Anggaran Kemen PUPR Rp 131,82 Triliun Rawan Korupsi

Jakarta, FNN - Anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) tahun 2021 melambung tinggi. Meskipun ada recofusing untuk Covid-19 sebesar Rp 17,99 triliun. Anggaran awal Rp 149,81 triliun menjadi Rp 131,82 triliun.

Dibanding anggaran yang dihabiskan tahun 2020 Rp 75,6 triliun kenaikannya cukup fantastis sebesar Rp 56 triliun.

Center for Budget Analysis (CBA) menilai anggaran Kemen PUPR yang fantastis berpotensi besar disalahgunakan karena masih banyak persoalan yang belum dituntaskan. Berikut penjelasan Koordinator CBA Jajang Nurjaman:

“Pertama, 9 program dari 13 program utama Kemen PUPR kami nilai tidak produktif,” ujar Jajang Nurjaman.

Contohnya program penelitian pada 2020 menghabiskan Rp 365,1 miliar, belum lagi program untuk sarana prasarana pejabat Kemen PUPR tahun 2020 sangat besar Rp 235,7 miliar, serta program pengendalian lumpur Sidoarjo sebesar Rp 239,8 miliar. Program tidak produktif ini akan terus dijalankan Kemen PUPR dan menjadi beban keuangan negara.

Di sisi lain, berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) khusus pada 2019 terdapat 130 kasus pada Kemen PUPR dan nilai potensi kerugian negara sebesar Rp 998,3 miliar.

Hal ini juga sangat paradoks karena setiap tahunnya Kemen PUPR memiliki program pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur Kemen PUPR setiap tahunnya dengan anggaran di atas Rp 100 miliar.

Jika ditotal, rata-rata anggaran tidak produktif Kemen PUPR setiap tahunnya memboroskan anggaran sebesar Rp 2,7 triliun.

“Selanjutnya, aturan yang dikeluarkan Kemen PUPR terkait proyek infrastruktur (Permen 07/PRT/M/2019) kami anggap banyak masalah,” ungkap Jajang Nurjaman kepada FNN.

Salah satunya bobot penilaian teknis dibanding penilaian harga sangat jomplang 70:30. Hal ini bisa berdampak nilai proyek yang dijalankan Kemen PUPR mahal dan boros.

Contohnya dalam proyek Ciujung Priorty Civil Works Package 3 tahun 2020 dimenangkan PT Pembangunan Perumahan dengan nilai proyek Rp 248,4 miliar. Nilai proyek ini sangat mahal dibanding tawaran PT CPK senilai Rp 233,3 miliar, meskipun ada selisih Rp 15 miliar tapi kalah karena masalah penilaian teknis.

Berdasarkan catatan di atas, Lembaga CBA meminta Presiden Joko Widodo mengevaluasi menteri Basuki Hadi Mulyono karena di bawah kepemimpinannya banyak pemborosan anggaran.

Selain itu, CBA mendesak, pihak penegak hukum khususnya KPK harus segera turun tangan melakukan penyelidikan atas proyek PUPR. (mth)

337

Related Post