HUKUM

Kelima Terdakwa Tragedi Kanjuruhan Dijerat Dengan Pasal Kelalaian

Surabaya, FNN - Jaksa penuntut umum (JPU) menjerat kelima terdakwa tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 yang menewaskan 135 orang dan ratusan orang korban luka dengan pasal kelalaian, yakni Pasal 359 KHUP. Dalam dakwaan yang dibacakan secara terpisah JPU mengatakan para terdakwa, yakni Ketua Panpel Arema Arema FC Abdul Haris, Security Officer Suko Sutrisno serta Hasdarmawan, Wahyu Setyo Pranoto, dan Bambang Sidik Ahcmadi yang berasal dari unsur kepolisian lalai sehingga mengakibatkan kematian orang.   \"Karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati,\" kata Hari Basuki salah satu jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin.  Menanggapi dakwaan JPU, Adikarya Tobing selaku penasihat hukum tiga terdakwa dari unsur kepolisian mengatakan akan mengajukan nota keberatan (eksepsi) yang disampaikan pada Jumat (20/1). “Kami dari tim pendamping kuasa hukum tiga terdakwa dakwaan JPU dan sepakat melakukan eksepsi atas surat dakwaan yang sudah dibacakan kepada majelis hakim,\" katanya.  Kondisi ini berbeda dengan tanggapan Sumardhan selalu penasihat hukum dua terdakwa dari sipil, yakni Ketua Panpel Arema Arema FC Abdul Haris dan Security Officer Suko Sutrisno yang memilih untuk melakukan pembuktian dengan agenda pemeriksaan saksi.  \"Butuh pembuktian. Kami tidak yakin itu dilakukan, nanti kami akan buktikan. Kami mau lihat apakah JPU bisa buktikan surat dakwaan. Nanti langsung pembuktian dengan pemeriksaan saksi pada Kamis (19/1),\" kata penasihat hukum kedua terdakwa, Sumardhan.  Pada sidang dakwaan ini, kelima orang terdakwa menjalani sidang secara dalam jaringan dengan posisi berada di Rutan Polda Jatim.  Tragedi kasus Kanjuruhan terjadi pada tanggal 1 Oktober 2022, yakni sebuah insiden penghimpitan kerumunan yang fatal terjadi pascapertandingan sepak bola di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Tercatat sebanyak 135 orang tewas dan 583 orang lainnya cedera.(sof/ANTARA)

Kasus Dugaan Korupsi BTS Pintu Masuk Audit Ulang Seluruh Proyek

Jakarta, FNN - Direktur Center For Budget Analysis Uchok Sky Khadafi mengemukakan kasus dugaan korupsi base transceiver station (BTS) Kementerian Komunikasi dan Informatika menjadi pintu masuk untuk mengaudit ulang seluruh megaproyek yang dilaksanakan BAKTI Kominfo.\"Kasus korupsi pengadaan tower BTS BAKTI Kominfo sejatinya bisa dijadikan pintu masuk pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Kejagung untuk memeriksa dan mengaudit ulang seluruh megaproyek,\" kata Direktur CBA Uchok Sky Khadafi dalam keterangannya di Jakarta, Senin.Menurut ia, audit ulang itu bertujuan agar anggaran yang dikeluarkan negara untuk menyediakan layanan telekomunikasi bagi masyarakat di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T) efektif dan tepat sasaran.Selain itu, pemerintah juga diminta mengaudit kelembagaan di BAKTI Kominfo, termasuk pula menilai efektivitas penggunaan dana universal service obligation (USO) untuk pembangunan jaringan telekomunikasi di daerah 3T.Apabila skema pendanaan USO melalui kontribusi dana sudah tidak pas untuk menyediakan jaringan telekomunikasi di daerah 3T maka pemerintah mempunyai alternatif lain sejak terbitnya Undang-Undang Telekomunikasi Tahun 1999, termasuk turunannya yang belum pernah diimplementasikan, yaitu berupa kontribusi penyediaan jaringan dan/atau jasa telekomunikasi.Sebelumnya, Uchok pernah mengkritisi beberapa megaproyek BAKTI Kominfo, salah satunya pengadaan Satelit Satria (Satelit Indonesia Raya) serta satelit cadangan Satria, Hot Backup Satelit.Ia mengatakan megaproyek satelit Bakti Kominfo rawan penyimpangan sebab dengan metode pemilihan penyedia dikecualikan, megaproyek Satelit Satria dan Hot Backup Satelit tertutup dan luput dari pantauan publik.Senada dengan itu, Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) juga mendesak pemeriksaan yang dilakukan Kejaksaan Agung tidak hanya berhenti pada level teknis.Menurut Koordinator MAKI Boyamin Saiman, hal tersebut bertujuan agar kasus dugaan korupsi pengadaan tower BTS BAKTI Kominfo semakin jelas.(ida/ANTARA)

Terkait Kasus KDRT, Ferry Irawan Berharap Tidak Ditahan

Surabaya, FNN - Ferry Irawan berharap tidak ditahan usai ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Jawa Timur atas kasus dugaan kasus kekerasan dalam rumah tangga terhadap istrinya, Venna Melinda.Kuasa hukum Ferry Irawan, Jeffry Simatupang, kepada wartawan di Mapolda Jatim, Surabaya, Senin, mengatakan kliennya telah mempersiapkan diri dengan baik dan akan mengikuti proses hukum yang berlaku.\"Kedua, penahanan itu kan kewenangan dari penyidik kepolisian. Kami juga meminta kepada Polda Jatim untuk tidak melakukan penahanan kepada Pak Ferry supaya pintu komunikasi itu tetap terjalin,\" kata Jeffry.Menurut Jeffry, penahanan juga tidak perlu dilakukan lantaran Ferry Irawan memiliki riwayat penyakit, namun ia tidak menyebutkan secara detail penyakit dimaksud.Ia mengatakan agar proses hukum dapat berjalan dengan lancar, Ferry harus tetap di luar penjara agar bisa terus berobat.\"Pak Ferry juga memiliki riwayat penyakit. Supaya Pak Ferry bisa menjalankan proses hukum dengan baik dirawat dengan baik maka kami juga mohon untuk tidak melakukan penahanan,\" katanya.Sementara itu, Ferry Irawan juga berharap rumah tangganya bersama Venna Melinda dapat tetap dipertahankan.\"Sebegitu banyak perjuangan kita, sebegitu banyak kenangan manis kita. Abi hanya mohon yang masalah rumah tangga ini, abi mohon dari lubuk hari yang paling dalam mimi juga punya hati kecil,\" katanya.Sebelumnya, Ferry Irawan dilaporkan istrinya Venna Melinda ke Polres Kediri Kota buntut atas dugaan tindak kekerasan di salah satu hotel di Kota Kediri. Kasus tersebut kemudian dilimpahkan oleh Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jatim.Berdasarkan hasil olah tempat kejadian perkara, pengumpulan barang bukti baik fisik maupun verbal dari keterangan saksi, penyidik secara resmi menetapkan Ferry sebagai tersangka.Ferry dijerat pasal 44 dan 45 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang KDRT dengan ancaman hukuman lima tahun penjara. Pasal itu dijatuhkan karena ada kekerasan fisik dan psikis terhadap korban.(ida/ANTARA)

Tuntutan 8 Tahun Penjara untuk Kuat Ma'ruf

Jakarta, FNN - Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Kuat Ma’ruf, hukuman pidana penjara delapan tahun dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin.\"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Kuat Ma’ruf dengan pidana penjara selama delapan tahun,\" kata JPU Rudy Irmawan saat membacakan tuntutan di hadapan Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Senin.JPU menyatakan terdakwa Kuat Ma\'ruf terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.Hal yang memberatkan tuntutan Kuat Ma’ruf adalah perbuatannya yang menghilangkan nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat, sehingga menyebabkan duka mendalam bagi keluarga korban.Selain itu, jaksa menilai Kuat Ma’ruf bersikap berbelit-belit, tidak mengakui, dan tidak menyesali perbuatan-perbuatannya dalam memberikan keterangan di depan persidangan.\"Akibat perbuatan terdakwa Kuat Ma’ruf menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang meluas di masyarakat,\" tambah JPU.Sementara itu, hal meringankan dalam tuntutan Kuat Ma\'ruf, menurut JPU, ialah terdakwa tidak pernah dihukum, berlaku sopan di persidangan, tidak memiliki motivasi pribadi, dan hanya mengikuti kehendak dari pelaku lain.\"Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, kami, Penuntut Umum dalam perkara ini, menuntut supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, satu, menyatakan terdakwa Kuat Ma’ruf terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana turut serta merampas nyawa orang lain yang direncanakan terlebih dahulu,\" kata Rudy.Selanjutnya, dia meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama delapan tahun, dikurangi dengan masa penangkapan dan menjalani tahanan sementara.Kuat Ma’ruf merupakan satu dari lima terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Empat terdakwa lainnya adalah Ricky Rizal, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dan Richard Eliezer. Kelima terdakwa tersebut didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(ida/ANTARA)

Pembacaan Dakwaan Lima Terdakwa Kasus Kanjuruhan Oleh JPU Secara Bergantian

Surabaya, FNN - Jaksa penuntut umum membacakan dakwaan terhadap lima orang terdakwa kasus kerusuhan Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, secara bergantian pada sidang perdana di Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur, Senin.Lima orang terdakwa kasus kerusuhan Kanjuruhan yang diajukan ke meja hijau masing-masing Abdul Haris selaku Ketua Panpel Arema FC, Suko Sutrisno (petugas keamanan Kanjuruhan), AKP Hasdarmawan (Danki 3 Brimob Polda Jatim nonaktif), Kompol Wahyu Setyo Pranoto (Kabag Ops Polres Malang nonaktif), dan AKP Bambang Sidik Achmadi (Kasat Samapta Polres Malang nonaktif).Dakwaan pertama untuk terdakwa AKP Hasdarmawan dibacakan tim JPU gabungan dari Kejaksaan Tinggi Jatim dan Kejaksaan Negeri Kepanjen Malang yang diketuai Hari Basuki.Dalam sidang pembacaan dakwaan ini, majelis hakim meminta adanya kesepakatan agar dakwaan tidak dibacakan seluruhnya, namun poin-poin yang dianggap penting.JPU Hari Basuki menyanggupi permintaan majelis hakim untuk membacakan poin dakwaan, terutama soal keterangan visum yang tidak dibacakan seluruhnya.\"Untuk visum akan kami bacakan hasilnya saja yang mulia sebab ada 800 keterangan untuk visum ini,\" ujarnya.Dalam sidang perdana kasus kerusuhan Kanjuruhan ini, ratusan personel kepolisian disiagakan untuk melakukan pengamanan di lingkungan Pengadilan Negeri Surabaya.Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya Komisaris Besar Polisi Akhmad Yusep Gunawan mengatakan sebanyak 400 personel diturunkan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan selama berlangsungnya sidang, terutama terkait rencana kedatangan suporter Arema FC.\"Selain itu, juga disiagakan 400 personel yang berjaga di titik-titik penyekatan pintu masuk Kota Surabaya, seperti di Bundaran Waru,\" ujarnya.Kasus kerusuhan suporter di Stadion Kanjuruhan Malang terjadi pada Sabtu malam, 1 Oktober 2022, usai pertandingan Liga 1 antara tuan rumah Arema FC dengan Persebaya Surabaya. Dalam peristiwa itu, sebanyak 135 orang (termasuk dua aparat kepolisian) meninggal dunia dan puluhan orang lainnya mengalami luka berat dan ringan.(ida/ANTARA)

Pilot Gobay Berupaya Pasok Senjata untuk KSB

Jayapura, FNN - Pangdam XVII Cenderawasih Mayor Jenderal TNI Muhammad Saleh Mustafa mengatakan pilot Anton Gobay yang ditangkap pihak berwenang di Filipina pada Sabtu, 7 Januari 2023, berupaya memasok senjata api untuk kelompok sipil bersenjata di Papua.\"Memang ada laporan terkait senjata api yang dimilikinya yang diduga akan dipasok untuk KSB (kelompok sipil bersenjata) di Papua, namun sebelum terealisasi Anton Gobay yang berprofesi sebagai pilot itu ditangkap. Kami masih mendalami apakah yang bersangkutan pernah memasok senjata api atau ini yang pertama,\" kata Pangdam kepada ANTARA di Jayapura, Papua, Sabtu.Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Papua Komisaris Besar Polisi Faizal Rahmadani secara terpisah mengatakan dari data yang dimiliki, Anton Gobay pernah ditangkap pada tahun 2014 di Nabire saat sebelum sekolah penerbangan di Manila, Filipina.Anton Gobay aktif di KNPB (Komite Nasional Papua Barat) Nabire dan punya jaringan ke Sebby Sambon serta KSB.\"Dia baru mau mencoba menjual 12 pucuk senjata api, di antaranya 10 jenis AR 15 yang dikumpulkan di Filipina untuk dijual ke Papua, namun belum dipastikan ke kelompok mana karena senjata itu akan dijual ke penawar dengan harga tertinggi,\" jelas Faizal.Dari laporan yang diterima, tambah Faizal, saat ini Anton Gobay tidak dalam pekerjaan pilotnya.\"Sementara ini Anton Gobay tidak dalam posisi pekerjaan sebagai pilot di maskapai penerbangan mana pun,\" tambahnya.KSB atau KKB adalah kelompok yang sama. TNI menyebutnya KSB, sedangkan Polri menyebutnya KKB (kelompok kriminal bersenjata).Kelompok tersebut seringkali melakukan aksi teror berupa penembakan ke warga sipil dan TNI-Polri serta berupaya memisahkan Papua dari NKRI.(sof/ANTARA)

Usai Penangkapan Enembe, Komnas HAM Menemukan Indikasi Eskalasi Kekerasan

Jakarta, FNN - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan indikasi eskalasi kekerasan usai penangkapan Gubernur Papua Lukas Enembe oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).\"Komnas HAM juga menemukan indikasi eskalasi kekerasan di Papua, terutama pascapenangkapan Gubernur Papua Lukas Enembe,\" kata Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dalam unggahan video di kanal YouTube Humas Komnas HAM RI \"Komnas HAM: Respon Terkait Situasi HAM di Papua\", seperti dipantau di Jakarta, Sabtu.Atnike meminta semua pihak tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengakibatkan konflik kekerasan di Papua semakin meluas. Lebih lanjut, ia juga menegaskan Komnas HAM mengecam tindakan perusakan fasilitas umum dan meminta semua pihak tidak menyebarkan informasi provokatif.\"Yang akan memunculkan sentimen negatif dan memperkeruh keadaan,\" tambahnya.Secara khusus, Komnas HAM meminta kapolda Papua, pangdam 17 Cendrawasih, dan pemerintah daerah di Papua dapat menciptakan situasi kondusif secara berkelanjutan dengan melibatkan tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat untuk meredam ketegangan di Papua.Dalam kesempatan tersebut, Atnike juga menyampaikan apresiasi pernyataan dan arahan Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono dan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo dalam kunjungan kerja ke Papua beberapa waktu lalu untuk mendukung upaya penanganan pengungsi.\"Komnas HAM berharap TNI dan Polri dapat memberi rasa aman bagi para pengungsi untuk kembali ke rumahnya,\" tambahnya.Dia juga meminta kepada TNI dan Polri mengambil langkah yang diperlukan dalam penanganan situasi keamanan di Kabupaten Maybrat, Papua Barat, dengan tetap mengedepankan norma dan prinsip HAM.\"Ke depan, Komnas HAM akan terus memantau situasi HAM di Papua,\" ujar Atnike.(ida/ANTARA)

“Saya Harus Ditersangkakan, tapi Saya Sudah Ikhlas,” ujar PC

Jakarta, FNN - Terdakwa dalam dugaan kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) Putri Candrawathi mengaku bahwa dirinya sudah ikhlas untuk ditersangkakan dalam kasus ini.“Saya adalah korban kekerasan seksual dan penganiaya dari saudara Yosua, tapi saya harus ditersangkakan seperti ini, tapi saya sudah mengikhlaskan, Yang Mulia,” ujar Putri Candrawathi dalam persidangan, sebagaimana dipantau dari kanal YouTube PN Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis.Pernyataan tersebut ia sampaikan ketika hakim bertanya apa yang hendak disampaikan oleh Putri Candrawathi terkait meninggalnya Yosua di dalam peristiwa pembunuhan ini.Selain menyampaikan bahwa dirinya ikhlas telah ditersangkakan, Putri Candrawathi juga menyampaikan permohonan maaf kepada kedua orang tua dari Yosua. Dalam permohonan maafnya, Putri mengatakan bahwa dirinya tidak menyangka Ferdy Sambo akan bertindak sejauh ini.“Saya juga tidak pernah menyangka suami saya akan seemosi dan bertindak sejauh ini, karena saya tahu suami saya sangat mencintai seragam coklatnya dan institusi Polri,” kata Putri.Lebih lanjut, Putri Candrawathi juga menyampaikan permohonan maaf kepada Richard Eliezer atau Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma’ruf, beserta keluarga masing-masing terdakwa.“Saya hanya berharap dan selalu mendoakan semoga yang terbaik selalu ada dalam keluarga mereka masing-masing,” ucap Putri.“Saya hanya berdoa agar saya bisa dikuatkan untuk segera berkumpul bersama anak-anak saya kembali,” tuturnya melanjutkan.Dalam persidangan yang digelar pada Rabu (11/1) ini, Putri Candrawathi diperiksa sebagai terdakwa dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Selain Putri Candrawathi, terdapat empat terdakwa lain yang terlibat di dalam kasus ini, yakni Ferdy Sambo, Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf.Kelima terdakwa ini didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(ida/ANTARA)

Kursus Manajemen Keamanan Atadion Akan Digelar Polri Akhir Januari

Jakarta, FNN - Polri akan menggelar kursus manajemen keamanan stadion bagi personel kepolisian dan pemangku kepentingan terkait pada akhir Januari dengan menghadirkan tim pengajar dari Coventry University, Inggris.Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo di Jakarta, Jumat, mengatakan kursus tersebut diselenggarakan selama enam hari, mulai 25 Januari hingga 2 Februari 2023.\"Kursus ini dalam rangka mewujudkan sistem pengamanan pertandingan sepak bola yang lebih sistematis dan terstruktur,\" kata Dedi kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.Selain mewujudkan sistem pengamanan yang lebih sistematis dan terstruktur, lanjutnya, kursus tersebut juga diharapkan mewujudkan perkembangan aturan penyelenggaraan kompetisi sepak bola secara adaptif, seperti Perpol Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pengamanan Olahraga yang diterbitkan Polri usai Tragedi Kanjuruhan.Perpol tersebut mengatur tentang bentuk pengamanan, pelaksana pengamanan, mekanisme perizinan, penilaian risiko, pengaturan zona pengamanan, pelibatan personel dan perlengkapan pengamanan, serta cara bertindak setiap personel pengamanan.Dedi menjelaskan pengajar kursus tersebut sebanyak lima orang, yang terdiri atas tiga orang dari kalangan akademisi dan dua orang komandan bersertifikat pengamanan pertandingan sepak bola.\"Dua pengajar ini bersertifikat serta berpengalaman dalam memimpin pengamanan Piala Dunia 2022 di Qatar,\" tambahnya.Polri menggelar kursus tersebut bekerja sama dengan Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) dengan Coventry University. Banyak tujuan yang ingin dicapai dalam kursus tersebut, di antaranya mewujudkan pemahaman utuh tentang kesiapan pelaksanaan pengamanan stadion dalam rangka penyelenggaraan kompetisi sepak bola.Pemahaman utuh itu meliputi aspek perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan pengamanan, komando, dan pengendalian. Kemudian, terwujudnya kesamaan persepsi cara bertindak dan kewajiban serta larangan bagi personel pengamanan stadion dalam rangka penyelenggaraan kompetisi sepak bola yang sesuai aturan berlaku.Selain itu, diharapkan pula penyelenggaraan kegiatan penilaian risiko pada penyelenggaraan kompetisi sepak bola dapat tepat sasaran dan menjadi acuan bagi penerbitan izin penyelenggaraan kompetisi sepak bola.\"Peserta kursus ada 66 orang, terdiri atas personel Polri sebanyak 56 orang dan personel eksternal dari instansi terkait sebanyak 10 orang, seperti Kementerian PUPR, Kemenpora, Kementerian Kesehatan, PSSI, dan PT LIB,\" ujarnya.Kursus tersebut sesuai instruksi Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo saat mengecek kesiapan Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) pada 20 Desember 2022. Upaya itu juga tindak lanjut dari arahan Presiden Joko Widodo yang meminta agar iklim sepak bola Indonesia menjadi lebih baik dan memenuhi standar FIFA.\"Harapan kami, ke depan sepak bola kita akan menjadi lebih baik, lebih bagus, dan bisa membawa harum nama Indonesia di nasional maupun internasional,\" kata Listyo Sigit.(ida/ANTARA)

Kapal Misterius yang Terdampar di Perairan Garut Diselidiki Polisi

Garut, FNN - Kepolisian Resor (Polres) Garut masih menyelidiki keberadaan kapal yang terdampar di perairan laut kawasan Rancabuaya, Kecamatan Caringin, Kabupaten Garut, Jawa Barat yang masih misterius karena belum diketahui pemiliknya.\"Untuk sementara belum bisa memastikan bahwa kapal tersebut jenis apa, karena posisi masih terbalik,\" kata Kepala Satuan Polisi Air dan Udara Polres Garut AKP Anang Sonjaya melalui telepon seluler, di Garut, Rabu.Ia menuturkan kapal berukuran panjang sekitar 25 meter itu, pertama ali ditemukan nelayan di perairan wilayah Kabupaten Cianjur, kemudian kapal itu terbawa gelombang dan terdampar di perairan Garut wilayah Rancabuaya, Senin (9/1).Selama ini, kata dia, kapal tersebut masih terdampar, tanpa ada anak buah kapal, begitu juga tidak ada orang yang mencari keberadaan kapal tersebut.\"Ya, kami masih sebatas pengamanan saja, lalu melalui imbauan kepada masyarakat sekitar sambil menunggu laporan yang merasa kehilangan kapal atau keluarga kru kapal tersebut,\" katanya.Ia menyampaikan kapal yang posisinya terbalik tanpa diketahui pemilik dan anak buah kapalnya itu sudah dilaporkan ke Markas Polres Garut, untuk selanjutnya ditelusuri dan menunggu laporan masyarakat terkait kehilangan kapal maupun anggota keluarganya.\"Kami sudah melaporkan itu ke pimpinan sambil menunggu perkembangan laporan, karena sampai saat ini belum jelas itu kapal milik siapa, berapa ABK-nya,\" kata Anang.Dia mengungkapkan hasil pemeriksaan sementara kondisi kapal tersebut sudah cukup lama tenggelam, karena dari dalam kapal sudah banyak binatang laut.Kapal tersebut, kata dia, dipastikan bukan milik nelayan di pesisir pantai Kabupaten Garut, apalagi sejauh ini nelayan Garut tidak ada yang memiliki kapal yang ukuran besar sepanjang 25 meter.\"Yang jelas itu bukan kapal milik nelayan di Kabupaten Garut karena kapalnya besar, panjangnya sekitar 25 meter,\" katanya lagi.(ida/ANTARA)