HUKUM
Dikeroyok Jaksa, Alvin Lim Tantang Debat Jaksa Agung: Buktikan Kejagung Bukan Sarang Mafia
Jakarta, FNN – Pertama kalimya dalam 77 tahun sejarah Indonesia sejak Indonesia merdeka, Kejaksaan RI kebakaran jenggot dan Persatuan Jaksa Seluruh Indonesia menyerang seorang advokat yang mengkritik keras atas praktik korup oknum kejaksaan. Persatuan Jaksa Garut, DKI Jakarta, Kuningan, Riau, Lampung, Cianjur, dan banyak daerah lainnya secara serentak membuat laporan polisi ITE. Dimana kejaksaan keberatan dikritik sebagai sarang mafia hukum dari seorang advokat yang terkenal vokal. Advokat tersebut adalah Alvin Lim, seorang pengacara keturunan Tionghoa, tapi dengan semangat nasionalisme tinggi dan urat takut yang sudah hilang karena sudah dua kali menjadi korban kriminalisasi oknum. Berbeda dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang setelah masuk penjara, keluar membungkam, Alvin Lim keluar dari penjara semakin membara niat dan semangatnya melawan para oknum korup terutama oknum Aparat Penegak Hukum. Bukan tanpa taring, sebelumnya Alvin Lim membongkar dugaan mafia kasus di Kejagung yang melibatkan Chaerul Amir, seorang pejabat Kejaksaan bintang dua yang akhirnya dicopot oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin karena terbukti terlibat mafia kasus. Kini Alvin mendengungkan banyaknya oknum di Kejaksaan Agung, sehingga mengkritik kejaksaan agung sebagai sarang mafia. Tidak gentar dipolisikan ribuan jaksa seluruh Indonesia, Alvin Lim justru menantang balik Jaksa Agung. “Jika masih ada kejantanan dalam diri Jaksa Agung, saya menantang Jaksa Agung untuk berdebat di TV Nasional,” tegasnya di Jakarta, Ahad (25/9/2022) Jaksa Agung ST Burhanuddin harus membuktikan bahwa kejaksaan tempat para malaikat yang suci dan tidak tercela, tidak pernah korupsi dan bukan sarang mafia hukum. Alvin akan buktikan bahwa Kejaksaan Agung sarang mafia, pejabat Kejagung korup, dan patut dibersihkan. “Jika Alvin Lim kalah, selamanya Alvin Lim akan tutup mulut, tapi jika Alvin Lim menang, ia meminta Jaksa Agung punya keberanian meminta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia,” ujarnya. Alvin Lim menyoroti keterangan Jaksa di Garut yang menyatakan bahwa tindakan lapor serentak adalah atas perintah Pimpinan Kejaksaan. “Ini bukti arogansi kejaksaan terhadap kritik masyarakat dan merupakan bukti kemunduran di era Burhanuddin,” katanya “Di mana-mana kritik itu ditanggapi dengan klarifikasi. Namun kejaksaan bukannya menyanggah dan mengkoreksi dan meminta klarifikasi, malah memidanakan masyarakat yang mengkritik,” ungkapnya. “Apakah rakyat mau kejaksaan buang uang APBN untuk memenjarakan masyarakat yang kritik? Lucu, di mana ada kejaksaan yang tugasnya adalah pelayan masyarakat malah menyerang tuannya sendiri. Di sinilah ditunjukkan keangkuhan Kejaksaan Agung,” lanjutnya. Alvin Lim ingin masyarakat luas melihat dan menilai bagaimana di media Kejaksaan pamer pencitraan restorative justice dan penegakan hukum yang humanis tapi realitasnya, anti kritik dan tajam ke masyarakat. “Kita tunggu apakah masih ada kejantanan Jaksa Agung untuk menerima tantangan debat ini. Apakah pemimpin tertinggi Kejaksaan Agung punya keberanian membuktikan institusinya ataukah hanya seorang banci yang banyak bicara dan pencitraan? Jika takut, lebih baik mundur saja dari jabatan. Untuk apa oknum jenderal banci digaji masyarakat?” katanya. Masyarakat menilai kemunduran terjadi di Kejaksaan, karena sikap kejaksaan yang melawan masyarakat yang seharusnya dilayani. “Kami kecewa, institusi kejaksaan kerjanya malah pidanakan masyarakat yang memberikan kritik. Ibarat pepatah buruk muka, cermin dibelah. Bukan sikap negarawan,” pungkasnya. Persatuan Jaksa Garut melaporkan Alvin Lim, Jumat (22/9/2022). (mth/*)
Rapat Perdana Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat di Surabaya
Surabaya, FNN - Tim Penyelesaian Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) berat di masa lalu menggelar rapat perdana di Kota Surabaya, Jawa Timur, Minggu.Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menjelaskan, tim ini dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi yang Berat Masa Lalu.\"Nama timnya PPHAM. Bertugas menyelesaikan secara nonyudisial pelanggaran HAM berat di masa lalu sebagai perwujudan tanggung jawab moral, politik kebangsaan, guna mengakhiri luka bangsa demi terciptanya kerukunan berbangsa dan bernegara,\" kata Mahfud MD kepada wartawan usai memimpin rapat perdana tersebut.Menurut dia, latar belakang dibentuknya tim ini karena Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengalami kesulitan memproses perkara-perkaranya melalui mekanisme yudisial.Mahfud mengatakan, lembaga yang memiliki wewenang menentukan pelanggaran HAM berat hanya Komnas HAM, yaitu melalui proses penyelidikan dan keputusan sidang pleno.\"Komnas HAM menyatakan saat ini tersisa 13 pelanggaran HAM berat. Sebanyak sembilan kasus terjadi sebelum dibuat UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Selain itu, empat kasus terjadi setelah keluarnya UU Nomor 26 Tahun 2000,\" ujar dia.Mahfud mengatakan, terdapat beberapa kasus yang telah diajukan Komnas HAM melalui mekanisme yudisial. Dua di antaranya kejadian HAM berat yang terjadi sebelum diterbitkan UU Nomor 26 Tahun 2000, yaitu pascajajak pendapat di Timor Timur dan peristiwa Tanjung Priok.Satu lagi kejadian HAM berat yang sudah disidangkan ke pengadilan terjadi setelah diterbitkan UU Nomor 26 Tahun 2000, yaitu peristiwa Abepura.\"Terhadap sembilan kasus pelanggaran HAM yang terjadi sebelum diterbitkan UU Nomor 26 Tahun 2000 dan telah diselidiki Komnas HAM sampai sekarang masih menunggu proses pembentukan pengadilan HAM ad hoc. Sedangkan empat kasus yang terjadi setelah diterbitkan UU Nomor 26 Tahun 2000, masih sedang diproses untuk diselesaikan melalui Pengadilan HAM yang permanen,\" kata dia.Selain itu, lanjut dia, penyelesaian melalui mekanisme yudisial menggunakan UU Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Saat ini sedang dilakukan pengajuan rancangan UU KKR yang baru.\"Maka sambil menunggu UU KKR yang baru, dikeluarkan Kepres Nomor 17 Tahun 2022 tentang pembentukan tim penyelesaian non yudisial pelanggaran ham berat di masa lalu, atau disebut Tim PPHAM. Pembentukannya tidak ada kaitan dengan politik kekinian. Ini murni tugas negara yang berkesinambungan dan tetap harus kita lanjutkan siapa pun pemerintahnya. Karena upaya pembentukannya telah melalui serangkaian panjang yang dimulai sejak 2007,\" ujar dia.Masa kerja Tim PPHAM terhitung sejak diterbitkan Kepres Nomor 17 Tahun 2022 hingga terakhir 31 Desember 2022.Ketua Tim PPHAM Makarim Wibisono mengatakan, hasil rapat perdana di Surabaya akan mengawali tugasnya dengan mempelajari sebanyak 13 kasus pelanggaran berat HAM di masa lalu, sebagaimana telah ditetapkan Komnas HAM.\"Insya Allah dalam waktu dekat kami sudah mulai melakukan pengkajian-pengkajian dan bertemu muka dengan para korban dan tokoh-tokoh yang terlibat. Kita juga telah mengagendakan focus group discussion di beberapa tempat wilayah Tanah Air,\" kata Makarim. (Sof/ANTARA)
Terjadi Ledakan di Asrama Polisi Solo Baru, Jateng
Solo, FNN - Kepolisian sedang menyelidiki ledakan di Asrama Polisi Grogol Indah, Solo Baru, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, yang terjadi pada Minggu sekitar pukul 18.00 WIB.\"Benar ada suara ledakan di Aspol Solo Baru,\" kata Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol.Iqbal Aqudusy, saat dihubungi di Semarang, Minggu malam.Menurut dia, satu polisi bernama Bripka Dirgantara Pradipta dilaporkan terluka dalam kejadian tersebut.Dari laporan awal, kata dia, ledakan berasal dari sebuah paket dalam wadah kardus coklat.\"Korban sudah dilarikan ke rumah sakit yang selanjutnya dirujuk ke RS Moewardi Solo,\" katanya.Unit penjinak bom, lanjut dia, telah diterjunkan ke lokasi kejadian.Petugas masih menyelidiki lebih lanjut penyebab terjadinya ledakan tersebut. (Sof/ANTARA)
Lembaga Kepolisian Sudah Keruh dan Buruk oleh Kasus Sambo
Jakarta, FNN - Kasus kematian bukan hal yang kecil apalagi remeh. Oleh karena itu perlu dicermati dengan seksama. Aktivis sosial Irma Hutabarat menegaskan bahwa kematian Brigadir J adalah soal kemanusiaan. Pergerakan yang dia ambil bukan hanya karena satu suku batak dan marga Hutabarat, tetapi melainkan sebagai seorang Ibu yang turut serta merasakan kehilangan anak. \"Ketika mendengar tangisan, Ibu dari Brigadir J, hati saya juga ikut teriris,\" kata Irma Hutabarat. Dalam seminar \"Audit Satgasus Merah Putih Polri, Segera!\" yang dilaksanakan Rabu (21/9) di Hotel Sofyan, Tebet, Jakarta Selatan. \"Saya juga seorang Ibu, memiliki anak laki-laki, bahkan saya melarang anak bungsu bernama Gibran Mikhail untuk tidak masuk kedalam lingkar kebejatan (kepolisian),\" tambahnya. Dalam hal ini, Irma beranggapan bahwa kasus Sambo terus menggurita. Satu kelembagaan Kepolisian sudah keruh dan buruk dengan nama Sambo. \"Nak, lebih baik kamu ke TNI (Tentara Nasional Indonesia) Angkatan Darat, Laut, ataupun Udara,\" tegas Irma. Dalam penutupnya, Irma mengharapkan kasus hilangnya nyawa ini harus ditangani dengan sigap dan cepat, dan kemungkinan bisa juga terungkapnya kasus-kasus lain (KM 50) yang memungkinkan memiliki kesamaan. (Ind)
Sebanyak 176 Kendaraan Listrik Disiapkan Polri untuk Mengamankan KTT G20
Jakarta, FNN - Polri menyiapkan 176 kendaraan listrik yang terdiri atas 88 mobil listrik dan 88 motor listrik untuk mengamankan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 guna mengakselerasi penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai.“Kita mulai dari pelaksanaan pengamanan di KTT G20, sebanyak 88 mobil listrik sudah disiapkan,” kata Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo dalam kegiatan \"Launching\" ETLE Tahap III bertepatan dengan Hari Lalu Lintas Bhayangkara Ke-67, di Korlantas Polri, Jakarta Selatan, Kamis.Penggunaan mobil listrik dalam pengamanan KTT G20 selaras dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (\"Battery Electric Vehicle\") Sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. “Tentunya kita perlahan-lahan, secara bertahap sesuai dengan arahan pemerintah untuk mulai bergeser dari kendaraan fosil ke mobil listrik,” ucap Listyo.Oleh karena itu, Kapolri mengingatkan kepada jajarannya untuk memastikan persiapan yang maksimal, termasuk pemeriksaan baterai dalam pelaksanaan pengamanan di KTT G20. “Silakan dicek betul sehingga pada saatnya betul-betul bisa beroperasi dengan baik karena memang perlu pelatihan khusus. Yang utama, diperhatikan baterainya. Lalu mobil fosil mungkin setiap SPBU kita bisa mampir, tapi kalau mobil listrik harus betul-betul dihitung. Ini tolong betul-betul dikontrol,” kata Listyo.Adapun sejumlah instruksi khusus untuk Kapolri dari Presiden Jokowi, yakni memprioritaskan secara bertahap penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, melakukan perumusan, penetapan regulasi, dan alokasi anggaran.Kemudian terdapat instruksi untuk mewujudkan program pelaksanaan konversi kendaraan dinas operasional dan/atau perorangan dinas Polri, serta memberikan pelayanan skala prioritas proses registrasi, identifikasi, dan perubahan STNK, TNKB, dan BPKB hasil konversi kendaraan bermotor bakar menjadi kendaraan bermotor listrik berbasis baterai.(Sof/ANTARA)
KPK Sedih Harus Menangkap Hakim Agung
Jakarta, FNN - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan sedih harus menangkap hakim agung atas dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung. \"KPK bersedih harus menangkap hakim agung. Kasus korupsi di lembaga peradilan ini sangat menyedihkan,\" kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.KPK mengharapkan penangkapan tersebut menjadi yang terakhir terhadap insan hukum. \"KPK sangat prihatin dan berharap ini penangkapan terakhir terhadap insan hukum. Mengingat artinya dunia peradilan dan hukum kita yang semestinya berdasar bukti, tetapi masih tercemari uang. Para penegak hukum yang diharapkan menjadi pilar keadilan bagi bangsa, ternyata menjualnya dengan uang,\" ujar Ghufron.Padahal, kata Ghufron, KPK sebelumnya juga telah memberikan penguatan integritas di lingkungan Mahkamah Agung, baik kepada hakim dan pejabat strukturalnya. \"Harapannya tidak ada lagi korupsi di MA. KPK berharap ada pembenahan yang mendasar, jangan hanya \'kucing-kucingan\'. Berhenti sejenak ketika ada penangkapan, namun kembali kambuh setelah agak lama,\" tambah Ghufron.KPK sebelumnya telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap beberapa pihak atas dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung pada Rabu (21/9) malam. \"Pihak-pihak dimaksud saat ini sudah diamankan dan dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dimintai keterangan dan klarifikasi,\" ucap Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.Selain itu, KPK turut mengamankan barang bukti sejumlah uang dalam pecahan mata uang asing dari OTT tersebut yang hingga saat ini masih dikonfirmasi kepada para pihak yang ditangkap.Sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), KPK memiliki waktu 1 x 24 jam untuk menentukan status dari pihak-pihak yang telah ditangkap itu. (Sof/ANTARA)
Audit Satgasus Merah Putih Polri, Segera!
Oleh Marwan Batubara | TP3-UI Watch KASUS pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat (9/7/2022) telah terungkap lebih dari dua bulan. Namun hasil penyelidikan tak kunjung tuntas untuk segera disidik Kejaksaan Agung. Tampaknya perkara seksual terus digiring untuk dijadikan sebagai motif pembunuhan, dan terus dipaksakan untuk diterima publik. Padahal selama proses penyelidikan berlangsung, terungkap pula berbagai dugaan kasus kejahatan sistemik skala besar modus mafia, yang sangat tidak layak dilakukan aparat kepolisian sebagai dan pencegah dan pembrantas kejahatan. Aparat Satgasus bertindak sebaliknya: membunuh rakyat dengan sadis dan terlibat pula dalam berbagai dugaan kasus kriminal sistemik modus mafia, yang antara lain adalah sbb: 1. Operasi sebar dana puluhan miliar Rp oleh Sambo kepada sejumlah oknum pejabat negara dan lembaga/komisi negara, untuk merekayasa skanario palsu dan menutup kasus sebenarnya, yang dapat dikategorikan sebagai suap/gratifiksasi (17/8). IPW menyampaikan bahwa guyuran dana Sambo juga mengalir ke DPR (18/8); 2. Ibarat praktek gank mafia, “pendukung” Sambo di tubuh Polri masih terus melakukan perlawanan baik untuk “menolong” Sambo dan juga mengamankan berbagai kepentingan, termasuk tentang Dana BESAR. Terjadi perang kepentingan di tubuh Polri (3/9); 3. Komisioner Kompolnas membenarkan penemuan Rp 900 miliar di rumah Sambo. Kadiv Humas Polri membantah adanya bungker di rumah Sambo. Namun Polri tidak membatah temuan sejumlah besar uang dalam penggeledahan rumah Sambo (30/8); 3. Menurut Pengacara Keluarga Yosua, Kamarudin Simanjuntak, ada aliran dana Rp 800 miliar - Rp 1 triliun per bulan antara Sambo dan ajudan. Dana tersebut bisa saja mengalir hingga jauh ke oknum-oknum lembaga negara, yang dapat tersandera mafia Sambo (15/8); 4. Konsorsium 303 yang dipimpin Ferdy Sambo diduga kuat sebagai pelindung bandar judi. Kode angka 303 merujuk pasal 303 KUHP tentang tindak pidana perjudian (29/8); 5. PPATK mendeteksi dana Rp155 Triliun dari judi online mengalir ke sejumlah kalangan, mulai dari polisi, ibu rumah tangga, hingga PNS (13/9); 6.Dengan besarnya dana yang dikompilasi, terpantau adanya jejak Sambo yang mendukung seorang politisi tertentu (belakangan sedikit “redup”) untuk menjadi Capres 2024 (20/9); 7. Adanya hubungan antara Sambo, dana judi online sebesar Rp155 triliun milik Konsorsium 303, dengan pengusaha RBT dan Yoga Susilo dalam kaitan pemberian dukungan kepada Capres 2024 tertentu (20/9); 7. Diduga ada gratifikasi penggunaan privat jet milik pengusaha RBT oleh Brigjen Pol. Hendra Kurniawan dkk., dalam perjalanan ke Jambi (11/7) menemui keluaga Yosua (19/9). Karena yang terlibat dugaan pembunuhan sadis Yosua dan berbagai kasus lain yang terungkap di atas, serta adanya jajaran perwira tinggi terlibat merekayasa skenario palsu, dan bahkan hingga melibatkan lembaga-lembaga dan sejumlah komisi negara, maka kejahatan seputar kasus Sambo dapat dikatakan sebagai ultimate crime against humanity and the nation. Kasus Sambo yang melibatkan Satgasus dapat dikatakan sebagai kejahatan puncak terhadap kemanusiaan dan negara. Maka penuntasan kasus-kasusnya pun bukan sekedar basa-basi dan retorika! Apalagi yang menyelidiki hanyalah diri/lembaga sendiri, meskipun disebut Timsus Polri. Presiden sudah empat kali meminta agar kasus pembunuhan Yosua diusut tuntas. Kata Jokowi: \"Sejak awal saya sampaikan, usut tuntas, jangan ragu-ragu, jangan ada yang ditutup-tutupi, ungkap kebenaran apa adanya\" (9/8/). Namun kita belum pernah mendengar sikap Presiden khusus terkait penuntasan dugaan kasus kriminal sistemik berkategori mafia, yang dilajukan Satgasus, yang meliputi peredaran narkoba, perlindungan perjudian on dan offline, perizinan tambang, dan lain-lain, yang secara keseluruhan bernilai puluhan hingga ratusan triliun Rp. Padahal kejahatan-kejahatan ini jenis dan dampaknya kepada negara dan rakyat jauh lebih besar dibanding kasus pembunuhan. Jenis, skala dan level kejahatan Konsorsium 303 dan Satgasus jelas lebih tinggi, besar dan berat, terutama karena menyangkut dana ratusan triliun Rp yang didapat dari cara HARAM, bebas kewajiban PAJAK dan dikontrol pula oleh lembaga berkategori MAFIA yang bernama Satgasus Polri. Apalagi tampaknya dana tersebut sedang dipersiapkan untuk mendukung politisi dan pejabat tertentu memenangkan Pilpres 2024. Maka, jangan-jangan pemenang Pilres 2024 adalah pasangan calon dukungan Konsorsium 303, Satgasus dan oknum-oknumpenguasa yang berkuasa saat ini. Nama paslon tersebut sempat beredar luas di sosial media, seperti disinggung di atas. Karena itu, sangat wajar jika rakyat menuntut agar Presiden Jokowi mengambil posisi terdepan untuk mengusut kejahatan berkategori MAFIA yang dilakukan Satgasus. Tak cukup bagi Jokowi hanya berbasa-basi dan retorika memerintahkan pengusutan tuntas kasus Yosua. Memang Presiden Jokowi sudah mengeluarkan perintah tersebut sebanyak empat kali. Jika penyelidikan kasus Yosua tak kunjung selesai dan digiring pula menjadi kasus minimalis sebagai perkara seksual, maka rakyat bisa mengartikan Presiden telah dilecehkan bawahan, yakni Timsus/Polri. Namun rakyat bisa pula mengartikan bahwa Presiden hanya beretorika. Persepsi spekulatif rakyat ini antara lain bisa saja disebabkan karena penyelesaian kasus hanya dilakukan Polri, pembiaran penanganan yang berlarut-larut, hukuman tak tegas kepada aparat pelaku obstruction of justice, terlibat dalam pembentukan Satgasus, dll. Bahkan muncul pula spekulasi bahwa sikap tak tegas Presiden Jokowi disebabkan karena “mendapat manfaat dari keberadaan Satgasus”. Spekulasi yang berkembang di masyarakat bisa sangat beragam dan sarat kecurigaan. Hal tersebut bisa pula menjadi keyakinan rakyat. Spekulasi ini lumrah terjadi karena faktanya penanganan kasus Yosua sangat tidak optimal. Bahkan kasus-kasus Satgasus malah coba diredam dan disembunyikan. Apa pun itu, kita menuntut Presiden Jokowi untuk bersikap jelas dan tegas, terutama atas kejahatan sistemik berkategori mafia yang dilakukan Satgasus. Hal ini juga untuk memperjelas bahwa Presiden Jokowi tidak terlibat kasus-kasus kejahatan Satgasus. Maka, Pak Jokowi, terbitkanlah perintah agar Satgasus Polri diaudit secara menyeluruh oleh Auditor Independen. Terungkap adanya dana yang diduga mengalir ke DPR. Karena itu, DPR perlu mengklarifikasi dan sekaligus mengkonter isu tersebut dengan meminta Auditor Independen untuk segera mengaudit Satgasus. Dengan lingkup dan skala kejahatan sistemik kategori mafia oleh Satgasus Polri, termasuk Konsorsium 303, maka tidak benar dan sangat absurd, sarat rekayasa dan dapat dikategorikan sebagai kejahatan pula oleh penyelenggara negara yang berkuasa saat ini, jika penyelesaiannya hanya sebatas proses hukum atas pembunuhan Brigadir Yosua. Apalagi, sejauh ini, yang melakukan penyelidikan adalah Polri sendiri, dan motifnya pun telah diarahkan hanya karena masalah seksual. Indonesia bisa hancur![]
Belum Ada Rencana Gelar Perkara Kasus Formula E
Jakarta, FNN - Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, membantah, pernyataan yang menyebutkan lembaganya akan gelar perkara kasus dugaan korupsi penyelenggaraan Formula E di DKI Jakarta melainkan masih pada tahap penyelidikan.\"Belum ada rencana ekspose,\" kata dia, dalam keterangannya pada Kamis. Ia mengatakan pengusutan kasus dugaan korupsi Formula E saat ini masih tahap penyelidikan. \"Iya benar masih penyelidikan,\" ucap dia.Sebelumnya, KPK juga telah membantah Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, ditetapkan sebagai tersangka kasus itu. \"Saya sampaikan di sini tidak benar,\" kata dia, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (14/9) menjawab pertanyaan soal isu Anies disebut sebagai tersangka kasus Formula E.Baswedan memenuhi panggilan tim penyelidik KPK pada Rabu (7/9) untuk dimintai keterangan terkait dengan penyelenggaraan Formula E yang telah digelar pada Juni 2022 lalu.\"Tadi kami diminta untuk memberikan bantuan keterangan dan sudah disampaikan. Insya Allah dengan keterangan yang tadi kami sampaikan akan bisa membuat menjadi terang sehingga isu yang sedang di dalami akan bisa menjadi terang benderang dan memudahkan dalam KPK menjalankan tugas,\" kata dia, saat itu.Ia enggan merinci lebih lanjut apa yang telah diklarifikasi oleh penyelidik KPK. Ia hanya menyampaikan senang kembali dapat membantu KPK. \"Saya ingin sampaikan senang sekali bisa kembali membantu KPK dalam menjalankan tugasnya. Kami selalu berusaha untuk bisa membantu KPK bahkan sebelum ketika bertugas di pemerintahan. Ketika kami bertugas di kampus kami menjadikan mata kuliah anti korupsi menjadi mata kuliah wajib dan satu-satunya kampus yang menjadikan itu mata kuliah wajib,\" tuturnya.Saat bertugas di Pemprov DKI Jakarta pun, kata dia, pihaknya juga telah membentuk komisi pencegahan korupsi ibu kota untuk membantu dalam pencegahan korupsi.KPK pun menghargai kehadiran gubernur DKI Jakarta itu. \"Hari ini, benar yang bersangkutan sudah hadir. Kami tentu hargai atas kehadirannya di Gedung Merah Putih KPK memenuhi undangan tim penyelidik dalam rangka permintaan keterangan dan klarifikasi dimaksud,\" kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri.Namun, KPK tidak dapat menyampaikan materi permintaan keterangan kepada Baswedan itu karena masih dalam tahap penyelidikan. (Ida/ANTARA)
Sejumlah Isu Stratagis Menjadi Sorotan Rakernas BEM SI di Bali
Denpasar, FNN - Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) ke-15 di Bali menyoroti sejumlah isu strategis, seperti kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu, dan kebebasan sipil.Koordinator Pusat BEM SI Bidang Kerakyatan Abdul Holic di Denpasar, Bali, Kamis mengatakan, Rakernas BEM SI kali ini menyoroti kebijakan pemerintah yang mencabut subsidi BBM di tengah pandemi COVID-19 yang masih terjadi.Padahal, lanjut dia, pemerintah bisa menghentikan sementara pembangunan megaproyek Ibu Kota Negara (IKN), kereta cepat dan ratusan Proyek Strategis Nasional (PSN) karena proyek-proyek tersebut menelan biaya ribuan triliun rupiah dari negara.\"Proyek-proyek tersebut sebenarnya bisa diberhentikan ketimbang menaikkan harga BBM bersubsidi yang berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat,\" kata Abdul Holic.Selain itu, kata dia, Rakernas BEM SI juga menyoroti kemunduran penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan penerapan demokrasi karena kebebasan masyarakat terus dikungkung, suara-suara kritis dibungkam dan ruang sipil dipersempit dengan legitimasi produk-produk hukum seperti RKUHP dan UU ITE yang isinya mengekang kebebasan sipil.BEM SI juga menyayangkan sikap pemerintah yang belum menuntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu karena sejumlah pelakunya masih mendapat tempat dan berpolitik praktis.Oleh karena itu, kata dia, mahasiswa dalam Rakernas BEM SI sepakat akan menggelar aksi unjuk rasa di sejumlah wilayah Indonesia pada 30 September nanti. \"Setidaknya untuk sementara total anggota BEM SI yang baru tervalidasi berjumlah 265 kampus akan menggelar aksi serentak turun ke jalan menggelar aksi demonstrasi. Ada 12 wilayah yang kita jadikan tempat aksi,\" ujarnya.Seruan aksi tersebut, kata dia, merupakan hasil kesepakatan bersama BEM SI sebagai wujud kekecewaan mahasiswa terhadap respon yang diberikan oleh pemerintah dalam aksi mahasiswa di sejumlah wilayah. \"Dari setiap wilayah sebetulnya sudah bergerak, tetapi tidak kunjung ada respon untuk memberikan jawaban ataupun kepastian. Makanya, akan ada ribuan mahasiswa yang turun,\" kata Abdul Holic.Dia pun mengajak elemen sipil lainnya yang ada di Jakarta untuk melakukan aksi serupa pada 30 September 2022 dan menjadikan hasil Rakernas BEM SI di Bali sebagai tuntutan kepada pemerintah.\"Sebagai pembuka isu yang pasti isu BBM, kenaikan harga. Begitu pun isu RKUHP, penyelesaian HAM masa lalu, termasuk isu korupsi, konflik agraria dan macam-macam hal lainnya tentu jadi pemantik. Maka hari ini Rakernas kita membawa isu kolektif itu yang kita angkat bersama di wilayah maupun di tingkat nasional,\" tutur Abdul Holic.Dia berharap dengan adanya aksi unjuk rasa tersebut, maka berbagai isu dan pelanggaran HAM di Indonesia dapat segera diselesaikan oleh pemerintah. (Ida/ANATARA)
Terkait Kasus Brigadir J, AKP Idham Fadilah Diberi Sanksi Demosi Satu Tahun
Jakarta, FNN - Pimpinan Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) menjatuhkan sanksi mutasi bersifat demosi selama satu tahun kepada AKP Idham Fadilah, mantan Panit II Unit III Den A Ropaminal Divpropram Polri, karena tidak profesional menjalani tugas dalam penanganan kasus Brigadir J.“Sidang KKEP memutuskan saksi administratif berupa mutasi yang bersifat demosi selama satu tahun sejak dimutasi ke Yanma Polri,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Pol. Nurul Azizah di Jakarta, Kamis.Selain sanksi demosi, Sidang KKEP juga memutuskan pelanggaran yang dilakukan AKP Idham Fadilah sebagai perbuatan tercela. Ia diwajibkan untuk meminta maaf secara lisan di hadapan Sidang KKEP dan atau secara tertulis kepada pimpinan Polri dan pihak yang dirugikan.“Kemudian kewajiban pelanggar untuk mengikuti pembinaan mental kepribadian, kewajiban, keagamaan dan pengetahuan profesi selama satu bulan,” kata Nurul.Hasil putusan sidang AKP Idham Fadilah disampaikan sehari setelah sidang etiknya digelar pada Rabu (21/9) kemarin. Sidang etik berlangsung selama enam jam dipimpin oleh Kombes Pol. Rachmat Pamudji, Kombes Pol Satius Ginting, dan Kombes Pol Pitra Andreas Ratulangi.Total ada lima saksi yang dihadirkan dalam sidang etik tersebut, yaitu Kombes Pol Agus Nur Patria, Iptu Hardista Pramana Tampubolon, Iptu Januar Arifin, Briptu Sigid Mukti Hanggono dan satunya berinisial Aiptu SA.Pimpinan Sidang KKEP memutuskan AKP Idham Fadilah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf c, Pasal 6 ayat (2) huruf b Peraturan Polisi (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri. Wujud perbuatannya adalah tidak profesional dalam melaksanakan tugas. “Atas putusan tersebut pelanggar dinyatakan tidak banding,” kata Nurul.Sidang etik kembali berlanjut siang ini pukul 13.00 WIB, Komisi Kode Etik Polri menyidangkan Iptu Hardista Pramana Tampubolon, mantan Panit I Unit 1 Den A Ropaminal Divpropam Polri.Nurul mengatakan ada enam sanksi yang dihadirkan di persidangan, yakni inisial Kombes Pol. AMP, AKP IF, Iptu CA, Iptu SMH, Aiptu SA dan Aipda RJ.“Adapun wujud perbuatannya adalah ketidakprofesionalan di dalam melaksanakan tugas. Dan pasal-pasal yang disangkakan yaitu Pasal 5 ayat (1) huruf c, Pasal 6 ayat (2) huruf b Perpol Nomor 7 Tahun 2022,” kata Nurul.Seperti sidang sebelumnya, putusan sidang terhadap Iptu Hardista Pramana Tampubolon bakal disampaikan keesokan harinya, Jumat (23/9).Hingga hari ini total sudah 15 anggota Polri yang disidang etik karena tidak profesional dalam menjalankan tugas penanganan kasus Brigadir J.Mereka yang telah disidang etik, yakni Ferdy Sambo, Kompol Chuck Putranto, Kompol Baiquni Wibowo, Kombes Pol. Agus Nur Patria, AKBP Jerry Raymond Siagian. Kelimanya dijatuhi sanksi pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH).Kemudian, AKP Dyah Chandrawathi, Bharada Sadam, Briptu Firman Dwi Ardiyanto, Briptu Sigid Mukti Hanggono, AKP Idham Fadilah. Kelimanya dijatuhi sanksi mutasi bersifat demosi selama satu tahun.Lalu, Brigadir Frillyan Fitri Rosadi, Iptu Januar Arifin, dijatuhi sanksi demosi selama dua tahun. Selanjutnya, AKBP Pujiyarto dijatuhi sanksi meminta maaf kepada pimpinan sidang KKEP dan pimpinan Polri.Satu pelanggar atas nama Ipda Arsyad Daiva Gunawan, putusan sidang ditunda pada Senin (26/9) mendatang karena salah satu saksi atas nama AKBP Arif Rahman Arifin mengalami sakit sehingga tidak bisa dimintai keterangan. (Ida/ANTARA)