HUKUM

Ada "Framing" Bocorkan Vonis Sambo dalam Video Hakim

Jakarta, FNN - Pejabat Humas Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Djuyamto mengatakan ada pembingkaian (framing) soal kebocoran informasi vonis hukuman terdakwa pembunuhan Brigadir Nofiriansyah Yosua Hutabarat, Ferdy Sambo, dalam video Hakim Wahyu Iman Santoso.\"Di sana kan ada framing itu. Ada framing, ada narasi, bahwa ada membocorkan. Itu tidak benar, masih pemeriksaan kok. Putusan belum, tuntutan juga belum, apanya yang mau dibocorkan?\" kata Djuyamto kepada wartawan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat.Djuyamto mengatakan bahwa ucapan Wahyu dalam video yang beredar di media sosial itu merupakan pernyataan normatif; karena perkara dengan Pasal 340 KUHP bisa saja dijatuhi pidana mati, pidana seumur hidup, sesuai dengan ketetapan undang-undang.\"Beliau (Wahyu) menyatakan hanya normatif itu. Normatif bahwa yang namanya perkara (Pasal) 340 (KUHP) itu bisa saja pidana mati, bisa saja seumur hidup, bisa saja 20 tahun; kan sesuai dengan ketetapan undang-undang. Apa yang disampaikan beliau itu, jadi tidak ada dalam konteks untuk membocorkan. Apanya yang dibocorkan? Putusan aja belum, tuntutan aja belum,\" katanya.Saat ini, pihak PN Jakarta Selatan masih berupaya memastikan kebenaran video yang diduga Hakim Wahyu Iman Santoso membocorkan vonis terdakwa Ferdy Sambo. Selama belum bisa memastikan kebenaran dari video viral tersebut, Djuyamto mengatakan pihak pengadilan akan berhati-hati dalam menangani perkara.\"Jadi, selama kami belum bisa memastikan, apalagi kita tahu sendiri bahwa dalam konteks penanganan perkara, itu kami harus hati-hati betul,\" tuturnya.Sebelumnya, ramai beredar di media sosial mengenai video yang diduga Hakim Wahyu Iman Santoso sedang curhat soal penanganan perkara pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Wahyu Iman Santoso merupakan hakim ketua yang menangani perkara tersebut.Dalam video tersebut, Wahyu diduga membicarakan mengenai vonis Ferdy Sambo kepada seorang perempuan yang diduga merekam peristiwa tersebut. Hingga saat ini, baik Komisi Yudisial (KY), Mahkamah Agung (MA), dan PN Jakarta Selatan masih melakukan penelusuran terkait kebenaran video tersebut.(ida/ANTARA)

Atas Putusan Sidang Minyak Goreng, Kejagung Menyatakan Banding

Jakarta, FNN - Kejaksaan Agung banding atas putusan sidang kasus dugaan korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya, termasuk minyak goreng oleh Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, karena tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat.“Atas putusan majelis hakim tersebut, penuntut umum melakukan upaya hukum banding, karena tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Ketut Sumedana dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan hukuman kepada para terdakwa kasus minyak goreng lebih rendah dari tuntutan jaksa, karena kerugian negara tidak terbukti dalam persidangan.Putusan keempat terdakwa, mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indra Sari Wisnu Wardhana divonis tiga tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider dua bulan.Terdakwa Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor divonis 1,5 tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider dua bulan.Terdakwa Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley Ma divonis satu tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider dua bulan.Kemudian, terdakwa Lin Chie Wei alias Weibinanto Halimdjati, mantan anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian divonis satu tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider dua bulan.General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang divonis satu tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider dua bulan.Menurut Ketut, upaya banding yang dilakukan, karena keputusan tersebut tidak sesuai dengan tuntutan jaksa, dan tidak terpenuhinya rasa keadilan.Masyarakat merasakan dampak cukup besar, hingga pemerintah mengeluarkan anggaran triliunan rupiah untuk bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng guna membantu masyarakat terdampak.“Terutama kerugian yang diderita masyarakat yakni perekonomian negara dan termasuk kerugian negara,” kata Ketut.Kejagung turun tangan menangani kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya yang terjadi pada periode bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022.Adanya kelangkaan minyak goreng, di saat Indonesia sebagai produsen CPO terbesar, menjadi catatan khusus kejaksaan untuk mengusut kasus tersebut, karena melibatkan masyarakat banyak yang terdampak.Pelanggaran yang dilakukan, pengusaha tidak memenuhi kewajibannya untuk mencukupi kebutuhan CPO dalam negeri sebesar 20 persen. Karena harga minyak goreng di luar negeri tinggi, pengusaha mencari keuntungan dengan melakukan ekspor besar-besaran, atau melebihi kuota yang dibolehkan.Penyidik tidak hanya mencari kerugian negara yang ditimbulkan, tetapi juga kerugian perekonomian negara, di mana pemerintah menganggarkan sekitar Rp18 triliun untuk BLT minyak goreng.Dalam kasus ini, penyidik sempat memeriksa mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, namun yang bersangkutan tidak dihadirkan di persidangan sebagai saksi.(ida/ANTARA)

Pelaku Penganiayaan Ketua Relawan Anies Ditangkap Polisi Bukittinggi

Bukittinggi, FNN - Polresta Bukittinggi, Polda Sumatera Barat (Sumbar) telah menangkap pelaku penganiayaan Ketua Relawan Anies Baswedan yang terjadi beberapa waktu lalu di Bukittinggi, dan seorang perempuan ditetapkan sebagai tersangka.Pelaksana Tugas Kapolresta Bukittinggi AKBP Wahyuni Sri Lestari, di Bukittinggi, Kamis, menegaskan kasus penganiayaan itu tidak terkait dengan masalah politik.\"Kami pastikan bukan urusan politik, korban dan pelaku saling mengenal, ini soal utang piutang, untuk sementara satu orang ditetapkan tersangka, perempuan inisial BR usia 37 tahun,\" kata Wahyuni.Ia mengatakan pelaku ditangkap di Kota Padang bekerjasama dengan kepolisian daerah setempat pada Selasa (3/1) bersama dua orang lainnya.\"Tiga orang ini ditangkap di daerah Koto Tangah Padang, dua orang lainnya masih dijadikan saksi untuk sementara, dari pengakuannya pelaku berjumlah empat orang, satu tersangka lainnya sedang diburu,\" kata Kapolres pula.Ps Kasat Reskrim Polresta Bukittinggi AKP Fetrizal mengatakan korban Idris Sanur (56) yang juga seorang pengusaha dan menjabat sebagai Ketua Relawan Rumah Gadang Anies Baswedan mengalami penganiayaan di rumah yang sekaligus tokonya di daerah Tarok, Bukittinggi pada Senin (2/1).\"Pelaku sempat memukulkan sendok semen ke wajah korban, dugaannya tindak pidana kekerasan secara bersama, pelaku sengaja datang ke Bukittinggi untuk menagih utang korban,\" katanya lagi.Fetrizal mengatakan, menurut keterangan sementara tersangka, utang sebesar Rp21 juta itu sudah terjadi sejak 2021 dan beberapa kali ditagih namun belum dibayarkan.\"Bahkan korban pernah memberi giro kepada tersangka, namun ternyata tidak memiliki ketersediaan uang di dalamnya, pelaku emosi hingga terjadi cekcok dan direkam oleh istri korban,\" katanya pula.Pasal yang disangkakan kepada pelaku adalah Pasal 170 ayat 1 tentang kekerasan terhadap orang dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun enam bulan.(ida/ANTARA)

Jika Waktu Bisa Diputar Kembali Mungkin Tidak Seperti Ini, ujar Bharada E

Jakarta, FNN - Terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Richard Eliezer atau Bharada E menyampaikan penyesalannya terkait penembakan yang ia lakukan terhadap Brigadir J di rumah Duren Tiga, Jakarta Selatan.“Sampai sekarang, saya merasa kalau memang bisa dibalik juga, Bapak, kalau waktu bisa diputar kembali, mungkin nggak seperti ini juga, Pak, keinginan saya,” kata Eliezer ketika menyampaikan keterangannya sebagai terdakwa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis.Pernyataan tersebut ia sampaikan setelah jaksa penuntut umum mempertanyakan apa yang Eliezer pikirkan dan ingin sampaikan kepada keluarga Brigadir J.Dalam kesempatan tersebut, Eliezer mengatakan bahwa dirinya sudah meminta maaf kepada keluarga korban dan mengakui bahwa dirinya salah karena telah menembak Yosua.Yang bisa ia lakukan saat ini, kata Eliezer, adalah menjelaskan atas dasar apa dirinya melakukan penembakan tersebut kepada publik.“Saya tahu saya salah, cuma saya juga bisa menjelaskan atas dasar apa saya melakukan hal itu, Bapak, bahwa saya juga hanya disuruh sama Pak Sambo, Bapak,” ujar Eliezer.Usai menyatakan hal tersebut, jaksa penuntut umum mengingatkan bahwa persidangan ini merupakan tahap akhir di mana Eliezer dapat menyampaikan keterangan, karena setelah persidangan ini, jajaran jaksa penuntut umum akan melakukan penuntutan kepada Eliezer.Saat jaksa menanyakan apakah Eliezer merasa menyesal atas kejadian ini dan mengakui perbuatannya, Eliezer pun mengungkapkan bahwa ia sangat menyesal dan mengakui perbuatannya yang telah menembak Yosua.“Sangat sangat menyesal, Pak. Saya mengakui, Bapak,” kata Eliezer.Hari ini berlangsung sidang kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) dengan agenda pemeriksaan terdakwa Richard Eliezer. Persidangan ini juga dihadiri oleh orang tua Eliezer.(ida/ANTARA)

KPK Akan Profesional Menangani Kasus Formula E

Jakarta, FNN - Analis politik lulusan Boni Hargens menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan profesional dan menjunjung tinggi hukum dalam menangani kasus dugaan korupsi Formula E yang dikaitkan dengan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.“KPK tidak akan menersangkakan seseorang kecuali seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Karena itulah sejatinya penegakan hukum,\" ujar Boni dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.Lulusan Walden University itu, kemudian mengingatkan makna penyelidikan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.Disebutkan, penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk menemukan suatu peristiwa pidana guna dilakukan penyidikan.\"Dengan demikian jelas bahwa penyelidikan cukup menemukan peristiwa pidana untuk dinaikkan ke penyidikan, dengan demikian maka hasil penyelidikan hanya memastikan ada atau tidaknya peristiwa pidana guna dilakukan penyidikan,\" kata Boni.Sementara penyidikan, lanjut Boni, adalah serangkaian tindakan penyidik sebagaimana tata cara yang diatur undang-undang untuk mencari keterangan dan bukti, yang dengan bukti tersebut membuat terangnya suatu peristiwa pidana guna menemukan tersangkanya.Menurut Boni, hal tersebut perlu dipahami, sesuai dengan hukum acara pidana.\"KPK menjunjung tinggi dan menghormati HAM, makanya tidak boleh menetapkan tersangka yang akhirnya bertahun-tahun seseorang menyandang status tersangka tanpa diadili, tidak adanya keadilan dan kepastian hukum,\" ujar dia.\"Padahal sesuai UU, setiap tersangka wajib dengan segera diadili dan diperiksa di peradilan. Penegakan hukum tidak boleh melanggar hukum termasuk harus menghormati HAM, maknanya tidak boleh melanggar HAM itu sendiri,\" kata Boni menambahkan.Sebelumnya, mantan Pimpinan KPK Bambang Widjojanto (BW) melontarkan kritikan kepada KPK yang ingin menaikkan status penanganan perkara terkait Formula E dari penyelidikan ke penyidikan tanpa lebih dulu menetapkan siapa tersangkanya. BW menganggap penyelidikan kasus Formula E ini sebagai kegilaan.\"Kenapa kegilaan? Karena ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Penetapan tersangka atau peningkatan suatu penyidikan tanpa penetapan tersangka. Dan kita tahu ini kasusnya, kasus Formula E. Kasus Formula E itu jadi sesuatu yang \'so special\' sekali, jadi nekat sekali beberapa Pimpinan KPK ini,\" kata BW dalam tayangan YouTube dikutip pada Senin (2/1).Ketua KPK Firli Bahuri pun telah merespons tuduhan BW yang menyebutkan KPK terkesan memaksakan menersangkakan Anies Baswedan dalam kasus dugaan korupsi Formula E.Firli menegaskan, KPK bekerja sesuai dengan ketentuan hukum dalam proses penyelidikan suatu perkara korupsi.\"Prinsipnya KPK tidak akan pernah menersangkakan orang, kecuali tersangka itu berdasarkan perbuatannya dan atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan yang patut diduga bahwa dia adalah pelaku tindak pidana,\" kata Firli pula.(ida/ANTARA)

Gde Siriana: Perppu Cipta Kerja Merupakan State Capture Corruption

Jakarta, FNN - Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dinilai hanya akal-akalan rezim Jokowi. Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (Infus) Gde Siriana Yusuf menilai tak ada kegentingan yang memaksa terkait Perppu tersebut. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja resmi diterbitkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pengujung 2022. Merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor: 138/PUU-VII/2009, salah satu syarat penerbitan Perppu adalah karena ada kondisi kegentingan yang memaksa. “Tak ada kegentingan memaksa yg dirasakan rakyat hari ini, kecuali yang dirasakan elit-elit karena pertarungan kepentingan ekonomi dan Pilpres 2024. Sudah sering terjadi di negeri ini, akal bulus digunakan untuk mempertahankan kekuasaan elit,” ungkap Gde Siriana kepada redaksi FNN, Rabu (4/1/2023). Gde menegaskan, Perppu ini merupakan bentuk State Capture Corruption, baik dari substansi maupun prosesnya yang tidak demokratis. State Capture Corruption sendiri merupakan bentuk korupsi politik secara sistematis dengan cara membajak negara di mana kepentingan pribadi secara signifikan memengaruhi proses pengambilan keputusan negara untuk keuntungan mereka sendiri. Presiden itu dipilih rakyat melalui mekanisme demokrasi, tetapi kenapa kemudian justru melecehkan demokrasi? “Substansi Perppu yang berpotensi melegalkan kejahatan lingkungan dan ketidakadilan artinya pemerintah memberi karpet merah pada kejahatan dengan melindunginya menggunakan hukum yang sah,” ujarnya Hal ini lanjut Gde, tidak terlepas dari relasi kuasa antara penguasa dan pengusaha, yang secara prinsip ujungnya adalah pertukaran kepentingan. Siriana juga menambahkan ada relasi kuasa antara Presiden Jokowi dan Mahkamah Konstitusi. “Relasi kuasa ini juga tidak bisa dilepaskan antara presiden dan MK, karena gara-gara MK ragu-ragu dan ambigu dalam putusan judicial review UU Ciptaker, maka memberi peluang presiden mengeluarkan Perppu,” tutup Siriana. (ida)

Korlantas Polri Mempertimbangkan Penerapan Tilang Manual dan E-tilang

Jakarta, FNN - Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri tengah mempertimbangkan untuk mengkombinasikan penerapan tilang elektronik (ETLE) dan tilang manual guna meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam berlalu lintas.“Kami melihat masyarakat dari sisi kesadaran lalu lintasnya itu sendiri, apakah masih tetap menggunakan e-tilang atau kami kombinasikan dengan tilang yang selama ini secara manual kami laksanakan,” kata Kepala Korlantas Polri Irjen Pol. Firman Shantyabudi dalam kegiatan konferensi pers evaluasi Operasi Lilin 2022 di Gedung NTMC Korlantas Polri di Jakarta, Selasa.Berdasarkan hasil evaluasi Operasi Lilin 2022 yang dilaksanakan selama 11 hari, Korlantas Polri mencatat peningkatan jumlah penindakan langsung (tilang) kepada pelanggar lalu lintas, yakni sebesar 37 persen, dan teguran sebesar 34 persen. Masih tingginya jumlah pelanggaran lalu lintas ini menjadi catatan Korlantas Polri untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tertib berlalu lintas. Karena kesadaran ini juga bisa berimplikasi pada penurunan angka kecelakaan lalu lintas. Selama Operasi Lilin 2022, peristiwa yang paling menonjol adalah kecelakaan lalu lintas. Meski demikian, jumlah korban meninggal dunia mengalami penurunan dibandingkan Natal dan Tahun Baru di tahun 2019 (sebelum pandemi COVID-19). Tercatat, jumlah korban meninggal dunia turun empat persen, luka berat 19 persen dan luka ringan lima persen. “Kejadian cukup menonjol pergerakan masyarakat di jalan jumlah kecelakaan naik 11 persen dibandingkan tahun 2019,” kata Firman. Di antara peristiwa kecelakaan itu, kejadian kecelakaan yang paling banyak terjadi adalah kecelakaan tunggal, dengan modus, kecelakaan depan-depan, umumnya terjadi karena pengendara bermanuver saat mendahului. Kemudian kejadian kecelakaan modus depan belakang. Ada dua kemungkinan penyebab kecelakaan depan-belakang, karena tidak konsentrasi dan karena tidak menjaga jarak. Catatan-catatan ini, kata Firman menjadi bahan evaluasi pihaknya berserta pemangku kepentingan terkait.   Selain itu, tidak terjadi kecelakaan di tol, namun cukup banyak kecelakaan terjadi di jalan arteri dengan korban atau pun pelaku kecelakaan berasal dari kalangan masyarakat umum, seperti ibu rumah tangga, pengangguran, dan petani. “Lagi-lagi kendaraan roda dua mendominasi terjadinya kecelakaan. Bisa karena kecepatan tinggi atau melawan arus dan sebagainya,” kata Firman. Karena masih banyaknya kecelakaan lalu lintas yang diawali dengan pelanggaran, oleh karena itu kata Firman, pihaknya memberikan catatan dan mempertimbangkan untuk kembali melaksanakan tilang manual bersamaan dengan tilang elektronik. “Apakah masyarakat sudah bisa kami lepas untuk kembalikan kepada mesin yang sudah kami pasang,” katanya.  Kembali Firman menegaskan, pertimbangan ini dilakukan karena masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk tertib dan patuh dengan peraturan lalu lintas.  Beberapa kejadian dengan diberlakukan tilang elektronik, masyarakat yang tidak punya kesadaran melakukan tindakan melanggar aturan secara sengaja mencopot pelat belakang atau menggantinya dengan pelat tidak sesuai standar.  “Untuk bukan berarti polisi dia saja, kalau kami tetap memberikan teguran-teguran bahkan untuk potensi yang kecelakaan bisa fatal kami harus memberikan tindakan peringatan,” kata Firman.(ida/ANTARA)   

Uji Kebohongan untuk Membantu Penyidik, Bukan Alat Bukti

Jakarta, FNN - Ahli pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Muhammad Arif Setiawan mengatakan bahwa uji kebohongan (lie detector) atau poligraf merupakan instrumen untuk membantu penyidik dan bukan merupakan salah satu alat bukti.“Ahli memahami kalau lie detector itu adalah satu instrumen untuk keperluan penyidikan,” kata Arif dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin.Arif menjelaskan bahwa melalui uji kebohongan, penyidik bisa lebih memahami perkara yang sedang dihadapi berkaitan dengan pemeriksaan para saksi dan juga tersangka.Selain itu, penyidik juga bisa menilai apakah keterangan yang diberikan para saksi memiliki konsistensi tertentu yang disebut kebohongan atau tidak.Oleh karena itu, bagi Arif, uji kebohongan hanya berfungsi sebagai instrumen dalam pemeriksaan.“Nah, itu kan hanya instrumen di dalam pemeriksaan. Ahli memahami itu bukan salah satu alat bukti,” kata Arif.Akan tetapi, ujar Arif, apabila hasil dari uji kebohongan itu diperoleh dari prosedur yang benar, maka masih memungkinkan untuk dimanfaatkan oleh para penyidik.Pemanfaatan tersebut berupa dilakukan penilaian oleh ahli yang memiliki kompetensi untuk membaca hasil dari uji kebohongan dan kemudian menerjemahkan hasil dari uji kebohongan tersebut.“Dengan demikian, yang dipakai sebagai alat bukti bukan hasil dari laporan lie detector-nya, tetapi adalah pembacaan dari itu,” kata Arif.Terkait dengan pelanggaran prosedural yang terjadi ketika uji kebohongan berlangsung, Arif berpendapat bahwa tindakan tersebut akan menghasilkan sesuatu yang tidak sah.“Sebelumnya harus dipastikan terlebih dahulu yang diperiksa sehat, maka itu harus dilewati dulu dan seterusnya. Dengan demikian, maka ketika proses dilakukan tanpa prosedur, berarti itu adalah sesuatu yang tidak sah,” ucapnya.Pernyataan tersebut ia sampaikan selaku saksi ahli yang dihadirkan oleh pihak penasihat hukum Kuat Ma’ruf. Kuat Ma’ruf merupakan terdakwa dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, ahli poligraf atau uji kebohongan dari Polri Aji Febrianto Ar-Rosyid mengungkapkan bahwa terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Kuat Ma’ruf, terindikasi berbohong ketika mengatakan tidak melihat Ferdy Sambo menembak Brigadir J.“Untuk indikasi kedua, untuk Saudara Kuat yang dilakukan pemeriksaan pada tanggal 9 September adalah \'Apakah kamu melihat Pak Sambo menembak Yosua?\' Jawabannya Saudara Kuat, tidak. Hasilnya bohong,” kata Aji ketika menyampaikan kesaksian sebagai saksi ahli dalam persidangan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (14/12).(sof/ANTARA)

Tidak Semua Orang di TKP Turut Melakukan Tindak Pidana

Jakarta, FNN - Ahli pidana dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Muhammad Arif Setiawan menjelaskan bahwa tidak semua orang yang berada di tempat kejadian perkara (TKP) turut dalam melakukan tindak pidana karena belum tentu terdapat meeting of mind.\"Tidak semua orang yang berada di dalam satu tempat ketika itu terjadi suatu kejahatan, itu berarti turut serta (melakukan kejahatan),\" kata Arif dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin.Pernyataan tersebut ia sampaikan selaku saksi ahli yang dihadirkan oleh pihak penasihat hukum Kuat Ma’ruf,  salah satu terdakwa dalam kasus pembunuhan Brigadir J.Arif menjelaskan apabila seseorang tidak memiliki meeting of mind atau kesepakatan yang sama mengenai tindak pidana yang terjadi di TKP dengan pelaku maka sosok tersebut tidaklah turut serta dalam melakukan tindak pidana.Akan tetapi, apabila seseorang bersepakat untuk mewujudkan suatu tindak pidana maka sosok tersebut menjadi pihak yang turut serta dalam melakukan tindak pidana.\"Kalau itu bentuknya turut serta, harus ada meeting of mind,\" kata Arif.Dalam kesempatan itu, Arif sempat menjelaskan sejumlah bentuk penyertaan dalam melakukan tindak pidana. Bentuk pertama adalah seseorang yang dipidana sebagai pembuat, yaitu sosok yang melakukan perbuatan.\"Itu adalah mereka yang melakukan perbuatan yang memenuhi semua unsur delik yang didakwakan,\" kata Arif.Selanjutnya adalah bentuk penyertaan selaku sosok yang menyuruh melakukan. Dalam hal ini terdapat dua pihak atau lebih yang terlibat dalam suatu tindak pidana, dengan salah satu pihak adalah pihak yang menyuruh dan pihak lainnya adalah pihak yang disuruh.\"Yang punya niat yang menyuruh. Yang menyuruh itulah yang bisa dimintai pertanggungjawaban,\" ucap Arif.Bentuk ketiga adalah sosok yang dipidana akibat turut serta. Kalau bentuk turut serta, jelas Arif, berarti dua pihak atau lebih memiliki kesepakatan bersama untuk mewujudkan suatu tindak pidana.\"Bentuk-bentuk penyertaan itu mempunyai konsekuensi masing-masing di dalam pembuktiannya,\" kata Arif.(ida/ANTARA)

Polri Menyiapkan Operasi Aman Nusa II Menghadapi Bencana 2023

Jakarta, FNN - Kepolisian Negara Republik Indonesia mempersiapkan Operasi Aman Nusa II, yakni operasi kemanusiaan terkait kontijensi penanganan bencana alam yang terjadi di Tanah Air pada awal tahun 2023.Asisten Kapolri Bidang Operasi (Asops) Inspektur Jendeal Polisi Agung Setya Imam Effendy di Jakarta, Senin, mengatakan persiapan Operasi Aman Nusa II dilakukan setelah Operasi lilin 2022 selesai digelar.\"Hari ini (Senin-red) hari terakhir Operasi Lilin 2022. Kegiatan operasi akan disiapkan Operasi Aman Nusa II terkait dengan bencana alam yang masih terjadi di beberapa daerah,\" kata Agung.Operasi Lilin 2022 digelar dari tanggal 23 Desember 2022 sampai 2 Januari 2023. Setelah ditutup, kegiatan pengamanan dilanjutkan dengan Kegiatan Kepolisian Yang Ditingkatkan (KRYD) dari tanggal 3 sampai 9 Januari 2023.\"Kami laksanakan KRYD dan menyiapkan Operasi Aman Nusa II,\" kata mantan Kapolda Riau itu.Dalam operasi ini, personel Polri yang tergabung dalam Satgas Kontijensi difokuskan untuk mencegah dan merespons situasi darurat, seperti bencana alam (banjir, longsor, dan angin kencang), serta kecelakaan transportasi.Polri mengerahkan personel dan sarana prasarana pencarian dan penyelamatan (SAR) yang dimiliki dari Operasi Aman Nusa II, membantu penanggulangan bencana, seperti mengevakuasi korban, mengidentifikasi korban, penyaluran bantuan tanggap darurat bencana, penyembuhan trauma, serta membantu masyarakat membenahi rumahnya yang terdampak bencana.Sementara itu, mengenai hasil analisis dan evaluasi (anev) yang dilakukan jajaran Polri terkait stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat pada pergantian tahun berjalan kondusif, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Polisi Dedi Prasetyo mengatakan meski situasi kamtibmas berjalan kondusif, namun beberapa daerah terjadi bencana alam pada saat pergantian tahun dan pada hari pertama tahun 2023.\"Hasil anev sampai dengan pagi ini seluruh wilayah Indonesia situasi kamtibmas berjalan kondusif saat perayaan malam tahun baru dan perayaan pada hari Minggu,\" katanya.Selain itu, arus balik libur Natal dan tahun baru terjadi peningkatan arus lalu lintas pada sejumlah ruas jalan di daerah tujuan wisata maupun pulang kampung, namun situasi dapat dikendalikan dengan baik.\"Jalur-jalur balik meski padat, namun dapat dikendalikan dengan baik. Beberapa daerah terjadi bencana alam banjir seperti di Jawa Tengah juga sudah ditangani,\" kata Dedi.(ida/ANTARA)