Antara Habib Rizieq dan Pinangki, Keadilan Suka-suka yang Dipertontonkan

Oleh Ady Amar *)

AKHIRNYA Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, menguatkan putusan PN Jakarta Timur kepada Habib Rizieq Shihab, yaitu hukuman 4 tahun penjara, Senin, 30 Agustus. Itu berkaitan dengan perkara tes swab RS Ummi Bogor. Habib Rizieq dianggap bohong karena mengatakan dirinya sehat, dan karenanya menimbulkan keonaran.

Putusan PT DKI Jakarta itu tidak terlalu mengejutkan, sepertinya sudah seharusnya diberikan pada Habib Rizieq. Sehingga suara PN Jakarta Timur dan PT DKI Jakarta seperti koor saja. Pokoknya ia harus dihukum, dan itu 4 tahun.

Jika lalu orang berasumsi, itu agar pelaksanaan Pilpres 2024 tidak "direcoki" manusia satu ini, itu pun tidak salah. Mengadangkan dalam sel Habib Rizieq sampai Pilpres berlangsung, itu kesan yang ditangkap publik.

Keonaran apa yang ditimbulkan Habib Rizieq dengan bohong atas kesehatannya, itu tidak ada yang bisa membuktikan. Pokoknya tuduhan ada keonaran yang ditimbulkan, dan jaksa penuntut umum (JPU) bisa leluasa menjerat dengan pasal tuntutan memberatkan, 6 tahun. PN Jakarta Timur memvonis 4 tahun penjara, lalu dikuatkan PT DKI Jakarta dengan vonis yang sama.

Bohong dengan menyatakan diri sehat, yang kemudian hasil tes swab PCR positif Covid-19, itu tidak dapat dikatakan bohong. Saat itu Habib Rizieq merasa sehat, maka ia katakan sehat, itu sebelum hasil tes keluar. Dan setelah hasil tes keluar dan positif, maka ia melakukan isoman di rumah. Bohong itu jika hasil tes sudah keluar dan jelas hasilnya positif, tapi ia mengatakan sehat, maka itu disebut bohong.

"Bohong" yang tidak dapat dikatakan bohong, itu sebenarnya pintu masuk saja untuk memenjarakannya. Ditambah tuntutan bohong yang menimbulkan keonaran, itu agar majelis hakim bisa memvonis seberat-beratnya.

Jadi, sekali lagi, tidak ada yang aneh. Itu hal yang memang sepertinya sudah "ditetapkan", agar hukuman tetap ditetapkan 4 tahun penjara. Hukuman itu diberikan untuk perbuatan yang tidak diperbuat Habib Rizieq. Tidak bohong tapi nalar publik dipaksa untuk menganggap ia berbohong, dan juga tidak ada keonaran, tapi lagi-lagi itu mesti dianggap ada keonaran yang ditimbulkan.

Hukum suka-suka pada Habib Rizieq Shihab terang benderang ditampakkan, dan itu mencederai rasa keadilan. Manusia satu ini seolah manusia berbahaya, dan karenanya harus dipenjara meski tanpa kesalahan. Habib Rizieq Shihab, lewat pengacaranya melakukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Kita lihat saja nanti, apakah MA akan membebaskannya karena ia tidak terbukti bersalah, atau...

Istimewanya Pinangki

Ada tiga tuntutan pada jaksa Pinangki Sirna Malasari. Ia terpidana kasus suap, melakukan tindak pidana pencucian uang, dan melakukan permufakatan jahat dalam perkara pengurusan fatwa bebas untuk Djoko Tjandra.

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), menjatuhkan vonis 10 tahun, dari tuntutan JPU yang 4 tahun. (Bandingkan kasus Habib Rizieq Shihab pada perkara "bohong" dan "keonaran" yang tidak terbukti, itu dituntut JPU 6 tahun).

Pinangki memang terpidana istimewa. Meski perbuatannya perbuatan nista berat, ia tetap diistimewakan dengan suka-sukanya pengadilan.

Ia yang semula divonis majelis hakim Pengadilan Tipikor Pusat 10 tahun penjara, melakukan banding pada PT DKI Jakarta. Maka PT DKI Jakarta memberinya korting 6 tahun. Hukumannya ditetapkan jadi 4 tahun. Alasannya, karena yang bersangkutan masih punya anak kecil. Kok enak .tenan.

Dan JPU tentu tidak berkehendak kasasi ke MA, karena terpidana mendapat keistimewaan pemotongan hukuman luar biasa. JPU tampak "melindungi" garong Pinangki, yang sesama korps Adhyaksa.

Jika orang lalu membandingkan "kesalahan" tidak bersalah Habib Rizieq itu dengan garong Pinangki, yang sama-sama divonis PT DKI Jakarta 4 tahun penjara. Maka keduanya mustahil bisa diperbandingkan, kecuali pada hukumannya yang sama-sama sesuka-sukanya.

Tapi yang pasti keduanya memang sama-sama ditarget. Yang satu (Habib Rizieq Shihab) ditarget hukuman berat meski ia tidak melakukan kesalahan. Dan satunya lagi (Pinangki) meski garong, ia ditarget dengan hukuman seringan mungkin. Garong memang tampak dimuliakan, itu terbukti dengan kasus Pinangki. Sedang penegak amar ma'ruf nahi munkar, semacam Habib Rizieq, itu seolah musuh yang mesti dipenjarakan.

Masih berharap pada MA? Tentu berharap keadilan akan diputus MA atas kasus Habib Rizieq Shihab dengan putusan pembebasannya. Optimistis dalam mencari keadilan atas kasus Habib Rizieq, ini mesti terus diikhtiarkan. Tidak perlulah umat terlampau larut dalam kesedihan panjang atas putusan PT DKI Jakarta.

Mengetuk pintu langit wajib terus digelorakan, agar bantuan-Nya segera ditampakkan. Kita semua jadi saksi atas pengadilan sesat yang terus dimunculkan, yang itu pantas diakhiri dengan campur tangan Tuhan. Meminta Tuhan ikut hadir, itu sebuah pengharapan tidak sia-sia, bahkan seharusnya. (*)

*) Kolumnis

326

Related Post