HUKUM

Edy Mulyadi Keluar Dari Tahanan

Jakarta, FNN - Wartawan senior FNN (Forum News Network), Edy Mulyadi benar-benar menghirup udara bebas sesuai dengan perintah majelis hakim yang menjatuhkan vonis 7 bulan 15 hari kepadanya. Senin, 12 September 2022 malam sekitar pukul 21.30, ia meninggalkan rumah tahanan (Rutan) Salemba dengan dijemput oleh tim pengacaranya, antara lain Ahmad Yani, Herman Kadir dan Sari. Sebagaimana diketahui, selain vonis yang dijatuhkan itu, majelis hakim yang dipimpin Adeng Abdul Kadir juga memerintahkan agar jaksa penuntut umum (JPU) segera membebaskan Edy yang menjadi terdakwa dalam kasus \'Jin buang anak.\'  Koordinator pengacara Edy, Herman Kadir tidak berapa lama setelah majelis hakim menjatuhkan vonis mengatakan, Edy segera keluar. Dia bersama timnya berangkat ke Bareskrim atau Badan Reserse Kriminal Polri, menjemput Edy setelah menyelesaikan administrasi vonis itu. Sekitar pukul 17.00 tim pengacara tiba di Bareskrim. Setelah memakan waktu empat jam lebih, Edy keluar. Ia menjalani tahanan di rutan Salemba dan dititipkan di rutan Bareskrim, di Jln Tarunojoyo (kawasan Blok M), Jakarta Selatan.  \"Alhamdullah Edy sudah keluar. Tidak ada hambatan dalam proses keluarnya Edy. Menjadi lama, itu biasa karena harus melewati prosedur administrasi,\" kata Juju Poerwantoro, salah seorang pengacara Edy saat dihubungi FNN semalam. Sebagaimana diketahui, Senin, 12 September 2022 siang, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, memvonis Edy Mulyadi 7 bulan 15 hari dan memerintahkan supaya segera dibebaskan. Vonis tersebut jauh dari tuntutan JPU empat tahun penjara.  Edy menjadi tersangka dan ditahan sejak 31 Januari 2022. (Anw).

Terkesan Dilindungi, Saat Ini Putri Sambo Diduga Ikut Tembak Brigadir Yoshua

Jakarta, FNN – Kasus pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat terus memunculkan kejutan-kejutan baru. Salah satunya yang menjadi isu paling panas, Putri Candrawathi diduga ikut menembak Brigadir Yoshua hingga tewas. Dari hasil autopsi, Brigadir Yoshua ditembak lebih dari satu peluru yang kemungkinan dilakukan orang lain selain Ferdy Sambo dan Bharada E. Dugaan ini disampaikan Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam sebuah perbincangan dengan Rosiana Silalahi pada Kamis, Kamis (8/9/22) malam. “FS mengatakan, dia bilang hanya memerintah dan tak menembak. Tapi kami menemukan bukti-bukti dari autopsi maupun autopsi ulang, dan maupun uji balistik, bahwa jenis peluru yang ditembakkan ke Brigadir Yoshua bukan satu jenis. Karena itu, tidak mungkin dari satu senjata api, tapi pasti lebih dari satu senjata,” kata Taufan. Dengan begitu kata Taufan ia berharap penyidik mendalami lebih jauh dan menemukan alat bukti yang bisa diyakini semua pihak. “Tetapi sekali lagi, saya ingin penyidik juga harus mendalami kemungkinan ada pihak ketiga yang melakukan penembakan itu. Kuat dugaan iya, tapi saya belum bisa memastikan siapa ya. Pasti salah satu diantara yang ada di situ. Termasuk Ibu Putri dan bisa juga Kuwat,\" katanya. Menanggapi hal ini, wartawan senior FNN Hersubeno Arief mengatakan spekulasi ini semakin membuat mengejutkan. “Ini sangat menarik dan mengejutkan ya, jika hal itu dapat dibuktikan, maka skenario baru yang tengah dikembangkan oleh kubu FS bakal berantakan, dan kemudian posisi PC sebagai salah satu pelaku yang terkesan sangat dilindungi ini akan berubah total karena desakan publik semakin menguat,” kata Hersubeno dalam kanal YouTube Pribadinya Hersubeno Point, Minggu (11/9/22). Dalam keterangannya, Bharada E mengaku diperintah untuk menembak Brigadir Yoshua pertama kali, kemudian diakhiri dengan tembakan Ferdy Sambo. Namun di sisi lain, Bripka Ricky Rizal baru-baru ini mengaku bahwa ia menolak menerima perintah menembak Brigadir Yoshua dan menyebut tidak mengetahui apakah Ferdy Sambo ikut menembak atau tidak. Bripka RR mengaku sedang menjawab handie talky dari ajudan yang menanyakan ada apa di dalam. Bripka RR juga mengatakan ia tidak bisa memastikan apakah Ferdy Sambo ikut menembak karena ia berada di belakang Bharada E. “Tolong dicatat ya, mereka ini tidak melihat, bukan membantah FS menembak,” tegas Hersubeno. Lebih lanjut, dengan munculnya spekulasi keterlibatan Putri Candrawathi yang diduga ikut menembak Brigadir Yoshua, menurut Hersubeno hal ini justru menambah kebingungan publik. “Kita tunggu saja kejutan berikutnya, saat ini kuncinya berada di Bharada E, karena kalau kita review ke belakang, kasus ini menjadi terkuak dari pengakuan Bharada E,” pungkasnya. (Lia)

Kasus Edy Jin Buang Anak Bebas, Inilah Pasal-Pasal yang Menjeratnya

Jakarta, FNN – Sidang putusan Edy Mulyadi (EM) perkara istilah \"Tempat Jin Buang Anak\" digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin (12/09/22). Ketua Majelis Hakim menjatuhkan pidana masa penahanan selama 7 bulan 15 hari, yang berarti terdakwa dapat segera dibebaskan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Edy Mulyadi dengan dakwaan pertama primair, dakwaan pertama subsidair atau dakwaan pertama lebih subsidair. Sebelumnya, terdakwa dituntut 4 tahun penjara dengan dakwaan utama menyebarkan berita bohong dan menerbitkan keonaran. Dalam vonis yang dibacakan Majelis Hakim, dakwaan pertama primair tidak terbukti dengan tidak terpenuhinya unsur kedua berupa menyiarkan berita bohong yang diatur berdasarkan Pasal 14 ayat 1 UU RI No. 1 Tahun 1946. \"Menimbang bahwa oleh salah satu unsur dalam dakwaan pertama primair, yaitu unsur kedua menyiarkan berita bohong atau pemberitahuan bohong tidak terpenuhi dan terbukti, maka Majelis Hakim tanpa mempertimbangkan unsur berikutnya, maka dakwaan pertama primair ini harus dinyatakan tidak terbukti,\" ujar Adeng Abdul Qohar, selaku pemimpin sidang. Selain itu, hakim juga menyatakan dakwaan pertama subsidair berdasarkan Pasal 14 ayat (2) UU RI No. 1 Tahun 1946 tidak memenuhi unsur yang menimbulkan keonaran di kalangan rakyat. \"Menimbang berdasarkan pernyataan tersebut di atas, maka unsur menyampaikan suatu pemberitahuan yang dapat menimbulkan keonaran di kalangan rakyat ini tidak terpenuhi dan terbukti oleh perbuatan terdakwa,\" kata hakim ketua. Pada dakwaan pertama lebih subsidair yang diatur dalam Pasal 15 UU RI No. 1 Tahun 1946, Majelis Hakim menjelaskan bahwa kabar yang disampaikan terdakwa mengenai IKN merupakan berita yang tidak lengkap dikarenakan tidak ada klarifikasi informasi kajian Walhi dengan pihak terkait. \"Terdakwa seharusnya mengerti atau setidak-tidaknya patut menduga bahwa kabar yang demikian itu, yaitu kabar yang terdakwa sampaikan dalam rangka mengkritisi RUU IKN merupakan berita yang tidak lengkap karena terdakwa tidak melakukan klarifikasi kepada pihak-pihak terkait tentang informasi yang diperoleh dari kajian Walhi tentang IKN,\" ujar Adeng. \"Maka menurut pendapat Majelis Hakim, unsur menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berlebihan, atau kabar yang tidak lengkap telah terpenuhi. Sehingga unsur kedua inipun telah terbukti,\" tambahnya. Edy divonis melanggar Pasal 15 UU RI No. 1 1946 dakwaan pertama lebih subsidair. Sebelumnya, JPU sempat menghadirkan 22 saksi dan 7 ahli di persidangan. Sedangkan pihak terdakwa menghadirkan 4 saksi dan 4 ahli yang meringankan. Wartawan senior FNN tersebut telah ditahan sejak penangkapannya pada 31 Januari 2022 dan ditempatkan di rumah tahanan sementara. Dengan vonis 7 bulan 15 hari yang ditetapkan oleh Majelis Hakim, Edy sudah dinyatakan bebas dan dapat segera meninggalkan tahanan. (oct)

Usai Hakim Ketok Palu, Edy Mulyadi Menghirup Udara Bebas

Jakarta, FNN - Edy Mulyadi yang menjadi terdakwa dalam kasus Jin buang anak, divonis 7 bulan 15 hari. Majelis hakim juga memerintahkan supaya jaksa segera membebaskannya dari tahanan. Vonis tersebut dijatuhkan majelis hakim yang dipimpin Adeng Abdul Qohar dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 12 September 2022. Selain vonis itu, hakim memerintahkan agar Edy segera dikeluarkan dari tahanan. Dengan vonis tersebut, wartawan senior FNN  (Forum News Network) ini segera menghirup udara bebas atau bebas dari tahanan. Dalam kasus tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Edy empat tahun penjara. Namun, majelis hakim dalam amar putusannya antara lain menyebutkan, Edy tidak terbukti bersalah sebagaimana dakwaan primer dan subsider. Hakim mengatakan terdakwa terbukti bersalah menyampaikan kabar tidak pasti. \"Mengadili, menyatakan terdakwa Edy Mulyadi  terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perbuatan menyiarkan kabar yang tidak pasti atau tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut menduga kabar demikian dapat menimbulkan keonaran di masyarakat,\" kata Adeng ketika membacakan amar putusan tersebut. Putusan itu berdasarkan Pasal 15 Undang-undang (UU) No. 1 tahun 1946,  Vonis terhadap Edy tersebut mendapatkan protes dari pengunjung yang mengaku dari Dewan Adat Dayak. Mereka yang memenuhi ruang Muhammad Hatta Ali, PN Jakpus - tempat Edy menjalani sidang - sejak pagi, memprotes vonis tersebut, karena dianggap terlalu ringan, jauh dari tuntutan jaksa.  Karena menimbulkan kegaduhan, petugas keamanan pun turun menghalau mereka supaya keluar dari ruangan. Akhirnya, mereka keluar dan tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. (Rach)

Ulama dan Praktisi Hukum Jatim Hadiri Sidang Putusan Edy Mulyadi Hari Ini

Jakarta, FNN - Sejumlah ulama dan habieb dipimpin Gus Yasien selaku praktisi hukum dari Jawa Timur, hari ini akan hadir dalam persidangan wartawan senior FNN, Edy Mulyadi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Putusan hakim atas kasus \"Jin Buang Anak\" ini akan disampaikan pada hari ini setelah pekan sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut 4 tahun penjara bagi Edy Mulyadi. Gus Yasien dan 400 ulama dan habieb tiba di Jakarta dari Surabaya, Sabtu,10 September 2022 dan sudah bertemu Imam Besar HRS dalam rangka silaturahim di markaz syariah Petamburan Jakarta. Menurut Gus Yasien, semula rombongan diundang DPR RI untuk membahas masalah Islamophobia sekaligus membahas perpolitikan negeri ini. \"Pertemuan seharusnya besok,tapi tiba-tiba dibatalkan,\" ujae Gus Yasien kepada Rafly Harun saat podcast live streeming semalam. Agenda Gus Yasien akhirnya berubah dari gedung DPR RI menuju sidang EM. Kasus ini dianggap, jin marah karena EM menghina golongan mereka.Sambil tertawa Gus Yasien mengatakan kasus persidangan abal-abal. Ungkapan \"Jin Buang Anak\" menjadi viral usai Edy Mulyadi menyebutnya dalam video di Kanal Youtubenya, Bang Edy Channel, mengenai penolakannya terhadap pemindahan ibu kota negara. Pernyataan Edy Mulyadi dinilai menghina calon ibu kota negara baru Kalimantan Timur dan membuat orang Kalimantan tak menerima serta melaporkan Edy ke polisi. Edy didakwa dengan pasal berlapis. Pasal 45A ayat 2 Jo pasal 28 ayat 28 ayat 2 UU ITE, Pasal 14 ayat 1 dan 2, Jo pasal 15 UU No.1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Jo pasal 156 KUH Pidana. Ancamannya maksimal 10 tahun pejara.JPU menuntut 4 tahun penjara. Padahal tercantum jelas dalam pasal 28 UUD 1945 berkaitan dengan kebebasan berpendapat dan dijamin oleh hukum. (IP)

Payung Hukum Implementasi Strategi Ekonomi Biru Disiapkan Pemerintah

Semarang, FNN - Pemerintah menyiapkan payung hukum terkait dengan rencana implementasi strategi ekonomi biru yang menitikberatkan pada pertimbangan ekologi dan ekonomi pada kegiatan di ruang laut guna mewujudkan laut yang sehat, aman, tangguh, serta produktif. \"Sekarang sedang dalam penyiapan payung hukum mudah-mudahan bisa segera selesai,\" kata Menteri Kelautan dan Perikanan RI Sakti Wahyu Trenggono usai menyampaikan pengarahan pada Strategi Implementasi Ekonomi Biru di Bidang Perikanan, Semarang, Minggu. Setelah ada payung hukum, strategi ekonomi biru akan diujicobakan ke beberapa daerah sebelum diterapkan secara menyeluruh. \"Jadi, tidak langsung dijalankan secara masif tetapi trial dahulu. Kalau bagus, baru diterapkan. Maka, keberlanjutan ekosistem di laut akan berjalan baik, dan nelayan akan diuntungkan,\" ujarnya. Wahyu menegaskan bahwa strategi ekonomi biru merupakan bentuk keberpihakan pemerintah kepada nelayan lokal tradisional. \"Sekarang ini kami mau berpihak pada mereka, butuh sesuatu apa yang bisa kami berikan, salah satunya menghidupkan pertumbuhan ekonomi di situ supaya nelayan bisa berkembang,\" katanya. Lima strategi ekonomi biru itu meliputi: pertama, memperluas wilayah konservasi dengan target 30 persen dari luas wilayah perairan Indonesia dengan mengedepankan kualitas kawasan konservasi. Kedua, penangkapan ikan secara terukur yang berbasis pada kuota penangkapan dan menetapkan zona konservasi di enam zona penangkapan ikan. Ketiga, Bulan Cinta Laut, dalam pelaksanaannya nelayan memiliki peran penting dalam pengelolaan sampah di laut. Keempat, penataan ruang laut untuk perlindungan ekosistem pesisir dan laut; Kelima, neraca sumber daya laut dijadikan alat untuk mengukur keseimbangan dan keberlanjutan sumber daya laut. Selain itu, terdapat kebijakan budi daya yang bertujuan untuk mengurangi jumlah tangkapan yang memiliki kontribusi signifikan di laut sehingga populasi ikan tetap terjaga dan melindungi jenis ikan tertentu untuk ditangkap. Rumput laut memiliki nilai strategis untuk menyerap karbon dan menjadi bahan baku utama untuk industri-industri lain. (Sof/ANTARA)

Proteksi Sektor Rentan Serangan Teroris Dibahas oleh BNPT dan PBB

Jakarta, FNN - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Bidang Kontraterorisme (UNOCT) membahas proteksi sektor rentan serangan terorisme di New York, Amerika Serikat.\"BNPT terus memperluas kerja sama dengan berbagai lembaga internasional,\" kata Kepala BNPT Komjen Polisi Boy Rafli Amar melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.Menurut dia, awalnya agenda utama BNPT di Markas PBB ialah menghadiri acara Kongres PBB tentang korban terorisme. Pertemuan dengan UNOCT adalah kegiatan lanjutan.Pertemuan Boy Rafli dengan Wakil Sekretaris Jenderal UNOCT Vladimir Voronkov juga membahas rencana kunjungan UNOCT ke Indonesia pada tanggal 29 November hingga 2 Desember 2022.UNOCT akan mengidentifikasi prioritas dan kebutuhan pemerintah Indonesia dalam cakupan Global Programme on Vulnerable Targets Protection di kementerian dan lembaga terkait di Tanah Air.\"BNPT menyambut baik rencana kunjungan tersebut dan siap untuk mengoordinasikan pertemuan UNOCT dengan kementerian dan lembaga terkait,\" kata Boy RafliBNPT dan UNOCT juga bakal membahas perkembangan Bali Work Plan 2019—2025. Bali Work Plan merupakan upaya Indonesia bersama seluruh negara ASEAN dalam menggandeng badan-badan internasional untuk membicarakan persoalan keamanan yang mendasar berkaitan dengan violent extremism dan deradikalisasiUNOCT saat ini tengah menyiapkan sejumlah program yang bertujuan memperkuat implementasi Bali Work Plan 2019—2025, antara lain, terkait dengan penuntutan, rehabilitasi, dan reintegrasi serta pengembangan kapasitas penanggulangan terorisme.Pada tanggal 10—12 Mei 2022, BNPT menghadiri pertemuan tingkat Asia di Thailand membahas program perlindungan event olahraga dari serangan ekstremismePada kesempatan tersebut Indonesia menyampaikan pengalaman serta praktik, baik dalam menangani ancaman terorisme, khususnya terkait dengan perhelatan olahraga, maupun peran duta damai dalam pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan.Sejauh ini, BNPT dan UNOCT juga telah terlibat dalam berbagai kerja sama strategis penanggulangan terorisme, khususnya di tingkat nasional dan regional Asia Tenggara.Beberapa program kerja sama yang telah berjalan dalam mendukung prioritas pemerintah terkait dengan terorisme, antara lain, perlindungan objek vital, pencegahan dan perlindungan pekerja migran di Asia Tenggara dari kerentanan ekstremisme berbasis kekerasan.Hal itu, termasuk upaya memperkuat implementasi Bali Work Plan 2019—2025 dalam mempromosikan pencegahan dan penanggulangan kejahatan ekstremisme (violent extremism) di lingkup regional serta dalam hal kerja sama teknis.\"BNPT juga terus memperkuat peluang kerja sama dengan UNOCT melalui kerangka South-South Cooperation yang jadi salah satu fokus UNOCT,\" ujarnya. (Sof/ANTARA)

Proses Hukum Alvin Lim Bila Terbukti Memfitnah Polri

Jakarta, FNN - Pengamat Kepolisian Irjen Polisi (Purn.) Sisno Adiwinoto mengatakan pernyataan Alvin Lim yang diduga memfitnah dan menghina institusi Mabes Polri melalui tulisan atau video harus diproses hukum apabila terbukti ada unsur pidana atau pelanggaran.\"Polisi dan Kapolri saja dimaki-maki seperti itu, rasanya \'gemes\' dan \'ngenes\'. Polisi jangan menunggu termotivasi baru bergerak tapi segera bergerak,\" kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.Ia mengatakan kritik tidak mesti dengan caci-maki. Begitu pula menegakkan hukum tidak harus dengan melanggar hukum. Apalagi, polisi tidak antikritik karena sudah semestinya semua pihak demikian.Setiap polisi, papar dia, adalah pemimpin karena institusi Bhayangkara memiliki diskresi yang melekat pada dirinya sebagai insan Bhayangkara negara. Dalam rangka menerapkan dan mengendalikan diskresi tersebut, maka diperlukan jiwa dan semangat kepemimpinan yang kuat.Oleh karena itu, ia menunggu aparat kepolisian berani untuk menangkap Alvin Lim karena patut diduga melakukan pidana ujaran kebencian dengan caci maki atau penyebaran fitnah yang membuat citra negatif institusi Polri.Ketua Penasihat Ahli Kapolri tersebut menyarankan Polri segera membuat tim kerja untuk mempelajari unsur hukum dengan pemahaman sosiologi dan psikologinya terkait kasus dugaan ujaran kebencian tersebut.Menurutnya, perlu mempelajari kata-kata yang diucapkan oleh Alvin Lim, misalnya mengucapkan polisi dan bukan oknum polisi. Hal tersebut dinilainya reifikasi menyamaratakan oknum polisi menjadi semua anggota polisi.Bahkan, katanya, bila perlu libatkan ahli bahasa yang paham dengan masalah tersebut, khususnya tentang fallacy kekeliruan dalam konteks Alvin Lim telah melakukan kekeliruan dan kemungkinan sudah melanggar hukum pidana yang diatur KUHP maupun Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. (Sof/ANTARA)

Kapolri Tegas dan Mengikuti Kehendak Publik Usut Kasus Brigadir J

Jakarta, FNN - Praktisi hukum Petrus Salestinus mengatakan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit tegas dan transparan menjalankan arahan Presiden Joko Widodo serta mengikuti kehendak publik dalam mengusut kasus pembunuhan berencana Brigadir J.  \"Kapolri tidak hanya tegas dan transparan dalam mengikuti arahan Presiden, tetapi juga mengikuti kehendak publik sebagaimana terbukti dari Kapolri memenuhi hampir semua permintaan atau tuntutan publik terkait dengan proses hukum dan etik terhadap Fredy Sambo dan kawan-kawan,\" kata Petrus di Jakarta Minggu. Petrus menilai ada hal yang menarik dalam proses hukum kasus pembunuhan berencana Brigadir J ini, yakni langkah Polri tak menahan istri Irjen Pol. Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. Putri merupakan salah satu tersangka pembunuhan Brigadir J. \"Menarik karena penyidik tidak menahan PC atas pertimbangan kemanusiaan dan keadilan karena PC masih harus merawat dan membesarkan anak kecil dan ini merupakan paradigma baru pimpinan Polri mengakomodasi tuntutan publik, yaitu berbenah,\" katanya. Menurut Petrus, biasanya Polri menahan tanpa pandang bulu walaupun tersangka ibu-ibu itu hamil tua atau punya bayi. Namun, dalam kasus ini Polri mengedepankan aspek humanis tak menahan Putri dan tetap memprosesnya selaku tersangka. \"Akan tetapi, dalam kasus PC, Polri kedepankan aspek humanis dan tetap memproses PC. Karena itu dukung kebijakan baru Polri dalam soal PC ini,\" katanya. Paradigma baru lainnya, kata Pertrus, adalah pemecatan terhadap anggota kepolisian tanpa menunggu proses pidana selesai atau belum sampai putusan berkekuatan hukum tetap. Hingga saat ini, lima perwira Polri yang telah dipecat dalam kasus Brigadir J. \"Selama ini seseorang diberhentikan dari anggota kepolisian yang terlibat pidana biasanya proses etiknya menunggu selesai yang bersangkutan menjalani pidana penjara baru,\" katanya. Hal itu, kata dia, juga tidak ada pandang bulu dalam penindakan secara hukum dan etik. Hal baru pertama kali tersebut meruntuhkan budaya perlindungan korps yang berlebihan terjadi selama ini. Kapolri, kata Petrus, juga menggunakan pembuktian saintifik atau scientific identification dalam mengungkapkan kasus kematian Brigadir J. Penyidikan berbasis ilmiah itu berujung penetapan Ferdy Sambo sebagai tersangka.  Seperti pernah disampaikan Kapolri bahwa timsus menemukan sejumlah titik terang terkait kasus yang menewaskan Brigadir J dengan melakukan penanganan dan pemeriksaan secara saintifik. Berdasarkan hal itu, Ferdy Sambo dan empat orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Bharada E, Bripka RR, Kuat Maruf, dan istri Sambo, Putri Candrawathi. Selain itu, Korps Bhayangkara juga menjerat tujuh perwira sebagai tersangka obstruction of justice kasus Brigadir J, antara lain, Irjen Pol. Ferdy Sambo dan Brigjen Pol. Hendra Kurniawan. Berikutnya, Kombes Pol. Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman Arifin, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto. Beberapa di antaranya telah dipecat secara tidak hormat. (Sof/ANTARA)

IPW Minta Kabareskrim Polri Ungkap Setoran AKBP Dalizon ke Kombes Anton Setiawan

Jakarta, FNN – IPW minta Kabareskrim Komjen Agus Adrianto harus transparan dan membuka kepada publik kasus Kombes Anton Setiawan yang terlibat dalam penerimaan aliran dana dari terdakwa AKBP Dalizon dalam kasus gratifikasi dan pemerasan Proyek Pembangunan Infrastruktur Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2019. Pasalnya, dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), uang yang mengalir ke AKBP Dalizon sebesar Rp 10 miliar untuk menutup kasus di Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin itu, mengalir ke Kombes Anton Setiawan sebesar Rp 4,750 miliar yang saat itu menjabat Direktur Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Sumsel. “Dari Rp10 miliar itu, Rp 4,750 miliar diberikan terdakwa ke rekannya AS secara bertahap. Kemudian Rp 5,250 miliar digunakan terdakwa untuk tambahan membeli rumah senilai Rp 1,5 miliar, tukar tambah mobil Rp 300 juta, membeli 1 unit mobil sedan Honda Civic Rp 400 juta, termasuk tabungan dan deposito rekening istri terdakwa senilai Rp 1,4 miliar,” kata JPU Kejaksaan Agung Ichwan Siregar dan Asep saat membacakan dakwaan di sidang perdana AKBP Dalizon pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (tipikor) PN Palembang, Jumat (10 Juni 2022). Bahkan, dalam persidangan Rabu (7 September 2022), AKBP Dalizon mengaku setiap bulan menyetor Rp 500 juta per bulan ke Kombes Anton Setiawan. Pengakuan Dalizon ini menjadi viral di media sosial. Dalam persidangan kasus gratifikasi dan pemerasan Proyek Pembangunan Infrastruktur Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2019 sendiri, Kombes Anton Setiawan tidak pernah hadir. Pasalnya, JPU tidak pernah memaksa Kombes Anton Setiawan untuk menjadi saksi di persidangan. Namun, dengan terkuaknya aliran dana kepada Kombes Anton Setiawan ini, Indonesia Police Watch (IPW) menilai bahwa AKBP Dalizon hanya dijadikan korban oleh institusi Polri. Sementara atasannya yakni Kombes Anton Setiawan dilindungi dan ditutup rapat oleh Bareskrim Polri agar tidak tersentuh hukum. Padahal, dalam kasus tersebut jelas ada persekongkolan jahat yang tidak hanya melibatkan AKBP Dalizon. “Hal ini sangat jelas terlihat karena penanganan perkara tersebut diambil alih oleh Bareskrim Polri. Artinya, dalam melakukan penyidikan, para penyidik dan pimpinan di Bareskrim tahu kalau nama Kombes Anton Setiawan muncul dalam pemeriksaan. Namun keterlibatannya diabaikan dan tidak dijadikan tersangka,” kata rilis IPW Sabtu (10/9/2022). “Padahal, kalau ditelusuri secara materiil dengan apa yang diungkap dalam dakwaan Jaksa penuntun umum, terang benderang ada aliran dana gratifikasi ke Kombes Anton Setiawan. Benang merah itu sangat terlihat jelas bahwa korupsi yang terjadi bukan hanya melibatkan AKBP Dalizon saja,” lanjutnya. IPW juga menanyakan apakah Bareskrim memang sengaja melindungi koruptor di kandangnya sendiri. Pasalnya, Anton Setiawan setelah dimutasi dari Dirkrimsus Polda Sumsel bertugas di Ditipidter Bareskrim Polri?. “Anehnya lagi, dalam penanganan kasus AKBP Dalizon tersebut, Bareskrim Polri tidak mengenakan Undang-Undang 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Akibatnya, Kombes Anton Setiawan menjadi tidak tersentuh oleh aliran uang dari AKBP Dalizon,” ungkapnya. Padahal, kalau masyarakat biasa melakukan dugaan tindak pidana, pihak Bareskrim Polri langsung menyematkan pasal TPPU dengan mengorek semua aliran keuangan, termasuk memblokir rekening bank terduga pelaku tindak pidana dan orang-orang yang mendapat aliran dananya. “Kenapa UU TPPU itu tidak diterapkan bagi anggota Polri?” tanyanya heran. Oleh sebab itu, IPW mendesak kepada Kabareskrim Komjen Agus Adrianto untuk bersih-bersih. Diawali dengan menuntaskan kasus gratifikasi dan pemerasan Proyek Pembangunan Infrastruktur Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2019 sampai menyentuh ke atasan dan bawahan AKBP Dalizon. “Sudah seharusnya, pimpinan Polri tidak lagi melindungi anggota Polri yang melakukan penyimpangan-penyimpangan. Hal ini untuk mewujudkan institusi Polri bebas dari segala bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme yang diatur oleh peraturan perundang-undangan,” tegas Sugeng Teguh Santoso, Ketua IPW. (mth/*)