KPK Panggil Istri Bupati Hulu Sungai Utara
Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis, memanggil Anisah Rasyidah yang merupakan istri Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara 2021-2022.
Anisah juga menjabat sebagai Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Hulu Sungai Utara. Ia dipanggil sebagai saksi untuk tersangka Marhaini (MRH) dari pihak swasta/Direktur CV Hanamas.
"Hari ini pemeriksaan saksi terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan Tahun 2021-2022, untuk tersangka MRH dan kawan-kawan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Dalam penyidikan kasus itu, KPK memanggil Ketua DPRD Kabupaten Hulu Sungai Utara Almien Ashar Safari sebagai saksi untuk tersangka Marhaini.
KPK, Kamis (16/9), telah menetapkan tiga tersangka kasus tersebut. Sebagai penerima, yakni Maliki (MK) selaku Plt Kepala Dinas PU pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Hulu Sungai Utara.
Sedangkan sebagai pemberi, yaitu Marhaini (MRH) dan Fachriadi (FH) dari pihak swasta/Direktur CV Kalpataru.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara telah merencanakan untuk dilakukan lelang proyek irigasi, yaitu Rehabilitasi Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Rawa (DIR) Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan dengan harga perkiraan sendiri (HPS) Rp1,9 miliar dan Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang dengan HPS Rp1,5 miliar.
Sebelum lelang ditayangkan di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), Maliki diduga telah terlebih dahulu memberikan persyaratan lelang pada Marhaini dan Fachriadi sebagai calon pemenang dua proyek irigasi tersebut dengan kesepakatan memberikan sejumlah uang komitmen "fee" 15 persen.
Saat penetapan pemenang lelang untuk proyek Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan, dimenangkan oleh CV Hanamas milik Marhaini dengan nilai kontrak Rp1,9 miliar dan proyek Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang dimenangkan oleh CV Kalpataru milik Fachriadi dengan nilai kontrak Rp1,9 miliar.
Setelah semua administrasi kontrak pekerjaan selesai lalu diterbitkan surat perintah membayar pencairan uang muka yang ditindaklanjuti oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dengan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) untuk pencairan uang CV Hanamas dan CV Kalpataru yang dilakukan oleh Mujib sebagai orang kepercayaan Marhaini dan Fachriadi.
Sebagian pencairan uang tersebut, selanjutnya diduga diberikan kepada Maliki yang diserahkan oleh Mujib sejumlah Rp170 juta dan Rp175 juta dalam bentuk tunai.
Sebagai pemberi, Marhaini dan Fachriadi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 KUHP.
Sementara Maliki selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 65 KUHP. (mth)