Empat Terdakwa Korupsi Hibah Masjid Dituntut Penjara 19 Tahun
Sumatera Selatan, FNN - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, menuntut empat terdakwa perkara tindak pidana korupsi hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya Palembang pidana penjara selama 19 tahun.
Keempat terdakwa tersebut adalah Eddy Hermanto (mantan Ketua Umum Pembangunan Masjid Sriwijaya), Syarifuddin MF (Ketua Divisi Lelang Pembangunan Masjid Sriwijaya), Dwi Kridayani (KSO PT Brantas Abipraya - Yodya Karya), dan Yudi Arminto (Project Manager PT Brantas Abipraya).
"Kami penuntut umum menuntut agar majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk memutuskan keempat terdakwa bersalah menurut hukum dipidana penjara 19 tahun. Pidana penjara tersebut dikurangi selama masa kurungan yang sudah dilakukan dengan perintah tetap dalam tahanan," kata JPU M Naimullah dalam sidang agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Palembang yang diketuai Majelis Hakim Sahlan Effendi, Jumat, 29 Oktober 2021.
Selain pidana penjara, lanjut jaksa, setiap terdakwa wajib untuk membayar denda atas perkara tersebut masing-masing senilai Rp 750 juta subsider enam bulan.
Lalu setiap terdakwa diwajibkan untuk membayar uang pengganti dengan nilai yang disesuaikan berdasarkan perbuatan masing-masing.
Terhadap terdakwa Eddy Hermanto diwajibkan membayar uang senilai Rp 684 juta, terdakwa Syarifuddin senilai Rp 1 miliar, Dwi Kridayani senilai Rp 2.5 miliar dan terdakwa Yudi Arminto senilai Rp 22.4 miliar.
Menurutnya, bila dalam waktu satu bulan setelah putusan berstatus inkracht (berketatapan hukum) maka harta benda terdakwa disita oleh jaksa untuk dilelang.
Hasil dari pelelangan tersebut uangnya dikembalikan kepada negara.
"Kalau nilainya masih tidak mencukupi maka dikenakan dipidana penjara sembilan tahun enam bulan," ujarnya, sebagaimana dikutip dari Antara.
Tuntutan yang dijatuhkan JPU tersebut yang hampir mencapai hukuman maksimal dinilai sudah layak.
Sebab terdapat beberapa hal yang menjadi pertimbangan memberatkan mereka dalam menentukan tuntutan tersebut.
Menjurut jaksa, atas perbuatan tersebut terdakwa sama sekali tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa adalah tentang pembangunan rumah ibadah yakni masjid, dan terdakwa sama tidak menyesali perbuatan yang mereka lakukan tersebut.
Maka setelah dilakukan pemeriksaan barang bukti lalu didukung oleh keterangan saksi-saksi yang telah diperiksa.
Terdapat beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, secara melawan hukum, diantaranya yaitu pada tahun 2015 sampai dengan tahun 2017 ada pemberian hibah berbentuk uang kepada Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya yang berdomisili di Jalan Limau II Blok B/3, Kelurahan Gandaria, Kecamatan Kebayoran Baru, Kotamadya Jakarta Selatan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2015 sebesar Rp 50.000.000.000 dan APBD Tahun 2017 sebesar Rp 80.000.000.000.
Proses tersebut tanpa dilakukan verifikasi terhadap usulan tertulis (proposal), tidak melalui pembahasan pada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan beberapa perbuatan lainnya seperti dilakukan kesepakatan besaran kontrak kerja meskipun belum diketahui anggaran hibah dalam nota perjanjian hibah daerah (NPHD).
Terdakwa diduga melanggar ketentuan Pasal 5 dan Pasal 6 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Jo. Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, Pasal 19 Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD diduga digunakan untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi.
Berdasarkan penyidikan tim penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan dalam perkara tersebut, masing-masing terdakwa diduga telah menerima sejumlah dana, yaitu Eddy Hermanto menerima sebesar Rp 684.419.750, Syarifudin Rp 1.049.336.610, Dwi Kridayani sebesar Rp 2.500.000.000, Yudi Arminto sebesar Rp 2.368.553.390, PT Brantas Abeparaya (Persero) sebesar Rp 5.000.000.000.
Terdakwa dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagai pasal primer.
Pasal 12 b ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagai pasal sekunder.
Sementara itu Hakim Sahlan Effendi mengatakan, diberikan waktu sampai satu pekan ke depan kepada terdakwa untuk menentukan sikap apakah menerima tuntutan JPU atau mengajukan banding. (MD).