Penelusuran 1.665 LHKPN 95 Persen Laporannya tidak Akurat

Jakarta, FNN - Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan mengakui dari 1.665 Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diperiksa oleh kedeputiannya, 95 persen menunjukkan ketidakakuratan laporan.

"Sejak 2018-2020, kami diminta memeriksa 1.665 LHKPN oleh teman-teman Kedeputian Penindakan. Pemeriksaan itu untuk pro justicia. Ternyata 95 persen yang kami periksa detail isinya tidak akurat," kata Pahala Nainggolan dalam diskusi virtual "Apa Susahnya Lapor LHKPN Tepat Waktu dan Akurat", di Jakarta, Selasa, 7 September 2021.

Menurut Pahala, KPK memiliki sistem elektronik yang menghubungkan KPK dengan perbankan, asuransi, bursa hingga Otoritas Jasa Keuangan. Sehingga, ketika KPK memasukkan satu nama, akan muncul kepemilikan rekening, asuransi, bursa dari orang tersebut beserta keluarganya.

"Ini semua dengan sistem elektronik, jadi bisa dicek dengan cepat. Tentu, semua dijaga kerahasiannya, termasuk kami bekerja sama dengan BPN (Badan Pertanahan Negara)untuk mengecek sertifikat tanah dan kepemilikan kendaraan di samsat," ujar Pahala, sebagaimana dikutip dari Antara.

Hasil analisis tim pencegahan KPK, sebanyak 95 persen dari 1.665 LHKPN tidak melapor dengan lengkap tanah, bangunan, rekening bank maupun investasi lain.

"Dari 95 persen ini, selain tidak akurat melaporkan, juga melaporkan penghasilan yang agak aneh dibanding transaksi banknya. Jadi, 15 persen dari 95 persen menunjukkan profil yang tidak fit dengan data keuangan," kata Pahala.

KPK, menurut Pahala, sejak 2021 juga sudah tidak menerima LHKPN yang laporannya tidak lengkap. "Yang tidak lengkap itu, jika nilainya tidak benar atau lampiran tidak lengkap atau surat kuasa anak, istri dan yang bersangkutan tidak ada, maka kami tidak diterima. Era sekadar menyampaikan sudah selesai, sekarang mulai ke akurasi, tidak boleh LHKPN diisi seenaknya," ujar Pahala pula.

KPK selanjutnya juga melakukan analisis rata-rata, nilai harta terendah serta harta tertinggi dari 365.925 LHKPN yang diserahkan hingga 31 Juli 2021. Kekayaan rata-rata anggota DPR/MPR adalah Rp 23,43 miliar, dengan kekayaan tertinggi Rp 78,776 miliar dan terendah Rp 47,681 juta.

Sedangkan rata-rata kekayaan anggota DPRD kabupaten/kota sebesar Rp 14,065 miliar, dengan nilai tertinggi kekayaan Rp 3 triliun dan terendah minus Rp 778,195 miliar.

Selanjutnya rata-rata kekayaan wajib lapor dari BUMN adalah Rp 3,687 miliar, dengan kekayaan tertinggi Rp 2 triliun dan terendah minus Rp 280,861 miliar

Sedangkan rata-rata kekayaan penyelenggara negara dari kementerian/lembaga adalah sebesar Rp 1,519 miliar, dengan harta tertinggi Rp 8,743 triliun dan terendah minus Rp 1,759 triliun

"Umumnya yang kekayaannya tinggi adalah bekas pengusaha yang masuk ke dalam pemerintahan, tapi pada saat yang sama ada yang melaporkan minus Rp 1,759 triliun. Pengusaha biasanya isi harga sahamnya saja, bukan perusahaannya jadi kemungkinan di lapangan berbeda," kata Pahala pula.

Pahala juga menyebut keanehan pelaporan harta penyelenggara negara yang menyebut hartanya minus Rp 1,759 triliun.

Berdasarkan hasil analisis pelaporan LHKPN 2019-2020, sebanyak 70,3 persen penyelenggara negara melaporkan hartanya bertambah selama pandemi. Pertambahannya rata-rata Rp 1 miliar, sedangkan 6,8 persen kekayaannya tetap, dan 22,9 melaporkan penurunan.

"Berdasarkan hasil analisis tersebut, kenaikan harta tidak dipengaruhi oleh penerimaan bersih," ujar Pahala.

Pahala menegaskan, LHKPN yang nilainya besar bukanlah dosa, dan adanya kenaikan harta juga belum tentu menunjukkan perilaku korup.

"Karena kenaikan itu dapat terjadi oleh beberapa hal. Seperti apresiasi nilai aset misalnya punya tanah NJOP naik, maka dilaporkan di LHKPN naik. Memang yang kami soroti secara khusus misalnya kalau rutin mendapat hibah, kenapa kok dapat hibah ke yang bersangkutan sebagai penyelenggara negara," kata Pahala.

Selain itu, nilai harta juga dapat mengalami penurunan karena depresiasi nilai aset, penjualan aset, pelepasan aset, penambahan utang, ada harta yang telah dilaporkan sebelumnya tetapi tidak dilaporkan kembali pada pelaporan terbaru

"Jadi mohon masyarakat jangan cepat-cepat mengatakan selama menjabat hartanya naik berarti korup, tidak. Silakah lihat e-Annoucement di sebelah mana kenaikannya. Kalau rendah juga belum tentu bersih.Akan tetapi, dalamnya harus dilihat apakah profilnya sudah cocok dengan hartanya. Kalau jumlahnya sudah pas, apakah transaksinya cocok sebagai penyelenggara negara," kata Pahala. (MD).

211

Related Post