Kejagung Tetapkan 3 Tersangka Korupsi Perindo
Jakarta, FNN - Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung RI menetapkan tiga tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi di Perum Perikanan Indonesia (Perindo) tahun 2016-2019.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI Leonard Eben Ezer Simanjuntak di Jakarta, Kamis, mengatakan tiga tersangka yang telah ditetapkan tersebut masing-masing berinisial NMB, LS dan WP.
Menurut Leonard, penetapan tersangka ini dilakukan setelah jaksa penyidik memeriksa tujuh orang saksi. Namun hanya dihadiri oleh empat saksi, dan tiga di antaranya ditetapkan tersangka.
"Untuk mempercepat proses penyidikan, selanjutnya terhadap tiga tersangka dilakukan penahanan," ujar Leonard.
Adapun ketiga tersangka yakni NMB selaku Direktur PT Prima Pangan Madani, LS selaku Direktur PT Kemilau Bintang Timur dan WP selaku karyawan BUMN/mantan Vice President Perdagangan, Penangkapan dan Pengelolaan Perum Perindo.
"Tersangka NMB dan LS dilakukan penahanan selama 20 hari di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, sedangkan tersangka WP ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung," ujar Leonard.
Adapun kasus dugaan korupsi di perusahaan BUMN tersebut berawal ketika Direktur Utama Perindo dijabat oleh SJ, Perum Perindo menerbitkan Surat Utang Jangka Menengah atau Medium Term Notes (MTN) dan mendapatkan dana sebesar Rp 200 miliar pada tahun 2017.
Adapun kasus dugaan korupsi di perusahaan BUMN tersebut berawal ketika Direktur Utama Perindo dijabat oleh SJ, Perum Perindo menerbitkan Surat Utang Jangka Menengah atau Medium Term Notes (MTN) dan mendapatkan dana sebesar Rp 200 miliar pada tahun 2017.
Dana tersebut terdiri dari Sertifikat Jumbo MTN Perum Perindo Tahun 2017 – Seri A dan Sertifikat Jumbo MTN Perum Perindo Tahun 2017 – Seri B.
"Adapun tujuan MTN tersebut digunakan untuk pembiayaan di bidang perikanan tangkap. Namun, faktanya penggunaan dana MTN Seri A dan seri B tidak digunakan sesuai dengan peruntukkan sebagaimana prospek atau tujuan penerbitan MTN seri A dan seri B," ujar Leonard.
MTN seri A dan seri B itu kata Leonard, sebagian besar digunakan untuk bisnis perdagangan ikan yang dikelola oleh Divisi Penangkapan, Perdagangan dan Pengolahan Ikan atau Strategy Bussines Unit (SBU) Fish Trade and Processing (FTP) yang dipimpin oleh WP.
Pada Desember 2017, Direktur Utama Perindo berganti kepada RS yang mana pada periode sebelumnya RS merupakan Direktur Operasional Perum Perindo.
Kemudian RS mengadakan rapat dan pertemuan dengan Divisi Penangkapan, Perdagangan dan Pengolahan (P3) Ikan atau Strategy Bussines Unit (SBU) Fish Trade and Processing (FTP) yang diikuti juga oleh IP sebagai Advisor Divisi P3 untuk membahas pengembangan bisnis Perum Perindo menggunakan dana MTN seri A dan seri B, kredit Bank BTN Syariah dan kredit Bank BNI.
Selanjutnya ada beberapa perusahaan dan perseorangan yang direkomendasikan oleh IP kepada Perindo untuk dijalankan kerja sama perdagangan ikan yaitu PT Global Prima Santosa (GPS), PT Kemilau Bintang Timur (KBT), S/TK dan RP.
Selain beberapa pihak yang dibawa oleh IP juga terdapat beberapa pihak lain yang kemudian menjalin kerja sama dengan Perindo untuk bisnis perdagangan ikan antara lain PT Etmico Makmur Abadi, PT SIG Asia, Dewa Putu Djunaedi, CV Ken Jaya Perkara, CV Tuna Kieraha Utama, Law Aguan, Pramudji Candra, PT Prima Pangan Madani, PT Lestari Sukses Makmur, PT Tri Dharma Perkasa.
"Metode yang digunakan dalam bisnis perdagangan ikan tersebut adalah metode jual beli ikan putus," kata Leonard.
Ia mengatakan dalam penunjukan mitra bisnis perdagangan ikan tersebut di atas, Perindo melalui Divisi P3/SBU FTP tidak ada melakukan analisa usaha, rencana keuangan dan proyeksi pengembangan usaha.
Selain dari itu, dalam melaksanakan bisnis perdagangan ikan tersebut beberapa pihak tidak dibuatkan perjanjian kerja sama, tidak ada berita acara serah terima barang, tidak ada laporan jual beli ikan dan tidak ada dari pihak Perindo yang ditempatkan dalam penyerahan ikan dari "supplier" kepada mitra bisnis Perum Perindo.
Akibat penyimpangan dalam metode penunjukan mitra bisnis perdagangan ikan oleh Perum Perindo, lanjut Leonard, menimbulkan verifikasi syarat pencairan dana bisnis yang tidak benar dan menimbulkan transaksi-transaksi fiktif yang dilakukan oleh mitra bisnis perdagangan ikan Perum Perindo.
Kemudian transaksi-transaksi fiktif tersebut menjadi tunggakan pembayaran mitra bisnis perdagangan ikan kepada Perum Perindo kurang lebih sebesar Rp.149 miliar.
Atas perbuatannya, ketiga tersangka dikenakan Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Juga disubsiderkan Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ant, sws)