HUKUM

Brigjen Hendra Kurniawan Dipecat dari Kepolisian dalam Sidang Etik Polri

Jakarta, FNN - Pimpinan Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) menjatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) atau memecat Brigjen Pol. Hendra Kurniawan, mantan Kepala Biro Pengamanan Internal (Karopaminal) Divpropam Polri dari dinas kepolisian. “Di PTDH diberhentikan dengan tidak hormat dalam dinas kepolisian,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Senin.Dedi menjelaskan, keputusan sanksi pemecatan itu dijatuhkan pimpinan komisi sidang KKEP secara kolektif kolegial. Sidang dipimpin oleh Wakil Inspektorat Umum (Wairwasum) Irjen Pol. Tornagogo Sihombing.Sidang etik juga memutuskan Brigjen Pol. Hendra Kurniawan bersalah, sebagai perbuatan tercela sehingga dijatuhi sanksi etik. Ia dijatuhi sanksi penempatan khusus selama 29 hari. “Jadi sanksi patsus itu sudah dijalankan oleh yang bersangkutan,” kata Dedi.Sidang Etik Brigjen Pol. Hendra Kurniawan dilangsungkan pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 17.15 WIB di Ruang Sidang Divisi Propam Polri, Gedung TNCC, Mabes Polri. Sidang tersebut menghadirkan 17 orang saksi.Dedi enggan mengungkapkan apakah Brigjen Pol. Hendra Kurniawan mengajukan banding atas putusan etik tersebut atau tidak.Brigjen Pol. Hendra Kurniawan telah berstatus terdakwa dalam perkara dugaan menghalangi penyidikan pembunuhan Brigadir J atau \"obstruction of justice\" dan sudah menjalani sidang pidana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.Selain itu, mantan anak buah Ferdy Sambo itu terseret dugaan tindak pidana korupsi atas penggunaan pesawat pribadi untuk mengunjungi orang tua Brigadir J di Jambi.Selain Brigjen Pol. Hendra Kurniawan, terdapat dua terdakwa \"obstruction of justice\" yang belum menjalani sidang etik, yakni AKBP Arif Rahman Arifin dan AKP Irfan Widyanto. (Sof/ANTARA)

Dana Komando Tidak Ada Dalam Nomenklatur

Jakarta, FNN - Bintara Urusan Bayar Markas Besar TNI Angkatan Udara Sigit Suwastono mengakui sudah terbiasa mengurus dana komando, meskipun hal tersebut tidak ada dalam nomenklatur.\"Dako (dana komando) tidak ada di nomenklatur, tapi kami dari 2013 sudah menangani itu, dari dulu-dulu sudah 4 persen,\" kata Sigit Suwanstono yang menjadi saksi pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.Sigit Suwastono adalah tentara aktif yang bertugas sebagai pemegang kas di Mabes TNI Angkatan Udara. Sigit menjadi saksi untuk Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh yang didakwa melakukan korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW) 101 di TNI AU tahun 2016 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp738,9 miliar.Dalam dakwaan Irfan disebutkan ada dana komando (DK/Dako) ditujukan untuk Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) periode 2015-2017 Agus Supriatna senilai Rp17,733 miliar dari Irfan Kurnia. Jumlah tersebut adalah 4 persen dari pembayaran tahap pertama untuk PT Diratama Jaya Mandiri, yaitu senilai Rp436,689 miliar dari total seluruh pembayaran Rp738,9 miliar. \"Tapi, dako itu sebenarnya apa, saya juga tidak mengerti. Dako bersumber dari tagihan yang mengajukan kontrak atau tagihan yang lain,\" tambah Sigit.Sigit mengaku bahwa dirinya tidak ditugaskan atasan secara khusus untuk meminta dana komando sebesar 4 persen ke vendor, tetapi hal tersebut sudah lumrah terjadi. \"Dana komando di nomenklatur tidak tercatat, tapi kok diurusi? Apakah ada catatan administrasi dana keluar masuk atau sumber-sumber dananya? Kalau dana komando tidak ada di nomenklatur lalu pencatatan 4 persen dalam bentuk apa?\" tanya Ketua Majelis Hakim Djumyanto.\"Secara aturan memang tidak ada karena itu rutinitas dari dulu-dulu,\" jawab Sigit.\"Tercatat penggunaannya untuk apa?\" tanya Hakim Djumyanto.\"Penggunaannya untuk apa tidak tahu, Kaur Yar Pekas yang lebih tahu,\" jawab Sigit.\"Tugas saudara apa? Masa tahu masuk tidak tahu keluarnya? Bingung jawabnya? Makanya jujur saja, bisa dijawab jujur?\" tanya Hakim Djumyanto lagi.\"Kami dari awal tugasnya mencairkan dan membayarkan, untuk penggunaan spesifik saya tidak tahu,\" jawab Sigit.Dari jumlah dana komando untuk Kasau Agus Supriatna senilai Rp17,733 miliar tersebut, Sigit menjelaskan dalam BAP bahwa uang itu lalu dimasukkan ke dalam beberapa deposito, yaitu ke rekening BRI atas nama PT Vibra sebesar Rp5 miliar, PT VSAT sebesar Rp5 miliar dan Rp7,733 miliar ke rekening Bank Mandiri atas nama PT Citra Trans Nasaka.Namun, pada 16 Mei 2017, Sigit mencairkan deposito sebesar Rp8 miliar dengan terlebih dulu mempersiapkan kop surat PT Diratama Jaya Mandiri untuk membuat surat pernyataan pinjaman uang Rp8 miliar dan 800 ribu dolar AS.\"Setahu saudara ada peristiwa apa tiba-tiba sudah diberikan seperti biasa tiap ada proyek masuk dan dana komando, tapi kenapa sudah biasa harus dikembalikan?\" tanya Ketua Majelis Hakim Djumyanto.\"Karena kejadian AW, yang kami dengar pengadaannya tidak sesuai dengan prosedur,\" jawab Sigit.\"Ada tidak uang yang dikembalikan?\" tanya hakim.\"Saya diperintahkan untuk ambil Rp8 miliar untuk diserahkan ke PT Diratama. Saya dengan orang BRI kasih tunai di bank BRI, tapi tanda terimanya baru proses bikin,\" jawab Sigit.\"Apakah Kasau Agus Supriatna tahu soal 4 persen itu?\" tanya hakim.\"Saya tidak tahu apakah tahu atau tidak, untuk pengaturan ke Kasau bukan bagian saya,\" jawab Sigit.JPU KPK mendakwakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(Sof/ANTARA)

Hakim Sebut Cerita Putri Candrawathi Pingsan Tak Masuk Akal

Jakarta, FNN – Asisten rumah tangga (ART) Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Susi hadir untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi dari terdakwa Richard Eliezer atau Bharada E dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (31/10/22). Dalam persidangan, Ketua Majelis Hakim Wahyu Imam Santosa, sempat mencecar Susi yang dianggap tidak konsisten memberikan kesaksian. Keraguan hakim semakin menjadi ketika Susi menyampaikan cerita tak masuk akal saat Putri Candrawathi pingsan. Awalnya Susi yang mengatakan Putri Candrawathi pingsan di kamar mandi rumah Magelang, tiba-tiba Kuat Ma\'ruf memangilnya. Kuat meminta Susi naik ke lantai dua untuk mengecek Putri Candrawathi. Meskipun saat itu, Susi tidak mendengar ada teriak Putri yang mendadakan terjadi sesuatu. “Saudara Putri jatuh di kamar mandi di lantai berapa,” ujar hakim dalam persidangan (31/10/22). Dijelaskan Susi kalau Putri Candrawathi jatuh di lantai dua. \"Lantai dua,” jawab Susi. Dipertanyakan juga bagaimana Putri Candrawathi jatuh. “Bagaimana dia jatuh,” ujar hakim kembali. “Saya tidak tahu karena saya disuruh Om Kuat, ke atas saya melihat keadaan ibu udah tergeletak di depan kamar mandi,” jelasnya. Susi pun tidak tahu waktu terjatuhnya Putri Candrawathi. Sesampainya di lantai dua, Susi menemukan Putri yang katanya dalam keadaan tergeletak di depan kamar mandi. Disebutkan Susi, kondisi Putri tidak berdaya bahkan kaki dan tangannya dingin. “Kok bisa bilang dingin, emang megangin?” tanya hakim. “Pegang sambil peluk ibu, saya dalam keadaan panik, dan nangis,” kata Susi. Setelah itu, Susi berteriak minta tolong. Teriakannya saat itu membuat Putri setengah sadar dan meminta agar jangan Yoshua yang dipanggil. “Lalu saya panggil Om Kuat, Om Kuat lalu Om Kuat naik ke atas. Bi kenapa ibu kayak gini? Saya bilang gak tahu, saya naik ke sini udah begini,” kata Susi. Kemudian, Susi melanjutkan kesaksiannya dengan menyebut Brigadir J sempat akan naik juga ke lantai dua tetapi dihalau Kuat Ma\'ruf. Dia bahkan mengaku mendengar perdebatan Ma\'ruf dan Yosua. Kata Susi, dirinya sempat mendengar samar-samar Yoshua berkata tidak melakukan apa-apa pada Putri dan ingin mengatakan kejadian yang sebenarnya. “Lalu saya bilang udah om jangan ribut, tolong ibu dulu,” kata Susi. Pernyataan Susi membuat hakim merasakan keanehan. Hakim menilai Susi berasumsi.  “Loh kok mungkin nanti dulu, belum sampai situ inilah ceritanya settingan seperti ini,” ujar hakim. “Kamu anggap kami ini bodoh, kan ketika saya tanya tergeletak saudara berharap siapa bisa mendengar untuk memapah saudara Putri,” tegasnya. (Lia)

Kejati Jatim Diminta Aremania untuk Mengembalikan Berkas Perkara Kanjuruhan

Malang, Jawa Timur, FNN - Ratusan suporter Arema FC, yang biasa dikenal dengan sebutan Aremania, menggelar unjuk rasa damai di depan Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Malang, Senin, menuntut Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur mengembalikan berkas perkara tragedi Kanjuruhan ke pihak kepolisian.Pada unjuk rasa tersebut, ratusan suporter Arema FC tersebut mengenakan pakaian serba hitam dan membawa sejumlah poster yang menyuarakan tuntutan mereka. Sejumlah poster tersebut berisi tulisan, di antaranya adalah “RIP Hati Nurani”, “Nyanyian Rakyat! Suara Kejujuran,” dan lainnya.“Meminta kejaksaan tinggi menolak atau mengembalikan berkas perkara yang disampaikan oleh penyidik Polda Jatim,” kata salah satu perwakilan Aremania yang membacakan tuntutan tersebut.Pengembalian berkas tersebut, katanya lagi, perlu dilakukan karena dinilai tidak lengkap dan tidak sesuai dengan fakta hukum sebenarnya. Kejati Jatim diminta untuk menolak atau tidak melakukan P21 terhadap berkas perkara tragedi Kanjuruhan yang diserahkan oleh penyidik Polri. P21 merupakan istilah pemberitahuan bahwa hasil penyidikan sudah lengkap.Dalam kesempatan itu, tuntutan lain yang disampaikan adalah meminta kejaksaan tinggi bersikap adil dan memiliki tanggung jawab moral untuk melakukan penanganan perkara tragedi Kanjuruhan yang menelan korban 135 jiwa tersebut, dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku. “Kemudian, memasukkan atau menerapkan pasal baru yakni Pasal 338 dan Pasal 340 KUHP (tentang tindak pidana pembunuhan berencana),” katanya pula.Selain itu, meminta kejaksaan memastikan agar seluruh penyelenggara dan seluruh tenaga pengamanan yang terlibat langsung dalam melakukan penembakan gas air mata di Stadion Kanjuruhan, untuk dapat diadili sesuai dengan hukum yang berlaku.Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menerima berkas perkara tragedi Kanjuruhan dari Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Timur, Selasa 25 Oktober 2022. Total ada tiga berkas perkara untuk enam tersangka yang diserahkan.Enam tersangka tersebut adalah Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) Ahmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Arema Malang Abdul Haris, dan Security Steward Suko Sutrisno.Kemudian, Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, dan Komandan Kompi Brimob Polda Jawa Timur AKP Hasdarman.Rencananya, unjuk rasa tersebut juga akan dilakukan di Kota Batu dan Kabupaten Malang, Jawa Timur dan menyerukan tuntutan serupa.(Ida/ANTARA)

Operasional Truk Batu Bara Kembali Dihentikan Sementara oleh Polda Jambi

Jambi, FNN - Operasional angkutan batu bara di Jambi kembali dihentikan untuk sementara waktu, dikarenakan Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Jambi akan melakukan perbaikan kerusakan jalan di jalur Muaratembesi-Muarabulian, Kabupaten Batanghari, Jambi.\"Banyaknya lobang di badan jalan menyebabkan angkutan batu bara dari arah Muaratembesi, Batanghari mengambil lajur kanan untuk menghindari lubang, sehingga akhirnya membuat kendaraan yang datang dari arah berlawanan ikut terjebak,\" kata Direktur Lalu Lintas Polda Jambi Kombes Pol Dhafi, di Jambi, Senin.Sejak Senin pagi, terjadi kemacetan parah di jalur Muaratembesi-Muarabulian disebabkan jalan rusak dan adanya truk yang patah as. \"Tadi pihak BPJN sudah saya hubungi. Dan hari ini mereka mau bekerja termasuk mau disedot genangannya,\" katanya menjelaskan.Terkait akan dilakukannya perbaikan jalan Muaratembesi-Muarabulian, Dhafi mengatakan pihak BPJN Jambi meminta agar tidak ada dulu kegiatan angkutan batu bara supaya mempermudah pekerjaan. \"Nanti kami koordinasi dengan Dinas Perhubungan dan seluruh pemilik tambang untuk hari ini mobilisasi angkutan batu baranya dipending dulu, karena ada perbaikan jalan di wilayah Sridadi, Kabupaten Batanghari,\" katanya menerangkan.Lebih lanjut, nantinya angkutan batu bara yang kondisinya sudah berada di jalan tetap diperbolehkan melintas. \"Kalau yang saat ini sudah di jalan, silakan melintas, nanti kami atur biar tidak macet,\" katanya lagi.Namun bagi angkutan batu bara yang masih berada di lokasi pertambangan atau sebelum Muara Tembesi, diminta untuk tidak melintas terlebih dahulu. \"Kami juga masih menunggu surat resmi dari BPJN. Kemungkinan dalam satu atau dua hari ini,\" katanya pula.Dia menerangkan, kerusakan jalan yang terjadi juga dipicu oleh tonase muatan angkutan batu bara yang berlebihan. Saat ini, pihak kepolisian masih terus melakukan pengaturan jalan mengurangi kemacetan di kawasan tersebut.(Ida/ANTARA)

Sidang Perkara Pembunuhan Joshua: Hakim Sebut Asisten Rumah Tangga Putri Bohong

Jakarta, FNN - Sebelas orang saksi dihadirkan dalam sidang pemeriksaan perkara terdakwa Bharada Richard Eliezer sebagai salah satu tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir Yoshua Hutabarat. Sidang yang digelar di  Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 31 Oktober 2022  beragendakan pemeriksaan saksi yang dihadirkam Jaksa Penuntut Umum. Salah seorang dari 11  orang saksi yang dkhadirkan dalam persidangan, Senin, 31 Oktober 2022 adalah Susi yang menjadi ART (Asisten Rumah Tangga) Putri Chandrawathi. Dalam kesaksiannya Susi mengatakan,  Yoshua sudah menjadi ajudan Putri sejak pindah rumah ke Jalan Sagiling.  Yang dimaksud dengan rumah tersebut adalah salah satu kediaman pribadi Ferdy Sambo terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Joshua.  Rumah tersebut  berlokasi di Kompleks Pertambangan Jalan Saguling III, Mampang, Jakarta Selatan.  Kediaman pribadi Sambo dan Putri tersebut tidak terlalu jauh dari  rumah dinas Sambo, saat menjabat Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri,  di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan. Di rumah dinas inilah Joshua dibunuh dengan cara ditembak oleh Eliezer atas perintah Sambo.  Sambo juga didakwa turut menembak Joshua di bagian kepala.  “Sejak kapan Yosua menjadi ajudan dari Putri?” tanya Ketua Majelis Hakim,  Wahyu Imam Santosa.  “Siap yang mulia! Sejak pindah ke rumah Saguling.” kata Susi. Akan tetapi, dalam penjelasannya Susi  mengatakan tidak mengetahui siapa saja yang suka hadir di rumah Saguling. “Anda jangan mikir-mikir dulu. Kalau Anda mikir itu berarti Anda bohong.” kata Wahyu.  (Anw).

Sosialisasi Cegah Terorisme di Pamekasan, Polisi Dihadang Massa

Pamekasan, FNN - Anggota Polres Pamekasan, Jawa Timur, mendapat halangan dari massa saat mendatangi Pondok Pesantren Al-Islah di Kecamatan Palengaan untuk sosialisasi pencegahan paham radikal dan terorisme.Kepala Bagian Humas (Kabaghumas) Polres Pamekasan AKP Nining Dyah, Sabtu, mengatakan peristiwa itu terjadi saat empat orang polisi usai menyampaikan sosialisasi pencegahan terorisme di Pondok Pesantren Al-Islah pada Kamis (27/10).\"Mereka dihadang saat hendak keluar pondok pesantren oleh warga sekitar. Akan tetapi, personel yang berjumlah empat orang itu berhasil lolos dari kepungan massa dengan selamat berkat bantuan pengurus pondok pesantren,\" kata Nining.Menurut Nining, sekelompok massa datang ke pondok pesantren asuhan K.H. Ali Salim di Desa Angsanah itu karena salah paham. Warga mendapat kabar bahwa kedatangan polisi tersebut ialah untuk mencegah pengajian yang digelar kelompok Pecinta Habib Rizieq pada Minggu (30/10) di Pamekasan.Padahal, lanjutnya, keempat polisi itu datang ke Pondok Pesantren Al-Islah dalam rangka silaturahmi dengan pimpinan pondok pesantren sekaligus berkoordinasi dan memberikan penyuluhan tentang pencegahan paham radikal dan terorisme. Anggota Polres Pamekasan itu juga menyerahkan bantuan lampu penerangan untuk area Ponpes Al-Islah.\"Karena ada kabar yang keliru itu, maka warga lalu berdatangan dan menghadang mobil patroli Binmas yang dikendarai keempat orang personel Polres Pamekasan ini,\" kata Nining.Sementara itu, sebuah rekaman video beredar di media sosial yang menunjukkan gambar adanya kelompok massa mendatangi Pondok Pesantren Al-Islah dengan membawa senjata tajam jenis celurit.Massa yang berjumlah sekitar ratusan orang itu menghadang mobil Binmas Polisi dengan berteriak \"polisi mester Sambo\".Sebelumnya, Kapolres Pamekasan AKBP Rogib Triyanto mengatakan Polres Pamekasan memang sedang menggelar Operasi Bina Waspada Semeru 2022, sebagai upaya mencegah penyebaran paham radikal dan melakukan deteksi dini terhadap kemungkinan adanya warga terlibat jaringan teroris.Operasi tersebut merupakan upaya jangka panjang untuk mencegah adanya warga yang terpapar paham radikal. Operasi Bina Waspada Semeru 2022 digelar dengan memberikan penyuluhan dan sosialisasi ke pondok pesantren, organisasi kemasyarakatan (ormas) bidang keagamaan, serta lembaga pendidikan di bawah Kementerian Agama.Melalui operasi tersebut, polisi ingin mengajak para pengasuh pondok pesantren untuk proaktif dalam terlibat dalam kegiatan pencegahan paham radikal.\"Intinya, melalui Operasi Bina Waspada 2022 ini, kami menginginkan tercipta situasi yang kondusif melalui pendekatan pemahaman keagamaan yang toleran, sehingga bisa saling menghargai perbedaan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya,\" kata Rogib.Sementara itu, Kepala Desa Angsanah Moh. Masduki menjelaskan aksi massa itu terjadi karena ada salah paham.\"Kejadian itu murni salah paham karena kabar yang beredar ke masyarakat menyebutkan bahwa kedatangan polisi ke Pondok Pesantren Al-Islah dalam rangka mengintimidasi pengasuh pondok pesantren agar menggagalkan kegiatan pengajian akbar yang akan dihadiri oleh Habib Bahar (sebagai penceramah) pada 30 Oktober 2022. Padahal, polisi datang untuk bersilaturahmi saja,\" kata Masduki.Masduki mengajak seluruh semua elemen masyarakat agar tidak mudah terpengaruh dengan kabar berita yang tidak bertanggung jawab dan berpotensi menimbulkan situasi tidak kondusif.(Sof/ANTARA)

Jika 2024 Terjadi Polarisasi, Siapapun Pemimpinnya Akan Berat

Semarang, FNN - Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo menyebut siapa pun pemimpin yang terpilih pada Pemilu 2024 akan menghadapi permasalahan berat jika kembali terjadi polarisasi politik.  \"Siapa pun yang terpilih akan menghadapi masalah ini. Siapa pun pemimpinnya akan berat,\" kata Kapolri saat menyampaikan pidato ilmiah dalam Stadium General bertajuk “Anak Muda dan Tantangan Kebangsaan” di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Sabtu.Menurut dia, Pemilu 2019 menjadi pengalaman dalam menghadapi Pemilu 2024. Ia menuturkan tahapan pemilu sudah mulai berjalan. Kondisi tersebut, kata dia, tentunya akan memunculkan politik identitas hingga kampanye hitam. Menurut dia, polarisasi masyarakat juga menjadi ancaman di masa depan. Oleh karena itu, kata dia, persatuan dan kesatuan harus dijaga agar stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat, serta politik juga ikut terjaga. \"Pemilu 2024 harus berkualitas. Jangan mau terprovokasi dan terpolarisasi,\" katanya. Jangan sampai, lanjut dia, ada saudara atau teman yang bermusuhan hanya gara-gara berbeda pilihan. (Sof/ANTARA).

Saya Menyayangkan Pencabutan Gugatan

Oleh Yusril Ihza Mahendra - Advokat Senior SEJAK dua hari yang lalu saya sungguh menyayangkan pencabutan gugatan perbuatan melawan hukum atas kasus “Ijazah Palsu Jokowi” oleh para pengacara Bambang Tri Mulyono (BTM)  di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Kamis 27/10/2022). Sebaliknya juga, saya menyayangkan mengapa polisi menahan BTM dalam dugaan melakukan tindak pidana pencemaran agama. Walaupun penahanan ini tidak berkaitan dengan gugatan “ijazah palsu Jokowi”, namun langkah itu mengesankan Pemerintah menggunakan kekuasaan, bukannya hukum, dalam menghadapi BTM.  Sementara semua orang tahu, BTM menggunakan Eggi Sudjana dan Ahmad Khozinudin sedang menggugat ijazah Jokowi ke PN Jakarta Pusat. Penahanan BTM ini pula yang dijadikan Eggi dan Khozinudin sebagai alasan untuk mencabut gugatan. Menurut mereka, sebagai pengacara, mereka susah mengumpulkan bukti-bukti untuk memenangkan gugatan, sebab BTM ditahan polisi dan tidak bisa dikunjungi. Padahal BTMlah menurut mereka, yang mempunyai akses kepada saksi-saksi dan bukti untuk dihadirkan dalam persidangan. Dengan dicabutnya gugatan, maka apakah ijazah Jokowi, mulai SD, SMP, SMA dan UGM yang dijadikan syarat Jokowi maju ke Pilpres, asli atau palsu, akhirnya tidak pernah terbukti dan diputuskan oleh pengadilan. Padahal putusan hukum yang inkracht van gewijsde dan menyatakan ijazah Jokowi asli atau palsu sangat penting, bukan saja untuk mengakhiri kontroversi politik mengenai soal itu, tetapi juga sangat penting untuk kepastian hukum, agar kasus kontroversial ini berakhir dengan jelas. Kalau tidak, kasus ini selamanya akan menggantung dan menjadi gunjingan politik tanpa henti.  Para pendukung dan simpatisan Jokowi akan ramai-ramai membuat pernyataan ke media, termasuk para pejabat pemerintah, pejabat struktural dan dosen UGM serta sahabat, teman seangkatan dan handai taulan Jokowi yang menyatakan mereka menjadi “saksi” ijazah Jokowi asli. Sebaliknya juga BTM dan para pendukungnya tidak akan pernah berhenti menggunakan media yang ada untuk terus melancarkan serangan bahwa Jokowi adalah “penipu” dan “ijazahnya palsu” dengan bukti-bukti versi mereka tentunya. Tetapi semua pernyataan itu hanyalah bagian dari pembentukan dan penggalangan opini belaka. Dari sudut hukum, pernyataan-pernyataan itu tidak ada bobot dan nilanya, kecuali keterangan itu diucapkan di bawah sumpah dalam sidang pengadilan yang terbuka untuk umum. Saya teringat suatu ketika ada sekelompok pengacara yang menamakan dirinya “100 Pengacara Reformasi” dipimpin Suhana Natawilana, menggugat keabsahan berhentinya Presiden Suharto ke PN Jakarta Pusat. Mereka mendalilkan bahwa berhentinya Suharto tanpa melalui MPR tidak sah. Akibatnya, kedudukan BJ Habibie sebagai Presiden menggantikan Suharto juga tidak sah. Polisi zaman BJ Habibie waktu itu tidak menangkapi Suhana dkk dengan macam-macam alasan pidana. BJ Habibie juga berkata kepada saya, biar pengadilan memutuskan sah atau tidaknya Suharto berhenti, dan sah atau tidaknya dirinya menjadi Presiden menggantikan Suharto. BJ Habibie berkata demikian kepada saya di Bina Graha dalam kedudukan sebagai Asisten (saat ini, Deputi) Mensesneg yang melaporkan adanya gugatan itu. Saya sendiri dipanggil PN Jakarta Pusat untuk memberikan keterangan bagaimana proses berhentinya Suharto dan bagaimana prosesnya BJ Habibie menggantikannya sebagai Presiden. Kebetulan saya merupakan salah seorang saksi sejarah atas terjadinya peristiwa peralihan kekuasaan tahun 1998 itu. Setelah sidang berlangsung cukup lama, PN Jakarta Pusat akhirnya memutuskan menolak gugatan 100 Pengacara Reformasi. Dalam pertimbangan hukumnya, PN Jakarta Pusat menyatakan proses berhentinya Suharto tanpa melalui MPR dan pengucapan BJ Habibie sebagai Presiden menggantikannya adalah sah menurut hukum. Saya bertanya kepada Suhana apakah akan banding. Dia bilang, tidak. Perkara selesai dan inkracht van gewijsde. Akibat putusan itu, saya sempat mengolok-olok Ali Sadikin. “Sekarang Pak Ali tidak bisa lagi ngomong Suharto berhenti tidak sah. Ini sudah ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Lagipula, omongan seperti itu tidak ada gunanya. Kalau Pak Ali masih tetap ngomong berhentinya Suharto tidak sah, maka itu artinya Pak Harto masih tetap Presiden. Kalau Pak Harto masih tetap Presiden, beliau bisa berbuat apa saja terhadap anggota Petisi 50. Apa begitu maunya Pak Ali?”. Ali Sadikin nampak merenung. Saya berpendapat, adanya putusan pengadilan terhadap kasus kontroversial itu sangat penting agar ada kepastian hukum. Karena itu, saya menyayangkan mengapa polisi menahan BTM. Walaupun dasar penahanannya, seperti saya katakan tadi, tidak berkaitan dengan gugatan “ijazah palsu Jokowi”. Tetapi kesan Pemerintah “main kekuasaan” menghadapi BTM sulit dihindari. Lagipula, penahanan bahkan pemenjaraan tidak akan membuat BTM menjadi jera. Kontroversi “ijazah palsu Jokowi” sudah diungkapkan BTM melalui bukunya “Jokowi Under Cover” yang membuatnya masuk penjara. Setelah keluar penjara, BTM mulai lagi dengan serangan yang sama terhadap Jokowi. Satu-satunya cara “mengalahkan” BTM adalah dengan mengajukan bukti-bukti surat (tertulis, rekaman, foto dan sejenisnya), keterangan saksi dan ahli dibawah sumpah yang memberikan keterangan dalam sidang yang terbuka untuk umum untuk membantah bukti-bukti yang diajukan oleh BTM dan para pengacaranya. Percayakan kepada majelis untuk menilai semua bukti yang diajukan oleh penggugat maupun tergugat dengan seluas-luasnya, untuk akhirnya memutuskan gugatan dikabulkan atau ditolak. Dalam pertimbangan hukumnya, majelis tentu akan mengemukakan dasar-dasar hukum putusan dan menilai alat-alat bukti yang dihadirkan Penggugat dan Tergugat dengan jernih dan mengambil putusan yang paling tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. Kini penahanan BTM justru dimanfaatkan oleh BTM dan pengacaranya, Eggi dan Khozinudin, untuk dijadikan alasan mencabut gugatan. Alasannya, sulit mengumpulkan bukti-bukti untuk dibawa ke persidangan karena BTM sedang dalam tahanan dan sulit ditemui. Alasan ini pun terkesan aneh juga. Pengacara yang bekerja secara profesional tentu telah mengumpulkan semua bukti yang membuatnya “haqqul yaqien” akan memenangkan gugatan sebelum mendaftarkan gugatan ke pengadilan. Mereka pasti tahu ketentuan hukum acara perdata: siapa mendalilkan harus membuktikan dalilnya. Bukan Jokowi dan para pengacaranya yang harus membuktikan ijazah Jokowi asli dan tidak palsu. BTM dan para pengacaranyalah yang harus membuktikan bahwa ijazah Jokowi mulai SD sampai UGM adalah palsu. Kalau bukti-bukti masih sulit dikumpulkan, dengan alasan apapun, termasuk yang punya akses terhadap data dan saksi hanyalah penggugat prinsipal, dalam hal ini adalah BTM, lazimnya seorang pengacara takkan berani mendaftarkan gugatan seperti itu ke pengadilan. Kalau masalah BTM ditahan dan tidak bisa hadir ke pengadilan, mestinya tidak masalah. Bukankah dia sudah menunjuk Eggi dan Khozinudin untuk mewakili dirinya?  Bahkan, penahanan BTM justru bisa “dimainkan” Eggi dan Khozinudin untuk membangun opini di luar sidang untuk memperoleh dukungan moril, opini dan politik terhadap gugatannya. Walaupun opini seperti itu tidak boleh mempengaruhi hakim dalam mengadili suatu perkara, tetapi secara tidak langsung opini seperti itu tetap penting. Jadi, saya juga bisa bertanya: apakah penahanan BTM hanya sebagai alasan untuk mencabut perkara, ataukah memang sedari awal para pengacaranya tahu bahwa bukti-bukti yang akan dihadirkan di sidang nantinya kurang meyakinkan? Jadi pada hemat saya, semestinya polisi tidak usah menahan BTM ketika dia sedang mengajukan gugatan “ijazah palsu Jokowi” ke pengadilan. Biarkan persidangan berlangsung dan kita nanti putusan pengadilan apakah ijazah Jokowi palsu atau tidak. Sebaliknya juga semestinya para pengacara BTM tidak mengemukakan alasan karena BTM ditahan sulit mengumpulkan bukti-bukti dan kemudian mencabut gugatan. Sebagai pengacara, mestinya mereka memberi advis kepada BTM agar meneruskan gugatan. Ibarat kata pepatah: berjalan harus sampai ke ujung, berlayar harus sampai ke tepi. BTM juga harus dengan ksatria menerima apapun putusan pengadilan nantinya, gugatannya dikabulkan atau ditolak dengan segala implikasinya. Begitu pula Jokowi. Hukum sesungguhnya adalah mekanisme untuk menyelesaikan konflik secara adil, damai dan bermartabat. Kita tidak perlu berkelahi di jalanan atau saling serang-menyerang di media sosial tanpa kesudahan. Bawa persoalan itu ke pengadilan dan biarkan hakim memberikan putusan yang adil. Beri dukungan kepada pengadilan untuk bersikap demikian, jangan ditekan-tekan apalagi diintimidasi.  Alangkah baiknya juga, jika Presiden Jokowi mengatakan kepada publik, misalnya: “Saya tahu ada yang menggugat saya ke pengadilan dan menuduh ijazah saya palsu. Saya telah menunjuk pengacara untuk mewakili saya di pengadilan. Sebagai Presiden, walaupun gugatan ini ditujukan kepada saya pribadi, saya mempersilahkan majelis hakim untuk memeriksa dan memutus gugatan ini berdasarkan hukum dan keadilan untuk akhirnya nanti memutuskan apakah ijazah saya asli atau tidak. Mari kita tunggu putusan pengadilan”. Jika ada ucapan Presiden Jokowi seperti itu, orang akan makin menghormati beliau dan menganggap beliau sebagai seorang negarawan sejati. Tapi sayang, BTM ditangkap dan dijebloskan dalam tahanan. Sayang pula, Eggi dan Khoizinudin mencabut gugatan yang telah memasuki persidangan itu. Akhirnya hukum tidak menjalankan fungsinya untuk memberi kata putus terhadap sebuah persolan yang dipertikaikan. Sementara kontroversi politik akan terus berlanjut tanpa tanda-tanda kapan akan berakhir… Bogor, 29 Oktober 2022

Penasihat Hukum: Arif Rachman Melaksanakan Perintah Sambo Sesuai Aturan Administrasi

Jakarta, FNN - Junaedi Saibih, penasihat hukum mantan Wakaden B Ropaminal Div Propam Polri AKBP Arif Rachman Arifin, menegaskan bahwa tindakan kliennya melaksanakan perintah atasan yakni eks Kadiv Propam Polri Irjen Pol. Ferdy Sambo sesuai dengan peraturan administrasi.   \"Tindakan terdakwa Arif Rachman Arifin yang mendapatkan perintah dari Kadiv Propam saksi Ferdy Sambo telah bersesuaian dengan peraturan administrasi, yaitu Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 7/2022,\" kata Junaedi saat membacakan nota keberatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat.Arif menyebut dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polisi (KEPP) dan Komisi Kode Etik Polisi (KKEP) disebutkan bahwa setiap pejabat Polri yang berkedudukan sebagai bawahan dilarang untuk melawan atau menentang atasan dan menyampaikan laporan yang tidak benar kepada atasan.\"Sekarang dia sudah melakukan itu semua, itu dianggap sebagai suatu kesalahan? Enggak bisa begitu cara menariknya. Nah, ini yang harusnya ditarik bahwa kalau itu ada dalam proses administrasi maka sanksinya pun administrasi,\" ujar Junaedi yang dijumpai usai sidang. Selain Perpol tersebut, Arif juga menjadikan Peraturan Kepala Kepolisian (Perkap) Nomor 6 Tahun 2017 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi pada Tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia dasar acuan tindakan Arif dalam memenuhi perintah Sambo.\"Pimpinan unit kerja di lingkungan Div Propam Polri wajib: ... e. Menjabarkan dan menindaklanjuti setiap kebijakan pimpinan,\" sebut Junaedi mengutip Perkap.Ia pun menyebut eksepsi yang diajukan pihaknya hari ini, ini tidak saja ditujukan untuk kliennya melainkan seluruh pejabat pemerintah pelaksana, baik itu aparatur sipil negara (ASN) maupun anggota Polri.Menurutnya, yang seharusnya diproses penyidikan ialah aparatur pemerintah penyelenggaranya atau pimpinannya dan bukan aparatur pemerintah pelaksana.\"Jadi jangan sampai ada lagi pejabat pemerintah pelaksana yang dikorbankan oleh pejabat pemerintah penyelenggara, karena dalam undang-undang pelayanan publik, pejabat pemerintah pelaksana itu enggak punya hak, dia cuma punya kewajiban. Kewajibannya apa? Tidak boleh menolak perintah,\" katanya.Dalam petitumnya, kuasa hukum Arif meminta majelis hakim yang diketuai Ahmad Suhel untuk membebaskan kliennya dari segala dakwaan, termasuk memulihkan harkat dan martabatnya, serta membebankan biaya perkara kepada negara.\"Melepaskan terdakwa Arif Rachman Arifin dari tahanan,\" kata Junaedi.Sebelumnya, Arif yang merupakan anak buah eks Karo Paminal Div Propam Polri Brigjen Hendra Kurniawan diperintahkan Sambo untuk menghapus salinan rekaman DVR CCTV di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.Sambo meminta agar rekaman yang memperlihatkan Brigadir J masih hidup ketika Sambo tiba di Komplek Polri Duren Tiga itu dihapus karena telah ditonton oleh beberapa orang, yakni Arif beserta Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKBP Ridwan Rhekynellson Soplangit.Perintah Sambo kepada Arif disampaikan dengan nada tinggi, disaksikan Brigjen Hendra Kurniawan pada 13 Juli. Arif kemudian menemui Chuck Putranto dan Baiquni Wibowo guna meneruskan perintah Sambo menghapus rekaman CCTV tersebut.\"Saksi Ferdy Sambo mengatakan, \'Berarti kalau ada bocor dari kalian berempat\'. Saksi Ferdy Sambo menjelaskan dengan wajah tegang dan marah,\" kata JPU saat membacakan dakwaan Arif berisi perintah Sambo di PN Jaksel pada Rabu (19/10).Pada 14 Juli, Baiquni menyampaikan kepada Arif telah menghapus salinan rekaman CCTV di laptop kemudian menyerahkan laptop tersebut untuk disimpan di mobil Arif. Keesokan harinya, Arif dengan sengaja mematahkan laptop tersebut dengan kedua tangannya menjadi beberapa bagian.\"Dengan demikian mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya atau tidak dapat berfungsi lagi, lalu masukkan ke \'papper bag\' atau kantong warna hijau,\" kata jaksa.JPU mendakwa Arif dengan Pasal 49 jo Pasal 33 subsider Pasal 48 Ayat (1) jo Pasal 32 Ayat (1) UU Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 233 subsider Pasal 221 Ayat (1) ke-2 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.(Sof/ANTARA)