Menguak Terus Misteri Kilometer 50 Tol Japek
by M. Rizal Fadillah
Bandung FNN - Peristiwa pembunuhan atau pembantaian atas enam syuhada anggota laskar Fron Pembela Islam di kilometer 50 jalan tol Jakarta Cikampek (Japek) tidak akan mudah dihapus jejaknya. Meskipun bangunan rest area yang ada di sana kini telah dibantai dan dihabisi. Ada peristiwa dramatis, tragis, dan sadis terjadi di area dimana peristiwa bermula, berakhir, atau dilewati.
Upaya untuk menghentikan kasus ini dengan akal-akalan mentersangkakan keenam syuhada telah gagal. Reaksi publik sangat keras atas pemberian status tersangka pada jenazah tersebut. Disamping mengada- ada, juga bertentangan dengan undang-undang. Ketika status itu dicabut, maka kasus ternyata tidak bisa terhenti. Terlalu berat bermain dalam skema seperti ini.
Akhirnya tersangka berbalik, yaitu tiga orang anggota Kepolisian dari Polda Metro Jaya. Meski belum diumumkan namanya secara resmi oleh Mabes Polri, tetapi publik menduga tersangka ini adalah pelapor dan saksi yang menyebabkan keenam syuhada berstatus tersangka. Mereka adalah Briptu Fikri Ramadhan, Bripka Adi Ismanto, dan Bripka Faisal Khasbi.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Brigjen Polisi Andi Ryan Djajadi menyatakan, ketiga anggota Polri yang berpotensi sebagai tersangka tersebut dapat dikenakan pasal 338 KUHP junto Pasal 351 ayat (3), yakni pembunuhan dan penganiayaan yang menyebabkan kematian.
Munculnya pasal penganiayaan ini menarik karena menjadi pengakuan Polisi bahwa memang telah terjadi penganiayaan berat terhadap korban. Sesuatu atau stigma yang selama ini selalu ditepis oleh polisi. Seakan-akan tidak adanya penganiyayan. Bahkan semula dinyatakan oleh Kapolda Metro Jaya Irjen Polisi Fadil Imran bahwa korban menyerang polisi.
Ketiga personel kepolisian yang menjadi potensi tersangka ini akan menjadi pembuka dari keterlibatan banyak fihak lain. Baik itu personil pembuntut yang jumlahnya lebih dari tiga orang, sebagaimana temuan dan hasil penyelidikan dari Komisi Nasional Hak Asasi manusia (Komnas HAM).
Selain itu, terbuka peluang untuk dapat diketahui siapa "komandan" eksekusi yang diduga penumpang di mobil Land Rover yang tiba di rest area kilometer 50 malam itu? Ada selebrasi perjuangan dan kemenangan. Sampai sekarang, dua mobil lain yang bukan dari anggota Polda Metro Jaya belum juga diungkap ke publik oleh Komnas HAM siapa mereka?
Moga kita berharap bahwa ketiga potensi tersangka ini benar pelaku sebenarnya. Bukan orang "yang senagaja dikorbankan" untuk menutupi pelaku lain yang justru menjadi aktor intelektual dari kejahatan kemanusiaan yang menyedihkan bangsa dan negara Indonesia ini. Sejarah kelam yang tidak boleh dimanipulasi. Harus menjadi pelajaran berharga untuk kita semua.
Sikap keangkuhan terhadap kebenaran tidak boleh dibiarkan hanya dimonopoli oleh polisi. Korbannya adalah rakyat kecil yang tidak mempunyai kekuatan apa-apa. Apalagi mengingat pembunuhan enam syuhada ini dikaitkan dengan "unlawful hunting" tokoh dan ulama Habib Rizieq Shihab (HRS), maka dapatlah dikategorikan sebagai pembunuhan politik.
Harus memantau dan mengikuti dengan akstif persidangan ini nantinya. Suapay bisa membongkar misteri yang berdampak sistemik. Oleh karena itu semua kita tidak berharap kasus "Harun Masiku" yang hilang atau dihilangkan, tidak terjadi pada pelaku sebenarnya atau pelaku kunci dari kasus pembunuhan 6 anggota laskar yang menjadi syuhada ini.
Semoga misteri akan terus terkuak. Rakyat tetap mengawal proses politik dan hukum dengan ketat. Dasar keyakinan adalah bahwa Allah Subhaanahu Wata’ala Yang Maha Kuasa itu juga Maha Melihat dan Maha Mendengar. Ada atau tanpa Mubahalah.
Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.