HUKUM
Keluarga Brigadir J Siap Memenuhi Panggilan Majelis Hakim
Jakarta, FNN - Tim Penasihat hukum keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J memastikan keluarga kliennya akan hadir memenuhi panggilan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk bersaksi dalam sidang pemeriksaan saksi-saksi yang diagendakan pada Selasa (25/10).Jonathan Baskoro, salah satu tim pengacara keluarga Brigadir J, saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis, menyebutkan pihaknya selaku penasihat hukum akan mendampingi pihak keluarga saat memberikan kesaksian di persidangan.\"Dari kami tim penasihat hukum akan full tim untuk hadir memantau dan mengawal. Mulai dari awal persidangan dan sampai akhir persidangan, terkhusus untuk pemanggilan saksi-saksi dari pihak keluarga yang akan memberikan kesaksian tentu akan kami dampingi,\" ujar Jonathan.Majelis hakim dalam sidang pembacaan surat dakwaan terhadap terdakwa Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E meminta jaksa penuntut umum (JPU) untuk menghadirkan 12 orang saksi dari pihak korban dan keluarga korban.Keduabelas orang saksi itu, adalah Kamarudin Simanjuntak, Samuel Hutabarat, Rosti Simanjuntak, Marezal Rizky, Yuni Artika hutabarat, Devianita Hutabarat, Novitasari Nadea, Rohani Simanjuntak, Sanggah Parulian, Rosline Emika Simanjuntak, Indrawanto Pasaribu, dan Vera Mareta Simanjuntak.Dari 12 orang saksi itu, turut dipanggil hadir sebagai saksi yakni tim penasihat hukum keluarga Brigadir J, yakni Kamarudin Simanjuntak.Menurut Jonathan, Kamaruddin Simanjuntak selaku ketua tim penasehat hukum keluarga Brigadir J siap hadir ke persidangan. \"Oh jelas pasti hadir, ketua tim kami ini Pak Kamaruddin kan sangat kooperatif dan begitu menghormati hukum. Pasti akan hadir di persidangan,\" ucapnya.Ia menyebutkan, para saksi termasuk penasihat hukum dipanggil untuk hadir persidangan pada Selasa (25/10) pukul 09.00 WIB. Jonathan pun meminta doa kepada masyarakat untuk keluarga dan orang tua Brigadir J dalam menghadapi persidangan tersebut.\"Tentu semua orang tua pasti akan kelelahan, stres dan trauma karena harus dihadapkan dengan kenyataan pahit. Mohon doanya agar keluarga selalu diberikan kekuatan dan kesehatan,\" tutur Jonathan.Orang tua, keluarga serta penasihat hukum keluarga Brigadir J diminta majelis hakim untuk dihadirkan di persidangan pemeriksaan saksi-saksi dalam sidang perkara dengan terdakwa Bharada E yang dilaksanakan pekan depan.Akan tetapi majelis hakim tidak mengharuskan pihak keluarga hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, JPU dapat berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi Jambi untuk bisa menghadirkan para saksi secara zoom dari Jambi. Namun, untuk saksi-saksi yang berada di Jakarta, diperintahkan untuk hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.Dalam surat dakwaan Bharada E dinyatakan melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J berdasarkan perintah dari pimpinannya Ferdy Sambo. (Ida/ANTARA)
Jokowi Sudah Klarifikasi Soal Ijazah Palsu, Tapi Public Distrust Masih Tinggi
Jakarta, FNN - Upaya Presiden Jokowi untuk meyakinkan publik bahwa ijazahnya tidak palsu, terus dilakukan. Konferensi pers Rektor UGM dan pertemuan dengan teman teman SMA di Hotel Ambarukmo Jogjakarta, tak lantas membuat masyarakat percaya begitu saja. Masyarakat terus menuntut agar Jokowi menunjukkan semua ijazah dari SD hingga UGM. Ini fenomena yang aneh. Demikian perbincangan dua wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dan Agi Betha dalam kanal YouTube Off The Record, Selasa (18/10/2022). Hersu panggilan akrab Hersubeno Arief menyatakan isu ijazah palsu ini mengganggu psikologis Jokowi, sampai dibuktikan dengan bertemu alumni. “Kelihatannya Pak Jokowi secara psikologis terganggu, dengan dia bertemu teman-temannya, bahas bareng-bareng, terus belakangan ini banyak sekalian yang membuat testimoni soal pengakuan ijazah pak Jokowi, saya ngerasa ini rupanya secara psikologis cukup menganggu pak Jokowi,” ujar Hersubeno. Kemudian, Hersu juga mempertanyakan ketika Rektor UGM telah mengumumkan, namun orang-orang tetap tidak percaya. “Kita melihat fenomena ini ya, betapa kacaunya sekarang public distruct terhadap pemerintahan itu luar biasa. Jadi semua yang disampaikan oleh pemerintah tidak dipercaya,” sambungnya. Selain itu, Agi juga menyampaikan bahwa public distruct itu disebabkan oleh kekacauaan administrasi. “Saya melihat ada ketidaktertiban admnistrasi di UGM,” tuturnya. Agi menyebut seperti perihal nama Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang menandatangani ijazah tersebut. Ternyata adanya data yang tampak tidak sinkron dari UGM. Pasalnya, Prof. Achmad Sumitro Purwodipero disebut-sebut sebagai Dekan Fakultas Kehutanan yang menjabat selama tiga periode berturut-turut sejak tahun 1977 sampai dengan tahun 1988. Sementara itu, Jokowi sendiri lulus di tahun 1985 yang masih berada di rentang periode kepemimpinan Prof. Achmad Sumitro, tetapi yang menandatangani ijazahnya justru Prof. Soenardi Prawirohatmodjo. Buntut pertanyaan ini rupanya terdengar sampai ke dalam internal dan pihak redaksi yang menulis artikel mengenai Prof. Achmad Sumitro. Sebagai bentuk pelurusan masalah, pihak redaksi pun segera memberikan ralat demi menghentikan spekulasi yang tak berujung. “Hal inilah yang menyebabkan isu ini terus bergulir,” ungkap Agi. Namun demikian, Agi mengatakan sebenarnya yang dipermasalahkan adalah ijazah SD, SMP, maupun SMA bukan ijazah UGM. Apalagi beredar kabar bahwa pak Jokowi mengatakan kepada teman-temannya bahwa ijazah SDnya tidak diketahui letaknya. Lebih lanjut, Hersu menambahkan perihal pendaftaran pak Jokowi pada saat menjadi Wali kota, Gubernur, dan Presiden. “Berarti menjadi pertanyaan juga, bagaimana pak Jokowi waktu mendaftarkan menjadi Wali kota, Gubernur, dan Presiden. Kan semua syarat-syarat diverifikasi oleh KPU,” jelas Hersu. Hersu menegaskan saat ini yang tidak percaya ijazah Jokowi palsu bukan hanya kelas bawah saja, “Saya mendapat kiriman dari mantan pejabat tinggi, jenderal, yang mendorong saya untuk menelusuri persoalaan ijazah ini,” pungkasnya. (Lia)
Tanggapan Atas Eksepsi Ferdy Sambo dan Putri Disampaikan oleh JPU Hari Ini
Jakarta, FNN - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali melaksanakan sidang pidana pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabat atau Brigadir J dengan agenda tanggapan jaksa penuntut umum (JPU) atas nota keberataan (eksepsi) terdakwa Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawathi, Kamis.“Agenda sidang hari ini tanggapan JPU atas eksepsi dari penasehat hukum terdakwa,” kata Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Djuyamto kepada ANTARA, saat dikonfirmasi Kamis.Djuyamto menyebutkan, sidang mendengar tanggapan JPU atas eksepsi terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dijadwalkan berlangsung pukul 09.30 WIB. Sidang dilaksanakan di ruang sidang utama Prof H Oemar Seno Adji, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, di Jalan Ampera Raya. “Sidang jam 09.30 WIB,” katanya.Selain sidang lanjutan terdakwa Ferdy Sambo, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan juga menggagendakan sidang pembacaan eksepsi dari penasehat hukum terdakwa Ricky Rizal Wibowo dan Kuat Ma’ruf pada hari yang sama, pukul 09.30 WIB.Sidang dilakukan paralel mengingat majelis hakim yang memimpin sidang Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi sama dengan sidang Ricky Rizal serta Kuat Ma’ruf. “Persidangan tentu berurutan karena majelisnya sama,” kata Djuyamto.Sebagaimana diketahui, sidang perdana Ferdy Sambo digelar Senin (17/10) dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh JPU. Setelah dakwaan dibacakan terdakwa melalui penasehat hukumnya menyampaikan nota keberatan atas dakwaan jaksa.Kuasa Hukum Ferdy Sambo, Sarmauli Simangunsong mengatakan bahwa JPU menyusun surat dakwaan No.Reg.Perkara: PDM-242/JKTSL/10/2022 tanggal 5 Oktober 2022 dengan tidak cermat dan menyimpang dari hasil penyidikan.Sarmauli mengatakan bahwa dalam surat dakwaan tidak menguraikan peristiwa di Magelang, serta terdapat beberapa uraian yang dinilainya hanya bersandar pada keterangan satu saksi dan tanpa mempertimbangkan keterangan saksi lainnya.Selain itu, ia juga mengatakan penuntut umum tidak cermat dalam menguraikan perihal apa yang melatarbelakangi keributan antara Brigadir J dan Kuat Ma\'ruf pada 7 Juli 2022. Ia juga mengatakan surat dakwaan yang disusun jaksa penuntut umum hanya berdasarkan asumsi serta membuat kesimpulan sendiri.Oleh karena itu, tim kuasa hukum Sambo dan Putri memohon kepada majelis hakim untuk menerima seluruh nota keberatan dari penasehat hukum terdakwa. Tim kuasa hukum Sambo dan Putri juga memohon kepada majelis hakim untuk memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghentikan pemeriksaan perkara Nomor 797/Pid.B/PN JKT. SEL dan membebaskan terdakwa dari tahanan.Kemudian, memulihkan nama baik, harkat, dan martabat terdakwa dengan segala akibat hukumnya, serta membebankan biaya perkara kepada negara. \"Atau setidak-tidaknya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya,\" katanya.Terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan keberatan dan penolakan atas surat dakwaan penuntut umum adalah hak terdakwa.Namun, ia menegaskan, bahwa surat dakwaan yang disusun sudah lengkap, cermat dan jelas sebagaimana diatur dalam Pasal 143 KUHAP, sehingga tidak ada celah bagi terdakwa untuk keberatan karena semua surat dakwaan bersumber dari fakta hukum berkas perkara yang dirangkai menjadi surat dakwaan.Ia mengungkapkan, keberatan yang dibacakan oleh penasehat hukum para terdakwa belum menyentuh subtansi dari eksepsi itu sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 156 KUHAP. Yakni, terkait dengan kopetensi peradilan, syarat formil surat dakwaan dan syarat materiil surat dakwaan yang berkonsentrasi surat dakwaan dapat dibatalkan dan batal demi hukum.Ketut menambahkan, eksepsi penasehat hukum terdakwa hanya bersifat pengulangan dan bantahan yang beberapa kali ditegur oleh majelis hakim karena sudah memasuki pokok materi perkara, yakni mengajukan pembelaan sebelum diperiksa perkara pokoknya. “Sehingga itu harus ditolak dan sidang harus dilanjutkan dengan pemeriksaan pokok perkara,” kata Ketut, Selasa (18/10). (Ida/ANTARA)
Kapolri Jangan Ragu Benahi Internal Polri
Jakarta, FNN - Wakil Ketua Komisi III DPR, Pangeran Khairul Saleh, meminta Kapolri, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, jangan ragu melakukan pembenahan internal untuk menaikkan citra Polri di masyarakat.“Kapolri jangan segan-segan melakukan terobosan penting. Tidak boleh terlambat untuk lakukan reformasi dan pembenahan internal Polri untuk menaikkan kembali citra Kepolisian RI di mata rakyat,” kata dia, di Jakarta, Kamis.Ia menilai arahan Presiden Joko Widodo terhadap 600 perwira Polri merupakan peristiwa penting dan memiliki makna khusus karena digelar saat institusi penegakan hukum itu sedang jadi sorotan masyarakat.Menurut dia, Polri saat ini sedang menghadapi masalah serius seperti kasus Irjen Ferdy Sambo, tragedi Stadion Kanjuruhan, mafia judi daring, dan kasus narkoba yang diduga melibatkan Irjen Teddy Minahasa.Ada lima arahan yang disampaikan secara khusus oleh Jokowi kepada jajaran Polri yaitu reformasi Polri, jaga kesolidan, bantu pemda, jaga tahun politik, berantas judi daring, narkoba dan gaya hidup oknum aparat yang berlebihan. “Semua arahan presiden itu tentunya harus ditindaklanjuti Kapolri dan segera diikuti dengan pembenahan internal,” ujarnya.Saleh menegaskan, satu hal utama dari arahan Jokowi yang harus menjadi catatan krusial bagi seluruh jajaran Polri yaitu terkait dengan pentingnya segera dilakukan reformasi internal di Kepolisian.Ia mendukung Sigit Prabowo yang akan segera mengevaluasi dan kajian mendasar untuk meningkatkan kinerja serta profesionalisme seluruh jajaran Kepolisian. “Ini menjadi tantangan Kapolri sebenarnya, apakah beliau mampu memanfaatkan ‘back up’ dari Presiden Jokowi atau tidak? Pesan saya untuk Kapolri, jangan ada keraguan untuk lakukan pembenahan dan terobosan berharga di Polri,” katanya.Menurut dia, Komisi III DPR mendukung langkah-langkah strategis Kapolri untuk lakukan reformasi internal Polri untuk mewujudkan seluruh arahan Jokowi. (Ida/ANTARA)
Ayahnya Ditahan, Putri Alvin Lim: Papi Ditahan Karena Banyak Bela Masyarakat
Jakarta, FNN – Pengacara vokal Alvin Lim dijemput paksa jaksa saat berada di Bareskrim dan langsung ditahan di Rutan Salemba, Selasa (18/10/2022) malam. Ini terkait putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dalam banding kasus dugaan pemalsuan dokumen. Kuasa hukum Alvin Lim dari LQ Indonesia Lawfirm, Saddan Sitorus memprotes penahanan kliennya. Sebab menurutnya hingga tadi malam, pihaknya belum menerima salinan putusan banding tersebut. Saddan justru mengetahui surat putusan dari pihak Rutan Salemba. \"Kami mempertanyakan proses penahanan kejaksaan, karena sampai sekarang kami belum mendapatkan apa yang dimaksud dalam putusan tersebut,\" ujar Saddan di Rutan Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (18/10/2022) malam. \"Tetapi kami tadi sudah membaca pihak lapas, ada di poin 6, bahwa terdakwa harus ditahan,\" imbuhnya. Saddan mengaku aneh dengan bunyi dari putusan tersebut. Sebab sepengetahuannya, putusan Pengadilan Tinggi DKI hanya menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dimana tak disebutkan adanya perintah penahanan. \"Tapi dalam hal ini ada penambahan frasa (penahanan Alvin Lim),\" ucapnya. Saddan pun mempertanyakan urgensi penahanan Alvin. Ini mengingat, Alvin bukanlah seorang mafia, penjahat besar apalagi teroris. Justru kontribusi Alvin dalam mereformasi dunia penegakan hukum, menurutnya sangat signifikan. \"Alvin Lim ini bukan teroris yang harus dilakukan dengan sangat-sangat menarik perhatian. Kita ketahui Alvin Lim adalah lawyer yang vokal dalam beberapa hal mengkritisi tatanan pemerintahan, tatanan hukum yang sekarang memang harus diperbaiki. Jadi sebenarnya negara sangat beruntung memiliki Alvin Lim, karena Alvin Lim memberikan nuansa baru dalam penegakan hukum yang ada,\" tuturnya. Sementara, putri Alvin Lim, Kate Victoria Lim, bersedih atas penahanan sang ayah. Walau demikian, remaja 13 tahun itu ikut mengkritisi proses hukum terhadap ayahnya. \"Bapak aku sekarang dipenjara karena cinta klien-kliennya. Dia divonis maksimal 4.5 tahun, sementara pelaku utamanya di kasus ini cuma 2,5 tahun. Masuk akal nggak?\" ujar Kate. Menurut dia, sikap dan tindakan sang ayah selama ini hanya ingin membela masyarakat yang menjadi korban ketidakadilan, termasuk para korban investasi bodong. Namun karena dalam upaya tersebut menyinggung banyak pihak yang terlibat atau harus bertanggung jawab, kata dia Alvin harus menanggung risiko yang ia alami saat ini. \"Memangnya papi aku siapa? Papi aku cuma mau ngebela korban-korban masyarakat investasi bodong. Papi aku cuma mau menegakkan keadilan. Tapi sekarang papi aku yang malah dipenjara. Sementara penjahatnya bebas berkeliaran di sana,\" tutur Kate. \"Papi aku ngebela masyarakat sampai bikin video-video. Karena dia tahu no viral no justice,\" sambungnya. Kate pun meminta perhatian dan bantuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menkopolhukam Mahfud MD terkait persoalan ini. \"Papi saya dipenjara karena dia banyak membela masyarakat di luar sana. Dan kalau saya harus dipenjara, saya rela. Karena saya mau membela papi saya. Bapak saya di sini hanya korban, masa korban dipenjara? Penjahatnya di luar sana tepuk tangan,\" papar Kate. \"Mohon maaf kalau ada salah kata atau apa pun. Karena saya di sini hanya ingin membela papi saya,\" pungkas Kate. (mth/*)
Tim Kuasa Hukum Roy Suryo Minta Majelis Hakim Batalkan Surat Dakwaan JPU
Jakarta, FNN - Kasus meme stupa Candi Borobudur mirip Joko Widodo (Jokowi) yang melibatkan mantan Menteri Olahraga dan Pemuda (Menpora), Roy Suryo kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (19/10/22). Agenda persidangan kali ini pembacaan eksepsi oleh kuasa hukum Roy Suryo atas dakwaan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) minggu lalu. Dalam eksepsinya, tim kuasa hukum meminta agar Majelis Hakim membatalkan surat dakwaan tersebut. Pitra Ramdoni selaku kuasa hukum Roy Suryo mengatakan surat dakwaan dinilai tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap. Termasuk surat dakwaan yang disusun secara prematur dan salah subjek. Salah satunya nomor induk kependuduk (NIK) Roy Suryo, salah. Begitu pun dengan alamat terdakwa yang tidak sesuai Kartu Tanda Penduduk (KTP). “NIK tidak sesuai dengan apa yang didakwakan oleh rekan-rekan JPU. Selain itu, alamat tidak sesuai dengan KTP, sehingga surat dakwaan tersebut cacat secara formil. Identitasnya tidak jelas,” kata Pitra. Kemudian, Roy Suryo juga meminta agar nama baiknya dipulihkan dari segala tuduhan dan tuntutan hukum. Hal ini dikarenakan pihak yang membuat dan memposting meme stupa Candi Borobudur sampai sekarang belum diproses hukum. Roy Suryo telah terlebih dahulu melaporkan ketiga akun yang membuat dan memposting meme tersebut, namun malah dirinya yang dipidana hanya karena meneruskan unggahan tersebut. “Padahal, sesuai dengan ketentuan hukum undang-undang Nomor 31 Pasal 10 ayat 1 dan 2 tentang perlindungan saksi dan korban, dijelaskan bahwa setiap pelapor atau saksi maupun korban yang akan ataupun sedang membuat laporan polisi terkait dengan perkara yang dibuat pelapor tersebut dalam kasus ini tidak dapat dipidana ataupun digugat secara perdata,\" tegas Pitra. Sehingga, persidangan Roy Suryo dapat dilakukan jika laporan tersebut sudah rampung. “Maka untuk itu seharusnya kalau memang ini mau fair dan mau berimbang, laporan polisi kita dulu yang diproses,” sambungnya. Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tri Anggoro Mukti menyatakan bahwa Roy Suryo sengaja menyebar informasi yang menimbulkan rasa kebencian terhadap individu dan kelompok masyarakat tertentu, berdasarkan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Tim JPU telah menyampaikan tiga poin dakwaan terhadap Roy Suryo dalam sidang perdana kasus ini pada Rabu (12/10/22). Ketiganya yaitu Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45 A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 11 tentang ITE, Pasal 156A Undang-Undang Hukum Pidana, dan Pasal 15 Undang-Undang Peraturan Hukum Pidana. (Lia)
Tahu Polisi Membawa Benda Dilarang, tapi Pengawas Pertandingan Tak Lapor
Jakarta, FNN - Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam mengatakan pengawas pertandingan atau match commissioner laga Arema FC berhadapan dengan Persebaya Surabaya mengetahui adanya polisi yang membawa benda yang dilarang dalam aturan PSSI, tapi tidak melaporkannya.\"Kita mendalami bagaimana ketika hari \'H\' dia (pengawas pertandingan) lihat kok ada teman-teman polisi yang membawa benda-benda dalam aturan PSSI itu dilarang,\" kata Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam di Jakarta, Rabu.Namun, yang menjadi pertanyaan kenapa (pengawas pertandingan) tidak melaporkan hal tersebut. Hal itu, juga sudah ditanyakan langsung oleh Komnas HAM dan match commissioner tidak bisa menjawab. \"Dia juga bingung karena perangkat nya tidak ada untuk pelaporan itu,\" kata Anam.Artinya, kata dia, problem dalam masalah tersebut sangat struktural dan mendasar. Selain itu, Komnas HAM juga menggali soal apa saja yang dilakukan oleh pengawas pertandingan yang sudah berada di Malang dua hari sebelum pertandingan dimulai.Lembaga HAM tersebut mendalami terkait apa saja yang dilakukan, bagaimana mekanisme, pertanggungjawaban, laporan dan lain sebagainya.Sementara, permintaan keterangan terhadap Asisten Operasi Kepolisian Republik Indonesia (Asops Polri), Komnas HAM lebih menanyakan soal perjanjian kerja sama antara PSSI dengan kepolisian. \"Yang menginisiasi perjanjian kerja sama itu adalah PSSI,\" ucap dia.Kepada Asops Polri, Komnas HAM mempertajam atau menggali lebih jauh apakah aturan tersebut disesuaikan dengan aturan yang dibuat FIFA, termasuk aturan yang disusun oleh PSSI. Tidak hanya soal itu, Anam mengatakan Komnas HAM juga menanyakan perihal penggunaan gas air mata dan lain sebagainya. (Sof/ANTARA)
Kasus Obstruction of Justice, Terdakwa Tak Ajukan Eksepsi, Kuasa Hukum Sebut Tidak Ada Perbuatan Pidana
Jakarta, FNN – Sidang terdakwa kasus obstruction of justice pembunuhan Brigadir J digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Kelas 1A Khusus, Rabu (19/10). Dua terdakwa di bawah kuasa hukum Henry Yosodiningrat, Hendra Kurniawan (HK) dan Agus Nurpatria (AN) memutuskan untuk tidak mengajukan eksepsi. Agenda sidang dimulai dengan pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ketua Majelis Hakim, Ahmad Suhel sempat menegur Henry Yosodiningrat yang terlambat datang di tengah berlangsungnya persidangan terdakwa Hendra Kurniawan sehingga terhambatnya sidang dikarenakan proses pengecekan Surat Kuasa Hukum. Seusai sidang HK, hakim memberi kesempatan kepada terdakwa dan penasihat hukum untuk mengajukan nota keberatan atau eksepsi. Henry menegaskan bahwa dakwaan telah sesuai dengan Pasal 143 KUHAP dan tidak mengajukan eksepsi. \"Yang pertama bahwa dakwaan dari jaksa penuntut umum telah memenuhi syarat formil maupun syarat materiil dari surat dakwaan sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 143 KUHAP. Oleh karenanya, kami tidak akan memberikan tanggapan dan/atau tidak mengajukan eksepsi,\" kata Henry dalam sidang terdakwa HK. Sama halnya dengan sidang sebelumnya, sidang terdakwa Agus Nurpatria pun tidak mengajukan eksepsi dengan alasan yang serupa. \"Surat dakwaan yang disusun oleh rekan penuntut umum telah memenuhi syarat formil maupun materiil dari satu surat dakwaan sebagaimana ditentukan dalam ketentuan 143 KUHAP. Oleh karena itu, kami tidak ada keberatan dan tidak mengajukan eksepsi,\" ujar Henry di dalam persidangan terdakwa AN. Kemudian, Henry Yosodiningrat yang sempat menemui rekan media menjelaskan alasan tim kuasa hukum tidak mengajukan eksepsi. Ia menyebut bahwa rangkaian peristiwa yang disebutkan JPU tidak ada yang merupakan perbuatan pidana. \"Kami memandang bahwa tidak perlu kami untuk menyampaikan eksepsi. Saya tadi menyampaikan satu hal bahwa kalau kita lihat dari rangkaian perbuatan yang diuraikan oleh penuntut umum, sama sekali tidak ada satu perbuatan yang merupakan perbuatan pidana,\" papar Henry Yosodiningrat saat menemui awak media seusai sidang Agus Nurpatria di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 19 Oktober 2022. \"Misalnya, diundang oleh Sambo, kemudian datang. Kemudian, bersama dengan Sambo ini melaporkan. Jadi, perbuatan-perbuatan lain, nggak ada perbuatan pidana, melainkan perbuatan orang lain yang tidak ada hubungannya dengan terdakwa,\" kata Henry melanjutkan. Henry menyatakan bahwa dirinya hanya ingin meluruskan peristiwa sesuai fakta. Ia percaya apabila perbuatan terdakwa tidak terbukti, maka terdakwa dapat bebas. \"Saya ingin meluruskan peristiwa yang sebenarnya, hak-hak dia (terdakwa) seperti apa. Kalau ternyata memang dia tidak terbukti bersalah, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan dia bersalah, sebetulnya harus bebas,\" kata Henry. Menanggapi pertanyaan media mengenai adanya relasi kuasa FS dengan terdakwa, Henry hanya mengatakan bahwa senioritas serta pangkat itu berpengaruh di kepolisian. \"Yang jelas di polisi itu, senioritas dan kepangkatan itu akan mempengaruhi. Apalagi di bawahnya langsung,\" tutup Henry. (oct)
Polisi Diingatkan Agar Segera Menjalankan Rekomendasi TGIPF
Surabaya, FNN - Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan mengingatkan polisi untuk segera menjalankan rekomendasi Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yakni soal penggalian kembali jenazah korban kerusuhan Stadion Kanjuruhan, Malang.\"Kami akan mengecek ada satu rekomendasi lagi tentang autopsi korban yang meninggal dunia. Gunanya untuk memastikan apa penyebab kematian dari para korban,\" kata Deputi V Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Kemenko Polhukam, Armed Wijaya, usai proses rekonstruksi di Polda Jawa Timur, Surabaya, Rabu.Ekshumasi adalah penggalian kubur yang dilakukan demi keadilan oleh pihak berwenang. Hal ini dilakukan untuk identifikasi forensik penyebab kematian seseorang yang tidak natural dan dikuburkan sebelum dilakukan autopsi.Kadiv Humas Polri, Inspektur Jenderal Polisi Dedi Prasetyo, menyatakan, mereka masih menjalin komunikasi dengan pihak keluarga korban untuk melakukan proses itu. Sesuai aturan, kata dia, proses penggalian kembali jenazah korban harus mendapat persetujuan dari keluarga korban.\"Ekshumasi sampai dengan hari ini dari pihak penyidik bersama Polhukam nanti akan bertemu dengan pihak keluarga. Sesuai dengan pasal 134 KUHP, penyidik harus melakukan komunikasi dulu dengan pihak keluarga,\" ujar dia. Ia memastikan penyidik bersama TGIPF secepatnya akan menemui keluarga korban untuk meminta persetujuan penggalian kembali jenazah korban. Berdasarkan rekomendasi, kata dia, pihaknya harus menggali kembali jenazah setidaknya terhadap dua korban tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang. \"Yang diautopsi rekomendasinya dua orang, tapi masih dikomunikasikan,\" ujarnya. (Ida/ANTARA)
Kapolri Tegas dan Tak Pandang Bulu Tindak Anggotanya
Jakarta, FNN - Guru Besar Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran (Unpad) Prof. Muradi mengatakan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo tegas dan tidak pandang bulu dalam menindak anak buahnya yang terlibat melanggar hukum.Hal tersebut, katanya, terbukti dalam kasus dugaan peredaran gelap narkoba jenis sabu yang menjerat Irjen Pol. Teddy Minahasa di mana telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.\"Upaya tersebut adalah bagian dari sikap tegas yang tanpa pandang bulu, bukan sekadar bersih-bersih, tapi mengupayakan penegakan aturan dan efek jera bagi perilaku menyimpang dari personel nya,\" kata Muradi dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Rabu.Menurutnya, penangkapan dan penetapan tersangka Irjen Teddy tidak semata bersih-bersih internal Polri, namun lebih dari itu ialah untuk menegakkan aturan dan memastikan internal Polri tidak melakukan aktivitas menyimpang. \"Sebagaimana yang terjadi pada kasus Irjen TM (Teddy Minahasa). Penangkapan dan penahanan TM adalah cermin dari komitmen untuk menguatkan hal itu,\" ucapnya.Lebih lanjut, Muradi mengatakan rentetan kasus yang melibatkan internal Polri, seperti kasus pembunuhan Brigadir J, penanganan suporter dalam tragedi Kanjuruhan, hingga kasus narkoba yang melibatkan Irjen Teddy Minahasa, harus segera dituntaskan untuk kembali menstimulasi internal Polri menjadi lebih baik.\"Efek jera dan ketegasan Kapolri serta tata kelola internal yang baik akan mencerminkan perilaku anggota Polri yang jauh lebih baik dan menjadi dambaan publik,\" ujarnya.Polda Metro Jaya menetapkan Irjen Pol. Teddy Minahasa sebagai tersangka dalam kasus peredaran gelap narkoba pada Jumat (14/10).Penyidik Polda Metro Jaya menyatakan bahwa Irjen Pol. Teddy Minahasa diduga telah memerintahkan anak buahnya untuk menyisihkan barang bukti narkotika jenis sabu-sabu dari hasil pengungkapan kasus untuk diedarkan.Diketahui bahwa Polres Bukit Tinggi hendak memusnahkan 40 kilogram sabu-sabu. Namun, Irjen Pol. Teddy Minahasa diduga memerintahkan untuk menukar sabu-sabu sebanyak 5 kilogram dengan tawas.Meski demikian, penggelapan barang bukti narkoba tersebut akhirnya terbongkar dengan rangkaian pengungkapan kasus narkotika oleh Polres Metro Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya.Sebanyak 1,7 kilogram sabu-sabu telah berhasil diedarkan, sedangkan 3,3 kilogram sisanya berhasil disita oleh petugas. (Ida/ANTARA)