MK Jelaskan Tidak Pertimbangkan Keterangan Benny K Harman Sebagai Ahli
"Karena Dr. Benny K. Harman adalah anggota Komisi III DPR RI, terlebih lagi yang bersangkutan merupakan salah seorang kuasa dari pemberi keterangan DPR sehingga mahkamah tidak mempertimbangkan keterangannya sebagai ahli," kata majelis hakim Saldi Isra sidang perkara 92/PUU-XVIII/2020 yang disiarkan secara virtual di Jakarta, Rabu.
Hal tersebut, lanjut dia, diperkuat dengan Surat Keputusan pimpinan DPR RI Nomor 57/PIMP/V/2020-2021. Oleh sebab itu, mahkamah tidak mempertimbangkan keterangan-keterangan yang telah disampaikan oleh Benny K. Harman pada tanggal 21 Oktober 2021.
Pada sidang sebelumnya, Benny K. Harman dihadirkan sebagai saksi dari pihak terkait dalam hal ini Komisi Yudisial. Politikus Demokrat itu memberikan keterangan sebagai ahli terkait dengan uji materi yang dilayangkan oleh Dr. Burhanudin seorang dosen sekaligus mantan calon hakim ad hoc.
Beberapa keterangan yang dipaparkan Benny di antaranya mengenai kewenangan KY melakukan seleksi calon hakim ad hoc di MA bukan berasal dari perluasan dari frasa "hakim agung" pada Pasal 24 B ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.
Selanjutnya, Benny berpandangan kewenangan KY juga muncul dari Pasal 25 UUD 1945 yang menyatakan diangkat dan diberhentikan melalui undang-undang. Artinya, pembentuk undang-undang yang berhak menentukan kewenangan KY sebagai bentuk open legal policy.
Fungsi hakim ad hoc di MA dan Hakim Agung tidak berbeda sebagai satu majelis yang setara. Perbedaannya hanya menyangkut administrasi, masa jabatan, dan kekhususan perkara yang diperiksa dan diputus.
Bahkan, kata Benny, karena fungsi hakim ad hoc dan hakim agung yang setara dalam satu majelis, kewenangan KY untuk melakukan seleksi hakim ad hoc dicantumkan dalam satu napas atau satu norma dengan kewenangan KY melakukan seleksi hakim agung dalam UU KY. (sws)