HUKUM

RKUHP Menghapus Pasal Pencemaran Nama Baik UU ITE

Jakarta, FNN - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) akan menghapus pasal pencemaran nama baik dan penghinaan yang selama ini tercantum dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).“KUHP ini menghapus pasal-pasal pencemaran nama baik dan penghinaan yang ada dalam UU ITE,” kata Edward yang akrab disapa Eddy usai menghadiri Rapat RKUHP dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin.Eddy mengatakan penghapusan pasal itu menjadi kabar baik bagi iklim demokrasi dan kebebasan berekspresi. “Karena teman-teman, terutama media selalu mengkritik aparat penegak hukum menggunakan UU ITE untuk melakukan penangkapan dan penahanan,” ujar dia.Dia menyampaikan agar tidak terjadi disparitas maka ketentuan di dalam UU ITE dimasukkan ke dalam RKUHP dengan penyesuaian-penyesuaian.“Dengan sendirinya mencabut ketentuan pidana khususnya Pasal 27 dan 28 di UU ITE,” jelasnya.(sof/ANTARA)

Tanpa Tes Psikologi Surat Izin Senjata Brigadir J dan Bharada E

Jakarta, FNN - Kepala Urusan Logistik Pelayanan Masyarakat Polri Linggom Parasian Siahaan mengatakan bahwa Surat Izin Membawa dan Menggunakan Senjata Api (Simsa) Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) dan Bharada Richard Eliezer (Bharada E) diperoleh tanpa tes psikologi.“Prosedurnya tidak lengkap, tidak ada tes psikologi, tidak ada pengantar satker, dan tidak ada surat keterangan dokter,” kata Linggom di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin.Pernyataan tersebut ia sampaikan ketika mengutip ucapan Kayanma Polri Kombes Pol Hari Nugroho kepada dirinya. Linggom menjelaskan, pada Desember 2021, ia dipanggil oleh Kayanma ke ruangan dan menerima satu lembar kertas.Isinya, tutur Linggom, adalah sudah tertulis atas nama Brigadir Yosua dan Bharada Eliezer. “Bapak Kayanma perintahkan saya, ‘tolong kamu buatkan SIMSA-nya. Saya tunggu sekarang’,” ucap Linggom mengutip ucapan Hari.Setelah SIMSA tersebut selesai ia buat dan ia serahkan kepada Hari, keesokan harinya ia dipanggil dan Hari meminta kepada Linggom untuk menyimpan kembali SIMSA tersebut karena prosedur yang tidak lengkap.“Empat hari kemudian, saya ditelpon lagi sama Pak Kayanma agar menurunkan kembali surat senjata api tersebut. Saya antar ke ruangan beliau, saya serahkan ke Bapak Kayanma. Setelah Pak Kayanma terima, langsung Pak Kayanma berbicara kepada saya, ‘Barusan saya ditelpon Kadic Propam Pak Sambo agar segera tanda tangan’, setelah itu saya serahkan,” ucap Linggom menjelaskan.Dalam SIMSA yang diberikan, Linggom bersaksi bahwa yang tertulis di kertas itu adalah senjata glock untuk Bharada E, dan HS untuk Brigadir J.Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bagian Penegakan Hukum Provost Divisi Propam Polri Susanto Haris mengungkapkan bahwa Bharada E sempat mengeluarkan KTP dan KTA ketika Susanto meminta Bharada E menunjukkan SIMSA.“Kami tanyakan ke Richard, ‘Mana surat izin senjatanya?’ Dikeluarkan KTP dan KTA, kemudian saya jawab, ‘Bukan, yang saya tanyakan surat izin menggunakan senjata api’, kemudian saya lihat kok tidak ada fotonya,” kata Susanto ketika menyampaikan kesaksian di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin.Kemudian, tutur Susanto melanjutkan, ia membalik dan mencocokkan nomor seri senjata dan surat izinnya tertera NPY8519 dengan glock 17 guna memastikan sama atau tidaknya senjata dengan nomor seri yang tertera.“Kemudian saya lapor ke Pak Karo Provos, ‘Mohon izin, Ndan, nomor SIMSA dan senjatanya sama’,” ucap Susanto.(sof/ANTARA)

Flash Disk Sitaan Kasus Lain Jadi Barang Bukti Farid Okbah

Jakarta, FNN – Persidangan Kasus terorisme dengan terdakwa Ulama besar yaitu Ust. DR. Farid Okbah, DR. Anung Al Hamat, dan DR. Ahmad Zain akan digelar pada Senin, (28/11/22), dan akan memasuki agenda tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pada persidangan sebelumnya, JPU Jaya Siahaan dalam pembuktiannya menunjukkan salah satu alat bukti, yaitu sebuah flash disk, tanpa mau memperlihatkan atau menerangkan detail isinya. Sebagai alat bukti, flash disk tersebut, JPU menerangkan diperoleh dari hasil sitaan pada sidang kasus terorisme atas nama Siswanto. Sidangnya dipimpin hakim Nyoman Suharta, SH, yang dilaksanakan pada 30 november 2021, di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Di relas vonis tersebut dengan perkara No.616/ Pid.Sus/2921/PNJkt.Tim, diantaranya menyebutkan 1 (satu) flash disk merk Sandisk 16Gb warna hitam untuk dimusnahkan. Namun, “Anehnya, saat persidangan pembukrian kasus Ust. DR. Faid Okbah dkk, JPU malah menjadikan flash disk tersebut sebagai salah satu alat bukti,” ungkap Advokat Juju Purwantoro. Menurut Kuasa Hukum Ustadz DR. Farid Okbah, dkk itu, di sini telah terjadi pelanggaran hukum oleh JPU, karena sesuai pasal 30 Ayat (1) huruf d UU Kejaksaan yang merupakan salah satu tugas daripada “Kejaksaan adalah, untuk melaksanakan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.” Hal itu juga telah diatur di dalam Pasal 270 KUHAP yang terkait dengan kewenangan Jaksa dalam melaksanakan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. “Dalam hal ini tidak hanya masalah pidana badan, tetapi juga dalam hal pelaksanaan putusan terhadap barang bukti yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.” “Dengan demikian tampak sekali bahwa JPU telah tidak benar, dan tidak cermat, dalam menyusun tuduhannya. JPU telah memaksakan tuduhannya secara tendensius dengan berusaha memanipulasi salah satu alat bukti dalam persidangan tersebut,” tegas Juju Purwantoro pada FNN, Ahad (27/11/2022). Para terdakwa tersebut dituduh dengan tindakan tetorisme telah melanggar Pasal 4 UU Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pendanaan Terorisme, juga Pasal 15 Jo Pasal 7 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2018 tentang Terorisme. Sidang kasus Farid Okbah dan kawan-kawan dipimpin I Wayan Sukanila, selaku Ketua Majelis Hakim dengan kedua anggotanya Novian Saputra dan Henry Dunant Manuhua. (mth)

Empat Jenazah Ditemukan lagi oleh TiM SAR di Cijedil

Cianjur, FNN - Tim SAR gabungan Polri, TNI, dan Basarnas menemukan lagi jenazah korban gempa Cianjur yang tertimbun longsor di RT 03 RW 01 Kampung Cugenang, Desa Cijedil di hari keenam pencarian setelah gempa 5,6 Magnitudo, Sabtu.Menurut Komandan Pasukan (Danpas) Tim SAR Resimen II Pasukan Pelopor Korps Brimob Polri I Nyoman Sudiarta, jumlah korban ditemukan meninggal dunia sebanyak empat orang, terdiri atas dua laki-laki, satu perempuan dan anak-anak.\"Jenazah pertama ditemukan pukul 07.55 WIB, satu korban jenis kelamin laki-laki,\" kata Nyoman.Pencarian berikutnya pukul 09.24 WIB ditemukan satu lagi jenazah laki-laki dewasa.\"Jenazah wanita dan anak-anak ditemukan pukul 09.45 WIB,\" kata Nyoman.Dalam pencarian hari keenam ini, Tim SAR Resimen II Pasukan Pelopor Korps Brimob Polri menurunkan 26 personel ke Kampung Cugenang, Desa Cijedil.Proses pencarian juga menggunakan dua alat berat (ekskavator) dari Kementerian PUPR. Di lokasi tersebut dilaporkan ada 34 warga hilang sejak gempa disertai longsor terjadi pada Senin (21/11).Selain di RT 03 RW 01 Kampung Cugenang, Desa Cijedil, Tim SAR gabungan diperkuat Tim K-9 Polri masih melanjutkan kegiatan pencarian korban gempa Cianjur di Kampung Cicadas, Desa Cijedil Kecamatan Cugenang, Kabupaten CianjurHingga Jumat (25/11), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat jumlah korban jiwa akibat gempa Cianjur mencapai 310 jiwa.Gempa juga mengakibatkan kerusakan 363 sekolah, 144 rumah ibadah, tiga fasilitas kesehatan, dan 16 perkantoran. Terdapat 1.120 kepala keluarga mengungsi yang terdiri atas 58.362 jiwa.(sof/ANTARA)

Perbaikan Sistem Royalti Mencegah Korupsi di Dunia Usaha

Denpasar, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi berupaya mendorong perbaikan pada sistem pembayaran royalti karena itu menjadi salah satu cara mencegah korupsi di dunia usaha.Dalam salah satu sesi seminar peringatan menuju Hari Antikorupsi Dunia (Road to Harkodia) 2022 di Bali pekan ini, Direktur Antikorupsi Badan Usaha (AKBU) KPK Aminuddin menyampaikan pihaknya melakukan berbagai advokasi dan lobi-lobi terhadap pemangku kepentingan terkait agar ada kepastian hukum pada pembayaran royalti, terutama untuk karya-karya seperti lagu dan musik.\"KPK mengupayakan bagaimana mengantisipasi hal tersebut yang tujuannya untuk mewujudkan dunia usaha yang antisuap dan bebas dari korupsi,\" kata Aminuddin sebagaimana dikutip dari siaran tertulisnya di Denpasar, Sabtu.Ia lanjut menjelaskan KPK ikut mendorong dan mendukung terbitnya Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM No. HKI-KI.01.04-22.SE itu mengatur pembayaran royalti lagu dan musik terutama bagi mereka yang memanfaatkan karya tersebut untuk kepentingan komersial.Menurut Aminuddin, SE itu penting karena memberi kepastian hukum dan menutup celah aksi korupsi yang dapat merugikan para pencipta lagu, musisi, dan perusahaan.KPK mendukung adanya kepastian hukum pada pembayaran royalti setelah menemukan persoalan yaitu adanya penagihan ganda pembayaran royalti lagu dan musik.Aminuddin menyampaikan KPK juga menemukan problem transparansi dan kejelasan pada pengelolaan, terutama terkait penarikan dan penyaluran royalti selama Sistem Informasi Lagu dan Musik (SILM) belum terbentuk.\"Lagu dan musik merupakan hak kekayaan Intelektual yang dapat dimanfaatkan secara komersil oleh pelaku usaha, terutama di sektor pariwisata. Ini menjadi sangat penting,\" kata Aminuddin.Dalam sesi diskusi yang sama, Direktur Pencegahan dan Penyelesaian Sengketa Direktorat Penyidikan Kementerian Hukum dan HAM Ahmad Rifadi menyampaikan SE Dirjen KI No. HKI-KI.01.05-22 merupakan upaya pemerintah memberi kepastian hukum pada pembayaran royalti.\"SE itu menegaskan pembayaran royalti lagu dan musik dilakukan secara terhimpun hanya melalui satu pintu yakni melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN),\" ucap Ahmad Rifadi sebagaimana dikutip dari siaran tertulis yang sama.Ketua LMKN Darmadi Oratmangun pada sesi diskusi yang sama pun mengakui masih ada praktik korupsi pada pembayaran royalti musik dan lagu, yang merugikan para musisi dan pencipta lagu.\"Banyak backingan-backingan oknum yang dibayar lebih dari uang jaminan yang seharusnya terdapat dalam undang-undang. Ini merugikan pemusik, penyanyi, pencipta lagu karena melanggar hak cipta,\" tutur Darmadi.(sof/ANTARA)

Terkait Pemberitaan Pungli, AJI Mataram Kecam Intimidasi Polisi

Mataram, FNN - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram, Nusa Tenggara Barat, mengecam tindakan intimidasi sejumlah oknum polisi terhadap tiga jurnalis terkait pemberitaan kasus dugaan pungutan liar dalam penerbitan surat keterangan kecelakaan lalu lintas untuk kebutuhan klaim asuransi Jasa Raharja.\"Kerja jurnalis itu dilindungi undang-undang dan orang yang menghalangi, bahkan mengintimidasi, itu ada ancaman pidananya,\" kata Ketua AJI Mataram Muhammad Kasim dalam keterangannya di Mataram, Jumat.Ancaman pidana yang mengatur hal tersebut tertuang pada Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.Pasal tersebut menyebutkan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.Begitu juga dengan adanya tindakan yang meminta secara paksa kepada jurnalis untuk menghapus berita dugaan pungli yang tayang pada 22 dan 23 November 2022 di media TribunLombok.com, Vivanews.com, dan NTBSatu.com.Menurut Kasim, tindakan polisi yang mencari jurnalis hingga ke rumah pribadi dan memanggil paksa untuk hadir bersaksi atas kasus dugaan pungli di Unit Laka Lantas Polresta Mataram tidak dapat dibenarkan.\"AJI Mataram menilai tindakan seperti itu sangat bertentangan dengan tugas pokok jurnalis yang dilindungi Undang-Undang Pers,\" ujarnya.Apabila tujuannya ingin mengorek informasi untuk menelusuri dugaan tersebut, Kasim mengatakan polisi cukup menjadikan bahan pemberitaan yang terbit pada tiga media daring (dalam jaringan) itu sebagai dasar pengembangan.\"Jadi, bukan jurnalis yang dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi atas kasus itu,\" ucapnya.Sekretaris AJI Mataram Wahyu Widiantoro turut menjelaskan apabila ada pihak yang merasa dirugikan atas berita tersebut bisa menempuh mekanisme sesuai aturan yang berlaku pada Pasal 5 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Pers. Mekanisme hak jawab itu juga sudah diatur dalam Pasal 11 Kode Etik Jurnalistik.\"Mekanisme ini yang harus dipahami oleh semua masyarakat maupun aparat penegak hukum agar tidak seenaknya orang meminta menghapus berita yang sudah dimuat oleh media,\" ujar Wahyu.Ia juga mengingatkan jurnalis berhak memberikan hak tolak sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Pers untuk melindungi narasumber.\"Jadi, tindakan itu bukan berarti jurnalis tidak kooperatif terhadap pemanggilan oleh aparat penegak hukum,\" ucapnya.Sementara, Ketua Divisi Advokasi AJI Mataram Idham Khalid turut menjelaskan bahwa pihaknya sudah meminta klarifikasi kepada jurnalis maupun pihak redaksi dari setiap perusahaan yang menerbitkan pemberitaan dugaan pungli tersebut.Dari hasil klarifikasi, pemberitaan yang tayang itu sudah sesuai dengan fakta atas keluhan keluarga korban kecelakaan lalu lintas yang mengaku dimintakan uang Rp1 juta hingga Rp2,5 juta oleh oknum anggota Unit Laka Satlantas Polresta Mataram untuk penerbitan surat keterangan kecelakaan.\"Berita-berita itu sudah kami pastikan memenuhi kaidah jurnalistik dan asas berimbangan karena telah terkonfirmasi langsung kepada Kapolresta Mataram,\" kata Idham.Namun, sejak berita itu terbit, berturut-turut dalam dua hari terakhir mereka mendapat tekanan agar berita itu dihapus, baik oleh oknum anggota yang bertugas di Polresta Mataram maupun pihak di luar lembaga kepolisian.Dengan adanya persoalan ini, Idham meminta Kapolda NTB Inspektur Jenderal Polisi Djoko Poerwanto menaruh atensi dan mengusut tuntas dugaan praktik pungli di jajaran Korps Bhayangkara, khususnya di Unit Laka Lantas Polresta Mataram.\"Polisi di NTB juga harus bisa menghargai kerja-kerja jurnalis dalam memperoleh dan menyebarkan informasi ke publik. Jangan sampai ini menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers di NTB. Apalagi, intimidasi ini dilakukan oleh aparat penegak hukum,\" ujarnya.Perlu diingat kembali, kata dia, bahwa Dewan Pers dengan Polri telah membuat perjanjian kerja sama (PKS) tentang perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi jurnalis.PKS yang terbit perdana ini sebagai turunan dari adanya Nota Kesepahaman atau \"Memorandum of Understanding\" (MoU) antara Dewan Pers dengan Polri untuk meminimalisir kriminalisasi karya jurnalistik sebagaimana tertuang dalam surat Nomor: 03/DP/MoU/III/2022 dan Nomor: NK/4/III/2022.(Ida/ANTARA)

Kabareskrim: Saya Pertanggungjawabkan Seluruh Pekerjaan Kepada Allah

  Jakarta, FNN – Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto menegaskan dirinya mempertanggungjawabkan seluruh pekerjaannya kepada Allah sebagai tanggapan atas tudingan yang menyebut dirinya menerima setoran dari hasil tambang ilegal di Kalimantan Timur.“Saya mempertanggungjawabkan seluruh pekerjaan saya kepada Allah SWT, sesuai arahan Bapak Presiden kepada Kapolri dan tuntutan masyarakat yang sedemikian cerdas,” kata Agus dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.Pernyataan tersebut merupakan tanggapan Agus terkait ucapan Aiptu Ismail Bolong dan beredarnya laporan hasil pemeriksaan (LHP) DivPropam yang menyebut dirinya menerima setoran dari hasil tambang ilegal di Kalimantan Timur.\"Saya ini penegak hukum, ada istilah bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup, maklumlah kasus almarhum Brigadir Yoshua aja mereka tutup-tutupi,\" ujar Komjen Agus.Apa yang Bareskrim kerjakan, tutur Agus melanjutkan, adalah sesuai fakta, rekomendasi Komnas HAM, rekomendasi Timsus, serta tuntutan masyarakat yang sudah menjadi atensi Presiden RI Joko Widodo kepada Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo untuk mengusut tuntas kasus tersebut.Lebih lanjut, Komjen Agus mengatakan, BAP juga bisa direkayasa dan dibuat dengan penuh tekanan. \"Lihat saja, BAP awal seluruh tersangka pembunuhan alm Brigadir Yoshua,” kata Komjen Agus.Komjen Agus juga menyampaikan terkait kondisi pandemi yang nyaris melumpuhkan perekonomian dan mengakibatkan berbagai permasalahan.\"Saat pandemi, kebijakan penegakan hukum adalah ultimumremidium, tahun 2020 itu pertumbuhan 0,5 persen, tahun 2021 tumbuh 3,5 persen,” kata Komjen Agus.Polri juga fokus pada penanganan COVID-19 dan percepatan pemulihan ekonomi nasional.\"Tambang rakyat dengan istilah koridor diberi kesempatan sesuai dengan arahan pimpinan agar masyarakat masih bisa memperoleh pendapatan, di samping mengawal program pemulihan ekonomi nasional dan investasi. Yang tidak boleh adalah di dalam areal hutan lindung dan di areal IUP orang lain,” ujar Agus.Bertepatan dengan Hari Guru yang jatuh pada 25 November 2022, Agus menyampaikan nasihat dari gurunya.\"Orang baik itu orang yang belum dibukakan Allah SWT aibnya, doakan yang baik-baik saja mereka yang saat ini sedang mempertanggungjawabkan perbuatan mereka sendiri secara sadar,” kata Agus. (mth/Antara)

Baiquni Membuat Terang Kasus Pembunuhan Brigadir J

Jakarta, FNN - Anggota Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Aditya Cahya selaku saksi pelapor mengatakan bahwa penyerahan \"hard disk\" eksternal yang dilakukan terdakwa Baiquni Wibowo membuat terang penyidikan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).“Menurut kami membuat terang di kasus pembunuhan ini,” kata Aditya Cahya ketika menyampaikan kesaksian dalam perkara obstruction of justice di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis.Pernyataan tersebut ia sampaikan ketika Penasihat Hukum Baiquni Wibowo, Marcella Santoso, bertanya kepada Aditya mengenai tindakan Baiquni yang menyerahkan \"hard disk\" ke pihak Aditya karena di dalam \"hard disk\" tersebut tersimpan video yang memperlihatkan momen kedatangan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi ke rumah dinas Ferdy Sambo di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.Tidak hanya itu, video rekaman CCTV yang disimpan Baiquni di dalam \"hard disk\" memperlihatkan bahwa Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J masih hidup sekitar pukul 17.12 WIB pada hari kematiannya.Atas pernyataan dari Aditya Cahya, Marcella menegaskan bahwa tindakan Baiquni yang dikatakan menghalang-halangi penyidikan patut dipertanyakan.“Malah dengan tindakan Baiquni tadi sudah diakui jadi terang, malah masyarakat tahu \'timeline\'-nya itu seperti apa. Kalau dia tidak membantu, maka tidak akan menjadi terang. Jadi, menghalang-halangi penyidikan itu tadi dipertanyakan, yang mana yang dimaksud dengan menghalang-halangi penyidikan,” ucap Marcella.Kompol Baiquni Wibowo menjadi satu dari tujuh terdakwa perkara obstruction of justice terhadap pembunuhan Brigadir J, di mana enam terdakwa lainnya adalah Irjen Pol. Ferdy Sambo, Brigjen Pol. Hendra Kurniawan, AKP Irfan Widyanto, AKBP Arif Rachman Arifin, Kombes Pol. Agus Nurpatria Adi Purnama, dan Kompol Chuck Putranto.(Sof/ANTARA)

Kesaksian Asisten Rumah Tangga Ferdy Sambo Saat Mendengar Tembakan

Jakarta, FNN – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang pembunuhan Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, terdakwa Irfan Widianto yang didakwakan atas obstrution of Justice atau menghalangi penyidikan. Adapun sidang ini berangendakan mendengarkan keterangan dari 3 orang saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum. Irianto selaku asisten rumah tangga dari Ferdy Sambo memberi keterangan bahwa dia mendengar suara tembakan dari rumah yang berada di Duren Tiga Nomor 46 Jakarta Selatan pada Jum’at, 8 Juli 2022. “Sejak kapan saudara mendengarkan tembakan di Duren Tiga?” ujar Majelis Hakim saat menanyakan keterangan kepada Irianto. “Sejak pukul 17.00 yang mulia,” jawab Irianto dalam persidangan Obstruction of Justice di ruang tengah PN Jakarta Selatan, Kamis (24/11/2022). “Berapa kali saudara mendengar tembakan itu?” tanya Hakim. “Tiga kali tembakan pertama yang mulia,” ujar Irianto. Irianto juga sempat menjelaskan bahwa akibat tembakan itu sempat membuat kaca di rumah Duren Tiga pecah. Irianto dalam sidang kali ini juga mengatakan kepada Majelis Hakim bahwa dia tidak melihat tembakan itu, saat selesai tembakan itu pun dia langsung  bergegas ke Garasi yang ada di Duren Tiga. Di sana dia sempat bertemu dengan Yogi, Kuat Ma’ruf dan Ferdy Sambo. (Anw)

presidenri.go.id dan presiden.go.id Dipastikan Milik Pemerintah

Semarang, FNN - Ketua Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC Dr. Pratama Persadha memastikan presidenri.go.id dan presiden.go.id milik pemerintah sehingga pengamanan dan pengelolaan kedua domain itu harus dengan baik.\"Kalaupun situs resmi yang digunakan adalah presidenri.go.id, domain presiden.go.id tetap harus dikelola dan diamankan dengan baik karena namanya sangat sensitif jika digunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab,\" kata Pratama Persadha menjawab pertanyaan ANTARA di Semarang, Kamis pagi.Sebelumnya, CISSReC mengungkapkan pada hari Rabu pukul 19.15 situs presiden.go.id tidak bisa diakses bukan karena diretas, melainkan belum bayar domain.   Ditegaskan pula oleh Pratama yang juga pakar keamanan siber bahwa domain itu digunakan ataupun tidak seharusnya tetap diawasi dan di-maintenance dengan baik.Domain ini, lanjut Pratama, kemungkinan dikelola oleh Istana (Kantor Staf Presiden, Kementerian Sekretariat Negara) atau Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).Lagi pula, kata dia, perpanjangan domain pasti akan diingatkan oleh registrar beberapa bulan sebelum expired (kedaluwarsa).\"Kalau domain presiden.go.id ini diblokir, pasti si admin/penanggung jawab tidak pernah mengecek/mengawasi/memonitor email/sistem yang mereka miliki,\" ucap Pratama.Menyinggung harga perpanjangan domain go.id, dia menyebutkan sekitar Rp87.100,00. Ini harga yang sangat murah dan tidak berarti bagi lembaga pemerintahan.Menurut Pratama, esensi dari expired-nya domain go.id ini adalah tidak adanya pengawasan dan maintenance yang baik terhadap aset digital milik pemerintah.\"Kalau masalah domain yang ringan saja tidak bisa mengurusi, bagaimana dengan masalah pengamanan siber yang lebih rumit? Pantas sering sekali terjadi kebocoran dan peretasan pada sistem milik pemerintah,\" ujarnya.Pratama melanjutkan, \"Kalau pemerintah saja tidak bisa mengelola dirinya dengan baik, bagaimana mau mengurusi ancaman siber terhadap rakyatnya?\" (Ida/ANTARA)