangan disebut lagi-lah ada menteri keuangan, mungkin menteri pencetak utang. Bangga untuk utang, yang suruh bayar orang lain," ujar Prabowo, pada Januari silam. Ekonom Rizal Ramli memberikan julukan berbeda, tapi sama-sama menghinakan. Menurutnya, Menteri Sri paling tepat diberi julukan “menteri terbalik” untuk menandingi menteri terbaik. Julukan ini diberikan kepada Sri karena ia dianggap paling dermawan kepada kreditor. Bunga utang negara yang diberikan Sri kepada kreditor lebih tinggi dibandingkan negara-negara yang rating ekonominya lebih rendah dari Indonesia. Dengan Vietnam dan Filipina, misalnya, Indonesia membanyar bunga 3% lebih tinggi. Wajar saja jika bondholders atau kreditor utang Indonesia senang dengan Sri. Di sisi lain, sudah barang tentu rakyat Indonesia harus membayar beban tambahan bunga ratusan triliun. “Tragedi sekaligus kriminal,” tuding ekonom senior Rizal Ramli, Selasa (27/8). Rizal tak asal tuding. Ia mengungkap data utang bond pemerintah saat Sri menjabat menkeu, di era pemerintahan Jokowi dan era pemerintahan SBY. Pada saat menjadi meskeu era SBY (2006-2010), Sri menerbitkan utang bond sebesar Rp 454,9 triliun. Rinciannya, Fixed Coupon sebesar Rp 281,8 triliun, Variable Coupon Rp 25,6 triliun, Fixed Coupon (Islamic) Rp 25,7 triliun, dan Fixed Coupon (non tradable) Rp 121,7 triliun. Kala itu, yield yang dipasang kemahalan, sehingga beban bunga yang harus ditanggung rakyat sebesar Rp 199,7 triliun. Lalu pada saat pemerintahan Jokowi (2016-2019), Sri menerbitkan utang bond Rp 790,7 triliun. Masing-masing Fixed Coupon sebesar Rp 461 triliun, Zero Coupon Rp 49,1 triliun, Zero Coupon (Islamic) Rp 22,1 triliun, Fixed Coupon (Islamic) Rp 240,9 triliun, Variabel Coupon (non tradeble) Rp 10,7 triliun dan Fixed Coupon (non tradeble) sebesar Rp 7 triliun. Utang juga diterbitkan dengan yield kemahalan sehingga menambah beban rakyat Rp 118 triliun. Menurut Rizal, total keuntungkan yang dinikmati kreditor tapi rugikan rakyat adalah Rp 317,7 trilliun. Jumlah ini tidak kecil. Beda-beda tipis dengan anggaran biaya untuk pindah ibu kota. Hal yang berbeda ketika menkeu dijabat Agus Martowardojo dan Bambang Brodjonegoro. Keduanya memberikan yield utang lebih rendah dari negara-negara yang ratingnya lebih rendah dari Indonesia. Ketika meminjam dengan menerbitkan bonds, Agus maupun Bambang sangat proper (correct) dengan selalu berikan yield utang lebih rendah dari negara-negara yang ratingnya lebih rendah dari Indonesia, seperti Thailand dan Filipina. Utang yang dilakukan Sri, rakyat yang membayar. Maka legit bagi Sri, pahit bagi rakyat.
Berhati-hatilah dengan Anies Baswedan!
Sebagai gubernur, secara berkala Anies harus berurusan dengan kementerian di Ibukota. Statusnya menjadi “orang daerah” yang lapor ke pusat. Jadi pemindahan ibukota ini menjadi semacam kudeta tidak berdarah terhadap Anies. Oleh : Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Pemprov DKI baru saja menggelar pawai peringatan tahun baru 1 Muharram 1441 Hijriah. Acara tersebut merupakan rangkaian dari Jakarta Muharram Festival 2019. Baru pada kepemimpinan Gubernur Anies R Baswedan acara tersebut digelar. Acaranya meriah habis….. Warga antusias menyaksikan dan menyambut pawai obor. Acara dimeriahkan oleh marching band dan marawis, dari kawasan Monas,sampai ke Jalan Thamrin, dan Sudirman. Pawai obor selama ini menjadi salah satu ciri khas kegiatan umat Islam menyambut berbagai hari-hari besarnya. Di media sosial para pembenci (haters) Anies membulinya habis-habisan. Apalagi ada kegiatan salat maghrib berjamaah pula di Bundaran Hotel Indonesia. Sebaliknya para pendukung Anies menyambut antusias dan memuji habis kegiatan ini. Bagi umat Islam, khususnya warga Betawi, roh kota Jakarta seakan kembali. Kegiatan serupa dalam beberapa dasa warsa terakhir, mulai terpinggirkan. Kalah jauh dibanding peringatan Tahun Baru Masehi. Belakangan yang sangat mencolok adalah peringatan Tahun Baru Cina, Imlek. Melihat langkah-langkah Anies membenahi ibukota. Menghidupkan kembali tradisi lama, tak mengherankan banyak pengamat menghubung-hubungkan pemindahan ibukota dengan posisinya sebagai Gubernur DKI. Banyak Kepentingan Lantas apa hubungannya pemindahan ibukota dengan Anies? Ada rivalitas dan benturan kepentingan antara Presiden Jokowi and his gank, dengan Anies Baswedan. Karena itu, ibukota harus sesegera mungkin dipindah. Targetnya mempreteli peran dan kewenangan Anies sebagai gubernur ibukota negara. Pertama dari sisi Jokowi. Pemindahan ibukota sesegera mungkin dari Jakarta akan membuat Anies Baswedan tak lagi menjadi bayang-bayang Jokowi. Tidak lagi ada matahari kembar. Dengan posisinya sebagai Gubernur DKI Jakarta, tak bisa dipungkiri Anies adalah pejabat publik kedua yang paling populer di Indonesia setelah Jokowi. Berbagai langkahnya membenahi problem perkotaan Jakarta, membuat Anies sangat populer. Di bawah kepemimpinan Anies, Jakarta menuai berbagai penghargaan tingkat lokal dan internasional. Jakarta baru saja dinobatkan sebagai salah satu dari tiga kota di dunia yang berhasil membenahi sistem transportasi dan mobilitas kota. Penghargaan diberikan pada ajang Sustainable Transport Award (STA) 2019 yang digelar di Forteleza, Brazil. Padahal selama ini transportasi dan mobilitas kota menjadi salah satu problem terbesar Jakarta. Banyak yang secara bercanda menyebutnya sebagai “Gubernur Indonesia.” Gegara Mendagri Tjahjo Kumolo keseleo lidah. Sebagai daerah Khusus Ibukota, menyebabkan Jakarta mempunyai keistimewaan yang tidak dimiliki oleh provinsi lain. Status dan kewenangannya berbeda dengan gubernur daerah lainnya. Termasuk bila dibandingkan dengan Daerah Istimewa Yogyakarta, maupun Daerah Istimewa Aceh. Tak heran Basuki Tjahja Purnama (Ahok) ketika menjadi gubernur DKI pernah mengklaim, posisinya setara dengan menteri. Dengan pemindahan ibukota, maka Anies akan kehilangan semua keistimewaan itu. Statusnya sama dengan kepala daerah lain. Jakarta kemungkinan juga akan dipecah-pecah menjadi beberapa daerah tingkat dua. Posisi walikota dan bupatinya menjadi lebih otonom. Sebagai gubernur, secara berkala Anies harus berurusan dengan kementerian di Ibukota. Statusnya menjadi “orang daerah” yang lapor ke pusat. Jadi pemindahan ibukota ini menjadi semacam kudeta tidak berdarah terhadap Anies. Kedua, dari sisi Ahok, sekutu dekat Jokowi. Pemindahan ibukota menghidupkan kembali mimpi lamanya menjadi penguasa di ibukota. Dia tak perlu menjajakan diri menjadi Walikota Surabaya, atau Gubernur NTB. Secara kalkulasi politik, sebelum Pilkada DKI 2017 langkah Ahok sebagai Gubernur DKI (2017-2022) nyaris tak terbendung. Namun gegara tersandung penistaan agama, semuanya berubah total. Ahok dikalahkan Anies. Eksperimen dan skenario politik etnis Cina yang disokong penuh oleh para taipan, menjadi berantakan. Andai saja dia memenangkan Pilkada DKI 2017, besar kemungkinan Ahok akan digandeng Jokowi sebagai cawapres. Bukan Ma’ruf Amin. Dengan posisi sebagai wapres, peluang Ahok mencalonkan diri sebagai presiden pada Pilpres 2024 terbuka lebar. Sayang eksperimen dan skenario politik yang berjalan sangat mulus, hasilnya sudah berada di depan mata itu, tiba-tiba menjadi berantakan. Anies yang menjadi Gubernur DKI. Dialah sekarang yang paling berpeluang menjadi kandidat presiden. Bukan Ahok. Karena itu langkah Anies harus segera dibendung. Potong di tengah jalan. Ketiga, dari kepentingan para taipan dan pengembang. Pemindahan ibukota membuka peluang para taipan dan pengembang raksasa untuk kembali menguasai lahan di jantung ibukota. Mereka sudah lama menimbun harta karun. Tinggal menggalinya. Sebagian besar dari mereka sudah menguasai lahan yang akan menjadi ibukota baru. Di Jakarta lahan sudah habis mereka kapling. Sebagian mulai menggarap daerah pinggiran, seperti Lippo di Karawaci, dan Meikarta. Atau kelompok Ciputra dan Sinar Mas yang menguasai kawasan Serpong. Tentu hasilnya tidak segurih bila menguasai lahan di jantung ibukota seperti dinikmati kelompok Agung Podomoro, Agung Sedayu, Artha Graha Group Dll. Bisnis reklamasi yang mereka kembangkan di Pantai Utara Jakarta gagal total. Proyek bernilai ratusan trilyun itu izinnya dibatalkan Anies. Padahal di masa Jokowi dan Ahok semuanya berjalan mulus. Kemarahan dan kebencian mereka kepada Anies, sampai ke ubun-ubun. Eksperimen politik mereka menguasai Indonesia. Menyatukan penguasaan ekonomi dan politik di satu tangan, gagal di tengah jalan. Keuntungan ratusan trilyun mereka tenggelam pula di laut Utara Jakarta. Karena itu pemindahan ibukota sudah sangat mendesak. Tak bisa ditunda-tunda lagi. Kompensasi bagi para taipan yang selama ini mendukung Jokowi harus segera ditunaikan. Seperti pernah disampaikan oleh Ahok saat menjadi Gubernur DKI, Jokowi tidak akan bisa menjadi presiden, tanpa bantuan pengembang. Jelas itu tidak gratis. Fakta bahwa pemerintah tidak punya dana cukup dari APBN, itu bukan masalah besar. Justru disitulah kata kuncinya. Konsorsium para taipan dan pemerintah Cina pasti dengan senang hati menyediakan dananya. Apalagi seperti dikatakan Menteri PPN/kepala Bappenas Bambang Soemantri Brojonegoro pemerintah akan seminimal mungkin menyediakan anggaran untuk pembangunan ibukota baru. Semuanya mengandalkan swasta, dengan skema availability payment. Swasta yang membangun dan pemerintah sebagai pemilik lahan, menyewa. Setelah masa konsesi selesai selama 20 tahun, gedung itu akan menjadi milik pemerintah. Skema ini mirip dengan BOT (Build Operate Transfer). Bedanya skema ini lebih pasti. Dana pengembang pasti akan kembali. Pemerintah dipastikan akan menyewanya. Sementara pada BOT, si pengembang menawarkan sewa ke pihak lain, atau memanfaatkan gedung itu sendiri. Pengembang mana yang tidak berjingkrak girang mendapat rezeki nomplok semacam itu? Tapi tunggu dulu. Itu skenario penguasa. Skenario para taipan. Belum tentu bisa terwujud. Kalau boleh menyarankan. Belajarlah dari Jakarta. Belajarlah dari kekalahan Ahok. Tidak semua skenario yang dirancang dengan sangat sempurna, akan berhasil. Ada campur tangan “kekuatan” lain. Kekuatan di luar kemampuan manusia. Kekuatan berupa takdir. Juli 2016 Anies Baswedan dicopot sebagai Mendikbud. Kalau melihat kinerja Anies tak ada alasannya bagi Jokowi mereshufflenya. Kabarnya justru performance Anies yang mencorong menjadi penyebabnya. Dia menjadi ancaman bagi Jokowi. Matahari kembar. Kurang dari setahun kemudian, pada April 2017 Anies terpilih menjadi Gubernur DKI. Dengan posisi itu dia malah semakin bersinar terang. Di Jakarta benar-benar muncul dua matahari. Yang satu di Jalan Merdeka Utara (istana), dan satunya lagi di Jalan Merdeka Selatan (Balaikota DKI). Jangan-jangan “pemecatan” Anies jilid II dengan cara memindahkan ibukota, justru malah akan membuka takdirnya terpilih menjadi kepala negara. Tak ada yang pernah tahu perjalanan hidup dan takdir seseorang. Berhati-hati lah. End
Sri, Indonesia Krisis. Swear!
Di tangan Sri yang pejuang neolib sejati, APBN dia susun untuk menyubsidi investor pasar uang. Sementara rakyat yang telah bekerja ekstra keras dipajaki habis-habisan. Sudah begitu pajak yang diperas dari keringat rakyat, diutamakan alokasinya untuk membayar kupon surat utang yang bunganya terlalu tinggi. Oleh Edy Mulyadi (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Bukan Sri Mulyani kalau tak jago berkelit. Perempuan yang dua kali didapuk menjadi Menteri Keuangan (era Presiden SBY dan Jokowi) ini benar-benar ngeyel. Berkali-kali dia menyatakan ekonomi Indonesia aman-aman saja, jauh dari terjangan krisis. Sri juga bolak-balik mengklaim APBN dikelola dengan prudent alias hati-hati. Namun pada saat yang sama, dia terus menumpuk utang berbunga tinggi dalam jumlah superjumbo dengan segala konsekwensi dan risiko yang amat mengerikan. Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan total utang luar negeri (ULN) Indonesia sampai akhir triwulan II 2019 tercatat US$ 391,8 miliar. Dengan kurs BI hari ini, Senin (2/9) yang Rp 14.190, utang tersebut setara dengan Rp 5.556 triliun. Angka ini tumbuh 10,1% (year on year /yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan periode yang sama tahun sebelumnya yang 8,1%. Yang membuat tambah miris, utang-utang itu dibuat dengan bunga yang dikerek tinggi-tinggi. Berikut contoh tujuh surat utang bertenor dua tahun yang dia terbitkan. Yaitu, SBR006 (7,95%), ST004 (7,95%), SBR005 (8,15%), ST003 (8,15%), ST002 (8,55%), SBR004 (8,55%), dan SBR003 (8,55%). Padahal bila mengacu pada kurva yield untuk surat utang SBR003-006 tenor 2 tahun untuk periode Mei 2018, Sept 2018, Januari 2019 dan April 2019, Sri yang sangat disukai kreditor asing itu menawarkan bunga/kupon 1%-1,9% lebih tinggi. Begitu juga untuk surat utang ST002-004 yang seharusnya besar bunganya mengambang (floating). Bila mengikuti kurva yield Juli 2019 di 6,2% terjadi kelebihan membayar bunga sebesar 1,7% hingga 2,23%. Bahkan jika dibandingkan dengan Vietnam dan Thailand yang rating-nya lebih rendah ketimbang Indonesia, angka kelebihan bunga itu mencapai 3%. Dengan peringkat yang lebih bagus, semestinya bunga utang yang kita bayar lebih rendah daripada Vietnam dan Thailand. “Karena perilakunya yang terus-menerus menyenangkan kreditor walau menyengsarakan rakyat, Sri lebih pas disebut sebagai Menkeu Terbalik, bukan menkeu terbaik,” ujar ekonom senior Rizal Ramli. Rp 317,7 Triliun Lebih Mahal RR, begitu mantan anggota tim Panel Ahli Perserakitan Bangsa Bangsa biasa disapa, memaparkan sebagai Menkeu SBY, 2006-2010, Sri menerbitkan bond senilai Rp454,9 triliun. Rinciannya, Fixed Coupon Rp 281,8 triliun, Variable Coupon Rp25,6 triliun, Fixed Coupon (Islamic) Rp 25,7 triliun, dan Fixed Coupon (non tradable) Rp 121,7 triliun. Dengan yield kemahalan, beban yang harus ditanggung rakyat akibat ulah perempuan ini mencapai Rp 199,7 triliun. Sedangkan di era Jokowi (2016-2019), dia menerbitkan bond senilai Rp790,7 triliun. Masing-masing Fixed Coupon sebesar Rp 461 triliun, Zero Coupon Rp 49,1 triliun, Zero Coupon (Islamic) Rp 22,1 triliun, Fixed Coupon (Islamic) Rp 240,9 triliun, Variabel Coupon (non tradeble) Rp 10,7 triliun dan Fixed Coupon (non tradeble) sebesar Rp 7 triliun. Yiled kemahalan ini menambah beban rakyat dari yang semestinya sebesar Rp 118 triliun. Total jenderal, kelebihan bayar bunga utang itu mencapai Rp 317,7 triliun. Di tangan Sri yang pejuang neolib sejati, APBN dia susun untuk menyubsidi investor pasar uang. Sementara rakyat yang telah bekerja ekstra keras dipajaki habis-habisan. Sudah begitu pajak yang diperas dari keringat rakyat, diutamakan alokasinya untuk membayar kupon surat utang yang bunganya terlalu tinggi. Data yang ada menunjukkan, hingga Juni 2019 pembayaran bunga utang mencapai Rp 127,1 triliun. Angka ini naik 13% ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya. Sebaliknya, subsidi untuk keperluan dasar rakyat cuma kebagian Rp 50,6 triliun atau turun 17%. Dengan angka-angka seperti ini, Sri telah ibarat demang yang memeras rakyat demi menyenangkan penjajah Belanda yang jadi majikan asingnya. Sikap inlander Sri yang creditors first membuat sebagian besar anggaran APBN tersedot untuk membayar utang. APBN 2019 mengalokasikan pembayaran pokok utang sebesar Rp 400 triliun. Ditambah dengan pembayaran bunga yang Rp 249 triliun, maka total beban utang mencapai Rp 649 trilliun. Angka ini sekitar 150% anggaran infrastruktur maupun anggaran pendidikan yang sekitar Rp 400-an triliun. Makro-Mikro Merah Sri juga sering ngeles dengan mengatakan ekonomi kita aman-aman saja. Pada saat yang sama fakta dan data menunjukkan terjadinya deindustrialisasi yang dampak langsungnya adalah pemutusan hubungan kerja. Sejumlah indikator makro dan mikro jelas-jelas menunjukkan ekonomi kita sama sekali tidak aman-aman saja, sebagaimana yang sering diklaim Sri. Defisit Neraca Pembayaran (Current Account Deficit/CAD) hingga triwulan II-2019 menunjukkan angka US$ 8,4 miliar. Jumlah ini naik dibandingkan triwulan pertama yang US$ 7 miliar. Artinya, hanya dalam tempo tiga bulan, CAD membengkak US$ 1,4 miliar. Indikator merah lainnya, juga terjadi pada neraca perdagangan yang defisit. Pada triwulan pertama 2019, defisitnya tercatat US$ 1,450 miliar. Pada kwartal II, defisit naik menjadi US$ 1,870 miliar. Kinerja ekspor nonmigas juga melorot seiring perekonomian dunia yang melambat dan harga komoditas ekspor Indonesia yang turun. Ekspor nonmigas tercatat US$ 37,2 miliar, turun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar US$ 38,2 miliar. Defisit neraca perdagangan migas juga meningkat menjadi US$ 3,2 miliar. Padahal, pada triwulan sebelumnya defisit itu masih U$ 2,2 miliar. Salah satu parameter sukses-tidaknya Menkeu adalah rasio pajak alias tax ratio. Ternyata, tax ratio juga terus terjun. Pada 2010, rasio pajak tercatat 9,82%. Sampai 2018, angkanya melorot menjadi 8,85%. Kalau dihitung termasuk pendapatan bea cukai dan royalti Migas-tambang, angkanya bergerak dari 14,66% pada 2011 menjadi 11,45% di 2018. Perlambatan penerimaan perpajakan ini membuat Sri uring-uringan. Pasalnya, kontribusi pajak terhadap penerimaan negara mencapai hampir 80%. Sampai akhir Juli 2019, pajak yang masuk Rp 810,7 triliun atau 45,4% dari target APBN. Terus terjunnya penerimaan pajak inilah yang membuat Sri kalap dan kalang-kabut. Maka, dia pun memajaki pempek palembang, pecel lele, gado-gado, dan UMKM. Padahal, sebelumnya UMKM sudah kena pajak final 0,5% dari omset, tidak peduli usaha rakyat kecil ini menangguk laba atau diterjang rugi. Tetap Jemawa Kendati sudah babak-belur dihajar angka-angka rapor yang merah, toh perempuan itu tetap saja berkoar Indonesia masih jauh dari krisis. Tidak tanggung-tanggung, sikap jumawa ini dia sampaikan saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Kamis (29/8). Saat itu Sri menegaskan kendati Indonesia harus waspada, itu tidak berarti bahwa krisis sudah di ambang pintu. Padahal, tiga hari sebelumnya saat menggelar konferensi pers APBN Kita, Senin (26/8), dia mengakui bahwa ekonomi dunia telah melemah dan risikonya bakal makin meningkat. Kondisi ini terkonfirmasi dalam statement atau indikator sesudah eskalasi pada Juli Agustus. Pengakuan Menteri Sri ini adalah kali kedua dalam bulan ini. Menurut dia, perlambatan ekonomi dunia ditandai dengan bertaburnya data ekonomi di berbagai negara terus membuat cemberut. Jerman, Singapura, negara-negara Amerika Latin seperti Argentina, Meksiko, Brasil dalam situasi sulit. Eropa dan China pun mengalami hal sama. Bahkan kawasan Asia, termasuk India, yang jadi lokomotif penghela ekonomi di pasar berkembang juga melemah. Tapi dasar kopeg, babak-belurnya perekonomian dunia justru membuatnya bertepuk dada.. Katanya, di tengah perekonomian dunia yang lesu, Indonesia masih bisa tumbuh 5%. Kalau saja dia mau sedikit humble, tentu pernyataan seperti itu tak bakalan keluar dari mulutnya. Terlebih lagi dengan potensi yang ada dan menanggalkan kebijakan ekonomi non neolib, seharusnya Indonesia bisa terbang di 6,5-7%. Setidaknya, begitulah jualan Jokowi waktu maju di ajang Pilpres 2014. Sebelumnya, Rizal Ramli berkali-kali memperingatkan ekonomi kita jauh dari baik-baik saja. Berdasarkan rentetan indikator yang memburuk, dia menyebut Indonesia tengah mengalami the creeping crisis, krisis yang merangkak. Seabrek indikator makro dan mikro yang disorongkannya memang dengan fasih bercerita ekonomi Indonesia terseok-seok, kalau tidak mau disebut amburadul. Tutupnya sejumlah gerai penyandang nama besar, adalah bukti melemahnya kinerja sektor ritel yang diperkirakan masih akan berlanjut. Daya beli dan consumer goods juga masih akan turun. Pukulan telak dialami sektor properti, kecuali untuk beberapa segmen. Indeks Nikkei menyebut sekitar seperempat perusahaan yang melantai di BEI telah berubah jadi zombie company. Keuntungan yang mereka terima tidak cukup untuk membayar utang. Perusahaan ini hanya bisa hidup dengan refinancing terus menerus. Gejala gagal bayar utang alias default juga melanda sejumlah perusahaan besar. Seperti tidak cukup, McKinsey & Company menyebut 25% utang valas jangka panjang swasta kita memiliki rasio penutupan bunga (interest coverage ratio /ICR) kurang dari 1,5 kali. Artinya, perseroan menggunakan mayoritas labanya untuk membayar utang. Jelas rawan. Jadi, Sri, ekonomi kita tidak sedang baik-baik saja. Data dan fakta seperti apalagi yang bisa membuka mata-hatimu? [*]
Menteri Sri Akhirnya Ngaku Krisis Telah Datang
Sri Mulyani memprediksi makin panasnya tensi perang dagang antara AS dan China dipastikan memperbesar sinyal krisis. Oleh Dimas Huda (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Ekonomi dunia kini diselimuti kondisi pahit. Sebagian negara telah mengalami krisis. Di sisi lain, ekonom senior Rizal Ramli menyebut Indonesia berada dalam tahap creeping crisis atau sedang “merangkak” untuk sampai pada kondisi krisis. Ekonom lainnya menyebut Indonesia amat rentan terhadap krisis. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, tak bisa menampik itu. Ia bilang ekonomi dunia telah terkonfirmasi melemah dan risikonya bakal makin meningkat. "Kondisi ekonomi dunia confirm melemah dan ini risikonya bahkan makin meningkat. Ini muncul di dalam statement atapun indikator sesudah eskalasi pada Juli Agustus," katanya dalam Konferensi Pers APBN Kita, Senin (26/8). Pengakuan Menteri Sri ini adalah kali kedua dalam bulan ini. Hanya saja, pengakuan ini bukan sebagai peringatan apalagi nakut-nakuti, seperti pernyataan beberapa ekonom belakangan ini. Sri membeberkan itu semua untuk membanggakan bahwa di tengah krisis dunia saja ekonomi Indonesia masih tumbuh 5%. “Indonesia terjaga di 5% ini accepsional,” tandasnya. Jadi bersyukurlah, ekonomi masih tumbuh 5%. Jangan kufur nikmat, seperti apa yang dibilang Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu. Menurut menteri Sri, hawa perlambatan ekonomi dunia semakin terasa. Data-data ekonomi di berbagai negara terus saja mengecewakan. Dia menyebut, Jerman, Singapura, negara Amerika Latin seperti Argentina dalam masa krisis. Meksiko, Brasil, juga dalam situasi sulit. “Amerika Latin, Eropa, China, dan bahkan kawasan Asia sendiri termasuk India yang jadi motor penggerak ekonomi di pasar berkembang juga mengalami pelemahan," ujarnya. Rentan Krisis Ekonom senior Indef, Didik J. Rachbini, memperingatkan Indonesia termasuk negara yang rentan terhadap krisis. “Setidaknya bila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia,” katanya, dalam diskusi ASEAN di antara perang dagang Amerika dan China: Bagaimana Seharusnya Respons Indonesia?, Minggu (25/8) Dalam materi diskusi yang berjudul “Dimensi Kritis dari Ekonomi Indonesia Dibandingkan Ekonomi ASEAN”, Didik antara lain mengulas soal 'Menghadapi Resesi Global'. Ia mengutip Bloomberg Vulnerability Indek, atau indeks kerentanan suatu negara. "Vietnam dan Malaysia termasuk ke dalam level yang sama tetapi sedikit lebih rendah dan mempunyai struktur ekonomi yang lebih kuat daripada Indonesia," jelasnya. Cadangan devisa, ekspor, dan industri Vietnam dan Malaysia relatif lebih kuat sehingga lebih tahan terhadap krisis. Belajar dari krisis nilai tukar 1997-98 dari Thailand, ada dua kelompok negara dalam konteks krisis. Kelompok pertama adalah kelompok yang rentan dan terkena imbas krisis nilai tukar, yaitu: Thailand, Malaysia, Filipina, Korea Selatan, dan Indonesia. Kelompok kedua adalah negara yang kuat dan tahan krisis nilai tukar, yaitu Taiwan, Hong Kong, Singapura dan lainnya. Kelompok yang pertama mengalami defisit neraca berjalan (CAD) dan kelompok kedua tidak mengalaminya. Level CAD Indonesia kini memang dalam tren terus membengkak, bahkan sudah menyentuh 3% terhadap PDB. Sedangkan Thailand sebagai negara yang pernah mengalami krisis 1998, yang sama juga dialami oleh Indonesia berhasil lolos dari penyakit CAD. Sebelumnya, Rizal Ramli memperingatkan grafik transaksi berjalan semakin merosot, bahkan sudah mencapai lebih dari US$8 miliar. Kondisi CAD pada kuartal II-2019 sebesar US$8,4 miliar atau 3,04% dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini adalah angka yang mengkhawatirkan. Indikator mikro juga tak kalah membahayakan. Seperti slow down sektor ritel yang diprediksi akan terus berlanjut. Daya beli dan consumer good juga masih akan turun. Begitu pun dengan properti yang diprediksi akan terpuruk, kecuali untuk beberapa segmen. Kemudian di level korporasi, mulai terjadi peningkatan default atau gagal bayar. Ini diistilahkan sebagai zombie company. Keuntungan yang diperoleh tidak bisa untuk membayar bunga utang. “Perusahaan ini hanya bisa hidup dengan refinancing terus menerus,” kata eks Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman ini. “Ada krisis kecil-kecil dan tidak disadari banyak orang, tetapi kalau disatukan jadi besar juga. Ini bisa dilihat dari kondisi makro, mikro, maupun korporasi. Kalau dibiarkan terus, bisa sangat membahayakan,” tambahnya. Di sisi lain, dalam laporan berjudul "Signs of Stress in The Asian Financial System", firma konsultan global McKinsey & Company menemukan bahwa 25% utang swasta valas jangka panjang di Indonesia memiliki rasio penutupan bunga (interest coverage ratio/ICR) kurang dari 1,5 kali. Posisi tersebut terhitung rawan karena perseroan menggunakan mayoritas labanya untuk membayar utang. Utang itu kebanyakan berasal dari sektor utilitas (pembangkit listrik dan jalan tol), dengan porsi 62%. Sektor energi dan bahan mentah menyusul dengan porsi 11% dan 10%. Lebih jauh, konsultan ini mengingatkan negara-negara Asia perlu mewaspadai risiko terulangnya krisis 1997. McKinsey mengingatkan sektor utilitas Indonesia dan India berpotensi memicu persoalan karena kemampuan mereka untuk membalik kinerja dan membayar kembali utangnya tidaklah mudah. Sementara itu, di belahan dunia lain, Eropa, sepanjang tahun 2019, berbagai bank investasi global telah mengurangi jumlah karyawannya hingga 30.000 orang. Beberapa bank yang melakukan pengurangan karyawan di antaranya adalah HSBC, Barclays, Société Générale, Citigroup dan Deutsche Bank. Lembaga keuangan asal Jerman Deutsche Bank bahkan memangkas jumlah karyawannya lebih dari setengah total karyawan yang di PHK, yaitu sebanyak 18.000 orang di seluruh dunia. Menurut laporan Financial Times, PHK massal ini disebabkan oleh berbagai alasan. Mulai dari penurunan suku bunga, volume perdagangan yang lemah, hingga efisiensi biaya operasional. Alasan lainnya adalah meningkatnya utang. Padahal, suku bunga saat ini negatif. Sri Mulyani memprediksi makin panasnya tensi perang dagang antara AS dan China dipastikan memperbesar sinyal krisis. Apalagi tensi adu pernyataan kedua negara adi kuasa tersebut makin mendidih beberapa hari terakhir. "Tren besar di semua negara di dunia mengalami pelemahan. Ada negara lain yang masuk bahkan (sudah) resesi," ujarnya. End